BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam keadaan normal kehamilan akan terjadi di intra uterin, nidasi akan terjadi
kehamilan pada pars interstisial tuba dan kehamilan pada canalis servikalis
masih terdapat dalam rahim namun jelas sifatnya abnormal dan ektopik.
1. Definisi
dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini dapat berbahaya pada wanita
tersebut.“
ektopik terganggu.
2. Etiologi
telur di bagian ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telah mengalami
9
hambatan sehingga pada saat nidasi masih dituba, atau nidasinya dituba
dipermudah.
Faktor – faktor yang memegang peranan dalam hal ini adalah sebagai berikut :
2) Pada hipotesa uteri lumen tuba sempit dan berkeluk – keluk dan hal ini
3) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi
dalam tuba.
itu.
d. Faktor lain
1) Migrasi telur ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
uterus.
2) Fertilisasi In Vitro
3. Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi dituba pada dasarnya sama
dengan halnya dicavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorbsi.
setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh
tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk
ke dalam lapisan otot – otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah.
berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
4. Klasifikasi
ektopik adalah :
a. Kehamilan Tuba
b. Kehamilan Ovarial
c. Kehamilan Abdominal
f. Kehamilan Servikal
a. Kehamilan Tuba
lapisan dalam dari hasil konsepsi, karena Tuba tidak dan bukan
lepas dari dinding tuba kemudian terjadi perdarahan yang bisa sedikit
atau banyak.
Bila robekan kecil maka hasil konsepsi tetap tinggal dalam tuba,
robekan besar, maka hasil konsepsi keluar dan masuk dalam rongga
perut.
b. Kehamilan Ovarial
Perdarahan pada ovarium ini dapat disebabkan bukan saja oleh pecahnya
kehamilan ovarium, tetapi bisa oleh ruptur kista korpus luteum, torsi dan
endometriosis.
c. Kehamilan Abdominal
abdominal dan sekunder yaitu bila embrio yang masih hidup dari tempat
13
primer, misalnya karena abortus tuba atau karena ruptur tuba, tumbuh
d. Kehamilan Servikal
kadang kala bisa hebat, Sehingga untuk terapinya perlu dilakukan total
histerektomi.
5. Diagnosis
abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu
kuldoskopi
14
mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun bisa sulit sekali. Untuk
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan
Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat
a. Anamnesis
terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri
bagian bawah.
b. Pemeriksaan Umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut
tanda – tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis ini tidak mendadak, perut
c. Pemeriksaan Ginekologi
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang – kadang tumor disamping uterus dengan batas yang
15
d. Pemeriksaan Laboratorium
tanda – tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak
e. Kuldosentesis
dalam Kavum Douglas ada darah. Cara ini berguna dalam membantu
f. Ultrasonografi
g. Laparoskopi
dapat dinilai secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium tuba, Kavum
6. Gambaran klinik
Gambaran klinis yang dijumpai bisa akut atau subakut. Beberapa penulis
amenorhoe, teraba masa tumor, jatuh dalam syok, mual dan muntah,
Gejala ini bervariasi menurut waktu kapan penderita kita lihat atau periksa,
a. Sebelum Terganggu
Tanda – tanda hamil muda, sedikit sakit pada perut, rasa tidak enak pada
perabaan dan biasanya diagnosa sukar ditegakan. Rasa tidak enak ini
Rasa sakit tiba – tiba pada sebelah perut, sakit ini sifatnya di iris dengan
c. Setelah Ruptur
Diagnosa lebih mudah dengan adanya tanda – tanda akut abdomen dan
perdarahan.
7. Diagnosa Banding
a. Abortus biasa
b. Salpingitis akut
c. Apendisitis akut
8. Penanganan Umum
tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok lebih
1. Kebutuhan Oksigen
Pasien pasca bedah beresiko tinggi untuk menderita komplikasi paru – paru
yang paling sering adalah atelektase dan statis pneumonia. Pada atelektasis
broncehiale tertutup oleh daerah distal, kolapnya alveoli karena udara yang ada
bagi pasien.
Pada kira – kira 24 –40 jam setelah bedah cairan ditahan oleh tubuh karena
adanya stimulus hormon anti diuretik yang merupakan bagian respons stres
dapat terjadi pasien pasca operasi akibat kehilangan cairan dan darah pada
3. Kebutuhan Eliminasi
a. Eliminasi BAK
operasi. Kencing pertama 200 ml atau lebih dan total output urine selama
sehari 1500 ml. Karena fungsi tubuh stabil kembali, keseimbangan cairan
dan elektrolit kembali normal dalam waktu kira –kira 48 jam. Retensi urine
b. Eliminasi BAB
Peristaltik menurun dalam 24 jam bedah. Tidak akan terjadi gerakan isi usus
bila peristaltik belum ada atau menurun konstipasi sering terjadi setelah
anestesi, tidak ada kegiatan dan tidak ada intake bahan makanan yang
banyak serat.
Rasa nyeri timbul hampir setiap jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,
manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi akibat stimulus ujung syaraf
oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau karena ischemi jaringan
akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan
spasmus otot atau oedema. Setelah operasi faktor lain yang menambah rasa
20
6. Kebutuhan Aktivitas
pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak
keuntungan yang dapat diraih dari latihan mobilisasi dini pasca bedah.
Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistemik untuk
tahap yaitu :
21
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
Terdiri dari identitas pasien dan penanggung jawab yang terdiri dari
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku bangsa dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
jaringan.
pasien ?
22
keluhan tersebut.
dirinya ?
hari ?
rumah sakit atau tidak, dan kaji tentang alergi terhadap makanan
sama dengan penyakit yang diderita pasien saat ini, atau adanya
pulmonalis, kaji bentuk dada, adanya batuk, kaji suara napas dan
kebersihan hidung.
meningkat.
konstipasi.
kelemahan.
pada pusat nyeri di cortek cerebri, akibat nyeri pasien akan sering
25
terganggu.
lain – lain.
a) Hemoglobin
b). Leucosyt
c). Trombosit
b. Analisa Data
data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk
c. Diagnosa Keperawatan
dan pengobatan.
proses pembedahan.
2. Perencanaan
Tabel 1
No INTERVENSI RASIONAL
(1) (2) (3)
1. Kaji ulang tingkat nyeri Mengkaji ulang tingkat nyeri, perawat dapat
mengetahui sejauh mana tingkat nyeri yang
dirasakan pasien.
terbuka
terbuka
Tabel 2
2. Berikan penghargaan
Dukungan kontinu penting untuk
untuk mengekspresikan
meningkatkan kemajuan ke arah
perasaan. Arahkan pada
penerimaan.
pasien pada kelompok
pendukung komunitas
sesuai indikasi.
sendiri dengan
memfokuskan pada
(1) (2) (3)
30
dengan
mengidentifikasikan area-
berkepanjangan.
pengobatan.
yang dijalani.
Tabel 3
tindakan.
akibat
makan
Tabel 4
Intervensi dan Rasional Untuk Mengatasi Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
2. Berikan obat anti emetik sesuai Mual menyebabkan tidak nafsu makan,
sedikit, berat badan terus dan kalori, asam lemak dan vitamin dapat
parenteral total.
buruk.
7. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang
nutrisi pasiennya.
pembedahan.
Tabel 5
kronis).
penggunaan alat.
Tabel 6
terjadi
Tabel 7
nyenyak.
4. Berikan obat sesuai dengan advis Memberi obat sesuai dengan advic
nyenyak.
untuk istirahat
(1) (2) (3)
39
6. Anjurkan untuk tidur ketika nyeri Pada saat nyeri berkurang persyarafan
aktivitas
sendiri.
- Rambut bersih
40
Tabel 8
No INTERVENSI RASIONAL
(1) (2) (3)
1. Observasi kemampuan pasien Untuk mengetahui sejauh mana
mengatasi ketidakmampuan
sendiri
arteri
Tabel 9
Perfusi Jaringan
meliputi latihan aktif kaki dan gerak, meliputi latihan aktif kaki dan
tromboplebitis
Tabel 10
hancur.
pasca operasi.
Tabel 11
untuk berkemih
Tabel 12
operasi
kemungkinan infeksi
tubuh.
Sumber : Barbara Engram, 1999.
3. Pelaksanaan
4. Evaluasi