Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

MOLA HIDATIDOSA

PEMBIMBING
dr. Anindhita Triana, Sp.OG

PENULIS
Mohamad Fadli
030.11.195

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 30 APRIL – 21 JULI 2018
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : RABU, 04 JULI 2017
SMF OBSTETRI& GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT : RS TNI AL DR. MINTOHARDJO

Nama Mahasiswa : Mohamad Fadli Tanda Tangan


NIM : 112016108 ....................

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Anindhita Triana, Sp.OG ....................

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.YT Jenis kelamin : Perempuan


Umur : 43 tahun Suku bangsa : Jawa
Status pernikahan : menikah (G4P2A1) Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : S1
Alamat :Jl. Garuda VI/80 Taman Wisma Asri Masuk Rumah Sakit : 06 Juni 2018
Kel. Teluk Pucung Kec. Bekasi Utara, Kota Pukul: 13:02:22
Bekasi, Jawa Barat

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, tanggal: 07 Juni 2018, Jam: 11.07

Keluhan Utama
Perdarahan berupa flek-flek sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar flek sejak 1 minggu SMRS. Warna merah kecoklatan, dan tidak disertai gumpalan.
Pasien mengaku ganti pembalut hanya sekali sehari.Lendir, air-air, ataupun keputihan
disangkal.Selain itu, pasien mengeluh muntah dirasakan pasien sejak 1 minggu SMRS. Selain
itu pasien mengatakan ada mual dan sedikit pusing.Keluhan demam disangkal.Bab dan bak
dirasakan lancar. Pasien juga mengeluh sering merasa mules hilang timbul dan di pinggang
bagian kanan sering terasa pegal. Pasien merasa lebih nyaman saat istirahat.Sebelumnya
pasien melakukan test kehamilan pada tanggal 01 Juli 2018 dan hasilnya positif.

Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal / Saluran kemih


(-) Cacar air (-) Disentri (-)Hernia
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Korea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu Lain Lain: () Operasi

Riwayat Keluarga

Adakah kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi 
Asma 
Tuberkulosis 
Penyakit yang sama 
Keganasan 
Hipertensi 
Jantung 
Ginjal 
Lambung 
Riwayat Haid
Haid pertama umur: 14 tahun.
Siklus: teratur, 26-27 hari.
Lamanya: 5 hari
HPHT 14-4-2018

Riwayat Pernikahan
Menikah: sudah menikah
Menikah: 1x Dengan suami sekarang sudah 22 tahun.

Riwayat Kehamilan
G4P2A1 hamil 7 minggu
HPHT 14-4-2018
Kehamilan I: Perempuan, BBL 3000 gram, PB 49 cm, lahir spontan di puskesmas dibantu
oleh bidan pada usia kehamilan 39 minggu.
Saat ini sudah berusia 21 tahun.
kehamilan II: Laki-laki, BBL 2900 gram, PB 49 cm, lahir spontan di puskesmas dibantu oleh
bidan pada usia kehamilan 38 minggu.
Saat ini sudah berusia 15 tahun.
kehamilan III: Abortus, pada tanggal 22 maret 2018 Kuret
Saat ini sudah berusia 15 tahun.
kehamilan IV: Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi
Pasien memakai KB suntik 1 bulan sekali, selama 2 tahun

BMI
Tinggi badan (Cm) :160 cm
Berat badan sebelum (Kg) : 80 kg
Berat badan sekarang (Kg) : 82 kg
BMI : 32,0
Tetap ( ) Turun ( ) Naik ()
B. PEMERIKSAAN FISIK (Physical Examinations)
Dilakukan tanggal 07 Juni2018, jam 11.30 WIB
Keadaan umum

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Composmentis
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 82 kg
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,6° C
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20 kali/menit, torakoabdominal
Keadaan gizi : Obesitas
Sianosis :-
Edema :-
Cara berjalan : normal
Mobilisasi (Aktif / Pasif) : aktif

Riwayat Psikososial dan Spiritual


Status psikologis : Baik
Status Mental : Sadar dan Orientasi Baik
Status Sosial : Tinggal di rumah, dan hubungan dengan keluarga baik

Mata
Icterus : (-) ya () tidak
Cekung : (-) ya () tidak
Anemis : (-) ya () tidak
Oedem : (-) ya () tidak
Leher
Pembesaran KGB : (-) ya () tidak
Pembendungan Vena Jugularis : (-) ya () tidak
Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi :-
Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : normal
Pertumbuhan rambut : merata
Suhu raba : merata Lembab / kering : Lembab
Keringat : Umum :- Turgor : Baik
Setempat :- Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : banyak Edema : Tidak ada
Lain-lain :-

Thoraks
Mammae simetris : () ya (-) tidak
Puting Susu : () menonjol (-) Rata (-) Masuk ke dalam
Asi keluar : (-) ya () tidak
Benjolan : (-) ya () tidak
Hyperpigmentasi areola : (-) ya () tidak
Suarea napas : Vesikuler
Suara jantung : S1 S2 tunggal

Perut
Inspeksi : perut cembung, tidak ada bekas operasi
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU + Normal, DJJ (-)

Genitalia Luar
Labia mayora dan minora
 Varises : (-) ya () tidak
 Cairan ( warna, jumlah, konsistensi dan bau ) : (-) ya () tidak

Perineum
 Bekas jahitan :(-) ya () tidak

Hemoroid : (-) ya () tidak


Vulva / Vagina
Perdarahan : () ya (-) tidak
Flour Albus : (-) ya () tidak

Tungkai dan Kaki


Luka :-
Varises :-
Edema :-
Deformitas :-

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 05Juni 2018 10:45
Darah Rutin
Leukosit : 7.600
Eritrosit : 4,37
Hemoglobin : 13,0
Hematokrit : 39
Thrombosit : 221.000

Hemostasis
BT : 2’30
CT : 11’00
Kimia Klinik
GDS : 88
Imunoserologi
Hepatitis Marker (HbsAg) : Negatif
Anti HIV : Non Reaktif
Pemeriksaan Penunjang Lain
USG tangal 5 Juni 2018 pukul 10:37:47

RINGKASAN (RESUME)
Ibu G4P2A1 mengeluh Keluar flek sejak 1 minggu SMRS. Warna merah kecoklatan, dan
tidak disertai gumpalan. Pasien mengaku ganti pembalut hanya sekali sehari.Lendir, air-air,
ataupun keputihan disangkal.Selain itu pasien mengatakan ada mual dan sedikit
pusing.Keluhan demam disangkal.BAB dan BAK dirasakan lancar. Pasien juga mengeluh
sering merasa mulas hilang timbul dan di pinggang bagian kanan sering terasa pegal. Pasien
merasa lebih nyaman saat istirahat. Sebelumnya pasien melakukan test kehamilan pada
tanggal 1 Juni 2018 dan hasilnya positif. Keadaan umum tampak sakit ringan dankesadaran
compos mentis. Tekanan dari 130/90 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu36,6° C, frekuensi napas
20 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik pada vulva dan vagina terlihat adanya perdarahan
berupa flek, tidak ada nyeri tekan bagian perut. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang
yaitu USG dan di dapatkan gambaran snowstorm appereance.
Diagnosis Kerja
Ibu G4P2A1gravid 7 minggu dengan mola hidatidosa

Diagnosis Banding
Abortus

Pemeriksaan yang Dianjurkan


1. B-HCG serum
2. Pemeriksaan PA

Rencana Pengelolaan
1. Non farmakologi
a. Rawat inap
b. Observasi perdarahan
c. Kuretase pada tanggal 7 juni 2018
2. Farmakologi
a. Pasang infus RL + Drip synto 2 ampul 30 tpm pro kuret
b. Terapi post kuret :
i. Cefadrocil 2 x 500
ii. Metil Ergometrin 3 x 1
iii. Asam Tranexamat 3 x 1

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :dubia ad bonam
Ad sanationam :dubia ad bonam

Follow up
 Kontrol poli tanggal 11 Juni 2018
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi
suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa
perkembangan janin. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu
hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium,
karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational
Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational
Throphoblastic Disease.1
Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan
menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi. Prevalensi
mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-
negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola
umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat
dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri
didapatkan kejadian mola pada 1 : 100 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia
reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas
kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam
setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami
transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasma.2
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.2
Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi
keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak
ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan
hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa.1,2

Gambar 1. Gambaran mola hidatidosa.3

Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola
hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di
Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar
data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang
dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetic.3

Faktor Resiko
Sampai sekarang belum diketahui etiologi dari penyakit ini, yang baru diketahui
adalah faktor resiko seperti:2
1. Umur : mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita berumur di bawah
20 tahun dan diatas 35 tahun.
2. Etnik : lebih banyak ditemukan pada mongoloid dari pada kaukasus.
3. Genetik : wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko lebih tinggi.
4. Gizi : mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang kekurangan protein.

Etiologi
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk
plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk
janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang
abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secar normal (Sebire, 2008).
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah
spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki
ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10
persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.4
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium.4
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
yang kini telah diakui adalah4 :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
Klasifikasi
Klasifikasi mola hidatidosa dibagi atas:
1. Mola hidatidosa sempurna
Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel
bervariasi dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tingkat kecil. Gambaran histologik ditandai
oleh:1
a. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus
b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
d. Tidak adanya janin dan amnion
Degenerasi hidropik atau degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola
sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit trofoblastik. Pada pemeriksaan sitogenik
terhadap kehamilan mola sempurna menemukan komposisi kromosom yang umumnya
(85% atau lebih) adalah 46,XX, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah.
Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Biasanya ovum dibuahi oleh sperma
haploid, yang kemudian memperbanyak kromosomnya sendiri setelah meiosis sehingga
kromosomnya bersifat homozigot. Kromosom ovum tidak ada atau tidak aktif, kadang-
kadang pola kromosom suatu molasempurna mungin 46,XY, yaitu heterozigot karena
pembuahan dua sperma.7
Mola hidatidosa sempurna hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat
androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma
membawa kromosom 23,X melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa
gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot.
Namun, fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentuk 46XY
atau 46XX heterozigot. Secara makroskopis, pada kehamilan trimester dua mola
hidatidosa sempurna berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami
pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah.7
Lawler dkk melaporkan bahwa dari 202 mola hidatidosa, 151 mola hidatidosa
sempurna dan 49 mola hidatidosa parsial.7
Sebagian besar mola sempurna (85%) adalah diploid sedangkan sebagian besar
mola parsial (86%) adalah triploid. Variasi-variasi lain juga pernah dilaporkan, misalnya
45,X. oleh karena itu, mola yang secara morfologis sempurna dapat terdiri dari berbagai
pola kromosom. Resiko tumor trofoblastik yang berkembang dari mola sempurna adalah
sekitar 20%.7

Tabel 1. Komposisi kromosom dari 200 molahidatidosa12


Sempurna (n=151) Parsial (n=49)
Kromosom
Jumlah (%) Jumlah (%)
Haploid 1 (0.7%) --
Diploid 128 (85%) 1 (2%)
Triploid 3 (2%) 42 (86%)
Tetraploid -- 2 (4%)
Tidak diketahui 19 (13%) 4 (8%)

2. Mola hidatidosa parsial


Apabila perubahan mola hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion,
keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsial. Terjadi pembengkakan
hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskuler,
sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih
berfungsi tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat lokal dari pada
generalisata.6
Kerotipe biasanya triploid 69,XXX, 69,XXY, atau 69,XYY, dengan suatu
komplemen haploid ibu dan biasanya dua komplemen haploid ayah. Janin pada mola
parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploid, yang mencakup malformasi kongenital
multipel dan hambatan pertumbuhan serta tidak viabel. Dalam laporan oleh Lawler dkk,
86% mola parsial bersifat triploid dan 2% diploid. Jauniaux dalam suatu kajian
mengenai mola parsial, melaporkan bahwa 82% janin dengan kerotipe triploid
memperlihatkan hambatan pertumbuhan simetris. Lembet dkk melaporkan satu kasus
mola hidatidosa parsial dengan kerotipe diploid dan janin hidup.6

Gestasi kembar dengan mola sempurna serta janin dan plasenta normal kadang-
kadang salah di diagnosis sebagai mola parsial diploid. Sebaiknya keduanya diupayakan
dibedakan, karena kehamilan kembar yang terdiri dari satu janin normal dan satu mola
sempurna memiliki kemungkinan 50% untuk menyebabkan penyakit trofoblastik
persisten dibandingkan dengan angka yang jauh lebih rendah pada mola parsial triploid.
Analisis sitogenetika dan analisis sitometri DNA untuk membantu membedakan entilas
ini.7
Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik pada 4-8%
kasus. Resiko koriokarsinoma yang berasal dari mola parsial sangat rendah.5 Vajerslev
(1991) mengulas hasil kehamilan dengan mola hidatidosa bersama dengan janin normal.
Dari 113 kehamilan, 52 janin berkembang sampai usia gestasi 28 minggu, dan angka
kelangsungan hidupnya adalah 70%. Karena itu, dalam memberi konseling kepada
wanita yang hamil mola plus janin, baik hasil pemeriksaan sitogenetik maupun
ultrasonografi resolusi tinggi paling penting dilakukan.7
Dari mola yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblas yang bersifat ganas.
Tumor ini ada yang kadang-kadang masih mengandung villus disamping trofoblas yang
berproliferasi, dapat mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal, dan dinamakan
mola destruens. Selain itu, terdapat pula tumor trofoblas yang hanya terdiri atas sel-sel
trofoblas tanpa stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus tetapi
menyebar ke bagian lain.7

Tabel 2. Gambaran mola hidatidosa komplit dan parsial12


Gambaran Mola hidatidosa parsial Mola hidatidosa komplit
Kariotip Umumnya 69,XXX 46,XX atau 46,XY
atau 69,XXY
Patologi
Embrio-fetus Ada Tidak ada
Amnion, RBC fetus Ada Tidak ada
Edema vili Fokal, variabel Difus (menyeluruh)
Trofoblastik hyperplasia Fokal Difus (menyeluruh)
Inklusi stroma trofoblas Ada Tidak ada
Gambaran klinis
Diagnosis Missed abortion Molar gestasion
Ukuran uterus Lebih kecil dari usia 50% lebi besar dari usia
kehamilan kehamilan
Kista theca-lutein Jarang 25-30%
Peningkatan β-HCG 0,5% 20%
Komplikasi Jarang Sering
Neoplasia trofoblas <5-10% 20%
gestasional
Patogenesis
Ada 2 teori yang berkaitan dengan penyakit trofoblas :
1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu, terjadi
gangguan peredaran darah sehingga terjadi pembendungan cairan dalam jaringan
mesenkim villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut
Reynolds, kematian mudigah disebabkan kekurangan gizi berupa asam folat dan
histidin pada kehamilan hari ke-13 dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan
gangguan dalam angiogenesis. 7
2. Teori neoplasma dari Park
Pada kehamilan dapat terbentuk sel-sel trofoblast yang mempunyai fungsi
abnormal, dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga
timbul gelembung.Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
embrio. 7
3. Teori Sitogenetika MHK
Menerangkan bahwa kehamilan pada mola hidatidosa komplit terjadi karena
sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi,
dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23X, sehingga terbentuk hasil konsepsi
dengan kromosom 23X. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan
sendiri (endoreduplikasi) menjadi 46XX. Jadi, kromosom MHK ini menyerupai
kromosom seorang perempuan, yakni homozigot, tetapi kedua kromosom Xnya
sebagai teori diploid androgenetik.1
Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang membentuk
bagian embrional (anak), dan unsur ayah yang akan membentuk bagian
ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang. Oleh karena tidak
ada unsur ibu, pada MHK tidak ditemukan janin. Yang ada hanya bagian
ekstraembrional patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi
hidropik seperti anggur.1
Sedangkan ovum yang kosong terjadi karena gangguan proses meiosis, diploid
46XX., yang seharusnya pecah menjadi 2 haploid 23X, gagal terpisah oleh suatu
peristiwa yang disebut non-disjungsi, sehingga hasil pemecahannya malah berupa
0 dan 46XX. Gangguan proses meiosis ini antara lain dapat terjadi pada kelainan
struktur kromosom, berupa translokasi seimbang. Terkadang pembuahan terjadi
oleh dua buah sperma 23X dan 23Y (dispermi), sehingga terjadi 46XX atau
46XY. Dalam keadaan ini, MHK bersifat heterozigot tetapi tetap androgenik,
sehingga dapat terjadi kehamilan kembar dizigotik, yang terdiri atas satu bayi
normal dan satu MHK, walau kemungkinannya sangat jarang.1
4. Teori Sitogenetika MHP
Pada teori ini, MHP terjadi karena satu ovum yang normal dibuahi oleh dua
sperma. Kemungkinan karakter sperma meliputi dua haploid 23X, satu haploid
23X dan satu haploid 23Y, atau dua haploid 23Y. Hasil konsepsinyadapat
meliputi 69XXX, 69XXY, 69XYY. Jadi, MHP mempunyai satu haploid ibu dan
dua haploid ayah, sehingga disebut diandro triploid. Komposisi unsur ibu dan
ayah yang tidak seimbang menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar, yang
merupakan gabungan vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi
hidropik. Biasanya kematian janin terjadi sangat dini.1
Gambaran klinisnya tidak sejelas MHK. Umumnya dianggap sebagai missed
abortion, dan diagnosanya ditegakkan atas dasar pemeriksaan patologi anatomi
yang memperlihatkan degenerasi hidropik vili korialis setempat dan hiperplasia
sinsitiotrofoblas. Gambaran khas MHP adalah crinkling atau scalloping villi dan
inklusi trofoblas di stroma (stromal trophoblastik inclusion), serta terdapat
jaringan embrionik atau janin.1

Gambaran Klinis
Gejala yang muncul yaitu amenorea 1 sampai 2 bulan. Selain itu dapat juga terjadi mual
dan muntah yang cukup signifikan. Akhirnya terjadi perdarahan uterus selama hampir semua
kasus, yang mungkin bervariasi dari sekedar bercak (flek) hingga perdarahan yang hebat.
Perdarahan dapat berawal tepat sebelum abortus mola spontan, atau yang lebih sering
berlangsung secara intermitten selama beberapa minggu sampai bulan. Pada mola tahap
lanjut, mungkin terjadi perdarahan uterus yang tersamar disertai anemia defisiensi besi
derajat sedang.2
Pada beberapa kasus, pertumbuhan uterus lebih cepat daripada perkiraan. Uterus memiliki
konsistensi lunak. Pada pemeriksaan bimanual, kista teka lutein yang besar kadang sulit
dibedakan dari uterus yang membesar, dan meskipun membesar, biasanya tidak terdeteksi
denyut jantung janin.2
1. Perdarahan pervaginam.

Perdarahan timbul mulai kehamilan 8 minggu, berwarna merah segar karena berasal
dari jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan darah yang
tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan mencair dan keluar berwarna merah
ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian, oleh karena itu umumnya pasien mola
hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus abnormal yang
bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas dari
kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah
amenore.Sekret berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya
vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur. 8

2. Hiperemesis gravidarum

Ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat.Keluhan hiperemesis terdapat pada
14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat
pada mola hidatidosa dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. 8

3. Kista lutein unilateral/bilateral

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein ±15% kasus. Umumnya kista ini
segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus dimana
kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kista lutein dapat menimbulkan gejala
abdominal akut karena torsi atau pecah.Kista berisi cairan serosanguineous dan strukturnya
multilokulare. Bila uterusnya besar, maka kista ini sukar diraba namun dapat diketahui dari
pemeriksaan ultrasonografi. Kista menjadi normal dalam waktu 2-4 bulan setelah
dievakuasi.Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa kista. Kista
lutein dapat terjadi baiki unilateral maupun bilateral, akibat rangsangan B-HCG yang tinggi.9

4. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan

Lebih dari separuh penderita mola hidatidosa memiliki uterus yang lebih besar dari usia
kehamilannya. Bila uterus diraba, akan terasa lembek karena miometrium teregang oleh
gelembung-gelembung mola dan bekuan darah.2,8
5. Kadar B HCG yang lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan biasa, BHCG
darah paling tinggi 100.000 mIU/ml, sedangkan pada MHK dapat mencapai
5.000.000 mIU/ml.
6. Tidak adanya tanda-tanda pasti kehamilan, seperti balotemen atau denyut jantung
anak.
7. Pada pemeriksaan USG, tampak gamabran vesikuer di kavum uteri atau snowstorm
appereance.

Diagnosis
Sebagian wanita berobat secara dini dengan pengeluaran spontan jaringan mola. Namun,
pada sebagian besar pasien mengalami amenorea dengan durasi berbeda-beda yang biasanya
diikuti perdarahan iregular. Hal ini hampir selalu mendorong dilakukannya dengan segera di
kehamilan dan sonografi. Apabila dibiarkan, ekspulsi spontan biasanya terjadi di sekitar usia
16 minggu. Gambaran sonografi khas mola komplet mencakup massa ekogenik kompleks di
uterus disertai banyak rongga kistik tanpa janin atau kantung amnion. Gambaran sonografik
mola parsial adalah plasenta yang menebal dan hidropik disertai dengan janin. Yang
terpentingm pada awal kehamilan,usg diperlukan untuk memperlihatkan gambaran khas pada
sepertiga mola parsial. Kadang kehamilan mola disangka sebagai leiomioma uterus atau
kehamilan multifetal.2

1. Anamnesis

Mola hidatidosa biasanya didiagnosis pada kehamilan trimester pertama.Dari anamnesis,


didapatkan gejala-gejala hamil muda dengan keluhan perdarahan pervaginam yang sedikit
atau banyak.Pasien juga dapat ditanyakan apakah terdapat riwayat keluar gelembung mola
yang dianalogikan seperti mata ikan, riwayat hiperemesis, dan gejala-gejala tirotoksikosis. 2,9

2. Pemeriksaan klinis
a). Palpasi abdomen : Teraba uterus membesar, tidak teraba bagian janin,gerakan janin dan
balotemen
b). Auskultasi : Tidak terdengar denyut jantung janin
c). Periksa dalam vagina : Uterus membesar, bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks
terbuka dapat diketemukan gelembung MH, perdarahan, sering disertai adanya Kista Teka
Lutein Ovarium (KTLO).
3. Pemeriksaan radiologi
Foto Abdomen MH tidak tampak kerangka janin. Dilakukan setelah umur kehamilan
16minggu. Amniografi/histerografi cairan kontras lewat transabdominal / transkutaneus
atautranservikal kedalam rongga uterus, akan menghasilkan amniogram atau histerogram
yangkhas pada kasus MH, yang disebut sebagai sarang tawon/typical
honeycombpattern/honeycomb. 4,6,9

4. USG
a). Typical Molar Pattern/Classic Echogram Pattern : Pola gema yang difus gambaran badai
salju/kepingan salju/snowstorm
b). Atypical molar pattern/Atypical echogram pattern : adanya perdarahan diantara jaringan
mola.
c). Janin : MH KOMPLIT tidak didapatkan janin, MH PARSIAL Plasenta yang besar dan
luas, kantong amnion kosong atau terisi janin. Janin masih hidup dengan gangguan
pertumbuhan & kelainan kongenital, atau sudah mati
d). Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO), biasanya besar, multilokuler, dan sering bilateral.

5. Pemeriksaan HCG (HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN)


Kadar HCG yang tetap tinggi & naik cepat setelah hari ke 100 (dihitung sejak gestasi / hari
pertama haid terakhir).

6.Pemeriksaan dengan sonde uterus (Acosta Sison) :


Tes Acosta Sicon yaitu menggunakan sonde uterus untuk membedakan mola hidatidosa
dengan kehamilan normal. Prinsipnya bila pada kehamilan normal dalam kavum uteri
terdapat janin yang dilindungi oleh selaput ketuban, sedangkan pada mola hidatidosa hanya
terdapat gelembung-gelembung yang lunak tanpa selaput ketuban. Bila kita memasukkan
sonde melalui kanalis servikalis secara perlahan-lahan dan sonde dapat masuk lebih dari 10
cm ke tengah-tengah kavum uteri tanpa tahanan, maka diagnosis mola hidatidosa hampir
dapat dipastikan. Pada kehamilan normal, sonde akan tertahan oleh ketuban. Syarat
melakukan sondase ini adalah uterus harus lebih besar dari kehamilan 20 minggu.2 Sonde
dapat juga masuk ke kavum uteri tanpa tahanan pada kematian janin dalam uterus, dimana
tonus jaringan telah sedemikian lembeknya sehingga tidak mampu memberikan tahanan lagi.
Pada mola hidatidosa, sonde dapat berputar 360 derajat tanpa tahanan, sedangkan pada
kehamilan normal sonde akan tertahan. 3,6

7. Patologi Anatomi
- Makroskopis : Gambaran khas MH berupa kista / gelembung dengan berbagai
macam ukuran, dindingnya tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan.
Tangkai melekat pada endometrium. Bila tangkainya terlepas, terjadi perdarahan.
- Mikroskopis : Stroma villi mengalami degenerasi hidropik, yang tampak sebagai
kista, Proliferasi trofoblast (baik sel Langhan/ sitotrofoblast maupun
sinsisiotrofoblast), sehingga terbentuk beberapa lapisan,Tidak ada atau berkurangnya
pembuluh darah pada villi. 2,6,9

Tatalaksana
Angka kematian akibat kehamilan mola saat ini praktis telah berkurang hingga nol
oleh diagnosa dini dan terapi yang sesuai. Terdapat dua hal pokok yang penting dalam
penatalaksanaan semua kehamilan mola. Pertama adalah evakuasi mola, dan kedua adalah
tindak lanjut (follow up) teratur untuk mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Sebagian
besar dokter melakukan pemeriksaan radiografik toraks praoperasi, kecuali jika terdapat
tamnda-tanda penyakit ekstrauterus, maka pencitraan CT atau MR untuk mengevaluasi hati
atau otak tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan laboratorium mencakup hemogram untuk
menilai anemia, golongn darah dan penapisan antibodi, kadar transminase hati serum untuk
menilai keterlibatan hati, dan kadar transaminase hati serum untuk menilai keterlibatan hati,
dan kadar basal B HCG serum.2
Terdapat dua hal pokok dalam tatalaksana mola:
1. Evakuasi mola
a. Kuretase isap.
Tanpa memandang ukuran uterus, biasa dilakukan evakuasi mola dengan
kuretase isap. Untuk mola besar, perlu diberikan anestesia yang adekuat dan
persediaan darah yang cukup. Pada keadaan serviks tertutup, pelebaran
praoperasi dengan dilator osmotik mungkin menolong. Serviks kemudian
diperbesar lebih lanjut agar kuret hisap 10 sampai 12 mm dapat masuk.
Setelah sebagian besar jaringan mola dikeluarkan, maka pasien diberi
oksitosin. Setelah miometrium berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang
menyeluruh tetapi lembut dengan kuret yang menyeluruh tetapi lembut
dengan kuret yang besar dan tajam.
b. Histerektomi
Di amerika serikat, induksi persalinan atau histerektomi jarang digunakan
untuk evakuasi mola. Kedua tindakan ini kemungkinan akan meningkatan
pengeluaran darah dan dapat meningkatkan insiden trofoblastik persisten.
Apabila pasien tidak ingin hamil, histerektomi mungkin lebih dianjurkkan
daripada kuretase isap. Ini merupakan tindakan yang logis bagi wanita berusia
40 tahun atau lebih, karena paling sedikit sepertiga dari para wanita ini akan
mengalami neoplasia trofoblastik gestational persisten, meskipun histerektomi
tidak menghilangkan kemungkinan ini, tetapi tindakan ini telah sangat
mengurangi kemungkinan timbulnya neoplasia trofoblastik gestational
persisten. Yang terakhir, histerektomi adalah terapi adjuvan penting bagi
tumor yang kemoresisten.2
2. Follow up
Bagi wanita yang kehamilan molanya sudah dikeluarkan, followup yang konsisten
adalah suatu keharusan. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk memastikan resolusi
sempuran penyakit trofoblastik dengan kemoterapi jika dibutuhkan.Selain itu untuk
menilai mormal-tidaknya onvolusi dari segi anatomis (uterus), laboratorium (kadar
BHCG) maupun fungsional (menstruasi) dan menentukan adanya transformasi
keganasan, terutama pada tingkat yang sangat dini.1,2
1. Cegah kehamilan selama minimal 6 bulan dengan menggunakan kontrasepsi
hormonal.
2. Setelah kadar B HCG serum diperoleh dalam 48 jam setelah evakuasi, kadar
dipantau setiap 1 sampai 2 minggu selagi masih tinggi. Hal ini penting untuk
mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Bahkan jaringan trofoblastik dalam
jumlah kecil dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Kadar harus turun secara
progresif ke kadar yang tidak terdeteksi .
3. Kemoterapi tidak diindikasikan selama kadar serum terus menurun, peningkatan
kadar atau kadar yang terus mendatar menunjukkan perlunya evaluasi untuk
penyakit trofoblastik gestational persisten dan biasanya pengobatan. Peningkatan
menunjukkan proliferasi trofoblastik yang kemungkinan besar ganas, kecuali jika
wanita yang bersangkutan kembali hamil. Kemoterapi yang diberikan berupa
Methotrexat (MTX) 20 mg/hari selama 5 hari berturut-turut, asam folat sebagai
antidotum,dan atinomycin D1 flakon/hari selama 5 hari berturut-turut.
4. Jika kadar B HCG turun ke kadar normal maka pemeriksaan kadar ini diulang
setiap bulan selama 6 bulan. Jika tidak terdeteksi maka surveilens dapat
dihentikan dan pasien diizinkan hamil kembali.

Literatur lain mengatakan bahwa follow up dilakukan selama 1 tahun, dengan jadwal sebagai
berikut:
a. Tiga bulan pertama : tiap dua minggu
b. Tiga bulan kedua : tiap satu bulan
c. Enam bulan terakhir : tiap dua bulan

Dalam setiap kunjungan follow up, dilakukan pemeriksaan ginekologis dan BHCG serta
rontgen toraks, bila perlu. Follow up dinyatakan selesai bila:
1. Setelah satu tahun pascaevakuasi mola, penderita tidak mempunyai keluhan. Kadar B
HCG < 5 mIU/ml atau
2. Ibu sudah kembali mengalami kehamilan normal

Selama followup, ibu dianjurkan tidak hamil dahulu dan menggunakan kontrasepssi kondom
atau pil.1

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mola hidatidosa adalah :
1. Anemia
2. Syok
4. Infeksi
5. Eklampsia
6. Tirotoksikosis
7. Keganasan (Gestational trophoblastic neoplasia)
Sekitar 50% kasus berasal dari mola, 30% kasus berasal dari abortus, dan 20% dari
kehamilan atau kehamilan ektopik. Gejalanya dijumpai peningkatan hCG yang persisten
pascamola, perdarahan yang terus-menerus pascaevakuasi (pada kasus pascaevakuasi dengan
perdarahan yang terus-menerus dan kadar hCG yang menurun lambat, dilakukan kuretase
vakum ulangan atau USG dan histeroskopi), perdarahan rekurens pascaevakuasi. Bila sudah
terdapat metastase akan menunjukkan gejala organ spesifik tempat metastase tersebut.9
Prognosis
Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplit berkembang menjadi penyakit
trofoblastik ganas.Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis yang
berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang
tinggi (>100.000mIU/mL), eklampsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral.
Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk
memprediksikan perkembangan mola hidatidosa masih cukup sulit dan keputusan terapi
sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-faktor risiko ini.
Risiko terjadinya rekurensi adalah ssekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka
risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5.4,11

Kesimpulan

Walaupun sebagian besar penderita mola hidatidosa dapat sembuh spontan, namun
bila diagnosis dan pengelolaannya terlambat, penderita dapat meninggal karena perdarahan,
infeksi maupun akibat tumor trofoblas gestasional pasca mola hidatidosa.Mola Hydatidosa
merupakan neoplasma jinak dari sel trofoblas yang terjadi kegagalan dalam pembentukan
plasenta atau fetus yang menyerupai buah anggur karena terlambat untuk diangkat. Mola
hidatidosa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu mola hidatidosa komplet dan parsial
berdasarkan sitogenik dan morfologi histologi. Perbedaan ini akan memberikan konsekuensi
perbedaan pada gejala dan tanda klinis serta manajemennya. Penanganan mola hidatidosa
tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan
lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martaadisoebrata dr, Bratakoesoema dr, Wirakusumah dr, dkk. Penyakit trofoblas
gestational: Obstetri patologi. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2017.h.
12-4.

2. Cuningham FG,Gant NF,MacDonald PC. Penyakit trofoblastik gestational: Obstetri


williams. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2015.h. 271-280.

3. Gambar diunduh dari http://www.mdguidelines.com/images/Illustrations/hyda_mol.jpg,


9 Juni 2018
4. Berek, Jonathan S. Hydatidiform Mole. Berek & Novak's Gynecology, 14th
Edition2007; hlm 1582-20.
5. Prawirohardjo S, Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. In: Rauf S, Soraya D, Sunarno I,
editor. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014.
p.211-214
6. Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI
LAB/UPF. KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN. RSUD DOKTER
SOETOMO SURABAYA. 1994. Hal 25-28.
7. Martaadisoebrata D. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional.
Jakarta: EGC; 200.hlm 7 – 42.
8. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.
9. Mola Hidatidosa. Diunduh dari www. medicastore.com/penyakit/2006/mola_hidatidosa,
9 Juni 2017.
10. Winknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi; ed 2;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2008; hlm 246-268.

11. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. 2001. hlm 265-267.

12. Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom KD. Obstetri
Williams. Vol.2. 21th ed. Jakarta. EGC; 2006.

Anda mungkin juga menyukai