Anda di halaman 1dari 29

Case Report

Psoriasis Vulgaris

Pembimbing:
Dr. dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK, FINS-DV

Oleh:
Rivandi Arief Harista, S.Ked
Duta Hafsari, S.Ked
Rani Purnama Sari, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DR. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Psoriasis Vulgaris” ini tepat pada waktunya. Adapun salah
satu tujuan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kulit dan Kelamin Rumah
Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK,
FINS-DV yang telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan
referat ini. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan kasus ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi
juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, 3 Januari 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II STATUS PASIEN ............................................................................. 3
A. Identifikasi Pasien .................................................................................... 3
B. Anamnesis ................................................................................................. 3
C. Status Generalis ........................................................................................ 4
D. Status Dermatologis ................................................................................. 4
E. Laboratorium ........................................................................................... 7
F. Pemeriksaan Anjuran .............................................................................. 7
G. Resume ...................................................................................................... 7
H. Diagnosis Banding .................................................................................... 9
I. Diagnosis Kerja ........................................................................................ 9
J. Penatalaksanaan....................................................................................... 9
K. Prognosis ................................................................................................... 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 10
A. Definisi....................................................................................................... 10
B. Epidemiologi ............................................................................................. 11
C. Etiologi ...................................................................................................... 11
D. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 15
E. Diagnosis ................................................................................................... 19
F. Diagnosis Banding .................................................................................... 22
G. Penatalaksanaan....................................................................................... 25
BAB IV ANALISIS KASUS .......................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat
mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi
oleh sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas.
Umumnya lesi psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi
terutama di daerah siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, gluteal dan
genitalia.1

Psoriasis merupakan penyakit hiperproliferatif dan inflamasi kronis pada


kulit dengan manifestasi klinis serupa pada tiap etnik. Kasus psoriasis
makin sering dijumpai, meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik. Oleh karena itu,
diperlukan kemampuan untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang agar dapat membedakan psoriasis dengan
penyakit lainnya sangatlah diperlukan.

Untuk dapat melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang psoriasis, diperlukan berbagai pemahaman. Pemahaman yang
diperlukan adalah mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, diagnosis banding, komplikasi dan penatalaksaan psoriasis.

1
B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan peulisan laporan ini adalah sebagai berikut.


1. Memenuhi tugas kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin.
2. Menjelaskan tentang definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi dan penatalaksanaan
psoriasis.
3. Menganalisis diagnosis, etiologi dan penatalaksanaan pada kasus.

2
BAB II
STATUS PASIEN

Masuk Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Tanggal 27 Desember 2016
MR:

A. Identifikasi Pasien

Nama : Ny. R
Umur : 58 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kotabumi
Pekerjaan : Pedagang
Suku bangsa : Lampung
Agama : Islam
Status : Menikah

B. Anamnesis

Keluhan utama :
Timbul bercak kemerahan di seluruh tubuh sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat penyakit
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan bercak kemerahan
sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya bercak tersebut timbul di badan kemudian
keseluruh tubuh (kepala, leher, tangan, punggung, dada, kaki). Diatas bercak
tersebut berisikan sisik berwarna putih. Keluhan tersebut disertai dengan rasa
gatal, biasanya muncul saat berkeringat atau badan sedang basah. Gatal yang

3
dirasakan pasien hilang timbul. Pasien sering menggaruknya sehingga
menimbulkan luka pada kulit. Biasanya keluhan ini makin memberat ketika
pasien sedang mengalami stress.

Keluhan ini pernah dirasakan pada 1 tahun yang lalu, tetapi keluhan tersebut
tidak seberat keluhan yang sekarang. Pasien sudah pernah berobat ke dokter
dan diberi obat salep racikan dan obat minum untuk. Setelah mendapat
pengobatan, keluhan tersebut dirasakan makin membaik dan menghilang
namun muncul kembali.

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat-obatan. Tidak ada
keluarga yang pernah mengalami seperti ini.

Pengobatan yang pernah didapat :


Pengobatan untuk keluhan yang sama 1 tahun yang lalu.

Penyakit lain yang pernah diderita :


Riwayat penyakit kulit yang lain disangkal. Riwayat penyakit Diabetes
Mellitus disangkal.

C. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik

Tanda Vital
a. Nadi : 80 x/menit
b. RR : 18 x/menit
c. Suhu : 36,5oC
d. Tekanan darah : 120/90 mmHg

4
Kepala : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
KGB : Dalam batas normal

D. Status Dermatologis

Lokasi : regio abdominalis, trunkus posterior, ekstremitas superior dextra


et sinistra, ekstremitas inferior dextra et sinistra.

Inspeksi : tampak patches eritema multiple berdistribusi sebagian diskret


dan konfluen dengan permukaan skuama disertai dengan papula-
papula dan ekskoriasi multiple.

Ukuran Lesi Konfigurasi Ef. Primer Ef. Sekunder Ef. Khusus


Pungtata Soliter/multiple Linier Makula Krusta Komedo
Milier Diskret/konfluen Anuler Papula Erosi Terowongan
Guttata Diskret Gyrata Vesikel Ekskoriasi Purpura
Lentikuler Konfluen Kribiformis Pustula Ulkus Eksantema
Numularis General Arsiner Bula Skuama Milia
Plakat Nodulus Likenifikasi
Nodus Vegetasi
Plak Sikatriks
Urtika Abses
Kista
Tumor
Test manipulasi : Tidak dilakukan

5
6
E. Laboratorium

Tidak dilakukan

F. Pemeriksaan Anjuran

Pemeriksaan Laboratorium

Histopatologi

7
Fenomena tetesan lilin
Fenomena auspitz
Fenomena kobner

G. Resume

Pada pasien Ny. R usia 58 tahun datang ke RSUD Abdul Moeloek dengan
keluhan munculnya bercak-bercak kemerahan sejak 2 bulan yang lalu. Diatas
bercak tersebut berisikan sisik berwarna putih.Keluhan tersebut disertai
dengan rasa gatal, biasanya muncul saat berkeringat atau badan sedang basah.

Keluhan ini pernah muncul pada 1 tahun yang lalu, tetapi keluhan tersebut
tidak seberat keluhan yang sekarang. Pasien sudah pernah berobat ke dokter
dan diberi obat salep racikan dan obat minum. Setelah mendapat pengobatan,
keluhan tersebut semakin berkurang dan membaik. Riwayat alergi makanan
dan obat-obatan disangkal, riwayat penyakit kulit lain sebelumnya disangkal.

Pada pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan pada regio abdominalis, trunkus


posterior, ekstremitas superior dextra et sinistra, ekstremitas inferior dextra et
sinistra didapatkan patch eritema multiple berdistribusi sebagian diskret dan
konfluen dengan permukaan skuama disertai dengan papula-papula dan
ekskoriasi multiple.

H. Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroik
2. Lues stadium II (Psoriasisformis)
3. Pitiriasis rosea

I. Diagnosis Kerja
Psoriasis Vulgaris

8
J. Penatalaksanaan
1. Umum
a. Edukasi kepada pasien untuk menghindari menyentuh atau menggaruk
lesi karena bisa menimbulkan infeksi sekunder
b. Memperhatikan kebersihan badan
2. Khusus
a. Pengobatan sistemik
1) metilpredinolon 8 mg tab P.O / 12 jam Metotreksat 2,5-5 mg/hr
2) ceterizin 10 mg tab 3 x 1 prn gatal
b. Pengobatan topikal
1) Benoson cream 10 gr 3 x1

K. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik


berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis dan berwarna
putih keperakan terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan
lumbal.1

B. Epidemiologi

Kasus psoriasis makin sering ditemukan. Meskipun penyakit ini tidak


menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik terutama
karena perjalanan penyakit ini bersifat menahun dan residif. Insiden pada
orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2% sedangkan di Jepang
0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika jarang dilaporkan
demikian pula pada suku Indian di Amerika.1

Onset usia pada psoriasis tipe dini dengan puncak usia 22,5 tahun (pada anak,
usia onset rata-rata 8 tahun). Untuk tipe lambat, muncul pada usia 55 tahun.
Onset dini memprediksikan derajat penyakit dan penyakit menahun, dan
biasanya disertai riwayat psoriasis pada keluarga. Tidak terdapat perbedaan
insiden antara pria dan wanita. Psoriasis mempengaruhi 1,5-2% populasi dari
negara barat. Di Amerika Serikat, terdapat 3 sampai 5 juta orang menderita
psoriasis. Kebanyakan dari mereka menderita psoriasis lokal, tetapi sekitar
300.000 orang menderita psoriasis generalisata.2

10
C. Etiologi dan Patogenesis

Terdapat beberapa faktor yang berperan sebagai etiologi psoriasis, diantaranya


adalah sebagai berikut:
1. Faktor Genetik
Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit
keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko
menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita
psoriasis. Bila orang tua tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat
psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita
psoriasi maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:
 Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial
 Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersifat nonfamilial
Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis
berkaitan dengtan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13,
B17, Bw 57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan
Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27.1

2. Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya.
Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T di
dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan
limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya
lebih didominasi oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat
sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga
berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi
epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen
maupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan

11
epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada
kulit normal lamanya 27 hari.1

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam


kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, endokrin,
gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan
faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat
dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan
hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Puncak insiden
psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause.

Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu:
1. Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap
2. Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosi. Penelitian
menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress dan
kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.
3. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis
paru, dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
4. Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten.
5. Gangguan pencernaan, sepeti obstipasi.
6. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh
pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan
lebih hebat.3

D. Manifestasi Klinis

Psoriasis merupakan penyakit peradangan kronik yang ditandai oleh


hiperproliferasi dan inflamasi epidermis dengan gambaran morfologi,
distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik
psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas
dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi.
Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan

12
plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi kulit pada psoriasis biasanya
simetris dan dapat disertai gejala subjektif seperti gatal dan rasa terbakar.1

Suatu tanda yang berguna bila terdapat keraguan mengenai diagnosis adalah
dengan menggores lesi secara kuat dan mengangkat seluruh keratin yang
ikatannya longgar. Kemudian akan muncul suatu permukaan yang berkilat
dengan bintik – bintik darah kapiler (tanda Auspitz).3

Fenomena Koebner juga dikenal sebagai respon isomorfik adalah induksi


traumatik pada psoriasis pada kulit yang tidak terdapat lesi, yang terjadi lebih
sering selama berkembangnya penyakit dan merupakan suatu all-or-none
phenomenon (misalnya bila psoriasis terjadi pada salah satu sisi luka, maka
akan terjadi pada semua sisi dari luka). Reaksi Koebner biasanya terjadi 7
sampai 14 hari setelah trauma, dan sekitar 25% pasien kemungkinan memiliki
riwayat trauma yang berhubungan dengan fenomena Koebner pada beberapa
waktu dalam hidupnya. Fenomena Koebner tidak spesifik untuk psoriasis
tetapi dapat menolong dalam membuat diagnosis ketika terjadi.4

Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe
klinis psoriasis:
1. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini paling sering dijumpai, mencapai 90% kasus, disebut juga
psoriasis plak kronis. Gambaran klinis berupa plak eritematosa, berskuama
putih seperti mika, berlapis, mudah lepas dalam bentuk lembaran, tetapi
dapat melekat erat dan terlepas setelah digaruk seperti ketombe. Umumnya
mengenai bagian ekstensor ekstremitas, khususnya siku dan lutut, skalp,
lumbosakral bagian bawah, bokong dan genital. Predileksi pada daerah lain
termasuk umbilikus dan intergluteal.
2. Psoriasis gutata
Psoriasis yang ditandai dengan bentuk papul berdiameter 0,5 sampai 1,5 cm
pada tubuh bagian atas dan bagian proksimal ekstremitas yang khas pada
anak dan dewasa muda. Lebih dari 30% pasien psoriasis mendapat episode

13
pertamanya sebelum usia 20 tahun. Infeksi streptokokus pada tenggorokan
dapat mengawali 1 sampai 2 minggu atau bersamaan dengan onset
berkembangnya lesi.
3. Psoriasis inversa
Lesi psoriasis berupa plak eritematosa, berbatas tegas dan mengkilat yang
terdapat di daerah lipatan, seperti aksila, lipatan payudara, lipatan paha,
bokong, telinga, leher dan glans penis. Skuama biasanya sedikit atau tidak
ada. Pada pasien obesitas atau diabetes dapat mengenai lipatan sempit
seperti interdigitalis dan subaurikuler, berupa lesi satelit dan maserasi.
Infeksi, friksi dan panas dapat menginduksi psoriasis tipe ini.
4. Psoriasis eksudativa
Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu dalam bentuk
kering, tetapi pada jenis ini kelainannya bersifat eksudatif seperti pada
dermatitis akut.
5. Psoriasis seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis
dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak
berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga
terdapat pada tempat seboroik.
6. Psoriasis pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebaga
penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis.
Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu, bentuk lokalisata dan bentuk
generalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber).
Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata
akut (von Zumbusch).

E. Diagnosis

Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah susah untuk menegakkan diagnosis


psoriasis. Jika tidak khas maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain
yang tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa. Dalam mengdiagnosis

14
psoriasis perlu diperhatikan mengenai ciri khas psoriasis yaitu skuama kasar,
transparan serta berlapis-lapis disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan
Kobner. Pada stadium penyembuhan dapat ditemukan eritema yang hanya
terdapat di pinggir sehingga menyerupai dermatofitosis dan pada pemeriksaan
sediaan langsung ditemukan adanya jamur.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histopatologik jarang diperlukan untuk diagnosis, namun pada
kasus sulit masih diperlukan pemeriksaan tersebut.

Pada lesi awal psoriasis pustulosa ditemukan akantosis ringan, sedangkan


hiperplasia psoriasisform tampak pada lesi yang lama. Neutrofil mengalami
migrasi dari pembuluh darah pada dermis bagian atas ke epidermis, dimana
neutrofil tersebut mengadakan agregasi di bawah stratum korneum dan diatas
lapisan malphigi membentuk pustule spongiform kogoj. Epidermis diatas
papila dermis yang memanjang menjadi tipis. Mitosis keratinosit, fibroblas
dan sel endotelial meningkat. Terdapat parakeratosis yaitu adanya inti sel di
dalam stratum korneum, yang pada keadaan normal tidak ada.

Abnormalitas labotatorik lain pada psoriasis tidak spesifik dan tidak


ditemukan pada semua penderita. Pada psoriasis vulgaris berat, psoriasis
pustulosa generalisata dan psoriasis eritroderma dapat dideteksi adanya
nitrogen balance negative, dengan manifestasi berupa menurunnya serum
albumin. Penderita psoriasis terdapat gangguan profil lipid, penderita
mempunyai 15% level lebih tinggi pada HDL (high-density lipoprotein) dan
rasio kolesterol-trigliserida untuk LDL (low-density lipoprotein) 19% lebih
tinggi. Demikian juga konsentrasi plasma apolipoprotein-A1 11% lebih tinggi
pada penderita psoriasis.

Serum asam urat meningkat 50% pada psoriasis dan berkorelasi dengan
aktivitas penyakit dan ini berhubungan dengan artritis gout. Setelah terapi
biasanya asam urat ini menjadi normal kembali.

15
Penanda inflamasi sistemik lain juga meningkat seperti C-reactive protein, α-
macroglobulin, dan laju endap darah. Biakan dari tenggorok untuk mencari
Streptococcus β-hemolitikus group A yang diduga berperan pada psoriasis
gutata.

F. Diagnosis Banding

Ada beberapa diagnosis banding pada psoriasis :


1. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan
plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40
tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita
dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan
minum alkohol.5

Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman Pityrosporum


ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala
tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak
berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula.
Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. Dermatitis seboroik dapat
diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada
psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik
dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss
emosional infeksi, atau defisiensi imun.5,6

16
2. Lues stadium II (psoriasisformis)
Menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasisformis. Perbedaannya
adalah pada sifilis terdapat riwayat hubungan seksual dengan tersangka
yang juga menderita sifilis, pembesaran KGB menyeluruh dan tes
serologic untuk sifilis positif.1

G. Penatalaksanaan

Terdapat banyak variasi pengobatan psoriasis, tergantung dari lokasi lesi,


luasnya lesi, dan beratnya penyakit, lamanya menderita penyakit dan usia
penderita. Pada pengobatan awal sebaiknya diberikan obat topikal, tetapi bila
hasil tidak memuaskan baru dipertimbangkan pengobatan sistemik, atau
diberikan kombinasi dari keduanya.2,6
1) Pengobatan Topikal
Terapi dengan menggunakan pengobatan topikal merupakan pilihan untuk
penderita-penderita dengan psoriasis plak yang terbatas atau menyerang
kurang dari 20% luas permukaan tubuh. Terapi topikal digunakan secara
tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan
fototerapi.
a) Anthralin
Diberikan dalam bentuk salep dengan konsentrasi 0,05-0,1%, untuk
pengobatan psoriasis bentuk plakat yang kronis atau psoriasis gutata.
Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit.
Efek sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai kulit dan
pakaian.1,2,6
b) Vitamin D3 (Calcipotriol)
Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit
dengan menghambat pembentukan IL-6. Dipakai untuk pengobatan
psoriasis bentuk plakat, dan dapat menimbulkan iritasi lokal.2
c) Preparat Tar
Preparat tar seperti liquor carbonis detergent 2-5% dalam salep dipakai
untuk pengobatan psoriasis yang kronis. Diduga mempunyai efek yang

17
menghambat proliferasi keratinosit. Efeknya akan meningkat bila
dikombinasi dengan asam salisilat 2-5%. Dapat diberikan dalam jangka
lama tanpa iritasi.1,6
d) Kortikosteroid topikal
Biasanya dipakai yang mempunyai potensi sedang sampai kuat, untuk
pengobatan lesi psoriasis yang soliter. Mempunyai efek anti inflamasi
dan anti mitosis.1,5,6

2) Pengobatan Sistemik
a) Kortikosteroid
Hanya dipakai bila sudah terjadi eritroderma atau psoriasis pustulosa
generalisata. Dosis setara dengan 40-60 mg prednison per hari, dan
kemudian diturunkan perlahan-lahan.2,6
b) Methotrexate
Mempunyai efek menghambat sintesis DNA dan bersifat anti inflamasi
dengan menekan kemotaktik terhadap sel netrofil. Diberikan untuk
pengobatan psoriasis pustulosa generalisata, eritrodermi psoriatik, dan
artritis psoriatik. Dosis yang diberikan adalah 10-12 mg per minggu,
atau 5 mg tiap 12 jam selama periode 36 jam dalam seminggu. Efek
samping dapat berupa gangguan fungsi hati, ginjal, sistem hemopoetik,
ulkus peptikum, dan lain-lain.2,6,8
c) Siklosporin
Sebagai salah satu obat imunosupresif yang mempunyai efek
menghambat aktivasi dan proliferasi sel T. Selain itu juga dapat
menghambat pertumbuhan sel keratinosit. Dosis yang dianjurkan adalah
2-5 mg/kg BB, namun memerlukan waktu yang cukup lama, dapat
sampai 3-6 bulan. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik.2,6
d) Retinoid
Merupakan derivat vitamin A, misalnya etretinat atau acitretin.
Mempunyai efek menghentikan diferensiasi dan proliferasi keratinosit
dan bersifat anti inflamasi, dengan menghambat fungsi netrofil. Dipakai

18
untuk pengobatan psoriasis pustulosa generalisata ataupun lokalisata,
dan eritroderma psoriatik.2,6
e) DDS (diaminodifenilsulfon)
Hanya dipakai untuk pengobatan psoriasis pustulosa lokalisata dengan dosis 2
x100 mg/hari. Efek sampingnya ialah: anemia hemolitik, methemoglobinemia,
dan agranulositosis.1,2

3) Fototerapi
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapt diukur dan jika berlebihan
maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet
artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA.2 Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan
preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.2,6 PUVA
efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang
lain.6 Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan terjadi
efek sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum penyinaran
ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali pengobatan.
Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2 bulan.1,2 Efek
samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing dan sakit
kepala.8,15 Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang dianggap
sebagai resiko PUVA masih kontroversial.2,4
Selain itu UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis
tipe plak, gutata, pustular dan eritroderma. Pada tipe plak dan gutata
dikombinasikan dengan salep likuor karbonis detergens (LCD) 5-7% yang
dioleskan sehari 2x. sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12-
23mJ menurut tipe kulit kemudian dinaikan secara bertahap 15% dari dosis
sebelumnya selama seminggu 3 kali. Target pengobatan ialah pengurangan
75% skor PASI. Hasil baik yang di capai saat ini hamper 73% kasus, terutama
tipe plak.

19
Dosis Fototerapi untuk psoriasis :
 Initial dose → increase sampai → Goal dosage OR 95% clearing
OR batas max (30’) → maintenance ( doses clearing ):
1. Erytema → diturunkan 25% - sampai hilang
2. New lesi <5% area tubuh → dinaikkan 10% - sampai kembali
95% clear.
3. Flare ( lesi baru >5% area tubuh) → tingkatkan frekuensi terapi.
Respon lesi Psoriasis terhadap terapi :
T Pres Kriteria
ingka entase
t
0 0% Tidak ada perubahan
1 5- Perubahan minimal : skuama dan atau
20% eritema berkurang
2 20- Perubahan tampak jelas : semua plak
50% mulai mendatar, skuama dan eritema
berkurang
3 50- Perubahan berarti : semua plak datar
95% sempurna, tetapi tepi masih teraba.
4 95% Bersih : semua plak mendatar termasuk
tepinya , tersisa hiperpigmentasi.

Efek samping fototerapi :


 Kulit memerah
 Terasa gatal
 Tampak membengkak
 Kulit melepuh
Selain berbagai terapi yang disebutkan di atas, monitoring pasien
untuk mengevaluasi pengibatan dan monitoring efek samping obat sangat
diperlukan. Selain itu konsultasi ke bagian lain juga dapat dilakukan untuk
mencari fokus infeksi yang diduga dapat mencetuskan psoriasis.

20
21
BAB IV
ANALISIS KASUS

A. Apakah diagnosis kasus sudah tepat?

Diagnosis pada kasus ditegakam melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik.


Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluhkan timbul bercak merah pada satu
bagiian dan menyebar, disertai dengan rasa gatal dan timbul sisik pada kulit.
Berdasarkan keluhan ini pasien kemungkinan mengalami eritoderma.
Eritoderma merupakan penyakit yang ditandai dengan dengan adanya eritema
di seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama
(eksfoliasi). eritoderma sendiri merupakan penyakit yang bersifat luas
sehingga dapat dikerucutkan kembali dengan beberapa kemungkinan
diagnosis. Diagnosis yang dapat muncul berupa psoriasis, dermatitis seboroik
dan pitiriasis rosea.

Diagnosa dermatitis seboroik dapat disingkirkan dengan predileksi lokasi lesi.


Dimana lokasi predileksi dermatitis seboroik cenderung pada lokasi kulit yang
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun.
Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih
sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol.
Pada kasus ini lokasi lesi cenderung menyeluruh dan tidak terpaku pada lokasi
yang mengandung kelenjar sebase yang cukup banyak.

Diagnosa pitiasis rosea dapat disingkarkan. Dikarenakan pitiriasis rosea


menunjukan suatu gambaran efloresensi yang khas berupa herald patches.
Sedangkan pada kasus ini tidak ditemukan efloresensi berupa herald patches.

22
Sehingga diagnosa dari pitiriasis rosea dapat disingkirkan. Diagnosa psoriasi
merupakan diagnosa yang paling memungkinkan. Dikarenakan kelluhan yang
muncul menyerupai psoriasis yaitu keluhan muncul bercak merah,
menimbulkan rasa gatal serta apabila digaruk timbul suatu bercak seperti
ketombe. Sehingga diagnosa psoriasis masih dimungkinkan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan efloresensi yang muncul sesuai dengan


efloresensi pada psoriasis berupa plak eritematosa, berskuama putih seperti
mika, berlapis, mudah lepas dalam bentuk lembaran, tetapi dapat melekat erat
dan terlepas setelah digaruk seperti ketombe. Umumnya mengenai bagian
ekstensor ekstremitas, khususnya siku dan lutut, skalp, lumbosakral bagian
bawah, bokong dan genital. Predileksi pada daerah lain termasuk umbilikus
dan intergluteal. Efloresensi pada kasus menyerupai dan sesuai dengan
kriteria psoriasis. Sehingga diagnosa psoriasis dapat ditegakan.

Pada pasien ini merupakan psoriasis vulgaris. Jenis psoriasis ini disebut pula
tipe plak karena umumnya lesi yang muncul berbentuk plak. Jenis inilah yang
memiliki tempat predileksi, yakni di kulit kepala, diperbatasan kulit kepala
dengan muka, ekstremitas ekstensor, terutama siku dan lutut, serta di daerah
lumbosakral. Beberapa jenis psoriasis yang lain yaitu psoriasis gutata,
pustulosa, dan inversa.

Pemeriksaan penunjang pada psoriasis dapat dianjurkan pemeriksaan


histopatologik dan kerokan KOH. Menurut kepustakaan gambaran
histopatologik psoriasis berupa parakeratosis, sering dengan hiperkeratosis,
akantosis, pemanjangan rete ridge, pemanjangan papila dermis disertai
mikroabses Munro di epidermis, dermis sembab dengan sebukan sel limfosit
dan monosit. Pemeriksaan KOH bertujuan apakah terdapat infeksi jamur

B. Apakah penatalaksanaan kasus sudah tepat?

23
Tatalaksana pada kasus ini sudah tepat yang mana sistemik diberi
metilprednisolon yang bertujuan untuk dapat mengontrol lesi psoriasis. Dosis
yang diberikan sebanyak 16 mg/hari dengan dosis terbagi menjadi 8 mg/12
jam. Diberikan juga Cetirizin 1 x 10 mg perhari sebagai antihistamin untuk
mengurangi gatal. Topikal diberikan benoson salep 10 gr. Benoson
merupakan golongan obat kmobinasi dari betamethason dengan neomicin.
Betametason bertindak sebagai steroid topikal dan neomisin sebagain
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Terapi kombinasi
bertujuan untuk mempercepat pembersihan lesi

C. Apakah etiologi eritroderma pada kasus ini?


Eritoderma pada kasus ini adalah psoriasis. Penyebab psoriasis pada pasien ini
belum jelas. Penelitian mengenai etiologi psoriasis hingga saat ini masih terus
berlangsung. Presentasi antigen atau super antigen oleh MHC kelas II ke
limfosit T helper CD4(+) pada epidermis, akan menginduksi pelepasan sitokin
dari APC dan limfosit T. Sitokin kemudian menstimulasi proliferasi
keratinosit dan ekspresi molekul permukaan sel endotel. Selanjutnya terjadi
infiltrasi lekosit termasuk limfosit T memori CD4(+) ke daerah lesi. Aktivasi
limfosit sistemik diikuti oleh akumulasi setempat limfosit CD4(+) yang
teraktivasi, penarikan limfosit CD4(+) non spesifik dan monosit ke arah lesi,
dan akhirnya terjadi aktivasi limfosit CD8(+) intradermal yang menyebabkan
kerusakan sel. Lipatan lapisan bawah stratum korneum bertambah banyak.
Pertumbuhan kulit lebih cepat, pertukaran kulit dari siklus 28 hari hanya
menjadi 3-4 hari.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th edition. New York:
McGraw-Hill Companies. 2008.
3. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005.
4. Geng A, McBean J, Zeikus PS. Psoriasis. Dalam Kelly AP, Taylor SC.
Dermatology for skin of color. New York: McGraw-Hill. 2009.
5. Champion RA, Burton JL, Ebling FJG. Rook’s, textbook of dermatology, 5th
edition. Washington; Blackwell Scientific Publications. 1992.
6. Gawkrodger DJ. Dermatology an Illustrated Colourtext. Edinburgh: Churchill
Livingstone. 2003.

25

Anda mungkin juga menyukai