Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR JULI 2018

STROKE NON HEMORAGIK

OLEH :
SITI WAHYUNI MAHARANI, S.Ked
10542 0547 14
PEMBIMBING:
dr. H. Abdul Hamid, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Siti Wahyuni Maharani .R

NIM : 10542054714

Judul Laporan Kasus : Stroke Non Hemoragik

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik


pada bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 25 Juli 2018

Pembimbing

dr. H. Abdul Hamid, Sp.S

2
A. PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab


disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan
kematian di Negara-negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai
suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian
setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang.
Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat
stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3
per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke
bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian
di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian
stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik.
Adapun faktor resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik
adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic,
dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes,
dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian
stroke di satu negara.

3
B. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny.N

Umur :80 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Sultan Abd II

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Lemah separuh badan sebelah kanan

Anamnesis terpimpin :

Seorang perempuan 80 tahun datang ke Rumah Sakit Pelamonia dengan

keluhan lemah separuh badan sebelah kanan yang sudah dirasakan kurang

lebih 6 jam sebelum sebelum masuk Rumah Sakit. Lemah bagian kanan

yang di rasakan pasien secara tiba-tiba pada saat pasien duduk duduk. Pada

saat terjadi serangan, pasien sempat merasakan pusing serta mual, tetapi

tidak sampai muntah dan demam tidak ada, penurunan kesadaran tidak ada,

riwayat keluhan yang sama tidak ada, riwayat keluarga yang menderita

dengan keluhan yang sama tidak ada, cara bicara pasien pelo setelah

mengalami lemah separuh badan bagian kanan.Pasien juga mempunyai

4
riwayat tekanan darah tinggi tapi tidak berobat dengan teratur , Tidak ada

riwayat jatuh sebelumnya. Buang Air Besar dan Buang Air kecil pasien

lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat hipertensi ada

 Riwayat Diabetes Mellitus disangkal

 Riwayat Stroke disangkal

 Riwayat penyakit jantung (-)

 Riwayat cedera kepala/trauma kepala (-)

 Riwayat sakit kepala (+)

 Riwayat tumor (-)

 Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu disangkal

 Riwayat merokok (-)

 Riwayat demam (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat stroke pada keluarga (+)

 Riwayat hipertensi pada keluarga (+)

 Riwayat Diabetes Mellitus pada keluarga disangkal

Anamnesis sistem

 Sistem serebrospinal : kelemahan anggota gerak kanan, bicara cadel

5
 Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan

 Sistem gastrointestinal: tidak ada keluhan

 Sistem respiratorius : tidak ada keluhan

 Sistem gastrointestinal: tidak ada keluhan

 Sistem integumental : tidak ada keluhan

 Sistem urogenital : tidak ada keluhan

Resume Anamnesis

Seorang perempuan 80 tahun datang ke Rumah Sakit Pelamonia dengan

keluhan lemah separuh badan sebelah kanan yang sudah dirasakan kurang

lebih 6 jam sebelum sebelum masuk Rumah Sakit. Lemah bagian kanan

yang di rasakan pasien secara tiba-tiba pada saat pasien duduk duduk. Pada

saat terjadi serangan, pasien sempat merasakan pusing, mual, tapi tidak

sampai muntah dan demam tidak ada, penurunan kesadaran tidak ada,

riwayat keluhan yang sama tidak ada, riwayat keluarga yang menderita

dengan keluhan yang sama tidak ada, cara bicara pasien pelo setelah

mengalami lemah separuh badan bagian kanan.Pasien juga mempunyai

riwayat tekanan darah tinggi tapi tidak berobat dengan teratur , Tidak ada

riwayat jatuh sebelumnya. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan

darah 190/100 mmHg dan suhu 36,2 derajat celcius. Pada pemeriksaan fisis

didapatkan E4M6V5 pergerakan anggota gerak sebelah kanan menurun,

kekuatan otot menurun [(tungkai atas kanan (2) dan pada tungkai bawah

6
kanan (2)] Reflex fisiologis pada sisi sebelah kanan mengalami hiperrefleks,

dan tidak terdapat refleks patologis pada pasien.

DIAGNOSA KERJA

Diagnosa klinis : Hemiparese Dextra

Diagnosa topis : Hemisphere cerebri sinistra

Diagnosa etiologi : Stroke Non Hemoragik

Diagnosa Banding : Stroke Hemoragik

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : lemah, gizi baik, tampak sakit sedang

Kesadaran kualitatif : GCS E4 V5 M6

Tanda vital : Tekanan darah = 160 / 100 mmHg

Nadi = 90 x/mnt

Pernafasan = 23 x/mnt

Temperatur = 36,8 o C

Kepala : mesocephal, ukuran normal

Leher : kaku kuduk (-)

7
Nervus cranialis : Pupil bulat isokor diameter 2,5 mm ODS

Nervus cranialis lain : Parese N.VII dextra dan N. XII dextra tipe sentral

Motorik :

Pergerakan Kekuatan Tonus

N 2 5 N

N 2 5 N

Refleks Fisiologi Refleks Patologi

N - -
N - -

Sensorik : hemihipestesia dextra

Otonom : BAB dan BAK Normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Glukosa puasa = 126 mg/dl*

b. Ureum = 24 mg/dl

c. Kreatinin = 0.80 mg/dl

8
d. Asam urat = 6.4 mg/dl

e. Trigliserida = 99 mg/dl

f. Kolesterol HDL = 57 mg/dl

g. Kolesterol LDL = 189 mg/dl*

2. Ct-Scan Kepala

Kesan : Infark luas di lobus temporoparietal kiri ec emboli

9
PENATALAKSANAAN

1. IVFD : RL 20 tetes/menit

2. Neuroprotektor : Citicholine500mg/12 jam IV

3. Neurotropik : Neurodex /24 jam oral

4. H2RA : Ranitidin 1 amp/12 jam IV

5. Ca+ channel blocker : Amlodipin 10mg/24 jam oral

6. Anti platelet : Clopidogrel 75mg 1x1

DATA FOLLOWUP

Tanggal/ TTV Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter

08/07/2018 S: Seorang perempuan 80 tahun - IVFD Asering 18 tpm


TD:160/100 - Citicolin 250 mg /
datang ke Rumah Sakit Pelamonia
mmHg 12jam / IV
dengan keluhan lemah separuh
N: 90 x/menit - Neurobion amp /
P: 23 x/menit badan sebelah kanan yang sudah 24jam / drips
S: 36,80C - Ranitidin amp / 12jam
dirasakan kurang lebih 6 jam
/ IV
sebelum sebelum masuk Rumah
Day 1 - Candesartan 16 mg 1x
Sakit. Lemah bagian kanan yang di 1
EKG, Darah Rutin,
rasakan pasien secara tiba-tiba pada
GDS,Profil Lipid
saat pasien duduk duduk. Pada saat
CT-Scan Kepala
terjadi serangan, pasien sempat

merasakan pusing serta mual, tetapi

10
tidak sampai muntah dan demam

tidak ada, penurunan kesadaran

tidak ada, riwayat keluhan yang

sama tidak ada, riwayat keluarga

yang menderita dengan keluhan

yang sama tidak ada, cara bicara

pasien pelo setelah mengalami

lemah separuh badan bagian

kanan.Pasien juga mempunyai

riwayat tekanan darah tinggi tapi

tidak berobat dengan teratur , Tidak

ada riwayat jatuh sebelumnya.

Buang Air Besar dan Buang Air

kecil pasien lancar.

09/7/2018 S: Gelisah (+), lemah separuh badan (D), - IVFD Asering 18 tpm
TD:160/100 mual (-), muntah(-) susah tidur (+), lemas - Citicolin 250 mg /
mmHg O: GCS : E4M6V5 12jam / IV
N: 88 x/menit FKL : DBN - Neurobion amp /
P: 20 x/menit Rangsang menings: kaku kuduk (-) 24jam / drips
S: 36,5 0C NnCr: pupil bulat isokor diameter 2,5 mm - Ranitidin amp / 12jam
RCL +/+ RCTL +/+ / IV
Day 2 Motorik: - Amlodipin 10 mg 1x 1
P K T - Clopidogrel 75mg 1x1

11
↓ N 2 5 ↑ N
↓ N 2 5 ↑ N

RF RP
↑ N + -
↑ N + -
Sensorik: Hemihipestesi Kanan
Otonom: BAB belum 2 hari & BAK (DBN)
A: Hemiparese dextra ec Susp NHS

10/7/2018 S: Nyeri kepala (+), lemah separuh badan - IVFD Asering 18 tpm
TD:140/90 (D), mual (-), muntah(-) susah tidur (+), - Citicolin 250 mg /
mmHg lemas 12jam / IV
N:80 x/menit O: GCS : E4M6V5 - Neurobion amp /
P: 20 x/menit FKL : DBN 24jam / drips
S: 36 0C Rangsang menings: kaku kuduk (-) - Ranitidin amp / 12jam
NnCr: pupil bulat isokor diameter 2,5 mm / IV
Day 3 RCL +/+ RCTL +/+ - Amlodipin 10 mg 1x 1
Motorik: - Clopidogrel 75mg 1x1
P K T

↓ N 2 5 ↑ N Hasil CT-Scan : Infark


↓ N 2 5 ↑ N
luas di lobus
RF RP
temporoparietal kiri ec
↑ N + -
↑ N emboli
+ -

12
Sensorik: Hemihipestesi Kanan
Otonom: BAB belum 3 hari & BAK (DBN)
A: Hemiparese dextra ec Susp NHS

11-7-2018 S: lemah separuh badan (D), mual (-),


TD:150/90 muntah(-) susah tidur (+), lemas - IVFD Asering 18 tpm
mmHg O: GCS : E4M6V5 - Citicolin 250 mg /
N: 78 x/menit FKL : DBN 12jam / IV
P: 22 x/menit Rangsang menings: kaku kuduk (-) - Neurobion amp /
S: 36 0C NnCr: pupil bulat isokor diameter 2,5 mm 24jam / drips
RCL +/+ RCTL +/+ - Ranitidin amp / 12jam
Day 4 Motorik: / IV
P K T - Amlodipin 10 mg 1x 1
- Clopidogrel 75mg 1x1
↓ N 2 5 ↑ N
Dulcolax tab 2 x 1
↓ N 2 5 ↑ N

RF RP
↑ N + -
↑ N + -

Sensorik: Hemihipestesi Kanan


Otonom: BAB belum 4 hari & BAK (DBN)
A: Hemiparese dextra ec Susp NHS

13
12-7-2018 S: lemah separuh badan (D), mual (-), - IVFD Asering 18 tpm
TD:140/90 muntah(-) susah tidur (-), lemas - Citicolin 250 mg /
mmHg O: GCS : E4M6V5 12jam / IV
N: 78 x/menit FKL : DBN - Neurobion amp /
P: 22 x/menit Rangsang menings: kaku kuduk (-) 24jam / drips
S: 36,5 0C NnCr: pupil bulat isokor diameter 2,5 mm - Ranitidin amp / 12jam
RCL +/+ RCTL +/+ / IV
Day 5 Motorik: - Amlodipin 10 mg 1x 1
P K T - Clopidogrel 75mg 1x1

↓ N 2 4+ N N
↓ N 2 5 N N

RF RP
↑ N + -
↑ N + -

Sensorik: Hemihipestesi Kanan


Otonom: BAB sudah hari ini & BAK (DBN)
A: Hemiparese dextra ec Susp NHS

C. DISKUSI

Dari data anamnesis didapatkan suatu kumpulan gejala berupa kelemahan

anggota gerak kanan dengan onset akut. Pasien mengalami tanda-tanda peningkatan

tekanan intrakranial (sakit kepala disertai mual), namun tidak adanya defisit

14
neurologis yang progresif seperti penglihatan ganda, strabismus, gangguan

keseimbangan, kejang, dan penurunan fungsi kognitif sehingga diagnosis tumor otak

dapat disingkirkan.10

Selain itu, pasien tidak mengalami riwayat jatuh dan trauma kepala sebelum

serangan terjadi, dan tidak memiliki riwayat demam karena infeksi sebelumnya

sehingga keluhan utama akibat trauma dan abses serebri juga dapat disingkirkan.

Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa adanya faktor

pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala infeksi sebelumnya mengarah ke suatu

lesi vaskuler karena onsetnya yang mendadak. Sehingga pada penderita mengarah

pada diagnosis stroke. Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang

berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-

gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.1

Stroke didefinisikan sebagai defisit (gangguan) sistem saraf yang terjadi

mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO). Stroke

terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak. Gangguan pembuluh darah otak

dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak.

Otak yang seharusnya mendapatkan pasokan oksigen dan zat makanan jadi

terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke sel otak (neuron) akan memunculkan

kematian sel. Gangguan fungsi otak ini bisa menimbulkan gejala stroke.11

Pasien berusia 80 tahun, berjenis kelamin perempuan, dan memiliiki riwayat

hipertensi ketiga faktor tersebut adalah faktor resiko terkena stroke. US National

15
Stroke Association menyatakan bahwa pada usia 55 tahun anda makin rentan terkena

serangan stroke. Begitupun juga dengan jenis kelamin. Pria lebih banyak terkena

stroke dibanding wanita. Orang-orang Afrika, Hispanik, dan Asia juga di anggap

lebih rentan disbanding orang-orang kulit putih. Demikian juga seseorang memiliki

riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, perokok dan mengkonsumsi

minuman keras. Maka, pasien ini memiliki faktor resiko untuk terkena serangan

stroke. 12

Ada beberapa sistem skoring yang dapat dipakai untuk membantu dokter

membedakan antara stroke non hemoragik atau stroke hemoragik, salah satunya

dengan menggunakan Skor Hasanuddin dimana interpretasi hasilnya apabila skor

<15 dicuriga NHS dan apabila ≥ 15 dicurigai HS.

SKOR HASANUDDIN

No. Kriteria Skor

1. Tekanan Darah

Sistole≥200:Diastole≥110 7,5

Sistole<200:Diastole<110 1

2. Waktu Serangan

Sedang bergiat 6,5

Tidak sedang bergiat 1

3. Sakit Kepala

Sangat hebat 10

16
Hebat 7,5

Ringan 1

Tidak 0

4. Kesadaran Menurun

Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah 10

onset 7,5

1 jam s/d 24 jam setelah onset 6

Sesaat tapi pulih kembali 1

24 jam setelah onset 0

Tidak ada

5. Muntah Proyektil

Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah 10

onset

1 jam s/d <24 jam setelah onset 7,5

24 jam setelah onset 1

Tidak ada 0

Berdasarkan hasil anamnesa pasien didapatkan jumlah skor Hasanuddin <15

yaitu skornya 3 sehingga diagnosis mengacu pada stroke non hemoragik. Namun, hal

ini tidak lantas dijadikan acuan karena penentuan diagnosis baku emas (gold

standard) pasien dengan strok adalah dengan menggunakan CT Scan. CT Scan dapat

membantu menentukan lokasi dan ukuran abnormalitaas, seperti daerah vaskularisasi,

17
superfisial atau dalam, kecil atau luas.13 Namun pada hasil CT-Scan kepala pasien

didapatkan kesan infark luas di lobus temporoparietalis sinistra yang menegaskan

bahwa diagnosis klinis pasien adalah stroke non hemoragik

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin

pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia. Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan

kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.11

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki

gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan

penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).12

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada

pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan

antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke

dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya

hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan masih yang buruk dari stroke.12

Tujuan penatalaksanaan terapi stroke akut, antara lain: (1) mengurangi

progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian, (2) mencegah

komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas permanen, (3)

mencegah stroke ulangan. Terapi yang diberikan tergantung pada jenis stroke yang

18
dialami (iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan pada rentang waktu terapi (terapi

pada fase akut dan terapi pencegahan sekunder atau rehabilitasi).

Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk pengurangan

stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang direkomendasikan

dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin dengan onset 48 jam.

a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)

Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah, melalui

enzim plasmin yang mencerna fibrin (komponen pembekuan darah). Akan tetapi,

obat ini mempunyai risiko, yaitu perdarahan. Hal ini disebabkan kandungan terlarut

tidak hanya fibrin yang menyumbat pembuluh darah, tetapi juga fibrin cadangan yang

ada dalam pembuluh darah. Selain itu, tPA hanya bermanfaat jika diberikan sebelum

3 jam dimulainya gejala stroke. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan lain, seperti

CT scan, MRI, jumlah trombosit, dan tidak sedang minum obat pembekuan darah.

b. Antiplatelet

The American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA)

merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai terapi

pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel maupun extended-release

dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakan terapi antiplatelet yang

direkomendasikan. Berbagai obat antiplatelet, seperti asetosal, sulfinpirazol,

dipiridamol, tiklopidin, dan klopidogrel telah dicoba untuk mencegah stroke iskemik.

Agen ini umumnya bekerja baik dengan mencegah pembentukan tromboksan A2 atau

19
meningkatkan konsetrasi prostasiklin. Proses ini dapat membangun kembali

keseimbangan yang tepat antara dua zat, sehingga mencegah adesi dan agregasi

trombosit. Belum ada data penelitian yang merekomendasikan obat golongan

antiplatelet selain dari aspirin. Aspirin merupakan antiplatelet yang lebih murah,

sehingga akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan jangka panjang. Bagi pasien yang

tidak tahan terhadap aspirin karena alergi atau efek samping pada saluran cerna yaitu

mengiritasi lambung, dapat direkomendasikan dengan penggunaan klopidogrel.

Klopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan asetosal dengan penurunan resiko

serangan berulang 7,3% lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian asetosal.

Kombinasi asetosal dan klopidogrel tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan

resiko perdarahan dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan pemberian

tunggal klopidogrel.

c. Pemberian Neuroprotektan

Pada stroke iskemik akut, dalam batas–batas waktu tertentu sebagian besar jaringan

neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa

yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja metode ini adalah

menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen sel–sel neuron.

Dengan demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia

berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang

biasanya timbul setelah cedera sel neuron. Suatu obat neuroprotektif yang

menjanjikan, serebrolisin (CERE) memiliki efek pada metabolisme kalsium neuron

dan juga memperlihatkan efek neurotrofik. Beberapa diantaranya adalah golongan

20
penghambat kanal kalsium (nimodipin, flunarisin), antagonis reseptor glutamat

(aptiganel, gavestinel, selfotel), agonis GABA (klokmethiazol), penghambat

peroksidasi lipid (tirilazad), antibody anti-ICAM-1 (enlimobab), dan aktivator

metabolic (sitikolin). Pemberian obat golongan neuroprotektan sangat diharapkan

dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian.

d. Pemberian Antikoagulan

Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke pada

pasien dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah stroke

atau TIA, resiko kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang

diketahui. Pada percobaan yang dilakukan Eropa Atrial Fibrilasi Trial (EAFT),

dengan sampel sebanyak 669 pasien yang mengalami fibrilasi atrial nonvalvular dan

sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA. Pasien pada kelompok plasebo,

mengalami stroke, infark miokardium atau kematian vaskular sebesar 17% per tahun,

8% per tahun pada kelompok warfarin dan 15% per tahun pada kelompok asetosal.

Ini menunjukan pengurangan sebesar 53% risiko pada penggunaan antikoagulan.

Secara umum pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah stroke iskemik

tidak direkomendasikan karena pemberian antikoagulan (heparin, LMWH, atau

heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius.

Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk pencegahan primer maupun

sekunder pada pasien dengan atrial fibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati-hati

karena dapat meningkatkan risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan rutin terhadap

21
pasien stroke iskemik akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologic

atau sebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.9

STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK

A. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu


gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan
peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.1

B. Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering


disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke
non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.2

1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis


akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3

22
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau
bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.2
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral

23
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya
trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis).2

C. Faktor Resiko

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang


dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor
resiko stroke non hemoragik, yakni: 2,3

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan


viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi mengalami stroke non hemoragik.2

24
D. Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)


Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu

Berdasarkan subtipe penyebab :4


a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus
Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan
daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala
yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar

25
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik
dan evaluasi klinis yang ekstensif.

E. Patofisiologis

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya


adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.

26
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa
jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari


asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi
air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik
karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan
mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya
akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran
sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.

27
F. DIAGNOSIS8

1. Anamnesis

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit

neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.

Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik

dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual, muntah, sakit kepala dan

perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.

Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese,

monoparese, atau quadriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau

binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan

kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri

namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya

gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya

pemberian terapi trombolitik.

2. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai

stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan

fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda

trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor

kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler

(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler

28
perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan

kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.

3. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke,

dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi.

Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan

status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi

motorik dan sensorik, fungsi serebral, dan refleks tendon profunda. Tengkorak

dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun

harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan

dengan Bell’s palsy di ma na pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien

yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.8

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin

pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia. Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan

kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang

memiliki gejala seperti stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula

29
menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan

ginjal).

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada

pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi

trombolitik dan antikoagulan

Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke

dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan

adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan masih yang

buruk dari stroke.

2. Pencitraan Radiologi

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non

hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah

pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan

stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk

menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan

adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma,

neoplasma, abses).

Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya

tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada

>50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan

intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk

pemberian terapi trombolitik.

30
H. PENATALAKSANAAN

1. Terapi Non Farmakologi

a. Perubahan Gaya Hidup Terapeutik

Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik

merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua

pasien yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan

terapi obat untuk hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus

diberikan, bukannya digantikan oleh modifikasi diet dan perubahan gaya

hidup lainnya.

Diet tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau berbunga terbukti

memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik pada studi Framingha

dan studi Nurses Health, setiap peningkatan konsumsi per kali per hari

mengurangi risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet rendah lemak trans dan

jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga direkomendasikan. Konsumsi

alkohol ringan-sedang (1 kali per minggu hingga 1 kali per hari) dapat

mengurangi risiko stroke iskemik pada laki-laki hingga 20% dalam 12

tahun, namun konsumsi alkohol berat (> 5 kali/ hari) meningkatkan risiko

stroke.

b. Aktivitas fisik

Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara

dengan merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan

31
sedikit latihan fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus

diberitahu untuk melakukan aktivitas aerobik sekitar 30- 45 menit setiap

hari. Latihan fisik rutin seperti olahraga dapat meningkatkan metabolisme

karbohidrat, sensitivitas insulin dan fungsi kardiovaskular (jantung).

Latihan juga merupakan komponen yang berguna dalam memaksimalkan

program penurunan berat badan, meskipun pengaturan pola makan lebih

efektif dalam menurunkan berat badan dan pengendalian metabolisme.

2. Terapi Farmakologi

Outcome/ goal penatalaksanaan terapi stroke akut, antara lain: (1) mengurangi

progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian, (2)

mencegah komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas

permanen, (3) mencegah stroke ulangan. Terapi yang diberikan tergantung

pada jenis stroke yang dialami (iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan

pada rentang waktu terapi (terapi pada fase akut dan terapi pencegahan

sekunder atau rehabilitasi). Strategi pengobatan stroke iskemik ada dua, yang

pertama reperfusi yaitu memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan

untuk memperbaiki iskemik dengan obat-obat antitrombotik (antikoagulan,

antiplatelet, trombolitik). Kedua dengan neuroproteksi yaitu pencegahan

kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya area iskemik.

Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk

pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang

32
direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin

dengan onset 48 jam.

a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)

Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh

darah, melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin (komponen pembekuan

darah). Akan tetapi, obat ini mempunyai risiko, yaitu perdarahan. Hal ini

disebabkan kandungan terlarut tidak hanya fibrin yang menyumbat

pembuluh darah, tetapi juga fibrin cadangan yang ada dalam pembuluh

darah. Selain itu, tPA hanya bermanfaat jika diberikan sebelum 3 jam

dimulainya gejala stroke. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan lain,

seperti CT scan, MRI, jumlah trombosit, dan tidak sedang minum obat

pembekuan darah.

b. Antiplatelet

The American Heart Association/ American Stroke Association

(AHA/ASA) merekomendasikan pemberian terapi antitrombotik digunakan

sebagai terapi pencegahan stroke iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrel

maupun extended-release dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakan

terapi antiplatelet yang direkomendasikan. Berbagai obat antiplatelet,

seperti asetosal, sulfinpirazol, dipiridamol, tiklopidin, dan klopidogrel telah

dicoba untuk mencegah stroke iskemik. Agen ini umumnya bekerja baik

dengan mencegah pembentukan tromboksan A2 atau meningkatkan

konsetrasi prostasiklin. Proses ini dapat membangun kembali

33
keseimbangan yang tepat antara dua zat, sehingga mencegah adesi dan

agregasi trombosit. Belum ada data penelitian yang merekomendasikan

obat golongan antiplatelet selain dari aspirin. Aspirin merupakan

antiplatelet yang lebih murah, sehingga akan berpengaruh pada tingkat

kepatuhan jangka panjang. Bagi pasien yang tidak tahan terhadap aspirin

karena alergi atau efek samping pada saluran cerna yaitu mengiritasi

lambung, dapat direkomendasikan dengan penggunaan klopidogrel.

Klopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan asetosal dengan penurunan

resiko serangan berulang 7,3% lebih tinggi dibandingkan dengan

pemberian asetosal. Kombinasi asetosal dan klopidogrel tidak dianjurkan

karena dapat meningkatkan resiko perdarahan dan tidak menunjukkan hasil

yang signifikan dengan pemberian tunggal klopidogrel.

c. Pemberian Neuroprotektan

Pada stroke iskemik akut, dalam batas–batas waktu tertentu sebagian besar

jaringan neuron dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah

tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja

metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja

kebutuhan oksigen sel–sel neuron. Dengan demikian neuron terlindungi

dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau

eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya

timbul setelah cedera sel neuron. Suatu obat neuroprotektif yang

menjanjikan, serebrolisin (CERE) memiliki efek pada metabolisme

34
kalsium neuron dan juga memperlihatkan efek neurotrofik. Beberapa

diantaranya adalah golongan penghambat kanal kalsium (nimodipin,

flunarisin), antagonis reseptor glutamat (aptiganel, gavestinel, selfotel),

agonis GABA (klokmethiazol), penghambat peroksidasi lipid (tirilazad),

antibody anti-ICAM-1 (enlimobab), dan aktivator metabolic (sitikolin).

Pemberian obat golongan neuroprotektan sangat diharapkan dapat

menurunkan angka kecacatan dan kematian.

d. Pemberian Antikoagulan

Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan

stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial

dan sejarah stroke atau TIA, resiko kekambuhan pasien merupakan salah

satu resiko tertinggi yang diketahui. Pada percobaan yang dilakukan Eropa

Atrial Fibrilasi Trial (EAFT), dengan sampel sebanyak 669 pasien yang

mengalami fibrilasi atrial nonvalvular dan sebelumnya pernah mengalami

stroke atau TIA. Pasien pada kelompok plasebo, mengalami stroke, infark

miokardium atau kematian vaskular sebesar 17% per tahun, 8% per tahun

pada kelompok warfarin dan 15% per tahun pada kelompok asetosal. Ini

menunjukan pengurangan sebesar 53% risiko pada penggunaan

antikoagulan.

Secara umum pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah stroke

iskemik tidak direkomendasikan karena pemberian antikoagulan (heparin,

LMWH, atau heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi

35
perdarahan yang serius. Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk

pencegahan primer maupun sekunder pada pasien dengan atrial fibrilasi.

Penggunaan warfarin harus hati-hati karena dapat meningkatkan risiko

perdarahan. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik

akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologic atau sebagai

pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.9

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Brust, John. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd Edition. North

America: Mc Graw Hill Company. 2012

2. Axanditya, Byanda. Endang. Lestari P, Dwi. Hubungan Faktor Resiko Strok

Non Hemoragik dengan Fungsi Motorik. Fakultas Kedokteran. Universitas

Diponegoro. 2014

3. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta: PT gramedia Pustaka Utama.

2010

4. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Ed. 6.

Jakarta: EGC. 2006

5. Kumar, dkk. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 2007.

6. Gofir, Abdul. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Edisi 1.

Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press. 2009.

7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinik dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian

Rakyat; 2008.

8. Baehr, M. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda dan

Gejala.Edisi 4. 2012.

9. Prakasita, Masayu. Hubungan Lama Pembacaan CT-Scan terhadap Outcome

Penderita Stroke Non Hemoragik. Universitas Diponegoro. 2015

10. Arisanti, Yuliana. Dachlan, Eri Gumilar. Tindakan Bedah Saraf. Fakultas

Kedokteran. Universitas Airlangga. 2012

37
11. Pinzon, Rizaldy; Asanti, Laksmi. AWAS STROK! Pengertian, Gejala,

Tindakan, Perawatan, dan Pencegahan. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.

2010

12. M.P, Budhi. 100 Q&A : Stroke. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2009

13. Utami, Prapti. Solusi Sehat Mengatasi Strok. Jakarta: Agromedia Pustaka.

2009

38

Anda mungkin juga menyukai