Anda di halaman 1dari 28

Demam Berdarah Dengue (DBD)

A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang
berbahaya. Penyakit ini dapat menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian
dalam waktu yang siingkat. DBD pertama kali ditemukan di Manila (Filipina) pada
tahun 1953. Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan
DKI Jakarta. Kini semua provinsi sudah terjangkit penyakit ini (Meilany, 2015)
DHF (Dengue Haemorragic Fever) adalah merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes aegipty betina.(Hidayat, A. Aziz, 2015).
Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi dan biasanya memburuk
setelah 2 hari pertama (Meilany, 2015)

2. ETIOLOGI
Penyebab demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorragic fever
(DHF) adalah virus dengue. Di Indonesia virus tersebut saat ini telah diisolasi
menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B. Dari arthopedi borne
virus (arbovirus) yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak. Di Thailand dilaporkan
bahwa serotipe DEN-2 adalah dominan sementara di Indonesia yang terutama
deominan adalah DEN-3 tapi akhir-akhir ini adalah kecenderungan dominan DEN-2.
Setelah oleh nyamuk yang membawa virus, maka inkubasi akan berlangsung antara
3-15 hari sampai gejala demam Dengue muncul. (Meilany, 2015)
Menurut (Warsidi, E.2016) Karakteristik nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan
penyakit demam berdarah antara lain:
a. Badannya kecil, warnanya hitam dengan bintik-bintik putih.
b. Hidup didalam dan disekitar rumah di tempat yang bersih dan sejuk seperti: hinggap
di pakaian yang tergantung, vas bunga yang ada airnya atau ditempat kaleng bekas
yang menampung air hujan.
c. Biasanya nyamuk Aedes aegypti yang menggigit tubuh manusia adalah betina,
sedangkan nyamuk jantan manyukai aroma manis pada tumbu-tumbuhan.
d. Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang atau sore hari dengan peningkatan
aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam setelah
mataharit terbenam, sedangkan malamnya digunakan untuk bertelur.
1) Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya
sel aedes Albopictus.
2) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya Nyamuk Aedes
Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan
(rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di
lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
3) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta.

3. Anatomi Fisiologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sum-sum tulang dan nodus limfa. Darah merupakan medium transport tubuh, volume
darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.
Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :
1) Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan
protein darah.
2) Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut:
a) Eritrosit (sel darah merah)
b) Leukosit (sel darah putih)
c) Trombosit (platelet) butir pembeku darah.
a. Sel darah merah (eritrosit)
Merupakan cairan bikonkav dengan diameter sekitar 7 mikron, yang
memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang
pendek antara membrane dan inti sel, warnanya kuning kemerah-merahan karena
didalamnya mengandung hemoglobin.
Sel darah merah
Komponen eritrosit :
- membran eritrosit
- sistem enzim
hemoglobin, komponennya terdiri atas :
1) Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
2) Globin : bagian protein yang terdiri aats 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Tugas akhir Hb
adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru
tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari Hb.

Sifat-sifat sel darah merah :


1) Normositik = sel yang ukurannya normal.
2) Normokromik = sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.
3) Mikrositik = sel yang ukurannya terlalu kecil.
4) Makrositik = sel yang ukurannya terlalu besar.
5) Hipokromik = sel yang jumlah hemoglbinnya terlalu sedikit.
6) Hiperkromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.

b. Sel darah putih (Leukosit)


Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki
palsu. Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari
golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B:
monosit dan makrofag serta golongan yang bergranula,yaitu eosinofil, basofil, dan
neutrofil.
Fungsi sel darah putih adalah :
1) Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau
bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan sistem retikulo endotel.
2) Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding
usus melalui limfa terus ke pembuluh darah.
Jenis-jenis sel darah putih:
Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:
1. Agranulosit
Memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Granulosit terbagi menjadi 3 kelompok:
a) Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai,
kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus
atau granula, banyaknya sekitar 60-70%.
b) Eosinofil : berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya
hampir sama dengan neutrofil banyaknya kira-kira 24%.
c) Basofil : berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil dari pada
eosinofil, mempunyai inti yang bentuknya teratur banyaknya kira-kira 0.5%
disumsum merah. Basofil bekerja sebaga limfosit sel mast dan mengeluarkan
peptide vasoaktif.
2. Granulosit
Terdiri atas limfosit dan monosit:
a) Limfosit
Memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit
berkembang dalam jaringan limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikro, banyaknya 20-25
% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk dalam jaringan tubuh.
Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan B.
Limfosit T : meninggalkan susmsum tulang dan berkembang lama, kemudian
bermigrasi menuju ketimus, kemudian sel-sel beredar dalam darah sampai mereka
bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah diprogramkan untuk
mungenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya. Sel ini akan mengahasilkan
bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme dan memberitahu sel-sel
darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi.
Limfosit B : terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai
menjumpai antigen dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap
ini, limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta
menghasilkan antibody.
b) Monosit
Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit
abu-abu serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit dibentuk didalam
sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi dalam bentuk hematom dan mengalami
proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai
fagosit, jumlahnya 34 % dari total komponen yang ada di sel darah putih.
Jumlah sel darah putih.
Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l yang terbagi sebagi
berikut.
Granulosit :
a) Neutrofil 2,5 – 7,5 x 109
b) Eosinofil 0,04 – 0,44 x 109
c) Basofil 0 – 0,10 x 109
Limfosit 1,5 – 3,5 x 109
Monosit 0,2 – 0,8 x 109
c) Keping darah (Trombosit)
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang
yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10
hari.
Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/milimeter), sekitar
30-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam darah.
Fungsi trombosit yaitu berperan penting dalam pembentukan bekuan darah
diantaranya mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang
cedera.

d) Plasma darah
Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya
bening kekuning-kuningan hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air.
Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :
1) Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
3) Protein darah (albumin dan globulin) menigkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam
tubuh
4) Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).
5) Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
6) Antibody.

e) Limpa
Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan. Limpa
terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah costa, limpa terdiri atas kapsula limpa
fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit,
sel leukosit).

Faktor-faktor Pembekuan Darah


Faktor Nama
I fibrinogen
II protrombin
IV kalsium
V labile factor, proaccelerin, dan accelerator (AC-) globulin
VII proconvertin, serum, protrombin convertin accelerator (SPCA),
cotromboplastin, dan autoprotrombin I
VIII Antihemophilic, factor, antihemophilic globulin
(AHG)
IX plasma thromboplastin component (PTC)/chrismas factor
XII factor Hageman
XIII factor stabilisasi febris
A. IMUNITAS
Imunitas adalah keadaan seseorang yang terlindung dari pembentukan
penyakit. Imunitas dapat bersifat inheren/bawaan (innate), pasif, atau didapatkan
setelah panjanan terhadap suatu mikroorganisme.
B. Imunitas Inheren
Imunitas inheren atau bawaan adalah imunitas yang terjadi karena retensi
alami organisme. Imunitas inheren mencakup sawar terhadap infeksi yang dihasilkan
oleh kulit, asam lambung atau usus, air mata serta mediator-mediator peradangan
yang nonspesifik.
C. Imunitas Pasif
Imunitas pasif mengacu kepada imunitas yang diberikan kepada seseorang
melalui transfer antibody dari orang lain atau pemberian suatu sitotoksin yang telah
dipersiapkan. Antitoksin adalah antibody yang diproduksi secara spesifik terhadap
toksin bakteri tertentu. Imunitas pasif teradi apabila antibody dari suatu ibdividu
untuk melawan virus hepatitis B di ambil dan dipindahkan ke individu lain yang telah
terpajan pada virus, namun sel-selnya belum terinfeksi oleh virus tersebut.
D. Imunitas Aktif
Imunitas aktif adalah respon imun selular dan humoral yang dibentuk
seseorang yang telah secara bermakna terpajan ke suatu mikroorganisme atau toksin.
Pajanan dapat terjadi dalam bentuk proses penyakit atau akibat imunisasi. Imunitas
aktif di tandai oleh memori baik di sel T maupun sel B, dan pembentukan sel T dan
antibody spesifik. Dapat dilakukan pengukuran titer (kadar) antibody dalam serum
biakan untuk mengetahui telah terbentuknya imunitas terhadap suatu mikoorganisme
atau toksin. Titer yang positif (kecuali pada bayi) mencerminkan imunitas aktif.
E. Status Imun Janin dan Bayi Baru Lahir
Imunitas diperantarai sel (sel T) berawal di dalam Rahim. Respons imun
humoral primer (IgM) terhadap berbagai mikroorganisme dapat dirangsang di dalam
janin pada trimester ketiga kehamilan. Respons-respons imunlain terhadap suatu
antigen (IgG dan IgA) , fagotosis neutrofil dan makrofag dan pembentukan zat-zat
antara peradangan belum terdapat secara signifikan sampai 6-8 bulan setelah lahir.
Hal ini membuat janin dan bayi baru lahir rentan terhadap infeksi dan penyakit.
Dalam uterus , antibody IgG ibu secara aktif dipindahkan melintasi sel-sel plasenta
dan dapat dideteksi di dalam tubuh bayi selama paling sedikit 6 bulan setelah lahir.
Antibody-antibodi ini menghasilkan imunitas pasief terhadap berbagai
mikroorganisme bagi janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lian dapat sampai ke
bayi melalui air susu. Bayi sangat rentan ketika berusia sekitar 5-6 bulan setelah lahir
sewaktu kadar IgG ibu mulai berkurang, namun system imun bayi itu sendiri belum
bekerja pada puncaknya. Hal ini terutama berlaku apabila bayi tersebut tidak di beri
air susu ibunya.
1. TEORI TUMBUH-KEMBANG MENURUT PAKAR KEPERAWATAN
1. Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud
Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan pakar
psikoanalisis. Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan pentingnya
arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan bahwa berbagai
problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh gangguan atau
hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya. Dasar psikaonalisis yang
dilakukannya adalah untuk menelusuri akar gangguan jiwa yang dialami penderita
jauh kemasa anak, bahkan kemasa bayi. Freud membagi perkembangan menjadi 5
tahap, yang secara berurut dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan
menuju kedewasaan.
2. Fase Oral
Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan
kepuasan berbagai pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup tahun pertama
kehidupan ketika anak sangat tergantung dan tidak berdaya. Ia perlu dilindungi agar
mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental sangat tergangtung dari hubungan
ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat gangguan atau hambatan dalam hal ini maka
akan terjadi fiksasi oral, artinya pengalaman buruk, tentang masalah makan dan
menyapih akan menyebabkan anak terfiksasi pada fase ini, sehingga perilakunya
diperoleh pada fase oral.
Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka persoalan ini akan terbawa
ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil dituupi biasanya kelak
akan muncul kembali berupa berbagai gangguan tingkah laku.
3. Fase Anal
Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak
menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic. Ia pun
mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan dari pengalaman.
Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini adalah perkembangan
pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya mengeluarkan bahasa suara yang
tidak ada artinya, hanya untuk merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya.
Pada fase ini hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda-
benda hanya untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak
masi bermain sendiri, ia belum bias berbagi atau main bersama dengan anak lain.
Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.
4. Fase Falik
Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal antara
3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal denagn pengenalan akan
bagian tubuhnya umur 3 tahun. Disini anak mulai belajar menyesuaiakan diri dengan
hukum masyarakat. Perasaan seksual yang negative ini kemudia menyebabkania
menjauhi orang tua dengan jenisn kelamin yang sama. Disinilah proses identifikasi
seksual. Anak pada fase praoediopal biasanya senang bermain denagn anak yang
jenis kelaminnya berbeda, sedangkan anak pasca oediopal lebih suka berkelompok
dengan anak sejenis.
5. Fase Laten
Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang terentang
7-12 tahun, untuk kemudian anak masuk ke permulaan masa pubertas. Periode ini
merupakan integrasi, yang bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai
tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa. Anak belajar untuk menerapkan dan
mengintegrasikan pengalaman baru ini. Dalam fase berikutnya berbagai tekanan
sosial akan dirasakan lebih berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang
sedang dialami si anak.
6. Fase Genital
Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir dalam
perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan yang kompleks.
Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si anak belum dapat
menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.

2.Teori tumbuh Kembang Erik Erikson


Erikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia
mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan
pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan psikologis. Ia
melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara perkembangan psikologis dan
pertumbuhan fisis. Erikson membagi perkembangan manusi dari awal hingga akhir
hayatnya menjadi 8 fase dengan brbagai tugas yang harus diselesaikan pada setiap
fase. Lima fase pertama adalah saat anak tumbuh dan berkembang.
1. Masa Bayi
Kepercayaan dasar vs ketidak percayaan. Dalam masa ini terjadi interaksi
sosial yang erat antara ibu dan anak yang menimbulkan rasa aman dalam diri si anak.
Dari rasa aman tumbuh rasa kepercayaan dasar terhadap dunia luar.
2. Masa Balita
Kemandirian vs ragu dan malu. Masa balita dari Erikson ini kira-kira sejajar
dengan fase anal. Pada masa ini anak sedang belajar untuk menegakkan
kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir, oleh karena itu masih perlu mebdapat
bimbingan yang tegas. Psikopatologi yang banyak ditemukan sebagai akibat
kekurangan fase ini adalah sifat obsesif-kompulsif dan yang lebih berat lagi adalah
sifat atau keadaan paranoid.
3. Masa Bermain
Inisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak pada
umur ini sangat aktif dan banyak bergerak. Ai mulai belajar mengembangkan
kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai berkembang pula dan
bersama temannya mulai belajar merencanakan suatu permainan dan melakukannya
dengan gembira.
4. Masa Sekolah
Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak mulai
memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut perhatian dan
penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai senang untuk belajar
bersama.
5. Masa Remaja
Identitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13 tahun
masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan fisis menjadi
sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua sebagai figure identifikasi
lain. Nilai-nilai dianutnya mulai diaragukan lagi satu per satu.

3. Teori Tumbuh Kembang Menurut Piaget


Piaget adalah pakar terkemuka dalam bidang teori perkembangan kognitif.
Seperti juga Freud, Piaget melihat bahwa perkembangan itu mulai dari suatu orientasi
yang egosentrik, kemudian makin meluas dan akhirnya memasuki dunia sosial. Piaget
membagi perkembangan menjadi empat fase:
1. Fase Sensori-motor (0-2 tahun)
Seorang anak mempunyai sifat yang sangat egosentrik dan sangat terpusat
pada diri sendiri. Oleh karena itu kebutuhan pada fase ini bersifat fisik, fungsi ini
menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali dengan keterampilan tersebut
melangkah ke fase berikutnya.
2. Fase Pra-operasional (2-7 tahun)
Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase intuitif. Fase
pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai mengembangkan kemampuan bahasa
yang memungkinkan untuk berkomunikasi dan bermasyarakat dengan dunia kecilnya.
Fase intuitif (4-7 tahun) anak makin mampu bermasyarakat namun ia belum dapat
berfikir secara timbal balik. Ia banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang
dewasa.
3. Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya menjadi
mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman-temannyadan belajar
menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya sendiri.
4. Fase Operasional Formal (11-16 tahun)
Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf kemampuan
berfikir orang dewasa. Tercapainya kemampuan ini memungkinkan remaja untuk
masuk ke dalam dunia pendidikan yang lebih kompleks, yaitu dunia pendidikan
tinggi.

Dari tiga teori berkembang tersebut diatas, yaitu teori Freud, Erikson, dan Piaget,
maka kita dapat melihat bagaimana para pakar tersebut mempelajari perkembangan
anak dari sudut yang berbeda namun semuanya sepeandapat bahwa:
1. Perkembanagn suatu proses yang diatur dan berurutan, yang dimulai dari beberapa
hal sederhana, dan terus berkembang menjadi semakin kompleks.
2. Timbulnya gangguan jiwa disebabkan oleh adanya kegagalan disalah satu fase
untuk menyelesaikan suatu tugas perkembangan tertentu.
3. Adanya kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dari pihak anak sendiri.

4. Patofisiologi
Demam Berdarah tidak tertular langsung dari satu orang ke orang lainnya,
namun melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penderita menjadi infektif
bagi nyamuk pada saat viremia, yaitu sejak beberapa saat sebelum panas sampai masa
demam berakhir, biasanya berlangsung 3-5 hari, nyamuk menjadi infektif 8-12 hari
setelah menghisap darah orang yang infektif dan penderita akan tetap infektif selama
hidupnya. Adapun masa inkubasi dari 3-14 hari, biasanya 4-7 hari.
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah komplek virus antibodi, dalam
sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan
dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangkan plasma mealui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagalasi (protambin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat, teutama perdarahan saluran gastrointestinal
pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami
hypovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jangan asidosis dan kematian
(Warsidi, E. 2014)

5. Manifestasi Klinis
Bentuk ringan demam dengue menyerang semua golongan umur dan
bermanivestasi lebih berat pada orang dewasa. Demam dengue pada bayi dan anak
berupa demam ringan yang disertai dengan timbulnya ruam makulopapular. Pada
anak besar dan dewasa, penyakit ini dikenal dengan sindrom triase dengue yang
berupa demam tinggi dan mendadak yang dapat mencapai 40C atau lebih dan
terkadang disertai dengan kejang demam, sakit kepala, anoreksia, muntah-muntah
(vomiting), epigastrik discomfort, nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut
dan perdarahan, terutama perdarahan kulit, walaupun hanya berupa uji tourniguet
positif. Selain itu, perdarahan kulit dapat berwujud memar atau juga berupa
perdarahan spontan mulai dari petechiae (muncul pada hari-hari pertama demam dan
berlangsung selama 3-6 hari) pada ekstremitas, tubuh, dan muka, sampai epistaksis
dan perdarahan gusi, sementara perdarahan gastrointestinal masih lebih jarang terjadi
dan biasanya terjadi pada kasus syok yang berkepanjangan. Pada masa konvalesens
seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan dan kaki dan hepatomegali. Nyeri
tekan sering kali ditemukan tanpa ikterus maupun kegagalan peredaran darah.
Patokan World Health Organization (WHO, 1975) untuk menegaskan diagnosa
Dengue Haemorragic Fever (DHF) adalah sebagai berikut :
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, termasuk paling tidak uji tourniguet positif dan bentuk lain
perdarahan/perdarahan spontan (Patechia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi) dan hematemesis melena.
Rumpel leed test dengan tekhnik:
1) Klien diukur tekanan darahnya dan dicari sistol dan diastolnya.
2) Setelah ketemu kemudian dijumlahkan lalu dibagi dua.
3) Hasil digunakan untuk patokan mempertahankan tekanan air raksa
tensimeter.
4) Pompa lagi balon tensimeter sampai patokan tadi lalu kunci dan pertahankan
sampai 5 menit.
5) Setelah itu buka kuncinya dan mansit dilepaskan.
6) Kemudian lihat apakah ada petekie / tidak didaerah vola lengan
bawah. Kriteria normal Rumple leede yaitu <10 dalam 1 lingkaran 5 cm.
c. Pembesaran hati.
d. Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai dengan tekanan nadi yang
menurun (20 mmHg atau kurang) tekanan darah yang menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang) dan kulit yang teraba dingin dan lembab,
terutama pada ujung hidung, jari dan kaki penderita gelisah serta timbul sianosis
disekitar mulut.
e. Klasifikasi DHF
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi
menjadi 4 Derajat (Menurut WHO, 1986) yaitu:
1) Derajat I (ringan): Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dan
manifestasi perdarahan ringan, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
tourniquet positif.
2) Derajat II (sedang): Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain.
3) Derajat III: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari (tanda-tanda dini renjatan).
4) Derajat IV: Ditemukan dengue shock syndrome dengan tensi dan nadi yang
tak terukur.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menskrining penderita demam dengue adalah melalui uji
rumpel leede, pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit dan hapus darah tepi
untuk melihat adanya limpositosis relatif disertai gambar limfosit plasma biru. Pada
DD terdapat Leukopenia padahari ke-2 atau hari ke-3. Pada DBD terjadi leukopenia
dan Hemokonsentrasi. Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm3, penurunan
progresif pada pemeriksaan periodik dan waktu perdarahan memanjang.
Hemokonsentrasi : Hematokrit saat MRS>20% atau meningkat progresif pada
pemeriksaan periodik.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (metode cell culture) atau
pun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptosi Polymerase Chain Reachon). Namun ketika teknik yang rumit yang
berkembang saat ini adalah uji serologi (adanya antibodi spesifik terhadap antibodi
total, IgM maupun IgG) (Warsidi, E, 2009).

7. Komplikasi
Menurut (Warsidi, E, 2014) Komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Ensepalopati : demam tinggi,gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang
b. Disorientasi dan penurunan kesadaran
c. Perdarahan luas.
d. Shock atau renjatan dan dapat terjadi Anoksia jaringan
8. Klasifikasi
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji
turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan
spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain
tempat.
c. Derajat III : Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan
manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan
ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan
nadi tak teraba.

9. Pencegahan
Menurut (Warsidi, E, 2014) upaya pencegahan harus dilakukan dengan cara yang
terbaik, murah, mudah dan dapat pula dilakukan oleh masyarakat umum. Upaya
pencegahan tersebut meliputi:
a. Pencegahan dengan prinsip 3 M:
1) Menguras: tempat penyimpanan air seperti bak mandi, sekurang-kurangnya
seminggu sekali.
2) Menutup: tempat penyimpanan air agar nyamuk tidak masuk dan berkembang.
3) Mengubur: barang-barang bekas, seperti kaleng bekas yang dapat menampung air
hujan, agartiak menjadi tempat perkembang biakan nyamuk.
b. Lipatlah pakaian / kain yang tergantung agar nyamuk tidak himggap.
c. Untuk tempat-tempat air yang sulit untuk dikuras, taaburkan bubuk abate kedalam
genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi 2-3 bulan
sekali.
d. Memberantas nyamuk Aedes aegepti, dengan cara: penyemprotan dengan bahan
kimia, pengasapan dengan bahan insektisida (fogging).
e. Memberantas jentik nyamuk dengan menggunakan serbuk abate, dengan cara:
1) Untuk 10 liter air, cukup dengan 1 gram serbuk abate.
2) Bila memerlukan abate kurang dari 10 gram caranya: ambil 1 sdm abate dan
tuangkan pada selembar kertas, lalu bagilah abate menjadi 2,3 atau 4 bagian sesuai
dengan takaran yang dibutuhkan
3) Setelah dibubuhkan abate, selama 3 bulan bubuk abate tersebut mampu membunuh
jentik nyamuk, hendaknya jangan menyikat dinding penampungan air selama 3 bulan
setelah dibubuhi abate, dan air yang dibubuhi abate selama takarannya benar tetap
aman digunkaan.

10. Penatalaksanaan
Menurut (Meilany, 2014) penatalaksanaan untuk DBD sebagai berikut:
f. Tirah baring
g. Makanan lunak, dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam
(susu, air dengan gula) atau air tawar yang ditambah garam.
h. Medikamentosa yang bersifat simtomatis, seperti hiepertermia diberikan
asetamiofen, jangan diberikan asetosal karena bahaya perdarahan. Sedangkan pada
pasien tanda renjatan dilakukan:
1) Pemasangan infus dan dipertahankan 12-48 jam setelah renjatan teratasi.
2) Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta
Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam
3) Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan diguyur, seperti
NaCl, ringer laktat, yang dipertahankan selama 12-24 jam setelah renjatan teratasi.
Bila tidak nampak perbaikan dapat diberikan plasma sejumlah 15-29 ml/kg BB dan
dipertahankan selama 12-24 jam. Setelah renjatan teratasi bila kadar Hb dan Ht
mengalami penurunan maka diberi transfusi darah.

11. Prognosis
Menurut (Meilany, 2014) kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada
DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian di Surabaya, semarang, dan jakarta
menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit pada orang dewasa umumnya
lebih ringan dibandingkan anak-anak.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Biodata: Biodata terdiri dari identitas klien, orang tua dan saudara kandung.
Identitas klien meliputi : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register dan diagnosa medik.
Identitas orang tua meliputi : alamat, usia, jenis kelamin, pendidikan agama,
pekerjaan, alamat. Sedangkan identitas saudara kandung meliputi nama dan usia.
2) Keluhan utama: Keluhan utama meliputi alasan klien di bawah ke rumah sakit
seperti demam, nyeri otot, mual,muntah, nyeri kepala, perut dan sendi disertai
perdarahan.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang: Klien menderita nyeri kepala, nyeri perut disertai
mual dan muntah.
b) Riwayat kesehatan masa lalu: Penyakit yang pernah dialami klien seperti demam,
tidak ada riwayat alergi, tidak ada ketergantungan terhadap makanan/ minuman dan
obat-obatan.
c) Riwayat kesehatan keluarga: Apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan klien.
4) Riwayat imunisasi: Riwayat imunisasi meliputi kelengkapan imunisasi seperti
BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis.
5) Riwayat tumbuh kembang meliputi :
a) Pertumbuhan fisik terdiri dari:
Usia (BB) Usia (TB)
BBL (2500 – 4000 gr) TBL (50 cm)
3 -12 bln (umur(bulan) + 9) 1 tahun (75 cm)
1-6 tahun (umur (tahun) x 2+8) >1 tahun (2x TB lahir)
6 tahun (1,5 x TB setahun)
9 tahun (2,1 x TBL)
b) Perkembangan tiap tahap usia
(1) Berguling : 3-6 bulan
(2) Duduk : 6-9 bulan
(3) Merangkak : 9-10 bulan
(4) Berdiri : 9-12 bulan
(5) Jalan : 12-18 bulan
(6) Senyum pertama kali dengan orang lain : 2-3 bulan
(7) Bicara : 2-3 tahun
(8) Berpakaian tanpa dibantu : 3-4 tahun

6) Riwayat nutrisi meliputi :


a. Pemberian ASI pertama kali disusui, lama pemberian, waktu dan cara
pemberian.
b. Pemberian susu formula terdiri dari alasan pemberian, jumlah pemberian.
c. Pemberian makanan tambahan terdiri atas usia pertama kali diberikan jenis
dan cara pemberian.
d. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutris saat : usia 0 – 6 bulan, 6
– 12 bulan dan saat ini.
7) Riwayat psikososial: Bagaimana kehidupan sosial dan lingkungannya, apakah
keadaan tempat tinggalnya memenuhi syarat kesehatan.
8) Riwayat spiritual: Apakah anggota keluarga rajin beribadah dan sering
mengikuti kegiatan keagamaan.
9) Reaksi hospitalisasi
a) Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
1. Stress
2. Kecemasan meningkat: kurang informasi tentang prosedur dan pengobatan
anak serta dampaknya terhadap masa depan anak.
3. Takut dan cemas : seriusnya penyakit dan tipe dari prosedur medis.
b) Reaksi anak terhadap hospitalisasi
1. Perpisahan : berpisah dengan teman sebaya.
2. Kehilangan kontrol : Kelemahan fisik dan Takut mati
3. Reaksi perlukaan dan rasa sakit
(c) Mengkomunikasikan tentang rasa sakit.
(d) Mampu mengontrol rasa sakit (gigit bibir dan menggenggan).

10) Aktivitas sehari-hari


a) Nutrisi terdiri dari frekuensi makan, waktu makan, makanan yang dikonsumsi,
porsi makan, makanan yang disukai, nafsu makan. Jumlah yang dapat dihabiskan dan
cara makan klien sebelum sakit dan saat sakit.
b) Istirahat, tidur terdiri dari waktu tidur malam dan siang, apakah mudah terbangun,
kesulitan tidur, bagaimana pola tidur, ada perubahan atau tidak sebelum sakit dan saat
sakit.
c) Personal hygiene terdiri dari mandi, sikat gigi, kebersihan kuku, genetalia, dan
penampilan umum klien sebelum sakit dan saat sakit.

11) Pemeriksaan fisik Head To to


a) Keadaan umum : klien baik atau tidak.
b) Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah menurun > 80 mmHg
2. Nadi cepat dan lemah > 100x/menit
3. Suhu meningkat sampai 38C
4. Pernafasan meningkat > 40x/menit
c) Antropometri :
1. LLA : 14cm
2. LK : 40cm
3. LD : 54cm
4. LP :52cm
d) Sistem pernafasan: Tidak terdapat batuk, pernafasan cuping hidung, batuk dada
normal (Normal Chest), tidak ada retraksi, dan tidak ada suara nafas tambahan.
e) Sistem kardiovaskuler: Konjungtiva tidak anemis, bibir pucat dan kering, arteri
karotis tidak teraba, vena jugularis tidak tampak, tidak ada pembesaran jantung, suara
jantung S1, S2 kesan murni.
f) Sistem pencernaan: Bibir kering sering merasa mual dan muntah terdapat nyeri
tekan pada daerah epigastrium
g) Sistem indera
1. Mata : kelopak mata, lapang pandang dan visus baik.
2. Hidung : penciuman baik, tidak ada secret dan tidak terdapat perdarahan pada
hidung.
3. Telinga : membran timpani baik fungsi pendengaran baik.
h) Sistem neurosensorik: Berdasarkan tingkat grade Dengue Haemorragic Fever
(DHF) I,II: kesadaran kompos mentis, Dengue Haemorragic Fever (DHF) III
:kesedaran apatis, samnolen, Dengue Haemorragic Fever (DHF) IV :kesadaran koma.
i) Sistem moskuloskeletal: Akral dingin,serta terjadi nyeri otot,serta tulang.
j) Sistem integumen
1. Adanya petechia pada kulit, turgir kulit menurun, dan muncul keringat dingin,
dan lembab.
2. Kuku sianosis/tidak
3. Kepala dan leher: Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam, mata anemia, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis),
pada grade II, III, IV mulut di dapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi,dan nyeri tekan. Sementara tenggorokan mengalamin
hiperemi pharing dan terjadi perdarahan telinga.
k) Sistem endokrin: Pembesaran kelenjar tiroid dan limpa tidak ada.
l) Sistem perkemihan: Odema palpebra tidak ada, distensi kandung kemih tidak ada.
m) Sistem reproduksi: Keadaan labia minora dan mayora bersih dan tidak ada bau
serta pertumbuhan dada belum ada dan perubahan suara.
n) Sistem immune: Tidak ada alergi terhadap cuaca, bulu binatang dan zat kimia.
o) Pemeriksaan tingkat perkembangan: Dengan menggunakan DDST 0-6 tahun
meliputi :
1. Motorik kasar, aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh
2. Motorik halus, aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memiliki koordinasi yang cermat.
3. Bahasa, kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan
4. Personal sosial, aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d Peningkatan permeabilitas kapiler
2. Resiko syok hipovolemik b.d Perdarahan yang berlebihan, pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d Intake nutrisi yang tidak adekuat

3. INTERVENSI
NO (DX) TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi vital sign tiap 1. Vital sign
keperawatan 3 x 24 jam, 3 jam/lebih sering. membantu
dengan criteria hasil : 2. Observasi capillary mengidentifik
1. Pasien sudah tidak Refill asi fluktuasi
mengeluh Pasien 3. Observasi intake dan cairan
mengeluh output. Catat warna intravaskuler.
mual,muntah,dema urine / konsentrasi, 2. Indikasi
2. Pasien sudah tidak BJ keadekuatan
mengeluh lemah. 4. Anjurkan untuk sirkulasi
minum 1500-2000 perifer.
ml /hari ( sesuai 3. Penurunan
toleransi) haluaran urine
5. Kolaborasi pekat dengan
pemberian cairan peningkatan
intravena BJ diduga
dehidrasi.
4. Untuk
memenuhi
kabutuhan
cairan tubuh
peroral.
5. Dapat
meningkatkan
jumlah cairan
tubuh, untuk
mencegah
terjadinya
hipovolemic
syok.
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor keadaan 1. Untuk
keperawatan 3 x 24 jam, umum pasien. memonitor
dengan criteria hasil: 2. Observasi vital sign kondisi pasien
1. Pasien mengeluh tidak setiap 3 jam atau selama
adanya bintik merah lebih. perawatan
pada kulit 3. Jelaskan pada pasien terutama saat
2. Pasien tidak mengeluh dan keluarga tanda terdi
demam perdarahan, dan perdarahan.
3. Pasien tidak mengeluh segera laporkan jika Perawat
dingin dibagian tangan terjadi perdarahan. segera
dan kaki 4. Kolaborasi mengetahui
pemberian cairan tanda-tanda
intravena. presyok /
5. Pemeriksaan : HB, syok.
PCV, trombo 2. Perawat perlu
terus
mengobaserva
si vital sign
untuk
memastikan
tidak terjadi
presyok /
syok.
3. Dengan
melibatkan
psien dan
keluarga maka
tanda-tanda
perdarahan
dapat segera
diketahui dan
tindakan yang
cepat dan
tepat dapat
segera
diberikan.
4. Cairan
intravena
diperlukan
untuk
mengatasi
kehilangan
cairan tubuh
secara hebat
5. Untuk
mengetahui
tingkat
kebocoran
pembuluh
darah yang
dialami pasien
dan untuk
acuan
melakukan
tindakan lebih
lanjut.
3 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji riwayat nutrisi, 1. Mengidentifik
keperawatan 3 x 24 jam, termasuk makanan asi defisiensi,
dengan criteria hasil : yang disukai. menduga
1. Pasien mengeluh tidak 2. Observasi dan catat kemungkinan
Pasien mengeluh masukan makanan intervensi.
mual,muntah,demam pasien. 2. Mengawasi
2. Pasien tidak mengeluh 3. Timbang BB tiaphari masukan
lemah. (bilamemungkinkan ). kalori/kualitas
3. Pasien tidak mengeluh 4. Berikan makanan kekurangan
nyeri pada perut sedikit namun sering konsumsi
dan atau makan makanan.
diantara waktu . 3. Mengawasi
5. Bantu oral hygiene. penurunan BB
6. Hindari makanan / mengawasi
yang merangsang dan efektifitas
mengandung gas. intervensi.
4. Makanan
sedikit dapat
menurunkan
kelemahan
dan meningkat
kan masukan
juga
mencegah
distensigaster
5. Meningkatkan
nafsu makan
dan masukan
peroral
6. Menurunkan
distensi dan
iritasi gaster.

4. Evaluasi
a). Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh dengan kriteria :
1. Suhu tubuh normal (36 - 37◦ C).
2. Pasien bebas dari demam
b). Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kriteria : klien / keluarga
mengetahui tentang proses penyakit, diet dan perawatannya.
c). Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria : Pasien mampu menghabiskan
porsi makan yang diberikan / dibutuhkan.
d). Klien mampu beraktifitas dengan kriteria :
1. Kebutuhan aktifitas sehari-hari terpenuhi.
2. Klien mampu mandiri setelah bebas dari demam.
e). Tidak terjadi perdarahan intra abdomen dengan kriteria :
1. Tidak ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
2. Jumlah trombosit meningkat.
f). Klien mengetahui tentang proses penyakit diet dan perawatannya dengan
kriteria : Klien dan keluarga mengetahui tentang proses penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, E.Marlyn ,dkk. 2014. .Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman nutuk

Perawatan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta :EGC

http://belajaraskep.com/2015/04/askep-anak-pada-pasien-dengan-demam.html
diakses pada tanggal 18 januari pukul 8 pm WITA
http://Kumpulanaskepnurse.com/2014/askep-DBD.html diakses pada tanggal 18 januari
pukul 8 30 pm WITA
Meilani. 2014. Penyakit Menular di Sekitar Kita. Klaten: PT Intan Sejati.
Warsidi, E. 2014. Bahaya dan Pencegahan DBD. Bekasi: Mitra Utama.
Wilkinson, Judith. M. 2015. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC
PATHWAY

Anda mungkin juga menyukai