BST CTG
BST CTG
Cardiotokografi
OLEH:
Avino Mulana Fikri 1740312250
Irfan Ghani Nasution 1310311056
PRESEPTOR:
dr. Defrin, Sp.OG (K)
PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh
penyulit-penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan
kesejahteraan janin. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin, seberapa jauh gangguan tersebut, dan
Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk
tujuan tersebut, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan
Kardiotokografi (KTG) adalah suatu alat elektronik yang digunakan untuk memonitor
hubungan antara denyut jantung janin dan kontraksi uterus. Biasanya digunakan pada
KTG secara luas digunakan dalam kehamilan untuk memperkirakan kondisi denyut
jantung janin, sebagian besar digunakan pada kehamilan dengan risiko tinggi. Pada KTG
terdapat tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi
rahim dan gerak janin, serta korelasi diantara ketiga parameter tersebut.3,4
Cara pemantauan ini bisa dilakukan secara langsung yakni dengan alat pemantau yang
dimasukkan ke dalam rongga rahim atau secara tidak langsung yakni dengan alat yang
dipasang pada dinding perut ibu. Pada saat ini cara eksternal yang lebih popular karena bisa
Penulisan bed side teaching ini bertujuan untuk memahami serta menambah
Batasan penulisan bed side teaching ini membahas mengenai definisi, indikasi, dan
metode kardiotokografi
Penulisan bed side teaching ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
TINJAUAN PUSTAKA
Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut per menit dengan variasi
normal 20 dpm diatas atau di bawah nilai rata-rata. Jadi nilai normal DJJ antara 120-160
pemompaan darah. Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propanolol, akan
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang berasal dari
batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang
terletak di antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya
dengan asetilkolin akan menurunkan frekuensi DJJ, sedangkan inhibisi nervus vagus,
Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah
pada batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di daerah
karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang otak. Reseptor ini
berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan
akan terjadi refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan
darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan
janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ pun akan
berkurang.
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan mengeluarkan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu dari tiga
sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2)
serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3)
baroreseptor di aorta ascendens dan arteri karotis, dan stretch reseptors di atrium
2.2 Definisi
Kardiotokografi (KTG) adalah suatu alat elektronik yang digunakan untuk memonitor
hubungan antara denyut jantung janin dan kontraksi uterus. Biasanya digunakan pada
KTG secara luas digunakan dalam kehamilan untuk memperkirakan kondisi denyut
jantung janin, sebagian besar digunakan pada kehamilan dengan risiko tinggi. Pada KTG
terdapat tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi
rahim dan gerak janin, serta korelasi diantara ketiga parameter tersebut.3,4
sensor bertekanan (pressure sensor) yang dipasangkan pada abdomen wanita, dengan
posisi duduk setengah berbaring (bukan terlentang lurus karena dapat menghasilkan
temuan yang keliru). Alat yang dipasang berupa 2 transduser, 1 tranduser digunakan
untuk memantau DJJ menggunakan ultrasound, dan 1 transduser lagi untuk menilai
kontraksi rahim.
Pada saat ini cara eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama
antenatal ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai prediktif positif yang kurang
Metode Internal (Invasif/ langsung), pencatatan langsung dengan cara lain bisa
ataupun internal hanya mungkin setelah ketuban pecah dan serviks agak dilatasi.
uteroplasenter atau kompresi tali pusat. Jika kontraksi spontan tidak terjadi pada
jantung yang berkaitan dengan kontraksi dicatat. Jika janin letargik, maka dapat
dirangsang untuk bergerak dengan melakukan ketukan pada uterus secara lembut.
Pada kehamilan normal, pemeriksaan KTG pada umumnya bisa diabaikan. Pada
persalinan normal, pemeriksaan ini dilakukan pada kala I, dengan pencatatan secara
intermiten selama 20 menit dengan interval setiap setengah jam. Bila grafiknya abnormal
atau adanya resiko yang baru terlihat, perlu dilakukan pencatatan terus menerus.
Indikasi pemeriksaan KTG sebelum dan selama persalinan menurut Berg, yaitu:
No Indikasi Waktu
1 Post maturitas >7 hari Setiap hari
2 Insufisiensi placenta Beberapa kali/hari
3 Hipertonus, imaturitas janin Setiap 4 hari
4 Kontraksi terlampau dini Beberapa kali/hari
5 Berisiko persalinan prematur Setiap 2 hari
6 Diabetes Setiap 1-2 hari
7 Kehamilan ganda Setiap 4 hari
8 Inkompatibilitas Rh Setiap hari s/d setiapminggu
9 Plasenta letak rendah Beberapakali /hari
10 Plasenta previa Setiap 4 hari
11 Perdarahan trimester ke dua Setiap 4 hari
12 Setelah mengalami trauma / kecelakaan Diulang setiap hari/setiap 4 hari
No Indikasi Waktu
1 Usia ibu dibawah 18 tahun, diatas 40 Setiap 2 hari
2 Tahun Setiap 2-4 hari
3 Riwayan kehamilan dengan komplikasi Setiap 2-4 hari
4 Oligohidramnion, polihidramnion Setiap hari
Gerakan janin terasa berkurang
2.5 Teknik Pemeriksaan
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat
maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah
kontraksi berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah
punktum maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet
bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
11. Lakukan dokumentasi data pada komputer (data untuk rumah sakit).
12. Matikan komputer dan mesin KTG. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
a. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate). Yang termasuk di sini
adalah frekuensi dasar dan variabilitas dari denyut jantung janin saat uterus dalam
Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode 10
menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak
terdapat perubahan periodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar yang lebih
dari 25 denyut per menit(dpm). Dalam keadaan normal, frekuensi dasar DJJ berkisar
antara 120 – 160 dpm. Frekuensi dasar DJJ yang lebih dari 160 dpm disebut takikardia,
bila kurang dari 120 dpm disebut bradikardia. Ada juga yang memakai batasan normal
Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia ringan janin, akan tetapi
gambaran tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takikardia disertai dengan
variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam keadaan baik. Takikardia dapat
Anemia janin.
Ibu gelisah.
Ibu hipertiroid
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada
hipoksia ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm danvariabilitas DJJ masih
normal. Hal ini menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi
terhadap stres hipoksia. Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi
terhadap stres tersebut.Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100
bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain
Kehamilan posterm
Hipotermia
Bradiaritmia janin.
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ.
Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ diduga akibat adanya keseimbangan interaksi sistem
bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri yang merangsang
pusat pengatur denyut jantung di batang otak dengan perantaraan nervus vagus.8,9,10
janin mulai dari korteks - batang otak - n. vagus dan sistem konduksi jantung semua dalam
keadaan baik. Keadaan hipoksia otak (asidosis/ asiksia janin) akan menyebabkan
Dalam rekaman kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin
lama makin rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan
Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antara denyut yang terlihat pada
gambaran KTG yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antara denyut pada DJJ.
Rata-rata variabilitas jangka pendek DJJ yang normal antara 2-3 dpm. Arti klinis dari
variabilitas jangka pendek masih belum banyak diketahui, akan tetapi biasanya tampak
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas
tampak pada rekaman KTG dibanding dengan variabilitas jangka pendek. Rata-rata
mempunyai siklus 3-6 kali permenit. Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah adalah
dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas jangka panjang (long term
menjadi:
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak
menunjukkan sistem persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak – nervus
vagus – dan sistem konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan
berkurang:9,10
Blokade vagal
Anemia kronik
Fetal eritroblastosis
Rh-sensitized
1. Akselerasi (accelerations)
atau lebih, berlangsung selama lebih kurang 15 detik ,merupakan suatu respon fisiologik
merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test (NST). Janin yang tidak menunjukkan
tanda akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi
untuk pemeriksaan lebih lanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil
biofisik janin.9,10
Gambar 2.7. Perubahan periodik DJJ – Akselerasi
Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabel
menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat. Gambaran akselerasi yang
menghilang dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan
tanda-tanda lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia.
Penting untuk membedakan antara akselerasi oleh karena kontraksi dan gerakan janin.6,9
2. Deselerasi
Deselerasi dini adalah penurunan DJJ sesaat yang terjadi bersamaan dengan
bayangan cermin dari kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya deselerasi sesuai dengan
saat timbul dan berakhirnya kontraksi. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi pada
Penurunan DJJ pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm. Deselerasi
dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada gambaran DJJ
lainnya.8,9
kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini disebabkan oleh penekanan
kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflex
vagal.9,10
Deselerasi lambat merupakan penurunan DJJ yang terjadi beberapa saat setelah
kontraksi dimulai. Nadir deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak kontraksi dan
insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang
berkurang atau kelainan DJJ lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat
janin (fetal distress), sehingga perlu segera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih
lanjut.8,10
d. Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus
e. Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan,
mungkin sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis
(abnormal). Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin
mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan O2 yang mencukupi dan
masih mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya
stress yang lain. Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan semakin
berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan terakhir ini akan
lambat tersebut.
Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan
waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n.vagus. pada fase awal,
dimana tingkat hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih
biasanya normal. Akan tetapi bila keadaan hipoksia semakin berat dan berlangsung lebih
lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia. Sebagai akibatnya adalah variabilitas
DJJ yang menurun dan akhirnya menghilang sebelum janin akhirnya mati dalam
rahim.6,9,10
tidur miring, berikan oksigen, menghentikan kontraksi uterus dengan memberikan obat-
obatan tokolitik, dan segera direncanakan terminasi kehamilan dengan seksio sesarea.9
deselerasi dengan kontraksi juga bervariasi. Deselerasi variabel terjadi akibat kontraksi
uterus, terutama pada partus kala II dan penyebab paling sering adalah kompresi tali pusat
pada kehamilan atau kala I. Kompresi ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat
menumbung, atau oligohidramnion. Selama variabilitas DJJ masih baik, biasanya janin
Penanganan yang dianjurkan pada keadaan ini adalah perubahan posisi ibu,
reposisi tali pusat bila ditemukan adanya tali pusat terkemuka atau menumbung,
maupun bentuknya
b. Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan
d. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering, atau deselerasi
variabel berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung
a. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan DJJ tidak mencapai 80 dpm dan
c. Deselerasi variabel berat, apabila DJJ menurun sampai di bawah 60 dpm dan
digunakan untuk menyatakan penurunan DJJ lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari
2,5 menit. Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering dijumpai,
yaitu pada sekitar 50% - 80% partus kala II; dan kebanyakan tidak berbahaya bagi janin.
Tanda-tanda deselerasi variabel yang tidak berbahaya bagi janin adalah sebagai
berikut:9,10
Tanda-tanda deselerasi variabel yang berbahaya bagi janin adalah sebagai berikut:8,10
lamanya deselerasi. Deselerasi variabel yang terjadi hanya sekali tidak berarti abnormal, oleh
karena mungkin terjadi akibat pemeriksaan dalam (PD), atau akibat perubahan posisi.9,10
Hasil rekaman CTG yang normal pada umumnya memberikan gambaran sebagai
berikut:
Terdapat akselerasi
Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini.
a. Non Stress test (NST) dilakukan untuk menilai gambaran DJJ dalam hubungannya
dengan gerakan atau aktivitas janin. Penilaian NST frekuensi dasar (baseline),
Interpretasi NST:
Reaktif, terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit
pemeriksaan yang disertai dengan adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm.
frekuensi dasar DJJ diluar gerakan janin antara 120-160 dpm. Variabilitas DJJ 6-
25 dpm.
Nonreaktif, tidak terdapat gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak
Meragukan, terdapat gerakan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20 menit
pemeriksaan atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm, variabilitas DJJ
dalam waktu 24 jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaan Contraction Stress test
(CST).
dibawah frekuensi dasar atau DJJ mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik atau
lebih. Pada keadaan ini dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah viabel atau
b. Contraction Stress test (CST) bertujuan untuk menilai gambaran DJJ dalam
kesejahteraan janin saat proses persalinan terjadi (inpartu). Penilaian CST: frekuensi
dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan periodik DJJ terkait kontraksi uterus.
Interpretasi CST:
Negatif, frekuensi DJJ normal, variabilitas DJJ normal, tidak didapatkan adanya
Positif, terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah
Mencurigakan, terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah
kontaksi, terdapat deselerasi variabel, frekuensi dasar DJJ abnormal. Bila hasil
gemuk, gelisah atau gerakan janin berlebihan, tidak terjadi kontraksi uterus
ANAMNESA
Seorang pasien wanita umur 34 tahun datang ke IGD RSUP Dr M.Djamil Padang
tanggal 29 April 2018 pukul 16.59 WIB rujukan dari RSUD Pasaman Barat dengan
diagnosis dengan diagnosis G1P0A0H0 parturient 35-36 minggu kala I fase laten + PEB
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluar lendir bercampur darah sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri kepala tidak ada, pandangan mata kabur tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada
Riwayat Menstruasi: Menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur tiap bulan, lamanya 5-6
Tidak ada riwayat sakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat keluarga mempunyai penyakit keturunan, menular dan kejiwaan.
1. G1P0A0H0
Pemeriksaan Fisik
Thorak :
Paru
Jantung
Status Obstetrik
Abdomen :
Palpasi :
L1 FUT teraba 1 jari di bawah prosesus xiphoideus, teraba massa besar, lunak, nodular
L2 Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, dan bagian2 kecil di sebelah kanan
L4 Divergen
His : (-)
Genitalia :
VT:
Pembukaan 2-3 cm
Effacement 100%
Ketuban (+)
Hematokrit 42 37.00-43.00 %
SGOT 24 24 u/l
SGPT 12 12 u/l
LDH 581 240-480 u/l
Urin:
Kekeruhan: positif
Leukosit: 4-6/LPB
Eritrosit: 150-200/LPB
Kristal: negatif
Glukosa: negatif
Bilirubin: negatif
Urobilinogen: positif
positif satu.
CTG
Kesan CTG
Variabilitas : 5-15bpm
Akselerasi : (+)
Deselerasi : (-)
Kontraksi : (-)
USG
Kesan USG:
• Biometri :
– BPD : 89,4 mm
– AC : 372 mm
– FL : 68,5 mm
Diagnosis Kerja :
G1P0A0H0 parturient preterm 35-36 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 dosis
Sikap :
• Kontrol KU, VS, PPV, His, DJJ
• IVFD RL + MgSO4 40% 20 cc 28 tts/mnt
• Inj. Ceftriaxone 2x 1gr I.V (skin test)
• Metildopa 3x500 mg
• Cek darah lengkap
• Konsul mata jantung, interne
• Konsul anestesi
• Konsul perinatologi
DAFTAR PUSTAKA