Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

STUDI KEGIATAN BUDIDAYA PEMBESARAN UDANG VANAME


(Litopenaeus vannamei) DENGAN PENERAPAN SISTEM
PEMELIHARAAN BERBEDA
STUDY of VANAME SHRIMP CULTURE (Litopenaeus vannamei) IN DIFFERENT
REARING SYSTEM

Sulastri Arsad*1, Ahmad Afandy2, Atika P. Purwadhi2, Betrina Maya V.2, Dhira K. Saputra1, Nanik Retno
Buwono1
1
Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
2
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Malang 65145, Telp. 0341-553512
*E-mail of Corresponding author: sulastriarsad@ub.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan monitoring kualitas air di tambak budidaya udang vaname,
membandingkan efektivitas penerapan budidaya dengan sistem pemeliharaan berbeda pada tambak dan variasi
pemberian pakan. Pada kegiatan ini, empat tambak budidaya digunakan sebagai tempat pembesaran udang
vaname (Litopenaeus vannamei). Parameter yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia yaitu suhu,
kecerahan, pH, oksigen terlarut, salinitas, amonia, dan alkalinitas; sedangkan performa pertumbuhan organisme
budidaya dilihat dengan cara menghitung tingkat kelulushidupan (survival rate) udang pada akhir pemeliharaan,
efisiensi konsumsi pakan melalui perhitungan FCR, dan laju pertumbuhan spesifik udang (SGR) dengan
menghitung ABW (Average Body weight) dan ADG (Average Daily Growth) udang. Hasil penelitian
menunjukan bahwa secara keseluruhan kisaran kualitas air yang diperoleh masih dalam keadaan layak untuk
kegiatan budidaya dan bahkan Tambak 3 dan 4 menunjukkan kisaran optimum untuk kualitas air budidaya,
sedangkan untuk parameter performa pertumbuhan, pada Tambak 3 dan 4 diperoleh nilai SR lebih dari 80 %, dan
Tambak 1 dan 2 mempunyai SR di bawah 70 %. Selain itu, nilai FCR berada di bawah 1.7 pada tambak 3 dan 4,
sedangkan pada Tambak 1 dan 2 nilainya lebih dari 1.7. Terakhir untuk nilai SGR, Tambak 3 dan 4 juga
menunjukkan presentasi yang bagus jika dibandingkan Tambak 1 dan 2. Secara komprehensif, dapat disimpulkan
bahwa penerapan sistem pemeliharaan dengan menggunakan sistem flok pada Tambak 3 dan 4 meningkatkan
performa kualitas air dan hasil produksi dibandingkan pada Tambak 1 dan 2.

Kata kunci: udang, Litopenaeus vannamei, produksi, budidaya

Abstract
The aim of this study was to monitor water quality in vaname culture pond and compare the application
of different rearing culture system and feeding variations. Four ponds culture were used as vaname (Litopenaeus
vannamei) growth place. Measured parameters include physical and chemical factors such as temperature,
brightness, pH, DO, salinity, ammonia, and alkalinity, while growth shrimp performance showed by SGR, SR,
and FCR. The research result of the water quality parameters show an adequate range values for all of the ponds
and good enough for shrimp growth, and especially an optimum range value presented in pond three and four.
Survival rate (SR) both pond 3 and 4 exhibit a good presentation that is more than 80%, whereas pond 1 and 2
were just less than 70% of SR value. The specific growth rate (SGR) presents also a good presentation in Pond 3
and 4 rather than pond 1 and 2. Based on the feed consumption, pond 1 and 2 show high FCR that is more than
1.7 while pond 3 and 4 present smaller FCR value which is less than 1.7. Finally, it could be concluded that
application of floc in culture rearing system of pond 3 and 4 increase water quality and production value than
pond 1 and 2.

Keywords : vaname shrimp, culture, system, production

1|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

Pendahuluan meretensi protein pakan sekitar 16.3-40.87


Budidaya merupakan salah satu % dan sisanya dibuang dalam bentuk
kegiatan alternatif dalam meningkatkan ekskresi residu pakan, serta feses (Hari et
produksi perikanan (Hikmayani et al., al., 2004). Oleh karena itu, manajemen
2012; Karuppasamy et al., 2013). Syarat kualitas air selama proses pemeliharaan
terlaksananya kegiatan budidaya adalah mutlak diperlukan. Beberapa parameter
adanya organisme yang dibudidayakan, kulitas air yang sering diukur dan
media hidup organisme, dan wadah/ tempat berpengaruh pada pertumbuhan udang
budidaya. Vaname merupakan salah satu yaitu oksigen terlarut (DO), suhu, pH,
jenis udang yang sering dibudidayakan. salinitas, amonia, dan alkalinitas (Wiranto
Hal ini disebabkan udang tersebut dan Hermida, 2010).
memiliki prospek dan profit yang Salah satu solusi terhadap
menjanjikan (Babu et al., 2014). Kegiatan problematika kualitas air adalah penerapan
kultivasi vaname meliputi kegiatan budidaya sistem flok dan pemberian
pembenihan dan pembesaran. Untuk probiotik. Prinsip sistem flok yaitu
menghasilkan komoditas vaname yang memanfaatkan bakteri sebagai sumber
unggul, maka proses pemeliharaan harus nutrisi yang dikembangkan dalam sistem
memperhatikan aspek internal yang heterotrof, yakni memanfaatkan limbah
meliputi asal dan kualitas benih; serta nitrogen dari sisa pakan dan feses sebagai
faktor eksternal mencakup kualitas air pemicu pertumbuhan bakteri yang nantinya
budidaya, pemberian pakan, teknologi membentuk flok (Avnimelech, 1999).
yang digunakan, serta pengendalian hama Karbohidrat mengandung organik karbon,
dan penyakit (Haliman dan Adijaya, 2005). dan sumber organik karbon dapat diperoleh
Permasalahan utama yang sering melalui penambahan sumber karbon dari
ditemukan dalam kegagalan produksi luar (seperti mollase). Karbon organik
udang vaname adalah buruknya kualitas air yang ditambahkan akan berasosiasi dengan
selama masa pemeliharaan, terutama pada nitrogen membentuk mikrobial protein.
tambak intensif. Padat tebar yang tinggi Sedangkan probiotik merupakan konsep
dan pemberian pakan yang banyak dapat pemberian pakan suplemen mikroba hidup
menurunkan kondisi kualitas air. Hal ini yang menguntungkan bagi keseimbangan
diakibatkan adanya akumulasi bahan kualitas air (Fuller, 1992).
organik (Yuniasari, 2009), karena udang
2|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

Tujuan dari penelitian ini yaitu Penelitian budidaya udang vaname


untuk melakukan monitoring kualitas air di (Litopenaeus vannamei) dilakukan di
tambak budidaya intensif udang vaname empat tambak berbeda dengan rincian
yang menerapkan aplikasi sistem flok lokasi, luasan dan padat tebar, serta sistem
maupun tidak, membandingkan efektivitas manajemen tambak yang berbeda. Tambak
penerapan budidaya dengan sistem 1 adalah tambak intensif yang dilengkapi
pemeliharaan berbeda pada tambak dan saluran inlet dan outlet, dan ditambah
variasi pemberian pakan. dengan adanya 3 buah kincir air dengan 4-
6 deret rangkaian blower aerator yang
Materi dan Metode terhubung dengan generator, dan
Kegiatan penelitian monitoring pergantian air dilakukan pada saat tertentu
aktivitas budidaya udang vaname yaitu ketika terjadi penurunan kualitas air.
dilakukan di beberapa lokasi tambak. Kincir berfungsi dalam mensuplai oksigen
Waktu penelitian bervariasi yaitu antara dan melakukan pengadukan tambak
Juli – September 2015 dan Juli-September sehingga terjadi percampuran massa air
2016. dan penurunan suhu. Tambak 2 merupakan

Tabel 1. Detail data budidaya udang vaname di masing-masing tambak

Area Tambak
Parameter
1 2 3 4
Luas tambak (m²) 2150 1821 3287 1000
Jumlah tebar awal (ekor) 350000 216000 368390 82500
Padat tebar (ekor/m²) 162 151 113 83
Total Pakan (kg) 5100 8361 5200 1200
FCR 1.75 2.64 1.61 1.12
ADG (g/hari) 0.17 0.03 0.12 0.08
Size (ekor/ kg) 70 46 46 25
Periode kultur (hari) 60

3|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

tambak yang dalam pengelolaan air masih pematang tambak, dan pengolahan lahan.
melakukan pergantian air dan pemberian Selain itu, seleksi benih juga perlu
vitamin selama masa pemeliharaan. diperhatikan. Benih udang (benur) yang
Tambak 3 adalah tambak yang sistem digunakan harus memiliki SPF (Spesific
kulturnya menerapkan semi-flok, artinya Pathogen Free), PL 8-9, tahan terhadap
pertumbuhan organisme autotrof perubahan lingkungan dan tahan terhadap
(fitoplankton) distimulasi yang selanjutnya penyakit. Menurut (Haryanti et al., 2003;
disertai dengan pemberian probiotik secara Kordi dan Tancung, 2007) ciri benih udang
berkala ke dalam petak budidaya. yang bagus diantaranya ukuran benih
Kemudian Tambak 4 yaitu tambak yang seragam, panjang benih > 6 mm, aktif
menerapkan prinsip teknologi bioflok yang berenang secara menyebar dan melawan
bersifat zero water system, yakni tidak ada arus, tubuh berwarna bening transparan,
pergantian air selama masa pemeliharaan. serta terbebas dari infeksi virus dan
Sumber air untuk tambak diperoleh dari air bakteri. Selanjutnya penebaran benih
laut menggunakan pompa sedot. dilakukan pada saat pagi atau sore hari
Tahapan manajemen budidaya untuk menghindari suhu yang terlalu
pembesaran vaname mencakup persiapan tinggi. Hal ini untuk menghindari stress
tambak, penebaran benur dan aklimatisasi, pada benih. Sebelum dimasukkan ke
monitoring pakan, monitoring kualitas air, tambak, benih diaklimatisasi terlebih
dan pemanenan. Berikut tahapan dahulu dengan cara meletakkan plastik
rancangan penelitian dalam teknik berisi benur ke atas air tambak. Proses ini
pembesaran udang vaname di lapangan: berlangsung sekitar 15 menit. Tahapan
Persiapan tambak merupakan kegiatan selanjutnya adalah pemberian pakan, pakan
awal yang sangat menentukan keberhasilan yang diberikan berupa tepung ikan dan
budidaya. Oleh karena itu dalam pellet hingga umur benur mencapai 2
persiapannya harus dilakukan secara benar minggu dengan intensitas pemberian
dan maksimal. Persiapan tambak yang baik sebanyak 2 kali untuk PL 1-15, 4 kali
akan mendukung tingkat kelulus hidupan untuk benur PL 16-70, dan 5 kali untuk PL
(survival rate) dan tingginya produksi hasil 71-120 setiap harinya. Prinsip pemberian
panen. Persiapan tambak mencakup pakan adalah 5 % dari berat tubuhnya
konstruksi tambak, desain petakan tambak, setiap hari. Apabila setiap pengecekan
saluran pemasukan dan pengeluaran air, anco pakan selalu habis, maka diberikan
4|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

tambahan 5% pakan, tetapi jika sebaliknya, budidaya, hama yang menjadi penggangu
maka pakan dikurangi sebesar 5%. yaitu kepiting dan moluska. selain itu
Treatment pemberian variasi pakan juga adanya virus seperti IMNV dan WSSV
dilakukan di Tambak 2 yaitu pemberian dapat menyebabkan penyakit. Penyakit ini
ekstrak bawang putih dan vitamin yang biasa muncul pada saat musim panas pada
dicampurkan pada pakan saat udang tambak yang mempunyai kualitas air labil
vaname mencapai umur 15 hari. Vitamin dan menyebabkan fluktuasi pH dan suhu
berguna dalam meningkatkan daya tahan yang tinggi. Taslihan (2012) men-
udang sedangkan ekstrak bawang putih ambahkan bahwa virus IMNV dapat
berfungsi sebagai antibiotik dan mencegah menyebabkan penyakit busuk pada otot
pertumbuhan bakteri patogen di tambak. dengan tanda klinis perubahan warna otot
Untuk Tambak 3 dan 4 diberi variasi pakan menjadi putih susu, diikuti terjadi
pellet+mikrobial flok pada sistem semi- perubahan warna kemerahan. Pembusukan
flok dan bioflok. Hal yang sangat otot dimulai dari bagian ekor. Penyakit ini
menentukan juga adalah aktivitas mengakibatkan kematian massal udang
pengontrolan kualitas air, yakni dilakukan pada saat umur udang terserang mulai dari
setiap hari/ minggu secara kontinyu. 30 hari. Tahapan terakhir dalam kegiatan
Pengendalian hama dan penyakit budidaya adalah pemanenan. Pemanenan
merupakan faktor pendukung keberhasilan dilakukan apabila berat udang sudah

Gambar 1. Grafik SR dan ABW udang vaname pada sistem kultur berbeda

5|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

mencapai ukuran konsumsi atau ketika Musfiqon, 2012), sedangkan data sekunder
terjadi infeksi penyakit pada tambak didapatkan dari laporan penelitian
pemeliharaan. terdahulu dan jurnal (Hartono, 2014).
Kualitas air yang diukur meliputi Pengukuran kualitas air menggunakan
parameter fisika mencakup suhu dan metode diantaranya pada pengukuran
kecerahan; parameter kimia berupa pH, oksigen terlarut dan suhu menggunakan
salinitas, oksigen terlarut (DO), amonia, DO meter (Kamsuri et al., 2013), salinitas
dan alkalinitas; serta parameter biologi (Satria et al., 2014), pH (SNI, 2004),
yaitu rasio konversi pakan (FCR), kontrol amonia (SNI, 2005), survival rate (Velasco
pertumbuhan udang melalui pengukuran et al., 1999), FCR (Zakes et al., 2006),
laju pertumbuhan spesifik (SGR), dan SGR (Hidayat et al., 2014), dan
kelulushidupan (SR). Pengukuran penumbuhan flok (Arsad et al., 2012).
parameter kualitas air fisika dan kimia
dilakukan setiap hari, kecuali untuk amonia Hasil dan Pembahasan
dan alkalinitas diukur setiap minggu sekali. Performa Pertumbuhan Udang Vaname
Peralatan yang digunakan untuk Hasil akhir yang diharapkan dari
mengontrol kualitas air yaitu DO meter, kegiatan budidaya adalah tingkat
secchi disk, hand refractometer, pH meter, kelulushidupan yang tinggi sehingga
titrasi burette, timbangan digital, kamera, didapatkan produksi panen yang maksimal.
imhoff cone, mikroskop, seser, anco, dan Selain itu, bobot kultivan yang besar
spektrofotometer. menambah keuntungan dalam pemasaran.
Metode yang digunakan adalah Hal ini diimbangi dengan penggunaan
metode deskriptif, yaitu metode yang pakan. Adanya efesiensi pakan selama
menggambarkan fakta atau karakteristik masa pemeliharaan menurunkan biaya
populasi tertentu secara aktual dan cermat budidaya sehingga dapat meningkatkan
untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat profit. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan
atau permasalahan yang ada (Nazir, 2003; detail data tambak yang digunakan serta
Suyastiri, 2008; Sugiyono, 2010; Suryana, menunjukkan performa pertumbuhan
2010). Teknik pengumpulan data meliputi udang vaname selama masa pemeliharaan.
pengumpulan data primer dan data Tingkat kelulushidupan udang
sekunder. Data primer diperoleh melalui paling rendah pada Tambak 1 yaitu sekitar
observasi dan wawancara (Aedi, 2010; 58% dan paling tinggi pada Tambak 4
6|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

sebesar 90%. Rendahnya survival rate mempengaruhi aktivitas prophenoloxydase


pada Tambak 1 dapat dikarenakan dan fagositis sel hyaline (Yeh et al., 2010).
tingginya padat tebar sehingga Survival rate dikategorikan baik apabila
meningkatkan kompetisi dalam tambak. nilai SR> 70%, untuk SR kategori sedang
Selain itu padat tebar yang tinggi 50-60%, dan pada kategori rendah nilai SR
menyebabkan tingginya kadar amonia yang <50% (Widigdo, 2013). Selain itu flok
berasal dari sisa pakan dan feses, yang yang tumbuh juga dapat dimanfaatkan oleh
bersifat toksik dan meracuni udang. organisme sebagai pakan, sehingga
Tambak 2 menghasilkan SR 67% dan efisiensi pakan terpenuhi. Pertumbuhan
masih dikategorikan sedang. Pada tambak udang dipengaruhi oleh kepadatan udang
3 dan 4 SR berada di atas 80 %, hal ini yang dipelihara (Budiardi, 2005).
menunjukkan bahwa penerapan sistem Kepadatan tinggi akan meningkatkan
bioflok dapat membantu meningkatkan kompetisi dalam tempat hidup, makanan,
kelulushidupan udang pada saat panen. dan oksigen. Sehingga untuk kolam
Berdasarkan hasil penelitian Supono et al. intensif harus diimbangi dengan teknologi
(2014), kelulushidupan udang vaname yang tepat. Kemudian untuk efektivitas
pada sistem heterotrof meningkat karena pemberian pakan dapat dilihat berdasarkan
bioflok mengandung bakteri. Bakteri perhitungan FCR. Nilai FCR 1.75
memiliki kemampuan dalam memproduksi mengindikasikan bahwa untuk
polyhydroxibutyrate. Polyhydroxybutyrate menghasilkan 1 kg daging udang
akan melepaskan 3-hydroxy butyric acid dibutuhkan 1.75 kg pakan. FCR paling
(rantai pendek fatty acid) pada saluran besar ditunjukkan pada Tambak 2, diikuti
gastrointestinal sebagai penghambat oleh Tambak 1, sedangkan pada Tambak 3
bakteri patogen. Far et al. (2009) dan 4 nilai FCR tergolong baik karena
melakukan investigasi bahwa Bacillus nilainya rendah. Pada umumnya nilai FCR
mampu meningkatkan SR udang vaname pada tambak vaname berkisar 1.4-1.8.
dan menurunkan kepadatan Vibrio di Dengan mengetahui nilai FCR,
kolam air. Bakteri juga mengandung pembudidaya dapat meminimalisir
peptydoglycan dan lipopolysaccharide pengeluaran biaya. Hal ini sesuai dengan
yang berperan sebagai imunostimulan dan pernyataan Sopha et al. (2015) bahwa
mampu meningkatkan imunitas non- semakin kecil nilai FCR semakin baik
spesifik udang. Substansi ini karena hal ini menandakan semakin kecil
7|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pada Tabel 2. Nilai kualitas air berperan
pakan sehingga semakin tinggi keuntungan penting dalam menunjang pertumbuhan
yang diperoleh. dan kesehatan udang. Nilai kualitas air
Faktor Pendukung Kualitas Air yang rendah pada media pemeliharaan

Tabel 2. Kisaran kualitas air tambak pemeliharaan udang vaname

Kisaran Nilai Penelitian Kisaran optimal


Parameter
Tambak 1 Tambak 2 Tambak 3 Tambak 4 (KEP.28/MEN/2004)
Suhu (°C) 24.9-29.4 25-30 26-31 28-30 28.5-31.5
DO (mg/l) 3-9.3 3-5.6 3.4-4.4 5-7 3-7.5
Kecerahan (cm) 23-34 30-45 30-50 40-70 30-40
Salinitas (ppt) 28-34 30-36 28-30 31-35 15-25
pH 4-8.5 7.5-8.2 8.2-9.2 7.7-8.2 7.5-8.5
Amonia (ppm) 0.47-0.65 0.1-0.2 0.05-0.1 0.01-0.13 0.01-0.05
Alkalinitas(ppm) 164-200 136-144 118-228 80-120 120-160

Monitoring kualitas air pada 4 dapat menyebabkan men-urunnya


tambak selama 60 hari pemeliharaan tingkat pertumbuhan dan memacu
menunjukkan perbedaan hasil yang tidak pertumbuhan bakteri dan organisme
begitu signifikan di masing-masing patogen.
tambak. Secara keseluruhan, nilai kualitas Berdasarkan Tabel 2, nilai suhu
air yang didapatkan masih berada pada Tambak 3 dan 4 memenuhi kisaran
kisaran yang layak untuk pemeliharaan, optimal, jika dibandingkan Tambak 1 dan
kecuali untuk paramater amonia dan pH. 2 yang berada di bawah kisaran optimal
Nilai amonia di Tambak 1 sangat tinggi namun masih bisa ditoleransi oleh
melebihi kisaran optimal maupun batas organisme kultivan. Kisaran suhu yang
toleransi kultivan, begitu pula dengan pH optimum untuk pertumbuhan udang
yang cenderung asam pada pagi hari. vaname yaitu 28-31°C dan tumbuh dengan
Kisaran nilai parameter kualitas air yang baik pada suhu 24-34°C (Kordi dan
diperoleh selama penelitian ditunjukkan Tancung, 2007). Suhu yang rendah dapat
8|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

menyebabkan rendahnya laju konsumsi ppt, namun udang dapat tumbuh baik pada
pakan pada udang, sedangkan suhu yang salinitas 5-45 ppt (Amri dan Kanna, 2008).
tinggi menyebabkan tingkat konsumsi Salinitas berperan dalam proses
pakan menjadi berhenti. Untuk nilai osmoregulasi udang dan juga proses
kecerahan, nilai kecerahan optimum yang molting. Pada salinitas terlalu tinggi,
mendukung pertumbuhan udang yaitu 20- pertumbuhan udang terganggu karena
40 cm dari permukaan (Syukur, 2002) dan proses osmoregulasinya terganggu.
25-45 cm menurut Amri (2003). Pada Pengaturan osmoregulasi mempengaruhi
Tambak 3 dan 4 nilai kecerahan menurun metabolisme tubuh udang dalam
karena adanya flok di dalam perairan. menghasilkan energi. Pada lingkungan
Akan tetapi hal ini tidak membahayakan hiperosmotik, udang akan cenderung
kultivan karena flok befungsi sebagai meminum air lebih banyak kemudian
suplemen tambahan bagi udang. Selain itu, insang dan permukaan tubuh membuang
parameter salinitas menunjukkan kisaran natrium klorida. Sedangkan salinitas yang
yang tinggi karena sumber air yang rendah (hipoosmotik) udang akan
digunakan berasal dari air laut. Meskipun menyeimbangkan perolehan air dengan
udang menyukai salinitas yang tidak terlalu mengeksresikan banyak urine. Garam yang
tinggi, yaitu optimum pada salinitas 10-30 hilang dipulihkan melalui pengambilan

Gambar 2.(a) Pertumbuhan awal flok DOC 20 (b) Pertumbuhan flok DOC 40

9|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

NaCl melalui insang (Ariyani et al., 2008). terganggunya proses molting sehingga
Kisaran nilai DO pada seluruh kulit menjadi lembek serta kelangsungan
tambak berada pada kisaran optimum. hidup menjadi rendah. Isdarmawan (2005)
Nilai DO cenderung lebih rendah pada pagi menambahkan pada perairan dengan pH
hari dibandingkan siang dan sore hari. Hal rendah akan terjadi peningkatan fraksi
ini dikarenakan pada siang hari adanya hidrogen sulfida (H 2 S) dan daya racun
aktivitas fotosintesis dari fitoplankton yang nitrit, serta gangguan fisiologis udang
menghasilkan oksigen. Keadaan sebaliknya sehingga udang menjadi stress, pelunakan
pada malam hari fitoplankton tidak kulit (karapas), juga penurunan derajat
berfotosintesis dan berkompetisi dengan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan.
udang dalam mengkonsumsi oksigen pH 4 merupakan titik asam kematian udang
(Kordi dan Tancung, 2007). Oksigen dan pH 11 merupakan titik basa kematian
terlarut di bawah 3 mg/l dapat udang, sedangkan pada pH antara 4-6 dan
menyebabkan udang stress dan mengalami 9-11 pertumbuhan udang sangat lambat.
kematian. Untuk mengantisipasi Pada Tambak 1 dan 2, nilai amonia
kekurangan oksigen, maka tambak melebihi batas kisaran optimal. Kurangnya
dilengkapi dengan kincir air atau aerator. pergantian air dan penyiponan
Hasil pengukuran pH menunjukkan kisaran menyebabkan terjadinya penumpukan sisa
nilai rendah pada Tambak 1 yang diukur pakan dan feses di dasar perairan sehingga
pada pagi hari yaitu 4, hal ini dikarenakan menyebabkan tingginya kadar amonia.
tingginya kadar karbondioksida (CO 2 ) dari Sedangkan pada Tambak 3 dan 4, kisaran
proses respirasi organisme. Sedangkan amonia sangat rendah karena dengan
pada saat menuju siang hari pH mengalami diterapkannya sistem flok, maka sisa pakan
peningkatan menjadi basa karena CO 2 dan feses yang ada dikonversi menjadi
sudah dimanfaatkan untuk proses bakterial flok sehingga menekan
fotosintesis. Menurut Suprapto (2005), kandungan amonia di perairan. Pada
kisaran pH optimal untuk pertumbuhan dasarnya, kisaran amonia tidak boleh lebih
udang adalah 7-8.5, dan dapat mentoleransi dari 0.1 ppm. Konsentrasi amonia yang
pH dengan kisaran 6.5-9. Konsentrasi pH tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan
air akan berpengaruh terhadap nafsu udang terhambat, dapat meningkatkan
makan udang. Selain itu pH yang berada di kandungan nitrit yang bersifat toksik di
bawah kisaran toleransi akan menyebabkan perairan. Nitrit merupakan produk bakteri
10 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

nitrifikasi yang memanfaatkan amonia. NH 4 + +1.18 C 6 H 12 O 6 + HCO 3 - + 2.06 O 2 


Sehingga untuk menghindari tingginya C 5 H 7 O 2 N + 6.06 H 2 O + 3.07 CO 2 .......... (2)

kadar amonia maka dilakukan penyiponan (TAN) (mollase) (alkalinitas)


(microbial floc)
dan pergantian air. Alkalinitas merupakan
Pertumbuhan dan Kepadatan Flok
kemampuan air dalam menetralkan asam
Pada Tambak intensif 3 dan 4 yang
atau kuantitas anion di dalam air yang
menerapkan sistem semi-flok dan sistem
dapat menetralkan kation hidrogen.
bioflok, pemberian aerasi dan agitasi
Kisaran optimal alkalinitas yaitu 90-150
dilakukan terus menerus pada kolom air
ppm. Semakin sadah air semakin baik bagi
dan dilakukan penambahan sumber karbon
usaha budidaya udang dengan nilai optimal
sebagai bahan organik dasar. Pada awal
120 ppm dan maksimal 200 ppm. Nilai
pertumbuhan, partikel flok berukuran kecil
alkalinitas di atas 150 ppm harus diimbangi
dan transparan. Seiring lamanya
dengan pengenceran salinitas dan
pemeliharaan/ Day of Culture (DOC), flok
kepekatan plankton serta oksigenisasi yang
akan bertambah besar dan warnanya
cukup (Adiwijaya et al., 2008). Pada
menjadi kuning kecoklatan. Avnimelech
Tambak 3 dan 4 nilai alkalinitas
(2009) menyatakan volume khas flok
mengalami penurunan di awal
adalah 2- 4 ml/l dengan pengamatan
terbentuknya flok dikarenakan
menggunakan imhoff cone. Stimulasi
pemanfaatan alkali untuk pembentukan sel
pertumbuhan flok dengan cara
bioflok. Seperti yang dijelaskan pada
menumbuhkan mikroalga ke dalam tambak
persamaan reaksi kimia pembentukan flok
dan penambahan sumber karbon dari luar
di bawah ini (Ebeling et al., 2006):
berupa mollase. Pertumbuhan flok
Reaksi autotrof:
disajikan pada Gambar 2. Rasio
NH 4 + + 1.83O 2 + 1.97HCO 3 - 
perbandingan C/N yang optimum untuk
0.024C 5 H 7 O 2 N + 0.976NO 3 + 2.90H 2 O +
menumbuhkan flok ideal yaitu 10:1
1.86 CO 2 ......(1)
(Avnimelech, 1999).
(TAN) (alkalinitas) (microbial
floc)
Reaksi heterotrof : Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
monitoring kualitas air budidaya udang
vaname di 4 tambak berbeda dengan sistem

11 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

pemeliharaan berbeda (dengan pergantian Ilmu Pendidikan. Universitas


pendidikan Indonesia.
air, penerapan sistem semi-flok, atau
Amri, K. 2003. Budidaya Udang Windu
sistem bioflok) menunjukkan perbedaan Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta. 96 hal.
hasil kualitas air yakni pada Tambak 3 dan
Amri, K. dan I. Kanna. 2008. Budidaya
4 kisaran kualitas air berada pada kondisi Udang Vannamei Secara Itensif,
Semi intensif, dan Tradisional. PT.
optimum, sedangkan Tambak 1 dan 2
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
nilainya berada pada kisaran yang masih Arsad, S., A. Setiarto., N. Widyorini. 2012.
Dinamika Total Organic Carbon
bisa ditoleransi. Hal ini menunjukkan nilai
(TOC) Dan Total Suspended Solid
kualitas air tidak begitu berbeda tetapi (TSS) Pada Sistem Bioflok Sebagai
Media Hidup Udang Vannamei
dalam hasil produksi udang menunjukkan
(Litopennaeus vannamei) di PT
perbedaan yang signifikan. Hal ini dilihat Centralpertiwi Bahari Lampung.
Prosiding Seminar Nasional II
dari presentasi kelulushidupan (SR) udang,
Hasil-Hasil Penelitian Perikanan
SGR, dan FCR. Tambak 3 dan 4 yang dan kelautan. Semarang, 4 Oktober.
Vol.3: 195-202.
menerapkan sistem flok memiliki nilai SR
Ariyani, D., Susanto, Sumandi, Iswandi.
dan SGR yang lebih tinggi serta FCR lebih 2008. Pengaruh Perubahan Salinitas
Terhadap Virulensi WSSV Pada
rendah dibandingkan Tambak 1 dan 2. Hal
Udang Putih Litopenaeus
ini menunjukkan bahwa kualitas air dan vannamei. Universitas Lampung.
ISBN/ 978-979-1165-74-7.
penerapan sistem pemeliharaan merupakan
Avnimelech, Y. 1999. Carbon/ Nitrogen
parameter penting dalam melakukan Ratio as a Control Element in
Aquaculture Systems. Aquaculture,
kegiatan budidaya udang. Untuk itu,
176: 227-235.
penerapan sistem budidaya yang tepat Avnimelech, Y. 2009. Biofloc Technology,
a Practical Guide Book. World
dapat meningkatkan hasil produksi udang.
Aquaculture Society. Bato Rounge,
Lousiana, Amaerika Serikat. 181
pages.
Daftar Pustaka
Babu, D., Ravuru, J.N. Mude. 2014. Effect
Adiwijaya, D., Supito, I. Sumantri. 2008.
of Density on Growth and
Penerapan Teknologi Budidaya
Production of Litopenaeus
Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei of Brackish Water
vannamei) Semi Intensif Pada
Culture System in Summer Season
Lokasi Tambak Salinitas Tinggi.
with Artificial Diet in Prakasam
Media Budidaya Air Payau
District, India. American
Perekayasaan. Balai Besar
International Journal of Research in
Pengembangan Budidaya Air Payau
Formal, Applied, & Natural
Jepara. 7:54-72.
Sciences. 5(1):10-13.
Aedi, N. 2010. Pengolahan dan Analisis
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Cara
Data Hasil Penelitian. Fakultas
Uji Dearajat Keasaman (pH)

12 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

dengan Menggunakan Alat pH Haryanti, S.B.M., I.G.N. Permana, K.


Meter. SNI 06-6989. 11-2004. Sugama. 2003. Mutu Induk dan
Badan Standarisasi Nasional. 2005. Cara Benih Udang Litopenaeus
Uji Kadar Amonia dengan vannamei yang Baik. Makalah
Spektrofotometer Secara Fenat. disampaikan pada Temu teknis
SNI 06-6989.30-2005. Evaluasi Perkembangan Udang
Budiardi, T., A. Muzaki, N.B.P. Utomo. Vannamei di Hotel Sinsui
2005. Produksi Udang Vannamei Situbondo.
(Litopenaeus vannamei) di Tambak Hidayat, R., A. Sudaryono, D. Harwanto.
Biocrete dengan Padat Penebaran 2014. Pengaruh C/N Ratio Berbeda
Berbeda. Jurnal Akuakultur terhadap Efisiensi Permanfaatna
Indonesia. 2:109-113. Pakan dan pertumbuhan Windu
Ebeling, J.M., Timmons, J.J. Bisogni. (Penaeus monodon) Pada media
2006. Engginering Analysis of the Bioflok. Journal Aquaculture
Stoichiometry of Photoautotrophic, Management and Technology. 3(4):
Autotrophic, and Heterotrophic 166-173.
Control of Ammonia-Nitrogen in Hikmayani, Y., M. Yulisti, Hikmah. 2012.
Aquaculture Production Systems. Evaluasi Kebijakan Peningkatan
Aquaculture. 257:346-358. Produksi Perikanan Budidaya.
Far, HZ., CRB Saad, H.M. Daud, S.A. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi
Harmin, S. Shakibazadeh. 2009. Kelautan dan Perikanan. 2(2): 85-
Effect of Bacillus subtilis on the 102.
Growth and Survival Rate of Isdarmawan, N. 2005. Kajian Tentang
Shrimp (Litopenaeus vannamei). Pengaturan Luas dan Waktu Bagi
African Journal of Biotechnology. Degradasi Limbah Tambak Dalam
8: 3369-3376. Upaya Pengembangan Tambak
Fuller, R. 1992. History and Development Berwawasan Lingkungan di
of Probiotics. In: Fuller R (ed). Kecamatan Wonokerto Kabupaten
Probiotics the Scientific Basis. Pekalongan. Thesis. Universitas
London, United Kingdom: Diponegoro. Semarang.
Chapman & Hall. Pp 1-8. Kamsuri, A.I., N.P. Pangemanan, dan R.A.
Haliman, R.W. dan D. Adijaya. 2005. Tumbol. 2013. Kelayakan Lokasi
Udang vannamei, Pembudidayaan Budidaya Ikan di Danau Tondano
dan Prospek Pasar Udang Putih Ditinjau dari Parameter Fisika
yang Tahan Penyakit. Penebar Kimia Air. Jurnal Budidaya
Swadaya. Jakarta: 75 hal. Perairan. 1(3)/ 31-42.
Hari, B., B.M. Kurup., J.T. Varghese., J.W. Karuppasamy, A., V. Mathivanan,
Schrama and M.C.J. Verdegem. Selvisabhanayakam. 2013.
2004. Effects of Carbohidrat Comparative Growth Analysis of
Addition on Production in Litopenaeus vannamei in Different
Extensive Shrimp Culture Systems. Stocking Density at Different
Aquaculture. 241/ 179-194. Farms of the Kottakudi Estuay,
Hartono, H. 2014. Pengaruh Kepuasan South East Coast of India.
Konsumen terhadap Komitmen International Journal of Fisheries
Merek. Universitas Muhammadiyah and Aquatic Studies. 1(2): 40-44.
Surakarta. Surakarta. Hal. 1-15. Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 28 Tahun 2004

13 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )

Tentang Pedoman Umum Budidaya Ketahanan Pangan Rumah Tangga


Udang di Tambak. 2004. Jakarta. Pedesaan di Kecamatan Simin
Kordi, M.G.H dan A.B. Tancung. 2007.. Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal
Pengelolaan Kualitas Air dalam Ekonomi Pembangunan. 13(1) : 51-
Budidaya Perairan. Rineka Cipta. 60.
Jakarta. 208 hal. Syukur, A. 2002. Kualitas Air dan Struktur
Musfiqon. 2012. Pengembangan Media Komunitas Fitoplankton di Waduk
dan Sumber Media Pembelajaran. Uwai. Skripsi. Fakultas Perikanan
PT. Prestasi Pustakaraya. Jakarta. dan Ilmu Kelautan Universitas
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Riau.
Indonesia. Jakarta. Taslihan, A. 2012. Virus yang Mengancam
Satria, A., B. Sulardiono, F. Purwanti. Industri Udang. Balai Besar
2014. Kelimpahan Jenis Teripang Pengembangan Budidaya Air Payau
di perairan Terbuka dan perairan Jepara.
Tertutup Pulau Panjang Jepara.
Diponegoro Journal of Maquares
Management of Aquatic
Resources.3(1): 108-115.
Sopha, S., L. Santoso, B. Putri. 2015.
Pengaruh Substitusi Parsial tepung
Ikan dengan Tepung Tulang
Terhadap Pertumbuhan Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias gariepenus°.
Jurnal Rekayasa dan Teknologi
Budidaya Perairan. 3(2): 403-409.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan RND.
Alfabeta. Bandung.
Supono, J. Hutabarat, S.B. Prayitno, YS.
Darmanto. 2014. White Shrimp
(Litopenaeus vannamei) Culture
using Heterotrophic Aquaculture
System on Nursery Phase.
International Journal of Waster
Resources. 4(2): 1-4.
Suprapto. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya
Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei). CV Biotirta. Bandar
Lampung. 25 hal.
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian :
Model Praktis Penelitian Kuantitaif
dan Kualitatif. Buku Ajar
Perkuliahan. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Suyastiri, Y.P. 2008. Diversifikasi
Konsumsi Pangan Pokok Berbasis
Potensi Lokal dalam Mewujudkan

14 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai