Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering

disebut dengan masa pubertas (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja terdiri dari masa remaja awal

(10-14 tahun), masa remaja pertengahan (14-17 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun)

(Poltekkes, 2010). Remaja menengah merupakan masa terjadinya interaksi dengan kelompok,

tidak tergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual (Poltekkes, 2010). Sikap seksual

pranikah remaja dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari faktor pengetahuan juga dipengaruhi

oleh faktor kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, pengalaman pribadi,

lembaga pendidikan, lembaga agama dan emosi dari dalam individu (Azwar, 2009).

Angka kehamilan remaja di luar nikah sulit diketahui secara pasti, karena di Indonesia

kasus ini selalu disembunyikan oleh pelakunya. Namun di Papua Barat data yang tercatat di

klinik hubungan masyarakat, biro konsultasi KB menunjukkan bahwa jumlah remaja hamil di

luar nikah yang datang minta jasa konsultasi psikologi, perawatan medis untuk kehamilan,

maupun yang meminta aborsi semakin meningkat tajam dari tahun ke tahun (Apriani, 2010).

Berdasarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Papua Barat

pada tahun 2007 diperoleh data yang mengalami hamil diluar nikah sekitar 37%, meningkat

11% dari tahun 2006 yaitu sekitar 26%. Dari data SDKI tahun 2007 menunjukkan dari 801

orang remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah, sebanyak 81 orang (11%)

berakhir dengan kehamilan yang tidak diharapkan. Diantara remaja yang hamil tersebut, sekitar

50 orang (57,5%) mengakhiri kehamilannya dengan melakukan aborsi (Lala, 2011). Data dari

sekolah SMK X Manokwari kelas XI sebanyak 360 siswi. Dari hasil studi pendahuluan pada

tanggal 6 Februari 2014 di SMK X Manokwari, dari 10 siswi ada 4 orang (40%) mempunyai
pengetahuan baik, 4 orang (40%) mempunyai pengetahuan cukup, dan 2 orang (20%)

mempunyai pengetahuan kurang.

Masyarakat menghadapi kenyataan bahwa kehamilan pada remaja semakin meningkat

dan menjadi masalah terutama kehamilan di bawah 20 tahun. Kurangnya pengetahuan seks

serta adanya adat istiadat yang merasa malu kawin tua (perawan tua) menyebabkan

meningkatnya perkawinan dan kehamilan usia remaja. Beberapa faktor yang menyebabkan

kehamilan pada remaja antara lain hubungan seks pada masa subur, renggangnya hubungan

antara remaja dengan orang tuanya, rendahnya interaksi di tengah-tengah keluarga, keluarga

yang tertutup terhadap informasi seks dan seksualitas, menabukan masalah seks dan

seksualitas, kesibukan orang tua (Manuaba, 2010). Seiring dengan pertumbuhan primer dan

sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan

untuk menyalurkan keinginan seksualnya, yang dimulai dari perasaan tertarik hingga tingkah

laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama, yang akhirnya bisa terjadi kehamilan remaja

diluar nikah. Dampak dari kehamilan pada usia remaja antara lain abortus yang didukung

dengan status ekonomi sebuah keluarga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan si bayi,

keadaan emosionalnya, pasangan yang tidak bertanggung jawab. Ada juga kehamilan pada

remaja beresiko terjadinya pre-eklampsia, anemia, bayi prematur, bayi berat lahir rendah

(BBLR), kematian bayi, kanker pada alat kandungan perempuan, karena rentan pada usia 12-

17 tahun perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali, menderita disproporsi sefalo

pelvic (karena tulang panggul belum tumbuh sempurna) dan PMS. Selain itu, kehamilan usia

remaja dapat menyebabkan perceraian karena kurang matangnya kedewasaan mereka dalam

membina rumah tangga (Miron, 2006).

Untuk meningkatkan pengetahuan tentang risiko kehamilan di luar nikah dapat dilakukan

dengan membuka informasi tentang kesehatan reproduksi di sekolah, penyuluhan secara

klasikal, bimbingan secara individual oleh guru bimbingan dan konseling (BK) sewaktu-waktu
bila remaja membutuhkan informasi (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010). Meningkatkan

hubungan remaja dalam lingkungan keluarga, memberikan pendidikan seksual yang sehat,

mengikutsertakan dalam semua aktivitas yang produktif, upaya preventif ini bertujuan untuk

menyelamatkan alat reproduksi remaja, sehingga tidak terjadi akibat yang buruk dan dapat

meneruskan generasi yang tangguh pada waktunya berkeluarga nanti (Manuaba, 2009).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang:

“Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Risiko Kehamilan Remaja di Luar Nikah Pada Siswi

Kelas XI di SMK X Manokwari”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan “Bagaimana Gambaran

Tingkat Pengetahuan Tentang Risiko Kehamilan Remaja di Luar Nikah Pada Siswi kelas XI di

SMK X Manokwari?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang risiko kehamilan di luar nikah

pada siswi kelas XI di SMK X Manokwari.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengtahuan tentang kehamilan pada siswi kelas XI di SMK X

Manokwari.

b. Mengidentifikasi risiko kehamilan remaja di luar nikah pada siswi kelas di XI SMK X

Manokwari.
c. Menganalisis tingkat pengetahuan tentang risiko kehamilan remaja di luar nikah pada siswi

kelas di XI SMK X Manokwari.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Merupakan wacana yang perlu dikaji mendalam mengenai gambaran pengetahuan tentang

risiko kehamilan remaja di luar nikah.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Siswi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan siswi tentang risiko

kehamilan remaja di luar nikah sehingga siswi menghindari hubungan seksual pranikah.

2. Bagi institusi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi institusi sekolah terutama guru

BK (Bimbingan Konseling) untuk memberikan konseling mengenai risiko kehamilan remaja

di luar nikah pada siswi, sehingga siswi menjauhi hubungan seksual pranikah dan terhindar

dari kehamilan remaja diluar nikah.

3. Bagi profesi perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan agar lebih meningkatkan

perhatian terhadap upaya konseling yang bermutu serta materi konseling tentang risiko

kehamilan remaja di luar nikah yang sangat dibutuhkan remaja agar dapat dipilih sikap yang

terbaik bila berhadapan dengan hubungan seksual pranikah.

4. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai data awal bagi penelitian

selanjutnya mengenai gambaran pengetahuan risiko kehamilan remaja di luar nikah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke

dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu

sama lain.
5. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek.

b. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) cara memperoleh pengetahuan dikelompokkan menjadi 2,

yaitu :

1. Cara Tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional, ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis.

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi :

a. Cara Coba – Salah (Trial and Error).

Pada waktu itu apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya

pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba

ini dilakukan dengan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan

apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka dicoba kemungkinan yang lain.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas.

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi

yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran. Apakah yang dilakukan tersebut baik atau

tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi

berikutnya.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi.


Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila

dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka

untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.

d. Melalui Jalan Pikiran.

Merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan

yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.

2. Cara modern atau cara ilmiah disebut juga metode penelitian ilmuwan

cara baru / modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis

logis dan ilmiah.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :

1. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi

dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat

pengetahuan akan tinggi.

2. Kultur (budaya, agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang

baru akan disaring kira-kira sesuai atau tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

3. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan

dengan hal yang baru tersebut.

4. Pengalaman
Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi maka

pengalaman akan luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan

semakin banyak.

d. Cara mengukur tingkat pengetahuan

Menurut Arikunto (2006) pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari

kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

kita ukur dapat juga disesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut diatas. Sedangkan

kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan

scoring, menurut Nursalam (2003), yaitu :

1. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%

2. Tingkat pengetahuan cukup baik bila skor atau nilai 56-75%

3. Tingkat pengetahuan tidak baik bila skor atau nilai < 56%

2. Konsep Kehamilan

a. Pengertian

Kehamilan adalah dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal

adalah 280 hari (40 Minggu atau 9 bulan) dihitung dari hari-hari pertama haid terakhir.

Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu : triwulan pertama, dimulai dari konsepsi sampai 3

bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh

sampai 9 bulan (Sarwono, 2009).

b. Risiko Kehamilan Remaja di luar Nikah

Kehamilan remaja di luar nikah adalah kehamilan yang terjadi pada usia antara 14-19

tahun tanpa melalui proses pernikahan (Cuman, 2009). Kehamilan di luar nikah mempunyai
dua pilihan yaitu mempertahankan kehamilan atau menggugurkan kehamilan dengan aborsi

yang keduanya mempunyai risiko yang sama-sama berat (Maia, 2009).

c. Risiko Mempertahankan Kehamilan Remaja di Luar Nikah

Ada beberapa resiko yang akan dihadapi remaja bila mempertahankan

kehamilannya, yaitu :

1. Psikologi dan sosial

a. Bila hamil di luar nikah perasaan bersalah yang berlebihan dapat dialami remaja dan malu

karena orang lain mengetahui bahwa remaja hamil tetapi belum menikah, demikian pula orang

tua dan keluarga turut menanggung malu (Muslich, 2009).

a. Remaja belum siap melaksanakan peran sebagai ibu (Susanti, 2008).

2. Risiko Masa Depan

Menurut Muslich (2009) kehamilan remaja di luar nikah dapat menyebabkan terganggunya

perencanaan masa depan remaja karena berbagai sebab, yaitu :

a. Meninggalkan sekolah

Banyak remaja hamil terpaksa meninggalkan sekolahnya atas kemauan sendiri karena rasa

malu atau dikeluarkan dari sekolah karena sekolah tidak memberi toleransi siswi hamil

sehingga upaya menggapai cita-cita masa depan yang cerah akan terhambat.

b. Terpaksa menikah

Bila remaja membentuk keluarga, lahirlah keluarga muda yang belum tentu siap untuk menjadi

bapak atau ibu rumah tangga, mengurus bayi, memberi makan, mengasuh bayi dan hal-hal lain

yang membutuhkan banyak tenaga, biaya, dan pikiran matang.

c. Meneruskan kehamilan tanpa nikah

Terjadi karena orang tua tidak menyetujui pernikahan, ditinggalkan oleh laki-laki yang

menghamili. Hal ini mengakibatkan anak yang dilahirkan hanya mempunyai pertalian dengan
ibunya saja. Anak yang lahir di luar nikah tanpa kejelasan status orang tuanya sering

mendapatkan cap buruk sepanjang hidupnya, tidak mendapatkan kualitas pengasuhan yang

baik dari orang tuanya, perkembangan kejiwaan anak akan terganggu.

d. Ditolak keluarga

Keluarga khususnya orang tua merasa terhina dan namanya

tercemar, remaja yang hamil terkucilkan sehingga menjadi anak

yang terasing dan terbuang dari keluarganya dan besar akan

kemungkinan terpaksa menjadi anak jalanan.

3. Risiko fisik

a. Rahim siap melakukan fungsinya setelah wanita berumur 20 tahun dan pada usia ini fungsi

hormonal melewati masa kerja yang maksimal. Pada usia 14-18 tahun otot-otot rahim belum

cukup kuat sehingga kehamilan dapat membuat robekan pada rahim (Muslich, 2009).

b. Pada usia 14-19 tahun sistem hormonal belum stabil ditandai dengan belum teraturnya haid.

Ketidak teraturan hormon membuat kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi perdarahan

dan keguguran atau kematian janin (Muslich, 2009).

c. Ibu remaja berisiko ketika melahirkan dan dapat mengalami komplikasi pascapartum

(Susanti, 2008).

d. Kehamilan remaja lebih sering mengalami keracunan, anemia,

kejang-kejang dan tekanan darah tinggi (Muslich, 2009).

d. Risiko Menggugurkan Kehamilan dengan aborsi

Setiap remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah akan terganggu keadaan

emosionalnya, apalagi bagi yang tidak bisa menerima kehamilan tersebut karena malu terhadap

lingkungan sehingga mendorong remaja untuk menggugurkan kandungan (Ambarwati, 2009).

Menurut Rachmawati (2008) risiko menggugurkan kehamilan dengan aborsi, yaitu :


1. Risiko fisik

Perdarahan dan komplikasi lain (infeksi, robekan dinding rahim,

kerusakan leher rahim) sehingga menyebabkan kematian. Aborsi yang

berulang menyebabkan komplikasi dan juga mengakibatkan kemandulan (Rachmawati, 2008).

Kerusakan organ reproduksi (Suryoprajogo, 2009). Menggugurkan kandungan dengan minum

jamu atau obat secara sembarangan akan tetapi upaya tidak berhasil dan kehamilan berjalan

terus dengan risiko bayi lahir cacat (Elly, 2008).

2. Risiko psikis

Perasaan takut, panik, tertekan, stres, trauma mengingat proses aborsi

dan kesakitan, kecemasan karena rasa bersalah atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama

sehingga dapat menyebabkan depresi, perasaan sedih karena kehilangan bayi, kehilangan

kepercayaan diri (Rachmawati, 2008).

3. Risiko sosial

Ketergantungan pada pasangan menjadi besar karena perempuan merasa sudah tidak perawan,

pernah mengalami kehamilan dan aborsi (Rachmawati, 2008).

4. Risiko ekonomi

Biaya aborsi cukup tinggi, bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin tinggi

(Rachmawati, 2008).

3. Konsep Remaja

a. Pengertian

Remaja adalah sebagai periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa, yang mencakup aspek biologi, kognitif, dan perubahan sosial yang berlangsung antara

usia 10-19 tahun (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).


Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini

sering disebut dengan masa pubertas (Soetjiningsih, 2004).

2.1.3.2 Remaja Awal (Early Adolescense) usia 10-14 tahun.

Masa yang ditandai dengan perubahan tubuh yang cepat, sering mengakibatkan kesulitan

dalam menyesuaikan diri, dan pada saat ini remaja mulai mencari identitas diri (Poltekkes

Depkes Jakarta I, 2010).

2.1.3.3 Remaja Menengah (Middle Adolescense) usia 14-17 tahun.

Ditandai dengan bentuk tubuh yang sudah menyerupai orang dewasa. Remaja sering kali

diharapkan dapat berprilaku seperti orang dewasa, meskipun belum siap secara psikologi. Pada

masa ini sering terjadi konflik dengan pencarian identitas, di lain pihak merka masih tergantung

dengan orang tua (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

2.1.3.4 Remaja Akhir (Late Adolescense) usia 17-19 tahun.

Ditandai dengan pertumbuhan biologis yang sudah melambat, tetapi masih berlangsung

di tempat-tempat lain. Emosi, minat, konsentrasi, dan cara berfikir remaja akhir mulai stabil.

Kemampuan menyelesaikan masalah sudah mulai meningkat (Poltekkes Depkes Jakarta I,

2010).

e. Remaja yang berisiko melakukan hubungan seksual pranikah

Menurut Suryoprajogo (2009), remaja yang berisiko melakukan hubungan seksual

pranikah, yaitu :

1. Terlibat dalam penggunaan minuman keras dan obat-obatan terlarang.

2. Mempunyai teman laki-laki atau perempuan yang istimewa.

3. Kurang berminat dengan sekolah.

4. Kurang pengawasan dari orang tua.

5. Kurangnya pengetahuan tentang risiko kehamilan remaja


f. Faktor yang mempengaruhi keinginan seksual remaja.

1. Perubahan hormonal.

Terjadinya perubahan hormonal seperti peningkatan hormon testosteron pada laki-laki dan

estrogen pada perempuan, dapat meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hasrat

seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk prilaku seksual tertentu (Sarwono, 2008).

2. Penundaan usia perkawinan.

Penyaluran hasrat seksual tidak dapat segera dilakukan karena adanya

penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya

undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah sedikitnya 16 tahun

untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki, maupun karena norma sosial yang makin lama

makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan,

persiapan mental dan lain-lain).

3. Dorongan dari dalam.

Sebagai seorang remaja yang normal pasti mempunyai perasaan dan minat seksual, merasakan

ketertarikan seksual dan emosi terhadap lawan jenis dan terdorong untuk melakukan hubungan

fisik (Suryoprajogo, 2009).

4. Terlalu sering melihat tayangan berbau pornografi.

Terlalu sering melihat tayangan pornografi di media massa dapat meningkatkan keinginan

seksual (Suryoprajogo, 2009).

5. Norma-norma di masyarakat.

Norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks

sebelum menikah, bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah laku yang lain

seperti berciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat

kecenderungan untuk melanggar larangan-larangan tersebut. Norma budaya dalam perilaku

seksual pranikah adalah tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Norma ini
tercermin dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan kegadisan seorang wanita sebelum

menikah. Hilangnya kegadisan bisa berakibat depresi pada wanita

yang bersangkutan, walupun tidak membawa akibat lain seperti kehamilan atau penyakit

kelamin (Sarwono, 2005).

6. Penyebaran informasi melalui media massa.

Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan

rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih menjadi tidak

terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan

meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khususnya karena mereka pada

umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya

(Sarwono, 2005).

7. Tabu-larangan.

Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih

mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, tidak terbuka terhadap anak sehingga

cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual ini (Sarwono, 2005).

8. Lingkungan.

Berduaan dengan pasangan di tempat yang sepi seperti taman, di dalam

gerbong kereta kosong, kamar, rumah dan tempat-tempat yang lain

dapat meningkatkan keinginan seksual (Suryoprajogo, 2009).

9. Pergaulan yang makin bebas.

Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan dalam

masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan

perempuan makin sejajar dengan lak-laki (Sarwono, 2005).


g. Pencegahan hubungan seksual pranikah.

Menurut Suryoprajogo (2009), untuk mencegah agar tidak terjadi hubungan seksual

pranikah, ada beberapa cara, yaitu :

1. Hindari melakukan hubungan seks.

2. Bertanggung jawab atas diri sendiri dan jangan biarkan orang lain memaksa.

3. Melindungi kesehatan dan emosi apabila ada yang mengajak berhubungan seks pranikah

dengan mengatakan “Tidak, bukan sekarang” dan masih boleh berkata “tidak” walaupun

pernah berkata “ya” sebelumnya.

4. Pasangan yang benar-benar menyayangi dan menghormati tidak akan meminta berhubungan

seks sebelum menikah.

5. Menghindari membaca atau menonton hal-hal yang berbau pornografi.

6. Melibatkan diri dengan aktifitas yang bermanfaat.

7. Semua agama dan budaya melarang hubungan seks pranikah

h. Cara menahan keinginan seksual

Menurut Suryoprajogo (2009), ada beberapa cara untuk menahan keinginan seksual,

yaitu :

1. Waspada terhadap rangsangan dari dalam diri serta lingkungan yang dapat meningkatkan

hasrat seksual.

2. Percaya dan berpegang pada nilai yang ada dalam diri.

3. Hindari situasi yang dapat meningkatkan hasrat seksual.

4. Jika keinginan seksual timbul harus hormati batasan masing-masing, belajar cara

berkomunikasi, menolak jika ada pemaksaan dan berani

berkata “tidak”.

5. Bertanggung jawab dan mengetahui akibat dari tindakan.


6. Mendapatkan informasi dari sumber yang dapat dipercaya, seperti orang tua, guru, dokter dan

guru agama.

7. Melibatkan diri dengan aktifitas sosial dan yang sehat. Curahkan perasaan dan berkomunikasi

dengan orang tua atau orang dewasa yang dapat dipercaya

i. Akibat hubungan seksual pranikah

Dari aspek kesehatan adalah kehamilan di luar nikah, pengguguran

kandungan yang berisiko, pembuangan bayi, penyakit seksual. Dari aspek psikologi dan sosial

adalah masalah hubungan dengan orang tua, mengalami gangguan emosi, tidak ada

keharmonisan keluarga dan sosial (Suryoprajogo, 2009).


2.1 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Risiko Kehamilan Remaja di

Luar Nikah pada Siswi Kelas XI di SMK X Manokwari.

Keterangan :

= = Diteliti

= Tidak diteliti

= Berpengaruh

= Berhubungan

Dari gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa remaja putri mempunyai tingkat pengetahuan tentang

risiko kehamilan remaja diluar nikah yaitu meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, kultur (budaya,

agama), pendidikan dan pengalaman. Pengetahuan tentang risiko kehamilan remaja di luar

nikah tersebut dapat diinterprestasikan hasil baik, cukup, dan kurang.

Anda mungkin juga menyukai