Sulastri Arsad*1, Ahmad Afandy2, Atika P. Purwadhi2, Betrina Maya V.2, Dhira K. Saputra1, Nanik Retno
Buwono1
1
Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
2
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Malang 65145, Telp. 0341-553512
*E-mail of Corresponding author: sulastriarsad@ub.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan monitoring kualitas air di tambak budidaya udang vaname,
membandingkan efektivitas penerapan budidaya dengan sistem pemeliharaan berbeda pada tambak dan variasi
pemberian pakan. Pada kegiatan ini, empat tambak budidaya digunakan sebagai tempat pembesaran udang
vaname (Litopenaeus vannamei). Parameter yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia yaitu suhu,
kecerahan, pH, oksigen terlarut, salinitas, amonia, dan alkalinitas; sedangkan performa pertumbuhan organisme
budidaya dilihat dengan cara menghitung tingkat kelulushidupan (survival rate) udang pada akhir pemeliharaan,
efisiensi konsumsi pakan melalui perhitungan FCR, dan laju pertumbuhan spesifik udang (SGR) dengan
menghitung ABW (Average Body weight) dan ADG (Average Daily Growth) udang. Hasil penelitian
menunjukan bahwa secara keseluruhan kisaran kualitas air yang diperoleh masih dalam keadaan layak untuk
kegiatan budidaya dan bahkan Tambak 3 dan 4 menunjukkan kisaran optimum untuk kualitas air budidaya,
sedangkan untuk parameter performa pertumbuhan, pada Tambak 3 dan 4 diperoleh nilai SR lebih dari 80 %, dan
Tambak 1 dan 2 mempunyai SR di bawah 70 %. Selain itu, nilai FCR berada di bawah 1.7 pada tambak 3 dan 4,
sedangkan pada Tambak 1 dan 2 nilainya lebih dari 1.7. Terakhir untuk nilai SGR, Tambak 3 dan 4 juga
menunjukkan presentasi yang bagus jika dibandingkan Tambak 1 dan 2. Secara komprehensif, dapat disimpulkan
bahwa penerapan sistem pemeliharaan dengan menggunakan sistem flok pada Tambak 3 dan 4 meningkatkan
performa kualitas air dan hasil produksi dibandingkan pada Tambak 1 dan 2.
Abstract
The aim of this study was to monitor water quality in vaname culture pond and compare the application
of different rearing culture system and feeding variations. Four ponds culture were used as vaname (Litopenaeus
vannamei) growth place. Measured parameters include physical and chemical factors such as temperature,
brightness, pH, DO, salinity, ammonia, and alkalinity, while growth shrimp performance showed by SGR, SR,
and FCR. The research result of the water quality parameters show an adequate range values for all of the ponds
and good enough for shrimp growth, and especially an optimum range value presented in pond three and four.
Survival rate (SR) both pond 3 and 4 exhibit a good presentation that is more than 80%, whereas pond 1 and 2
were just less than 70% of SR value. The specific growth rate (SGR) presents also a good presentation in Pond 3
and 4 rather than pond 1 and 2. Based on the feed consumption, pond 1 and 2 show high FCR that is more than
1.7 while pond 3 and 4 present smaller FCR value which is less than 1.7. Finally, it could be concluded that
application of floc in culture rearing system of pond 3 and 4 increase water quality and production value than
pond 1 and 2.
1|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
Area Tambak
Parameter
1 2 3 4
Luas tambak (m²) 2150 1821 3287 1000
Jumlah tebar awal (ekor) 350000 216000 368390 82500
Padat tebar (ekor/m²) 162 151 113 83
Total Pakan (kg) 5100 8361 5200 1200
FCR 1.75 2.64 1.61 1.12
ADG (g/hari) 0.17 0.03 0.12 0.08
Size (ekor/ kg) 70 46 46 25
Periode kultur (hari) 60
3|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
tambak yang dalam pengelolaan air masih pematang tambak, dan pengolahan lahan.
melakukan pergantian air dan pemberian Selain itu, seleksi benih juga perlu
vitamin selama masa pemeliharaan. diperhatikan. Benih udang (benur) yang
Tambak 3 adalah tambak yang sistem digunakan harus memiliki SPF (Spesific
kulturnya menerapkan semi-flok, artinya Pathogen Free), PL 8-9, tahan terhadap
pertumbuhan organisme autotrof perubahan lingkungan dan tahan terhadap
(fitoplankton) distimulasi yang selanjutnya penyakit. Menurut (Haryanti et al., 2003;
disertai dengan pemberian probiotik secara Kordi dan Tancung, 2007) ciri benih udang
berkala ke dalam petak budidaya. yang bagus diantaranya ukuran benih
Kemudian Tambak 4 yaitu tambak yang seragam, panjang benih > 6 mm, aktif
menerapkan prinsip teknologi bioflok yang berenang secara menyebar dan melawan
bersifat zero water system, yakni tidak ada arus, tubuh berwarna bening transparan,
pergantian air selama masa pemeliharaan. serta terbebas dari infeksi virus dan
Sumber air untuk tambak diperoleh dari air bakteri. Selanjutnya penebaran benih
laut menggunakan pompa sedot. dilakukan pada saat pagi atau sore hari
Tahapan manajemen budidaya untuk menghindari suhu yang terlalu
pembesaran vaname mencakup persiapan tinggi. Hal ini untuk menghindari stress
tambak, penebaran benur dan aklimatisasi, pada benih. Sebelum dimasukkan ke
monitoring pakan, monitoring kualitas air, tambak, benih diaklimatisasi terlebih
dan pemanenan. Berikut tahapan dahulu dengan cara meletakkan plastik
rancangan penelitian dalam teknik berisi benur ke atas air tambak. Proses ini
pembesaran udang vaname di lapangan: berlangsung sekitar 15 menit. Tahapan
Persiapan tambak merupakan kegiatan selanjutnya adalah pemberian pakan, pakan
awal yang sangat menentukan keberhasilan yang diberikan berupa tepung ikan dan
budidaya. Oleh karena itu dalam pellet hingga umur benur mencapai 2
persiapannya harus dilakukan secara benar minggu dengan intensitas pemberian
dan maksimal. Persiapan tambak yang baik sebanyak 2 kali untuk PL 1-15, 4 kali
akan mendukung tingkat kelulus hidupan untuk benur PL 16-70, dan 5 kali untuk PL
(survival rate) dan tingginya produksi hasil 71-120 setiap harinya. Prinsip pemberian
panen. Persiapan tambak mencakup pakan adalah 5 % dari berat tubuhnya
konstruksi tambak, desain petakan tambak, setiap hari. Apabila setiap pengecekan
saluran pemasukan dan pengeluaran air, anco pakan selalu habis, maka diberikan
4|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
tambahan 5% pakan, tetapi jika sebaliknya, budidaya, hama yang menjadi penggangu
maka pakan dikurangi sebesar 5%. yaitu kepiting dan moluska. selain itu
Treatment pemberian variasi pakan juga adanya virus seperti IMNV dan WSSV
dilakukan di Tambak 2 yaitu pemberian dapat menyebabkan penyakit. Penyakit ini
ekstrak bawang putih dan vitamin yang biasa muncul pada saat musim panas pada
dicampurkan pada pakan saat udang tambak yang mempunyai kualitas air labil
vaname mencapai umur 15 hari. Vitamin dan menyebabkan fluktuasi pH dan suhu
berguna dalam meningkatkan daya tahan yang tinggi. Taslihan (2012) men-
udang sedangkan ekstrak bawang putih ambahkan bahwa virus IMNV dapat
berfungsi sebagai antibiotik dan mencegah menyebabkan penyakit busuk pada otot
pertumbuhan bakteri patogen di tambak. dengan tanda klinis perubahan warna otot
Untuk Tambak 3 dan 4 diberi variasi pakan menjadi putih susu, diikuti terjadi
pellet+mikrobial flok pada sistem semi- perubahan warna kemerahan. Pembusukan
flok dan bioflok. Hal yang sangat otot dimulai dari bagian ekor. Penyakit ini
menentukan juga adalah aktivitas mengakibatkan kematian massal udang
pengontrolan kualitas air, yakni dilakukan pada saat umur udang terserang mulai dari
setiap hari/ minggu secara kontinyu. 30 hari. Tahapan terakhir dalam kegiatan
Pengendalian hama dan penyakit budidaya adalah pemanenan. Pemanenan
merupakan faktor pendukung keberhasilan dilakukan apabila berat udang sudah
Gambar 1. Grafik SR dan ABW udang vaname pada sistem kultur berbeda
5|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
mencapai ukuran konsumsi atau ketika Musfiqon, 2012), sedangkan data sekunder
terjadi infeksi penyakit pada tambak didapatkan dari laporan penelitian
pemeliharaan. terdahulu dan jurnal (Hartono, 2014).
Kualitas air yang diukur meliputi Pengukuran kualitas air menggunakan
parameter fisika mencakup suhu dan metode diantaranya pada pengukuran
kecerahan; parameter kimia berupa pH, oksigen terlarut dan suhu menggunakan
salinitas, oksigen terlarut (DO), amonia, DO meter (Kamsuri et al., 2013), salinitas
dan alkalinitas; serta parameter biologi (Satria et al., 2014), pH (SNI, 2004),
yaitu rasio konversi pakan (FCR), kontrol amonia (SNI, 2005), survival rate (Velasco
pertumbuhan udang melalui pengukuran et al., 1999), FCR (Zakes et al., 2006),
laju pertumbuhan spesifik (SGR), dan SGR (Hidayat et al., 2014), dan
kelulushidupan (SR). Pengukuran penumbuhan flok (Arsad et al., 2012).
parameter kualitas air fisika dan kimia
dilakukan setiap hari, kecuali untuk amonia Hasil dan Pembahasan
dan alkalinitas diukur setiap minggu sekali. Performa Pertumbuhan Udang Vaname
Peralatan yang digunakan untuk Hasil akhir yang diharapkan dari
mengontrol kualitas air yaitu DO meter, kegiatan budidaya adalah tingkat
secchi disk, hand refractometer, pH meter, kelulushidupan yang tinggi sehingga
titrasi burette, timbangan digital, kamera, didapatkan produksi panen yang maksimal.
imhoff cone, mikroskop, seser, anco, dan Selain itu, bobot kultivan yang besar
spektrofotometer. menambah keuntungan dalam pemasaran.
Metode yang digunakan adalah Hal ini diimbangi dengan penggunaan
metode deskriptif, yaitu metode yang pakan. Adanya efesiensi pakan selama
menggambarkan fakta atau karakteristik masa pemeliharaan menurunkan biaya
populasi tertentu secara aktual dan cermat budidaya sehingga dapat meningkatkan
untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat profit. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan
atau permasalahan yang ada (Nazir, 2003; detail data tambak yang digunakan serta
Suyastiri, 2008; Sugiyono, 2010; Suryana, menunjukkan performa pertumbuhan
2010). Teknik pengumpulan data meliputi udang vaname selama masa pemeliharaan.
pengumpulan data primer dan data Tingkat kelulushidupan udang
sekunder. Data primer diperoleh melalui paling rendah pada Tambak 1 yaitu sekitar
observasi dan wawancara (Aedi, 2010; 58% dan paling tinggi pada Tambak 4
6|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pada Tabel 2. Nilai kualitas air berperan
pakan sehingga semakin tinggi keuntungan penting dalam menunjang pertumbuhan
yang diperoleh. dan kesehatan udang. Nilai kualitas air
Faktor Pendukung Kualitas Air yang rendah pada media pemeliharaan
menyebabkan rendahnya laju konsumsi ppt, namun udang dapat tumbuh baik pada
pakan pada udang, sedangkan suhu yang salinitas 5-45 ppt (Amri dan Kanna, 2008).
tinggi menyebabkan tingkat konsumsi Salinitas berperan dalam proses
pakan menjadi berhenti. Untuk nilai osmoregulasi udang dan juga proses
kecerahan, nilai kecerahan optimum yang molting. Pada salinitas terlalu tinggi,
mendukung pertumbuhan udang yaitu 20- pertumbuhan udang terganggu karena
40 cm dari permukaan (Syukur, 2002) dan proses osmoregulasinya terganggu.
25-45 cm menurut Amri (2003). Pada Pengaturan osmoregulasi mempengaruhi
Tambak 3 dan 4 nilai kecerahan menurun metabolisme tubuh udang dalam
karena adanya flok di dalam perairan. menghasilkan energi. Pada lingkungan
Akan tetapi hal ini tidak membahayakan hiperosmotik, udang akan cenderung
kultivan karena flok befungsi sebagai meminum air lebih banyak kemudian
suplemen tambahan bagi udang. Selain itu, insang dan permukaan tubuh membuang
parameter salinitas menunjukkan kisaran natrium klorida. Sedangkan salinitas yang
yang tinggi karena sumber air yang rendah (hipoosmotik) udang akan
digunakan berasal dari air laut. Meskipun menyeimbangkan perolehan air dengan
udang menyukai salinitas yang tidak terlalu mengeksresikan banyak urine. Garam yang
tinggi, yaitu optimum pada salinitas 10-30 hilang dipulihkan melalui pengambilan
Gambar 2.(a) Pertumbuhan awal flok DOC 20 (b) Pertumbuhan flok DOC 40
9|J I P K Vo l. 9 No .1 , Ap r il2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
NaCl melalui insang (Ariyani et al., 2008). terganggunya proses molting sehingga
Kisaran nilai DO pada seluruh kulit menjadi lembek serta kelangsungan
tambak berada pada kisaran optimum. hidup menjadi rendah. Isdarmawan (2005)
Nilai DO cenderung lebih rendah pada pagi menambahkan pada perairan dengan pH
hari dibandingkan siang dan sore hari. Hal rendah akan terjadi peningkatan fraksi
ini dikarenakan pada siang hari adanya hidrogen sulfida (H 2 S) dan daya racun
aktivitas fotosintesis dari fitoplankton yang nitrit, serta gangguan fisiologis udang
menghasilkan oksigen. Keadaan sebaliknya sehingga udang menjadi stress, pelunakan
pada malam hari fitoplankton tidak kulit (karapas), juga penurunan derajat
berfotosintesis dan berkompetisi dengan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan.
udang dalam mengkonsumsi oksigen pH 4 merupakan titik asam kematian udang
(Kordi dan Tancung, 2007). Oksigen dan pH 11 merupakan titik basa kematian
terlarut di bawah 3 mg/l dapat udang, sedangkan pada pH antara 4-6 dan
menyebabkan udang stress dan mengalami 9-11 pertumbuhan udang sangat lambat.
kematian. Untuk mengantisipasi Pada Tambak 1 dan 2, nilai amonia
kekurangan oksigen, maka tambak melebihi batas kisaran optimal. Kurangnya
dilengkapi dengan kincir air atau aerator. pergantian air dan penyiponan
Hasil pengukuran pH menunjukkan kisaran menyebabkan terjadinya penumpukan sisa
nilai rendah pada Tambak 1 yang diukur pakan dan feses di dasar perairan sehingga
pada pagi hari yaitu 4, hal ini dikarenakan menyebabkan tingginya kadar amonia.
tingginya kadar karbondioksida (CO 2 ) dari Sedangkan pada Tambak 3 dan 4, kisaran
proses respirasi organisme. Sedangkan amonia sangat rendah karena dengan
pada saat menuju siang hari pH mengalami diterapkannya sistem flok, maka sisa pakan
peningkatan menjadi basa karena CO 2 dan feses yang ada dikonversi menjadi
sudah dimanfaatkan untuk proses bakterial flok sehingga menekan
fotosintesis. Menurut Suprapto (2005), kandungan amonia di perairan. Pada
kisaran pH optimal untuk pertumbuhan dasarnya, kisaran amonia tidak boleh lebih
udang adalah 7-8.5, dan dapat mentoleransi dari 0.1 ppm. Konsentrasi amonia yang
pH dengan kisaran 6.5-9. Konsentrasi pH tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan
air akan berpengaruh terhadap nafsu udang terhambat, dapat meningkatkan
makan udang. Selain itu pH yang berada di kandungan nitrit yang bersifat toksik di
bawah kisaran toleransi akan menyebabkan perairan. Nitrit merupakan produk bakteri
10 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
11 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
12 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
13 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan (ISSN: 2085-5842 )
14 | J I P K V o l . 9 N o . 1 , A p r i l 2 0 1 7
Diterima/submitted:25 Desember 2016
Disetujui/accepted:9 Maret 2017