Anda di halaman 1dari 20

DESAIN ALAT PENUKAR KALOR SELONGSONG DAN PIPA DENGAN HTRI

Oleh: Toynbee Alfry S.

A. PENDAHULUAN DAN DASAR PERANCANGAN


1. Pendahuluan
Perpindahan panas antar fluida dalam proses adalah bagian yang penting pada hampir semua
proses kimia. Jenis alat penukar kalor yang paling umum digunakan adalah alat penukar kalor
jenis selongsong dan pipa. Perkembangan metode desain yang baik untuk APK dalam beberapa
tahun terakhir ini didominasi oleh organisasi penelitian komersil: Heat Transfer Reseach Inc.
(HTRI) dari Amerika Serikat dan Heat Transfer and Fluid Flow Service (HTFS) dari UK.
Kata “penukar” digunakan untuk semua jenis alat dimana kalor ditukar (berpindah) tetapi kata
tersebut seringkali diartikan untuk alat dimana terjadi pertukaran kalor antara dua aliran dalam
proses. Penukar kalor dimana fluida dipanaskan atau didinginkan aliran disebut sebagai heater
atau cooler. Jika aliran proses diuapkan dan seluruh fluida menguap maka disebut vaporiser, jika
dihubungkan dengan kolom distilasi maka disebut reboiler dan jika digunakan untuk mengatur
konsentrasi solution maka disebut evaporator.

2. Dasar-dasar teori perancangan alat penukar kalor


Tujuan utama mendesain sebuah alat penukar kalor adalah untuk menentukan luas
permukaan yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang ditentukan (rate of heat transfer)
menggunakan selisih temperatur yang tersedia. Persamaan umum untuk perpindahan kalor yang
melalui suatu permukaan adalah:

𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇𝑚 (1)

dimana Q = kalor yang dipindahkan per satuan waktu, W,


U = koefisien perpindahan kalor keseluruhan, W/m2°C,
A = luas area perpindahan kalor, m2,
𝛥𝑇𝑚 = selisih temperatur rata-rata, °C.

Koefisien keseluruhan berbanding terbalik dengan hambatan termal keseluruhan yang mana
adalah jumlah dari seluruh hambatan individual. Untuk pertukaran kalor yang melalui pipa
penukar kalor, hubungan antara koefisien keseluruhan dan koefisien individu, yang mana
berbanding terbalik dengan hambatan individu, adalah sebagai berikut:

𝑑
𝑑𝑜 ln( 𝑜)
1 1 1 1 𝑑𝑖 𝑑 1 𝑑 1
𝑈𝑜
= ℎ𝑜
+ ℎ𝑜𝑑
+ 𝑈𝑜
+ 2𝑘𝑤
+ 𝑑𝑜 × ℎ + 𝑑𝑜 × ℎ (2)
𝑖 𝑖𝑑 𝑖 𝑖

dimana 𝑈𝑜 = koefisien keseluruhan berdasarkan area luar pipa, W/m2°C,


ho = koefisien film fluida luar, W/m2°C,
hi = koefisien film fluida dalam, W/m2°C,
hod = koefisien kekotoran bagian luar (faktor pengotoran), W/m2°C,
hid = koefisien kekotoran bagian dalam (faktor pengotoran), W/m2°C,
kw = konduktivitas termal material pipa, W/m°C,
do = diameter luar pipa, m,
di = diameter dalam pipa, m.
Magnitudo dari koefisien individu tergantung pada proses perpindahan kalor (konduksi,
konveksi, kondensasi, pendidihan atau radiasi), properti fisik dari fluida , flow-rate fluida dan
susunan fisik permukaan alat penukar kalor. Tampilan fisik alat penukar kalor tidak dapat
ditentukan sebelum mengetahui luas area sehingga untuk desain alat penukar kalor dibutuhkan
prosedur trial and error. Langkah-langkah prosedur desain alat penukar kalor selongsong dan
pipa secara umum adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kondisi yang harus dipenuhi: rate perpindahan kalor, flow-rate fluida dan
temperatur.
2. Mengumpulkan properti fisik fluida yang dibutuhkan seperti: viskositas, densitas dan
konduktivitas termal.
3. Menentukan jenis alat penukar kalor yang akan digunakan.
4. Memilih nilai percobaan untuk koefisien keseluruhan, U.
5. Menghitung selisih temperatur rata-rata, 𝛥𝑇𝑚 .
6. Menghitung luas area yang dibutuhkan dengan menggunakan persamaan (1).
7. Menentukan layout alat penukar kalor.
8. Menghitung koefisien individu.
9. Menghitung koefisien keseluruhan dan membandingkannya dengan nilai percobaan. Jika
nilai yang dihitung berbeda jauh dari hasil yang dihitung maka ganti nilai yang perkiraan
dengan nilai yang dihitung dan kemudian kembali ke langkah ke-6.
10. Menghitung penurunan tekanan pada alat penukar kalor, jika belum memenuhi maka
kembali ke langkah ke-7 atau ke-4 atau ke-3.
11. Melakukan optimasi desain, lakukan langkah ke-4 sampai ke-10 berulang-ulang, untuk
menentukan alat penukar kalor termurah yang bisa memenuhi kebutuhan. Biasanya yang
termurah adalah yang memiliki luas area yang terkecil.

3. Analisis alat penukar kalor: efektivitas metode NTU


Metode efektivitas NTU adalah prosedur untuk mengevaluasi performa alat penukar kalor.
Keuntungan penggunaan metode ini adalah tidak perlu mengevaluasi nilai perbedaan temperatur
rata-rata. Prinsip penggunaan metode ini digunakan dalam rating sebuah alat penukar kalor.
Penggunaan metode ini dapat dipakai untuk menentukan performa alat penukar kalor dimana
luas area dan detail konstruksi alat penukar kalor diketahui. Metode ini memiliki keuntungan
dibanding prosedur desain yang telah dijabarkan diatas, dimana temperatur keluar aliran yang
tidak diketahui dapat dicari tanpa harus melalui proses iterasi berkali-kali. Nilai-nilai pada metode
ini dapat dilihat pada grafik efektivitas vs NTU. Efektivitas adalah perbandingan antara rate
perpindahan kalor aktual dengan rate perpindahan kalor maksimum yang mungkin terjadi.

4. Koefisien perpindahan kalor keseluruhan


Nilai tipikal untuk koefisien perpindahan kalor keseluruhan untuk berbagai jenis alat penukar
kalor dapat dilihat pada tabel 4.1 untuk data lebih lanjut dapat ditemukan pada buku Perry et
al. (1997), TEMA (1999), and Ludwig (2001).
Tabel 4.1 berbagai nilai koefisien keseluruhan
Gambar 3.1 diambil dari nomografi yang sama seperti yang dikemukakan oleh Frank (1974).
Gambar tersebut dapat digunakan untuk mengestimasi koefisien keseluruhan untuk alat penukar
kalor selongsong dan pipakoefisien filn yang terdapat pada Gambar 3.1 termasuk toleransi untuk
kekotoran.
Nilai yang diberikan pada tabel 3.1 dan gambar 3.1 dapat digunakan untuk menentukan
ukuran awal alat penukar kalor selongsong dan pipa juga dapat digunakan sebagai nilai
percobaan untuk memulai desain termal yang detail.

Gambar 3.1. Koefisien keseluruhan (gabungkan sisi proses dan sisi service dan baca nilai U dari skala di tengah)
5. Faktor kekotoran (fouling factors/dirt factors)
Hampir semua proses dan fluida akan mengotori permukaan perpindahan kalor dalam sebuah
alat penukar kalor baik ke jangkauan yang semakin besar maupun semakin kecil. Material deposit
normalnya akan memiliki konduktivitas termal yang relatif rendah dan akan mengurangi koefisien
keseluruhan. Oleh karena itu memperbesar alat penukar kalor untuk mengatasi menurunnya
performa akibat pengotoran menjadi hal yang penting. Efek pengotoran akan dipertimbangkan
dalam desain dengan memasukkan faktor koefisien pengotoran sisi dalam dan sisi luar seperti
yang dapat dilihat pada persamaan (2). Faktor pengotoran seringkali disebut hambatan
perpindahan kalor. Hambatan perpindahan kalor ini sulit diprediksi dan biasanya berdasarkan
pengalaman yang pernah ada. Estimasi faktor pengotoran menghasilkan ketidakpastian yang
patut dipertimbangkan dalam desain. Nilai yang diasumsikan untuk faktor pengotoran dapat
mempengaruhi ketepatan nilai prediksi untuk koefisien yang lain. Faktor pengotoran seringkali
salah digunakan sebagai faktor keamanan dalam desain alat penukar kalor. Beberapa percobaan
dalam memprediksi faktor pengotoran telah dilakukan oleh HTRI; Taborek et al. (1972).
Pengotoran juga adalah subyek dari buku yang ditulis oleh Bott (1990) dan Garet-Price (1985).
Nilai tipikal untuk koefisien dan faktor pengotoran untuk proses dan fluida secara umum dapat
dilihat pada tabel 5.1. Nilai tersebut adalah nilai untuk alat penukar kalor datar atau alat penukar
kalor tanpa sirip. Data faktor pengotoran yang lebih lengkap dapat dilihat pada standar TEMA
(1999), dan oleh Ludwig (2001).

Tabel 5.5. Faktor pengotoran (koefisien), nilai tipikal

Pemilihan koefisien pengotoran suatu desain seringkali menjadi sebuah keputusan yang
bersifat ekonomi. Desain optimal akan diperoleh dengan menyeimbangkan biaya kapital
tambahan untuk alat penukar kalor berukuran besar dengan biaya operasional yang dihemat dari
waktu operasi yang lebih lama antara waktu pembersihan selanjutnya. Duplikasi alat penukar
kalor lebih baik dipertimbangkan untuk sistem dengan pengotoran yang parah.

6. Detail konstruksi alat penukar kalor selongsong dan pipa


Alat penukar kalor selongsong dan pipa sejauh ini merupakan alat penukar kalor yang paling
banyak digunakan dalam dunia industri dan proses kimia. Keuntungan dari jenis ini adalah:
1. Jenis alat penukar kalor selongsong dan pipa memiliki area yang luas jika dibandingkan
dengan volume-nya.
2. Memiliki tampilan mekanis yang bagus: bentuknya bagus untuk operasi bertekanan tinggi.
3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah umum.
4. Dapat dikonstruksi dengan banyak jenis material.
5. Mudah dibersihkan.
6. Prosedur desain-nya sudah umum dipakai sebelumnya.
Pada dasarnya, alat penukar kalor selongsong dan pipa terdiri atas kumpulan berbagai pipa
dalam selongsong bulat. Ujung dari pipa digabungkan dengan ruang tersendiri yang memisahkan
fluida yang mengalir dalam pipa dan fluida yang mengalir dalam selongsong. Untuk menopang
pipa maka didalam selongsong dibuat penyangga (baffles) yang juga berfungsi untuk mengatur
arah aliran. Susunan baffles dan pipa akan digabung menggunakan support rods dan spacers.

Gambar 6.1. Support rods dan baffle spacers.


Jenis alat penukar kalor selongsong dan pipa yang paling sederhana dan paling murah adalah
jenis fixed tube sheet seperti yang dapat dilihat pada gambar 6.2. Kekurangan utama dari jenis
ini adalah bahwa ikatan pipa tidak dapat dipisahkan untuk tujuan pembersihan dan tidak ada
ketentuan untuk perubahan ekspansi dari selongsong dan pipa. Karena temperatur dalam
selongsong dan pipa berbeda, juga mungkin terbuat dari material yag berbeda, maka perubahan
ekspansi dapat dipertimbangkan dan penggunaan jenis ini terbatas untuk perbedaan temperatur
hingga 80°C. Beberapa ketentuan untuk eksppansi juga dapat dibuat dengan measukkan loop
ekspansi dalam selongsong (ditunjukkan dengan titik pada gambar 6.2) namun penggunaannya
terbatas untuk kondisi tekanan rendah, hingga sekitar 8 bar. Pada jenis lain, hanya satu sisi pipa
yang tetap dan ikatan pipa dapat diekspansi dengan bebas.
Jenis U-tube (U-bundle) seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.3 hanya memiliki satu tube
sheet dan lebih murah dibandingkan jenis floating-head namun terbatas hanya untuk
penggunaan fluida yang bersih, hal ini dikarenakan pipa dan ikatannya susah untuk dibersikan.
Penggantian pipa juga lebih sulit untuk jenis ini.
Gambar 6.2. Fixed tube plate (berdasarkan gambar dari BS 3274: 1960)

Gambar 6.3. U-tube (berdasarkan gambar dari BS 3274: 1960)

Alat penukar kalor dengan internal floating head, gambar 6.4 dan 6.5, lebih serba guna
dibandingkan dengan alat penukar kalor jenis fixed head dan U-tube. Alat penukar kalor ini cocok
untuk perbedaan temperatur yang tinggi, dimana pipa dapat dibaut dari ujung sampai ujung dan
ikatan dilepas, lebih mudah dibersihkan dan bisa digunakan untuk likuid yang kotor. Kekurangan
desain pul-through, gambar 6.4, adalah bahwa jarak antara pipa paling luar pada ikatan dan
selongsong harus dibuat lebih besar dibanding dengan jenis fixed-head dan U-tube, yang mana
tujuannya adalah untuk mengakomodir floating head flange, sehingga fluida dapat mengelilingi
pipa. Cincin pengikat pada desain split flange, gambar 6.5, digunakan untuk mengurangi jarak
yang dibutuhkan. Bahaya kebocoran akan selalu ada dari flange bagian dalam pada desain
floating head ini.
Pada desain external floating head, gambar 6.6, penyatuan floating head ditempatkan diluar
selongsong, kemudian selongsong diberikan seal dengan sliding gland joint sebagai tempat
stuffing box. Karena bahaya kebocoran pada sepanjang gland, maka tekanan dalam selongsong
untuk jenis ini biasanya dibatasi sampai sekitar 20 bar, kemudian material yang mudah terbakar
dan beracun tidak digunakan pada selongsong.
Gambar 6.4. Internal floating head tanpa cincin pengikat (berdasarkan gambar dari BS 3274:
1960)

Gambar 6.5. Internal floating head dengan cincin pengikat (berdasarkan gambar dari BS
3274: 1960)

Gambar 6.6. External floating head, packed gland (berdasarkan gambar dari BS 3274: 1960)

Gambar 6.7. Kettle reboiler dengan ikatan U-tube (berdasarkan gambar dari BS 3274: 1960)
6.1. Kode dan standar alat penukar kalor.
Desain mekanikal untuk ciri, fabrikasi, material dalam konstruksi, dan uji alat penukar kalor
selongsong dan pipa dapat dilihat pada British Standard (BS). Standar American Tubular Heat
Exchanger Manufacturers Association (TEMA), juga telah digunakan secara luas. Terdapat tiga
kelas alat penukar kalor dalam standar TEMA, kelas R meliputi alat penukar kalor yang pada
umumnya untuk bidang petroleum dan industri terkait. Kelas C meliputi alat penukar kalor untuk
penggunaan yang lebih moderat seperti alat penukar kalor komersil dan yang umum digunakan,
sedangkan kelas B meliputi alat penukar kalor yang digunakan untuk proses kimia.
Standar akan menyediakan ukuran pilihan untuk pipa dan selongsong, toleransi desain dan
manufaktur, toleransi korosi dan rekomendasi desain untuk stres pada material. Selongsong pada
alat penukar kalor akan didesain sesuai dengan kode atau standar pressure vessel nasional.
Dimensi standar untuk flange yang digunakan dalam alat penukar kalor juga dapat dilihat pada
TEMA.
Dimensi untuk kedua standar baik itu American maupun British adalah feet dan inches, jadi
satuan yang digunakan dalam tulisan ini adalah sebagian telah dikonversi kedalam bentuk SI.

7. Pertimbangan desain secara umum


7.1. Alokasi fluida
Menentukan fluida didalam pipa atau diluar pipa memerlukan pertimbangan-pertimbangan
khusus. Untuk menentukan hal tersebut perlu dilakukan evaluasi mengenai berbagai faktor
disamping memperhatikan jenis alat penukar kalor. Adapun faktor-faktor yang harus
diperhatikan untuk menentukan jenis fluida didalam pipa atau didalam selongsong adalah
sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk dibersihkan
2. Sifat korosif
3. Tekanan operasi
4. Temperatur fluida
5. Fluida berbahaya atau fluida mahal
6. Koefisien perpindahan kalor
7. Jumlah aliran fluida
8. Viskositas
9. Penurunan tekanan
Semua pertimbangan diatas dilakukan untuk mendapatkan kesesuaian dengan pertimbangan
ekonomi, keamanan, tata letak, waktu, dan sebagainya.
7.2. Kecepatan fluida
Kecepatan yang tinggi akan menghasilkan koefisien perpindahan kalor yang besar, namun juga
akan mengakibatkan penurunan tekanan yang besar. Kecepatan harus diatur sedemikian rupa
sehingga mampu menghilangkan material-material yang terjebak dan menumpuk pada alat
penukar kalor, namun juga harus dipertimbangkan bahwa kecepatan yang tinggi juga
mengakibatkan tingkat korosi yang semakin tinggi. Penggunaan bola-bola plastik dengan
memasukkannya dalam aliran kadang digunakan untuk mengurangi erosi pada aliran masuk.

7.3. Temperatur aliran


Semakin dekat perbedaan temperatur aliran fluida dingin dan fluida panas maka luas area
yang diperlukan untuk mendapatkan rate perpindahan kalor akan semakin besar. Nilai optimal
akan tergantung pada aplikasi, dan hanya dapat ditentukan dengan membuat analisis ekonomi
desain alternatif.
7.4. Penurunan tekanan
Pada berbagai aplikasi, penurunan tekanan yang ada saat menggerakkan fluida melalui
penukar kalor akan diatur sesuai kondisi proses. Penurunan tekanan yang ada akan bervariasi dari
hanya beberapa millibar di vacum service sampai dengan beberapa bar di sistem operasi.
Saat desainer bebas untuk memilih penurunan tekanan maka analisis ekonomi dapat dibuat
ntuk menentukan desain alat penukar kalor yang memberikan biaya operasi paling kecil.
Walaupun analisis ekonomi secara keseluruhan hanya dilakukan untuk alat penukar kalor yang
sangat besar dan mahal.
Untuk penurunan tekanan yang tinggi, harus dipastikan bahwa pada fluida dengan kecepatan
tinggi tidak boleh menimbulkan erosi maupun korosi yang akan merugikan.

7.5. Properti fisik fluida


Properti fisik fluida yang dibutuhkan untuk desain alat penukar kalor adalah: densitas,
viskositas, konduktivitas termal dan korelasi temperatur-entalpi (specific heat latent).

B. PROSEDUR DAN LANGKAH-LANGKAH PERANCANGAN


Perancangan yang akan dilakukan dalam chapter ini adalah dengan menggunakan software
HTRI. Prosedur dan langkah-langkah perancangan dengan menggunakan software ini sudah
tersedia dan ditampilkan secara berurutan. Input data yang diperlukan akan dimasukkan secara
berurutan. Terdapat tiga jenis case yang ada dalam perancangan alat penukar kalor selongsong
dan pipa dalam HTRI yaitu case untuk rating, sumulasi dan desain. Untuk menemukan rancangan
yang optimum biasanya digunakan case rating, karena bisa dilakukan iterasi berulang-ulang
dengan memodifikasi desain yang dibuat. Gambar 1 adalah tampilan software HTRI untuk
perancangan alat penukar kalor selongsong dan pipa.

Gambar 1. Tampilan desain alat penukar kalor selongsong dan pipa.

Pada saat melakukan input, ada kalanya tidak semua data harus dimasukkan karena software
akan melakukan kalkulasi secara otomatis apabila data dirasa sudah cukup. Apabila box tempat
input data sudah tidak berwarna merah lagi maka data tersebut tidak perlu diisi lagi atau bisa
dilanjutkan dengan menginput data pada box berikutnya.
Contoh kasus 1: (soal tugas)
Rancanglah suatu alat penukar kalor selongsong dan pipa apabila diketahui data-data sebagai
berikut:
Air dengan laju aliran 60 kg/s memasuki alat penukar kalor tersebut pada suhu 35°C dan keluar
pada suhu 25°C. Kalor akan dipindahkan ke fluida air dengan temperatur awal 15°C dengan laju
aliran 150 kg/s. Pipa yang digunakan adalah ¾” dan jenis materialnya bisa menggunakan tembaga
atau campuran tembaga dengan nikel antara 0.8 tembaga sampai dengan 0.5 tembaga. Faktor
pengerakannya dianggap 0.000176 m2.K/W.

Penyelesaian:
Dengan menggunakan data yang diberikan maka dilakukan input pada software HTRI secara
bertahap, kemudian tampilan sebelah kanan adalah rating kedua yang dilakukan setelah hasil
dari rating pertama sudah muncul. Dimana tujuannya adalah untuk mendapatkan hasil yang
optimum. Berikut adalah tampilan input pada sorfware secara berurut dari atas ke bawah untuk
rating pertama dan rating kedua:

Rating 1 Rating 2
1
Tahap 1 Tahap 1

Tahap 2 Tahap 2
Tahap 3 Tahap 3

Tahap 4 Tahap 4

Tahap 5 Tahap 5
Tahap 6 Tahap 6

Tahap 7 Tahap 7

Tahap 8 Tahap 8
Tahap 9 Tahap 9

Tahap 10 Tahap 10

Tahap 11 Tahap 11
Tahap 12 Tahap 12

Tahap 13 Tahap 13

Tahap 14 Tahap 14
Tahap 15 Tahap 15

Gambar 2. Tahap-tahap input data dan desain alat penukar kalor selongsong dan pipa pada software HTRI
C. ANALISA DAN HASIL RANCANGAN

Setelah melakukan input pada HTRI kemudian data akan di-run. Software HTRI akan
menganalisa data-data yang dimasukkan, kemudian akan mengeluarkan output berupa summary
report. Pada report tersebut kita dapat mengetahui suatu desain baik atau tidak dari performa
alat penukar kalor, kecepatan fluida yang masuk dan keluar alat penukar kalor, pressure drop,
dan sebagainya. Berikut ini adalah tampilan summary report oleh software HTRI untuk rating
pertama dan rating kedua:

Hasil rating 1 Hasil rating 2

Gambar 3. Hasil analisa software HTRI dalam bentuk summary report

Tanda kuning pada yang diberikan pada gambar 3 menunjukkan pesan otomatis yang diberikan
oleh software yang menandakan bahwa terdapat sesuatu yang harus diperbaiki dari desain yang
telah dibuat sehingga memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku. Untuk memodifikasi design
maka perlu diperhatikan apa isi pesan yang diberikan oleh software HTRI. Biasanya pesan ini
mengacu pada data yang tidak relevan maupun tidak realistis dan menyimpang dari standar yang
ada (dalam hal ini adalah standar TEMA). Pesan yang muncul juga bisa mengenai proses aliran
fluida yang tidak realistis yang dihasilkan dari desain yang dibuat. Misalnya kecepatan fluida yang
masuk atau keluar alat penukar kalor melebihi batas yang diijinkan. Maka dengan ini kita perlu
memperbesar nozzle saat masuk atau keluar.
Tanda merah pada gambar 3 menunjukkan hasil performa yang signifikan untuk performa alat
penukar kalor pada rating pertama dan rating kedua. Seperti yang ditunjukkan pada rating
pertama, performa alat penukar kalor adalah 121.21%. Ini artinya bahwa luas area alat penukar
kalor yang telah didesain jauh melebihi geometri untuk memenuhi tujuan yang diinginkan, dengan
kata lain luas area yang didesain terlalu besar dibanding dengan kebutuhan yang diinginkan.
Untuk proses, hal ini tidak akan menggangu performa alat penukar kalor, namun untuk hal
ekonomi hal ini merupakan pemborosan, karena luas yang terlalu besar untuk hasil yang
sebenarnya sudah tercapai merupakan hal yang tidak efisien untuk material. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pengurangan luas area untuk mencapai efisiensi yang lebih baik. Cara untuk
mengurangi luas area adalah dengan memodifikasi geometri alat penukar kalor. Intinya adalah
bahwa tujuan rating berikutnya adalah untuk memperkecil area terjadinya perpindahan kalor.
Dengan demikian over design performa alat penukar mendekati nol persen, dengan kata lain alat
penukar kalor yang kita desain sudah efisien.
Untuk mengubah geometri alat penukar kalor maka ada beberapa bagian yang berpengaruh
terhadap luas perpindahan kalor yaitu geometri selongsong, pipa dan baffle. Dalam hal ini
geometri salah satu atau lebih dari satu bagian tersebut harus diperkecil. Namun ada beberapa
ketentuan untuk melakukan modifikasi. Software HTRI akan memberikan pesan (seperti yang
ditujukkan pada tanda kuning) apabila geometri yang kita modifikasi tidak memenuhi standar atau
ketentuan. Dengan demikian geometri tersebut harus dibuat memenuhi ketentuan sehingga tidak
terjadi error maupun munculnya peringatan dari software. Untuk hasil yang sudah baik maka tidak
akan terdapat error message, tanda yang tertera pada message akan berwarna hijau, over design
alat penukar kalor juga akan mendekati nol persen. Seperti yang dapat dilihat pada hasil report
rating kedua diatas, over design performa alat penukar kalor adalah 0.36%. Untuk faktor
keamanan maka diusahakan over design performa alat penukar kalor selalu bernilai positif.

D. KESIMPULAN

Perangkat lunak HTRI telah mempermudah seorang desainer alat penukar kalor khususnya
alat penukar kalor selongsong dan pipa. Dengan bantuan perangkat ini maka seorang desainer
dapat dengan mudah melakukan iterasi dan modifikasi dan hasil analisis yang diinginkan
dihasilkan langsung.
Untuk penyelesaian contoh soal yang diberikan dapat diketahui bahwa dengan mengubah
geometri alat penukar kalor pada rating kedua maka performa alat penukar kalor menunjukkan
hasil yang lebih baik dalam hal efisiensi ekonomi dengan hasil yang diinginkan. Hal ini ditunjukkan
dengan persentasi over design pada rating pertama yaitu 121.21% berubah menjadi 0.36% pada
rating yang kedua.
Over design bisa menunjukkan hasil diatas nol (positif) dan dibawah nol (negatif). Tanda positif
menandakan bahwa luas permukaan alat penukar kalor yang telah didesain melebihi kebutuhan
yang bisa mencapai hasil yang diinginkan, dengan kata lain luas yang didesain terlalu besar.
Sebaliknya tanda negatif menandakan bahwa luas permukaan alat penukar kalor yang didesain
tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk mencapai hasil yang diinginkan, atau dengan kata lain luas
permukaan yang diidesain terlalu kecil.
Perangkat HTRI akan memberikan peringatan dalam bentuk pesan apabila desain yang kita
buat tidak memenuhi ketentuan atau standar yang ada (dalam hal ini adalah standar TEMA).
Perangkat HTRI juga akan memberikan analisa apabila proses yang terkait dengan aliran fluida
dalam alat penukar kalor menghasilkan fenomena yang tidak realistis.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka perlu dilakukan modifikasi dengan syarat tetap
mengikuti ketentuan yag berlaku. Seorang desainer harus memiliki insting bagian mana yang
harus dimodifikasi uantuk menghasilkan performa dan efisiensi alat penukar kalor yang terbaik.

REFERENSI
AERSTIN, F. and STREET, G. (1978) Applied Chemical Process Design. (Plenum Press).
BOLLIGER, D. H. (1982) Chem. Eng., NY 89 (Sept.) 95. Assessing heat transfer in process-vessel jackets.
BOND, M. P. (1981) Chem. Engr., London No. 367 (April) 162. Plate heat exchanger for effective heat
transfer.
EVANS, F. L. (1980) Equipment Design Handbook, Vol. 2, 2nd edn (Gulf).
FRANK, O. and PRICKETT, R. D. (1973) Chem. Eng., NY 80 (Sept. 3rd) 103. Designing vertical thermosiphon
reboilers.
FRANK, O. (1974) Chem Eng., NY 81 (May 13th) 126. Estimating overall heat transfer coefficients.
FRANK, O. (1978) Simplified design procedure for tubular exchangers, in Practical Aspects of Heat Transfer,
Chem. Eng. Prog. Tech. Manual (Am. Inst. Chem. Eng.).
HEWITT, G. F. and HALL-TAYLOR, N. S. (1970) Annular Two-phase Flow (Pergamon).
HEWITT, G. F. (ed.) (1990) Hemisphere Handbook of Heat Exchanger Design (Hemisphere).
HEWITT, G. F. (ed.) (2002) Heat Exchanger Design Handbook (Begell House).
HEWITT, G. F., SPIRES, G. L. and BOTT, T. R. (1994) Process Heat Transfer (CRC Press).
INCROPERA, F. P. and DEWITT, D. P. (2001) Introduction to Heat Transfer, 5th edn (Wiley).
KERN, D. Q. (1950) Process Heat Transfer (McGraw-Hill).
KERN, D. Q. and KRAUS, A. D. (1972) Extended Surface Heat Transfer (McGraw-Hill).

British Standards
BS 3274: 1960 Tubular heat exchangers for general purposes.
BS 3606: 1978 Specification for steel tubes for heat exchangers.
PD 5500 (2003) Unfired fusion welded pressure vessels.

Engineering Sciences Data Unit Reports


ESDU 73031 (1973) Convective heat transfer during crossflow of fluids over plain tube banks.
ESDU 78031 (2001) Internal forced convective heat transfer in coiled pipes.
ESDU 83038 (1984) Baffled shell-and-tube heat exchangers: flow distribution, pressure drop and heat
transfer coefficient on the shellside.
ESDU 84023 (1985) Shell-and-tube exchangers: pressure drop and heat transfer in shellside downflo
condensation.
ESDU 87019 (1987) Flow induced vibration in tube bundles with particular reference to shell and tub heat
exchangers.
ESDU 92003 (1993) Forced convection heat transfer in straight tubes. Part 1: turbulent flow.
ESDU 93018 (2001) Forced convection heat transfer in straight tubes. Part 2: laminar and transitiona flow.
ESDU 98003 98007 (1998) Design and performance evaluation of heat exchangers: the effectiveness-NTU
method.
ESDU International plc, 27 Corsham Street, London N1 6UA, UK.

American Petroleum Institute Standards


API 661 Air-Cooled Heat Exchangers for General Refinery Service.

Bibliography
AZBEL, D. Heat Transfer Application in Process Engineering (Noyles, 1984).
CHEREMISINOFF, N. P. (ed.) Handbook of Heat and Mass Transfer, 2 vols (Gulf, 1986).
FRAAS, A. P. Heat Exchanger Design, 2nd edn (Wiley, 1989).
GUNN, D. and HORTON, R. Industrial Boilers (Longmans, 1989).
GUPTA, J. P. Fundamentals of Heat Exchanger and Pressure Vessel Technology (Hemisphere, 1986).
KAKAC, S. (ed.) Boilers, Evaporators, and Condensers (Wiley, 1991)
KAKAC, S., BERGLES, A. E. and MAYINGER, F. (eds) Heat Exchangers: thermal-hydraulic fundamentals and
design (Hemisphere, 1981).
McKETTA, J. J. (ed.) Heat Transfer Design Methods (Marcel Dekker, 1990).
PALEN, J. W, (ed.) Heat Exchanger Source Book (Hemisphere, 1986).
PODHORSSKY, M. and KRIPS, H. Heat Exchangers: A Practical Approach to Mechanical Construction, Design,
and Calculations (Begell House, 1998).
SAUNDERS, E. A. D. Heat Exchangers (Longmans, 1988).
SCHLUNDER, E. U. (ed.) Heat Exchanger Design Handbook, 5 volumes with supplements (Hemisphere,
1983).
SHAH, R. K. and SEKULIC, D. P. Fundamentals of Heat Exchanger Design (Wiley, 2003).
SHAH, R. K., SUBBARAO, E. C. and MASHELKAR, R. A. (eds) Heat Transfer Equipment Design (Hemisphere,
1988).
SINGH, K. P. Theory and Practice of Heat Exchanger Design (Hemisphere, 1989).
SINGH, K. P. and SOLER, A. I. Mechanical Design of Heat Exchanger and Pressure Vessel Components
(Arcturus, 1984).
SMITH, R. A. Vaporisers: selection, design and operation (Longmans, 1986).
WALKER, G. Industrial Heat Exchangers (McGraw-Hill, 1982).
YOKELL, S. A Working Guide to Shell and Tube Heat Exchangers (McGraw-Hill, 1990).

Anda mungkin juga menyukai