Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. METODE CO2 ENHANCED OIL RECOVERY (EOR)


Injeksi gas dilakukan saat saturasi minyak residual dalam zona penyapuan
gas ternilai rendah. Namun, penyapuan volumetrik dari injeksi gas selalu menjadi
perhatian utama. Mobility ratio yang mengontrol penyapuan volumetrik antara gas
yang diinjeksikan dengan kandungan minyak yang didorong dalam proses gas
biasanya tidak begitu menguntungkan karena viskositas fasa injeksi yang relatif
rendah. Perbedaan ini membuat mobilitas dan akibat dari pengontrolan profil
injeksi menjadi perhatian terbesar untuk keberhasilan proses ini (Amin, Zekri,
Almehaideb, & Al-Attar, 2012).
Injeksi CO2 merupakan salah satu metode enhanced oil recovery (EOR)
yang telah terbukti sukses dalam meningkatkan produksi minyak (Muslim,
Permadi, & Bae, 2015). Metode ini sangat cocok untuk digunakan pada reservoir
yang relatif dalam dengan jenis minyak ringan hingga minyak medium, agar
minimum miscible pressure (MMP) yang diperlukan dapat dicapai (Muslim &
Permadi, 2016). MMP adalah tekanan terendah yang diperlukan agar gas CO2
dapat bercampur dengan minyak di reservoir.
Penggunaan CO2 sebagai gas injeksi memberikan dua keuntungan utama.
Pertama, titik tercampur (miscibility) dapat dicapai pada tekanan yang lebih
rendah dibanding menggunakan gas hidrokarbon. Kedua, penggunaan CO2 untuk
injeksi akan melepaskan gas hidrokarbon yang dapat dimanfaatkan untuk
alternative kepentingan lainnya (Espie, 2005). Saat diinjeksikan kedalam
reservoir, gas CO2 bertindak sebagai solvent dan memberikan efek swelling
terhadap minyak yang tersisa (minyak setelah waterflood) dan menurunkan
viskositasnya. Hal ini mengakibatkan volume minyak yang tersisa mengembang
dan menjadi lebih ringan sehingga dapat diproduksikan (Merchant, 2017). Chung
et al (1988) oil-swelling factor (SF) merupakan perbandingan volume minyak
yang tersaturasi CO2 pada tekanan dan temperatur pengujian yang diberikan

5
Universitas Islam Riau
6

terhadap volume minyak mentah pada temperatur dan tekanan standar (1 atm)
(Han, 2015). Merchant (2017) membagi metode CO2 Tertiary Recovery menjadi
metode operasi seperti pada gambar 2.1 : Conventional WAG Recovery, ROZ
Recovery, Gravity-stabilized Recovery, Double Displacement, Gas-cycling Huff-
and-Puff, Heavy Oil-California, Shale Oil (Bakken, Wolfcamp), Horizontal Well
Pattern Development, dan CO2 Gas Drive dengan Nitro Boost.

Gambar 2.1 Metode Enhanced Oil Recovery (EOR) (Merchant, 2017)

Merchant (2017) juga menyebutkan perbedaan utama di antara metode-


metode tersebut tergantung kepada geologi reservoir dan konfigurasi pola sumur.
Pada metode conventional CO2 floods, contohnya seperti yang telah pernah
diterapkan di Texas Barat yang pada dasarnya memiliki formasi datar,
permeabilitas rendah, lapangan dikembangkan dengan jarak pola (pattern
spacing) seperti pola 5-spot, pola 9-spot, atau pola chickenwire. Sementara pada
teknik conventional WAG, digunakan skema operasi untuk mengontrol mobilitas
dan respon aliran CO2. Tujuan dari teknik ini adalah untuk meminimalisir jumlah
CO2 yang harus digunakan.
Menurut Verma (2015) tidak seluruh reservoir sesuai untuk penerapan CO2-
EOR. Karakteristik reservoir tersebut harus melewati proses screening untuk
mengidentifikasi kandidat yang tepat berdasarkan beberapa kriteria, seperti
geologi reservoir, tekanan tercampur minimum, berat jenis minyak, dan
viskositas. Jarrel et al (2002) setelah melakukan screening terhadap reservoir

Universitas Islam Riau


7

minyak untuk aplikasi CO2-EOR, dilakukan pengembangan desain untuk efisiensi


perolehan minyak yang optimal. EOR screening telah dipublikasikan oleh Taber
et al (1987) untuk mengidentifikasi kandidat reservoir yang cocok untuk
immiscible CO2 flooding.

Tabel 2.1 Screening criteria immiscible CO2

Parameter Nilai
Kedalaman, ft >1800
Viskositas minyak, cp <600
Gravity, ºAPI >12
Saturasi minyak, % >35
Sumber: Taber et al, 1987
Desain tersebut dibuat berdasarkan parameter-parameter seperti geologi
reservoir, sifat fisik fluida dan batuan, relative timing untuk waterflooding dan
konfigurasi pola sumur, salah satu dari metode CO2-EOR flood yang tepat dapat
dipilih seperti pada gambar 2.2 (Verma, 2015). Gambar tersebut menunjukkan
berbagai skema teknik injeksi CO2. Terlihat perbedaan pada masing-masing
metode injeksi terletak pada durasi siklus antara gas CO2, air, dan penambahan
jenis gas lainnya.

Gambar 2.2 Skema berbagai desain injeksi karbon dioksida pada reservoir
(Verma, 2015)

Universitas Islam Riau


8

2.2. PARAMETER DAN MEKANISME INJEKSI CO2-WAG


Injeksi WAG merupakan proses tertiary oil recovery yang telah berkembang
sejak tahun 1950-an (Esmaiel et al., 2005). Metode ini merupakan salah satu cara
untuk mengatasi masalah gravity tonguing dan viscous fingering pada teknik
injeksi CO2-EOR (Chathurangani & Halvorsen, 2015). Teknik WAG dipakai
untuk meningkatkan mobility flooding system sehingga menghasilkan
displacement efficiency yang lebih baik serta meningkatkan efisiensi perolehan
minyak (oil recovery) (Zekri, Nasr, & AlShobakyh, 2011). Menurut Christensen
et al. (2001) injeksi WAG pada dasarnya diterapkan untuk meningkatkan
penyapuan injeksi gas, yang utamanya menggunakan air untuk mengontrol
mobilitas displacement dan untuk menstabilkan permukaan minyak. WAG dapat
meningkatkan microscopic displacement efficiency selama periode injeksi gas dan
meningkatkan sweep efficiency pada periode waterflooding (Anuar et al., 2017;
Christensen et al., 2001). Pada metode WAG, gas dapat memobilisasi minyak
dengan gas terlarut sementara air membantu pergerakan minyak menuju sumur
produksi (Espie, 2005).

Gambar 2.3 Skema proses CO2-WAG (US Department of Energy, 2017)

Freistuhler et al. (2000); Soares (2008) secara umum injeksi air dipilih untuk
reservoir water-wet, sementara injeksi gas cenderung dipilih untuk reservoir oil-

Universitas Islam Riau


9

wet. Meskipun demikian, proses water alternating gas (WAG) memberikan hasil
perolehan yang lebih baik dibanding penerapan injeksi gas atau injeksi air saja
dengan cara memanfaatkan kemampuan gas dan air tersebut pada saat yang
bersamaan (Zahoor, Derahman, & Yunan, 2011). Gambar 2.3 menampilkan
skema proses water alternating gas (WAG). Proses injeksi WAG terdiri dari
injeksi air dan gas secara simultan dalam beberapa siklus dengan tujuan
meningkatkan sweep efficiency dari waterflood serta meminimalisir viscous
fingering dan gas overriding melalui injeksi gas (Anuar et al., 2017).
Parameter WAG terdiri dari slug size, rasio, dan cycle (Touray, 2013).
Johns, Bermudez, & Parakh (2003) juga berpendapat bahwa proses WAG akan
menyebabkan terjadinya pencampuran antara fluida reservoir dengan fluida
injeksi, yang bergantung pada total volume gas yang diinjeksikan (slug volume),
rasio WAG, dan jumlah siklus gas atau frekuensi WAG. Siklus alami proses
WAG dapat mengakibatkan peningkatan saturasi air selama setengah siklus
injeksi air dan penurunan saturasi air selama setengah siklus injeksi gas. Proses
yang mempengaruhi siklus imbibisi dan drainage ini menyebabkan nilai saturasi
oil sisa lebih rendah dibandingkan water flooding dan gas flooding (Esmaiel et al.,
2005).
Dalam sebuah penelitian, efisiensi tertiary oil recovery yang dihasilkan dari
injeksi WAG sangat signifikan, menyebabkan nilai akhir dari saturasi oil tersisa
hanya sebesar 13% pore volume (PV) (Righi et al., 2004). Christensen, et al
(2012) proses WAG secara umum diklasifikasikan menjadi miscible flooding
ketika tekanan lebih tinggi dari tekanan tercampur minimum, dan immiscible
flooding ketika tekanan lebih rendah dibanding tekanan tercampur minimum
(Jiang et al., 2012). Penggunaan injeksi miscible atau near-miscible water
alternating gas (WAG) dapat dipertimbangkan apabila nilai produksi yang
diperoleh menggunakan waterflood kecil dan terdapat persediaan solvent
(Bhambri & Mohanty, 2005). Sementara itu, metode immiscible WAG bertujuan
untuk menstabilkan permukaan dan meningkatkan kontak dengan area reservoir
yang belum tersapu (Touray, 2013). Immiscible WAG adalah proses injeksi WAG
dimana gas yang diinjeksikan tidak bercampur (miscible) dengan residual oil di

Universitas Islam Riau


10

dalam saluran pori (Anuar et al, 2017). Immiscible CO2 EOR dilakukan jika
reservoir mengandung heavy oil atau tekanan reservoir tidak mampu melebihi
MMP (Chathurangani & Halvorsen, 2015). Pada immiscible WAG, efek berupa
oil swelling dan viscosity reduction terjadi pada minyak di reservoir
(Chathurangani & Halvorsen, 2015).
Penerapan immiscible WAG (IWAG) sukses dilakukan pada the giant
statjford field pada pilot project di tahun 1997. Oleh sebab itu, proyeknya
berlanjut hingga meliputi hampir seluruh lapangan (Skauge & Stensen, 2003).
Studi yang dilakukan oleh Christensen, Stenby, & Skauge (2001) mengenai kilas
balik penerapan WAG di lapangan dari total 59 pekerjaan yang menunjukkan
bahwa 18% di antaranya dilakukan dengan metode immiscible, seperti pada
gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Penerapan teknik miscible/immiscible pada metode WAG (dari total
59 pekerjaan) (Christensen et al., 2001)

Dari studi tersebut, diidentifikasi penerapan WAG pada beberapa jenis


formasi dengan gas injeksi dan mekanisme pendorong yang berbeda-beda.
Persamaan yang ditemukan adalah beberapa proyek yang dilaporkan mengalami
permasalahan channeling dan/atau penurunan injektivitas (Esmaiel et al., 2005).
Ulasan terhadap aplikasi proses WAG di lapangan yang dilakukan oleh Skauge &

Universitas Islam Riau


11

Stensen (2003) menunjukkan bahwa volume injeksi relatif air terhadap gas
meningkat pada stage akhir WAG, untuk mengatasi channeling dan gas
breakthrough.

2.3. PENENTUAN RASIO CO2-WAG


Rasio WAG adalah perbandingan antara jumlah air yang diinjeksikan
dengan jumlah solvent yang diinjeksikan, keduanya dinyatakan dalam satuan
volume reservoir (Juanes & Blunt, 2006). Air yang terlalu banyak dapat
menyebabkan efek negatif terhadap microscopic efficiency, dan gas yang terlalu
banyak dapat menyebabkan sweep efficiency yang lemah (Touray, 2013).
Metode water alternating gas (WAG) dapat diterapkan pada reservoir
dengan viskositas minyak berkisar antara rentang nilai rendah hingga menengah.
Hal yang utama disini adalah untuk menentukan rasio yang optimal antara air
yang diinjeksikan dengan gas (Valeev & Shevelev, 2017).
Rasio WAG memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam desain proses
WAG. Rasio 1:1 umum dipakai dalam aplikasi di lapangan. Meskipun demikian,
pada dasarnya rasio WAG sangat bergantung kepada wettabilitas reservoir dan
ketersediaan gas yang akan diinjeksikan (Zahoor et al., 2011). Claridge (1982)
berdasarkan studi simulasi rasio WAG yang optimum tergantung kepada kurva
waterblocking (saturasi minyak yang terperangkap vs saturasi air). Kurva ini dapat
ditentukan secara eksperimental untuk suatu batuan reservoir. Dari kurva yang
dipakai pada studi tersebut, nilai WAG yang optimum adalah 1:1 (Han, 2015).

Gambar 2.5 Oil recovery pada beragam rasio WAG (Zekri et al., 2011)

Universitas Islam Riau


12

Studi yang pernah dilakukan oleh Zekri et al., (2011) mengenai pengaruh
dari rasio WAG pada CO2 flooding pada oil wet system dilakukan dengan uji coba
enam skenario rasio : WAG 1:1, 2:1, 1:2, 3:1, 1:3 dan continues CO2 flooding ,
seperti pada gambar 2.5. Hasil yang mereka peroleh mengindikasikan bahwa
perolehan minyak yang lebih tinggi dapat dicapai dengan menggunakan rasio
WAG 1:1 atau 1:2 dibandingkan rasio lainnya. Sementara continues CO2 flooding
memberikan hasil yang paling buruk diantara seluruh skenario tersebut. Hal ini
mungkin saja disebabkan oleh rendahnya volumetric sweep efficiency sebagai
akibat dari mobility ratio yang tinggi pada sistem yang diteliti. Secara umum,
meningkatkan rasio WAG dapat meningkatkan performa proses WAG dengan
meningkatkan volumetric sweep efficiency.

Universitas Islam Riau

Anda mungkin juga menyukai