𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇𝑚 (1)
Koefisien keseluruhan berbanding terbalik dengan hambatan termal keseluruhan yang mana
adalah jumlah dari seluruh hambatan individual. Untuk pertukaran kalor yang melalui pipa
penukar kalor, hubungan antara koefisien keseluruhan dan koefisien individu, yang mana
berbanding terbalik dengan hambatan individu, adalah sebagai berikut:
𝑑
𝑑𝑜 ln( 𝑜)
1 1 1 1 𝑑𝑖 𝑑 1 𝑑 1
𝑈𝑜
= ℎ𝑜
+ ℎ𝑜𝑑
+ 𝑈𝑜
+ 2𝑘𝑤
+ 𝑑𝑜 × ℎ + 𝑑𝑜 × ℎ (2)
𝑖 𝑖𝑑 𝑖 𝑖
Gambar 3.1. Koefisien keseluruhan (gabungkan sisi proses dan sisi service dan baca nilai U dari skala di tengah)
5. Faktor kekotoran (fouling factors/dirt factors)
Hampir semua proses dan fluida akan mengotori permukaan perpindahan kalor dalam sebuah
alat penukar kalor baik ke jangkauan yang semakin besar maupun semakin kecil. Material deposit
normalnya akan memiliki konduktivitas termal yang relatif rendah dan akan mengurangi koefisien
keseluruhan. Oleh karena itu memperbesar alat penukar kalor untuk mengatasi menurunnya
performa akibat pengotoran menjadi hal yang penting. Efek pengotoran akan dipertimbangkan
dalam desain dengan memasukkan faktor koefisien pengotoran sisi dalam dan sisi luar seperti
yang dapat dilihat pada persamaan (2). Faktor pengotoran seringkali disebut hambatan
perpindahan kalor. Hambatan perpindahan kalor ini sulit diprediksi dan biasanya berdasarkan
pengalaman yang pernah ada. Estimasi faktor pengotoran menghasilkan ketidakpastian yang
patut dipertimbangkan dalam desain. Nilai yang diasumsikan untuk faktor pengotoran dapat
mempengaruhi ketepatan nilai prediksi untuk koefisien yang lain. Faktor pengotoran seringkali
salah digunakan sebagai faktor keamanan dalam desain alat penukar kalor. Beberapa percobaan
dalam memprediksi faktor pengotoran telah dilakukan oleh HTRI; Taborek et al. (1972).
Pengotoran juga adalah subyek dari buku yang ditulis oleh Bott (1990) dan Garet-Price (1985).
Nilai tipikal untuk koefisien dan faktor pengotoran untuk proses dan fluida secara umum dapat
dilihat pada tabel 5.1. Nilai tersebut adalah nilai untuk alat penukar kalor datar atau alat penukar
kalor tanpa sirip. Data faktor pengotoran yang lebih lengkap dapat dilihat pada standar TEMA
(1999), dan oleh Ludwig (2001).
Pemilihan koefisien pengotoran suatu desain seringkali menjadi sebuah keputusan yang
bersifat ekonomi. Desain optimal akan diperoleh dengan menyeimbangkan biaya kapital
tambahan untuk alat penukar kalor berukuran besar dengan biaya operasional yang dihemat dari
waktu operasi yang lebih lama antara waktu pembersihan selanjutnya. Duplikasi alat penukar
kalor lebih baik dipertimbangkan untuk sistem dengan pengotoran yang parah.
Alat penukar kalor dengan internal floating head, gambar 6.4 dan 6.5, lebih serba guna
dibandingkan dengan alat penukar kalor jenis fixed head dan U-tube. Alat penukar kalor ini cocok
untuk perbedaan temperatur yang tinggi, dimana pipa dapat dibaut dari ujung sampai ujung dan
ikatan dilepas, lebih mudah dibersihkan dan bisa digunakan untuk likuid yang kotor. Kekurangan
desain pul-through, gambar 6.4, adalah bahwa jarak antara pipa paling luar pada ikatan dan
selongsong harus dibuat lebih besar dibanding dengan jenis fixed-head dan U-tube, yang mana
tujuannya adalah untuk mengakomodir floating head flange, sehingga fluida dapat mengelilingi
pipa. Cincin pengikat pada desain split flange, gambar 6.5, digunakan untuk mengurangi jarak
yang dibutuhkan. Bahaya kebocoran akan selalu ada dari flange bagian dalam pada desain
floating head ini.
Pada desain external floating head, gambar 6.6, penyatuan floating head ditempatkan diluar
selongsong, kemudian selongsong diberikan seal dengan sliding gland joint sebagai tempat
stuffing box. Karena bahaya kebocoran pada sepanjang gland, maka tekanan dalam selongsong
untuk jenis ini biasanya dibatasi sampai sekitar 20 bar, kemudian material yang mudah terbakar
dan beracun tidak digunakan pada selongsong.
Gambar 6.4. Internal floating head tanpa cincin pengikat (berdasarkan gambar dari BS 3274:
1960)
Gambar 6.5. Internal floating head dengan cincin pengikat (berdasarkan gambar dari BS
3274: 1960)
Gambar 6.6. External floating head, packed gland (berdasarkan gambar dari BS 3274: 1960)
Gambar 6.7. Kettle reboiler dengan ikatan U-tube (berdasarkan gambar dari BS 3274: 1960)
6.1. Kode dan standar alat penukar kalor.
Desain mekanikal untuk ciri, fabrikasi, material dalam konstruksi, dan uji alat penukar kalor
selongsong dan pipa dapat dilihat pada British Standard (BS). Standar American Tubular Heat
Exchanger Manufacturers Association (TEMA), juga telah digunakan secara luas. Terdapat tiga
kelas alat penukar kalor dalam standar TEMA, kelas R meliputi alat penukar kalor yang pada
umumnya untuk bidang petroleum dan industri terkait. Kelas C meliputi alat penukar kalor untuk
penggunaan yang lebih moderat seperti alat penukar kalor komersil dan yang umum digunakan,
sedangkan kelas B meliputi alat penukar kalor yang digunakan untuk proses kimia.
Standar akan menyediakan ukuran pilihan untuk pipa dan selongsong, toleransi desain dan
manufaktur, toleransi korosi dan rekomendasi desain untuk stres pada material. Selongsong pada
alat penukar kalor akan didesain sesuai dengan kode atau standar pressure vessel nasional.
Dimensi standar untuk flange yang digunakan dalam alat penukar kalor juga dapat dilihat pada
TEMA.
Dimensi untuk kedua standar baik itu American maupun British adalah feet dan inches, jadi
satuan yang digunakan dalam tulisan ini adalah sebagian telah dikonversi kedalam bentuk SI.
Pada saat melakukan input, ada kalanya tidak semua data harus dimasukkan karena software
akan melakukan kalkulasi secara otomatis apabila data dirasa sudah cukup. Apabila box tempat
input data sudah tidak berwarna merah lagi maka data tersebut tidak perlu diisi lagi atau bisa
dilanjutkan dengan menginput data pada box berikutnya.
Contoh kasus 1: (soal tugas)
Rancanglah suatu alat penukar kalor selongsong dan pipa apabila diketahui data-data sebagai
berikut:
Air dengan laju aliran 60 kg/s memasuki alat penukar kalor tersebut pada suhu 35°C dan keluar
pada suhu 25°C. Kalor akan dipindahkan ke fluida air dengan temperatur awal 15°C dengan laju
aliran 150 kg/s. Pipa yang digunakan adalah ¾” dan jenis materialnya bisa menggunakan tembaga
atau campuran tembaga dengan nikel antara 0.8 tembaga sampai dengan 0.5 tembaga. Faktor
pengerakannya dianggap 0.000176 m2.K/W.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan data yang diberikan maka dilakukan input pada software HTRI secara
bertahap, kemudian tampilan sebelah kanan adalah rating kedua yang dilakukan setelah hasil
dari rating pertama sudah muncul. Dimana tujuannya adalah untuk mendapatkan hasil yang
optimum. Berikut adalah tampilan input pada sorfware secara berurut dari atas ke bawah untuk
rating pertama dan rating kedua:
Rating 1 Rating 2
1
Tahap 1 Tahap 1
Tahap 2 Tahap 2
Tahap 3 Tahap 3
Tahap 4 Tahap 4
Tahap 5 Tahap 5
Tahap 6 Tahap 6
Tahap 7 Tahap 7
Tahap 8 Tahap 8
Tahap 9 Tahap 9
Tahap 10 Tahap 10
Tahap 11 Tahap 11
Tahap 12 Tahap 12
Tahap 13 Tahap 13
Tahap 14 Tahap 14
Tahap 15 Tahap 15
Gambar 2. Tahap-tahap input data dan desain alat penukar kalor selongsong dan pipa pada software HTRI
C. ANALISA DAN HASIL RANCANGAN
Setelah melakukan input pada HTRI kemudian data akan di-run. Software HTRI akan
menganalisa data-data yang dimasukkan, kemudian akan mengeluarkan output berupa summary
report. Pada report tersebut kita dapat mengetahui suatu desain baik atau tidak dari performa
alat penukar kalor, kecepatan fluida yang masuk dan keluar alat penukar kalor, pressure drop,
dan sebagainya. Berikut ini adalah tampilan summary report oleh software HTRI untuk rating
pertama dan rating kedua:
Tanda kuning pada yang diberikan pada gambar 3 menunjukkan pesan otomatis yang diberikan
oleh software yang menandakan bahwa terdapat sesuatu yang harus diperbaiki dari desain yang
telah dibuat sehingga memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku. Untuk memodifikasi design
maka perlu diperhatikan apa isi pesan yang diberikan oleh software HTRI. Biasanya pesan ini
mengacu pada data yang tidak relevan maupun tidak realistis dan menyimpang dari standar yang
ada (dalam hal ini adalah standar TEMA). Pesan yang muncul juga bisa mengenai proses aliran
fluida yang tidak realistis yang dihasilkan dari desain yang dibuat. Misalnya kecepatan fluida yang
masuk atau keluar alat penukar kalor melebihi batas yang diijinkan. Maka dengan ini kita perlu
memperbesar nozzle saat masuk atau keluar.
Tanda merah pada gambar 3 menunjukkan hasil performa yang signifikan untuk performa alat
penukar kalor pada rating pertama dan rating kedua. Seperti yang ditunjukkan pada rating
pertama, performa alat penukar kalor adalah 121.21%. Ini artinya bahwa luas area alat penukar
kalor yang telah didesain jauh melebihi geometri untuk memenuhi tujuan yang diinginkan, dengan
kata lain luas area yang didesain terlalu besar dibanding dengan kebutuhan yang diinginkan.
Untuk proses, hal ini tidak akan menggangu performa alat penukar kalor, namun untuk hal
ekonomi hal ini merupakan pemborosan, karena luas yang terlalu besar untuk hasil yang
sebenarnya sudah tercapai merupakan hal yang tidak efisien untuk material. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pengurangan luas area untuk mencapai efisiensi yang lebih baik. Cara untuk
mengurangi luas area adalah dengan memodifikasi geometri alat penukar kalor. Intinya adalah
bahwa tujuan rating berikutnya adalah untuk memperkecil area terjadinya perpindahan kalor.
Dengan demikian over design performa alat penukar mendekati nol persen, dengan kata lain alat
penukar kalor yang kita desain sudah efisien.
Untuk mengubah geometri alat penukar kalor maka ada beberapa bagian yang berpengaruh
terhadap luas perpindahan kalor yaitu geometri selongsong, pipa dan baffle. Dalam hal ini
geometri salah satu atau lebih dari satu bagian tersebut harus diperkecil. Namun ada beberapa
ketentuan untuk melakukan modifikasi. Software HTRI akan memberikan pesan (seperti yang
ditujukkan pada tanda kuning) apabila geometri yang kita modifikasi tidak memenuhi standar atau
ketentuan. Dengan demikian geometri tersebut harus dibuat memenuhi ketentuan sehingga tidak
terjadi error maupun munculnya peringatan dari software. Untuk hasil yang sudah baik maka tidak
akan terdapat error message, tanda yang tertera pada message akan berwarna hijau, over design
alat penukar kalor juga akan mendekati nol persen. Seperti yang dapat dilihat pada hasil report
rating kedua diatas, over design performa alat penukar kalor adalah 0.36%. Untuk faktor
keamanan maka diusahakan over design performa alat penukar kalor selalu bernilai positif.
D. KESIMPULAN
Perangkat lunak HTRI telah mempermudah seorang desainer alat penukar kalor khususnya
alat penukar kalor selongsong dan pipa. Dengan bantuan perangkat ini maka seorang desainer
dapat dengan mudah melakukan iterasi dan modifikasi dan hasil analisis yang diinginkan
dihasilkan langsung.
Untuk penyelesaian contoh soal yang diberikan dapat diketahui bahwa dengan mengubah
geometri alat penukar kalor pada rating kedua maka performa alat penukar kalor menunjukkan
hasil yang lebih baik dalam hal efisiensi ekonomi dengan hasil yang diinginkan. Hal ini ditunjukkan
dengan persentasi over design pada rating pertama yaitu 121.21% berubah menjadi 0.36% pada
rating yang kedua.
Over design bisa menunjukkan hasil diatas nol (positif) dan dibawah nol (negatif). Tanda positif
menandakan bahwa luas permukaan alat penukar kalor yang telah didesain melebihi kebutuhan
yang bisa mencapai hasil yang diinginkan, dengan kata lain luas yang didesain terlalu besar.
Sebaliknya tanda negatif menandakan bahwa luas permukaan alat penukar kalor yang didesain
tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk mencapai hasil yang diinginkan, atau dengan kata lain luas
permukaan yang diidesain terlalu kecil.
Perangkat HTRI akan memberikan peringatan dalam bentuk pesan apabila desain yang kita
buat tidak memenuhi ketentuan atau standar yang ada (dalam hal ini adalah standar TEMA).
Perangkat HTRI juga akan memberikan analisa apabila proses yang terkait dengan aliran fluida
dalam alat penukar kalor menghasilkan fenomena yang tidak realistis.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka perlu dilakukan modifikasi dengan syarat tetap
mengikuti ketentuan yag berlaku. Seorang desainer harus memiliki insting bagian mana yang
harus dimodifikasi uantuk menghasilkan performa dan efisiensi alat penukar kalor yang terbaik.
REFERENSI
AERSTIN, F. and STREET, G. (1978) Applied Chemical Process Design. (Plenum Press).
BOLLIGER, D. H. (1982) Chem. Eng., NY 89 (Sept.) 95. Assessing heat transfer in process-vessel jackets.
BOND, M. P. (1981) Chem. Engr., London No. 367 (April) 162. Plate heat exchanger for effective heat
transfer.
EVANS, F. L. (1980) Equipment Design Handbook, Vol. 2, 2nd edn (Gulf).
FRANK, O. and PRICKETT, R. D. (1973) Chem. Eng., NY 80 (Sept. 3rd) 103. Designing vertical thermosiphon
reboilers.
FRANK, O. (1974) Chem Eng., NY 81 (May 13th) 126. Estimating overall heat transfer coefficients.
FRANK, O. (1978) Simplified design procedure for tubular exchangers, in Practical Aspects of Heat Transfer,
Chem. Eng. Prog. Tech. Manual (Am. Inst. Chem. Eng.).
HEWITT, G. F. and HALL-TAYLOR, N. S. (1970) Annular Two-phase Flow (Pergamon).
HEWITT, G. F. (ed.) (1990) Hemisphere Handbook of Heat Exchanger Design (Hemisphere).
HEWITT, G. F. (ed.) (2002) Heat Exchanger Design Handbook (Begell House).
HEWITT, G. F., SPIRES, G. L. and BOTT, T. R. (1994) Process Heat Transfer (CRC Press).
INCROPERA, F. P. and DEWITT, D. P. (2001) Introduction to Heat Transfer, 5th edn (Wiley).
KERN, D. Q. (1950) Process Heat Transfer (McGraw-Hill).
KERN, D. Q. and KRAUS, A. D. (1972) Extended Surface Heat Transfer (McGraw-Hill).
British Standards
BS 3274: 1960 Tubular heat exchangers for general purposes.
BS 3606: 1978 Specification for steel tubes for heat exchangers.
PD 5500 (2003) Unfired fusion welded pressure vessels.
Bibliography
AZBEL, D. Heat Transfer Application in Process Engineering (Noyles, 1984).
CHEREMISINOFF, N. P. (ed.) Handbook of Heat and Mass Transfer, 2 vols (Gulf, 1986).
FRAAS, A. P. Heat Exchanger Design, 2nd edn (Wiley, 1989).
GUNN, D. and HORTON, R. Industrial Boilers (Longmans, 1989).
GUPTA, J. P. Fundamentals of Heat Exchanger and Pressure Vessel Technology (Hemisphere, 1986).
KAKAC, S. (ed.) Boilers, Evaporators, and Condensers (Wiley, 1991)
KAKAC, S., BERGLES, A. E. and MAYINGER, F. (eds) Heat Exchangers: thermal-hydraulic fundamentals and
design (Hemisphere, 1981).
McKETTA, J. J. (ed.) Heat Transfer Design Methods (Marcel Dekker, 1990).
PALEN, J. W, (ed.) Heat Exchanger Source Book (Hemisphere, 1986).
PODHORSSKY, M. and KRIPS, H. Heat Exchangers: A Practical Approach to Mechanical Construction, Design,
and Calculations (Begell House, 1998).
SAUNDERS, E. A. D. Heat Exchangers (Longmans, 1988).
SCHLUNDER, E. U. (ed.) Heat Exchanger Design Handbook, 5 volumes with supplements (Hemisphere,
1983).
SHAH, R. K. and SEKULIC, D. P. Fundamentals of Heat Exchanger Design (Wiley, 2003).
SHAH, R. K., SUBBARAO, E. C. and MASHELKAR, R. A. (eds) Heat Transfer Equipment Design (Hemisphere,
1988).
SINGH, K. P. Theory and Practice of Heat Exchanger Design (Hemisphere, 1989).
SINGH, K. P. and SOLER, A. I. Mechanical Design of Heat Exchanger and Pressure Vessel Components
(Arcturus, 1984).
SMITH, R. A. Vaporisers: selection, design and operation (Longmans, 1986).
WALKER, G. Industrial Heat Exchangers (McGraw-Hill, 1982).
YOKELL, S. A Working Guide to Shell and Tube Heat Exchangers (McGraw-Hill, 1990).