Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia salah satu nya adalah
banjir. . Dilihat dari tinjauan frekuensinya sudah tercatat 108 kali (33,3%) dari
seluruh peristiwa bencana. Bencana banjir yang terjadi di Indonesia meliputi
faktor alam dan faktor antropogenik. Faktor utama banjir adalah hujan dengan
intensitas tinggi dan berlangsung lama. Adapun faktor lain yang memberikan
kontribusi terhadap bencana banjir yaitu lemahnya pengawasan terhadap
penggunaan lahan (landuse) pada zona-zona yang rentan bencana banjir. Hal
tersebut menunjukkan rendahnya efektivitas instrumen penataan ruang dalam
mengatasi banjir seperti yang terjadi di Kota Bandar Lampung.
Pada penelitian ini dilakukan analisa daerah rawan banjir melalui
pendekatan kajian hidrologi, serta untuk memperluas kajian area bencana
digunakan sistem informasi geografis untuk memperoleh peta rawan banjir di
Kota Bandar Lampung. Adapun perangkat lunak yang digunakan adalah
ArcGIS10.1.

Membahas tentang penggunaan air tanah, Sistem Informasi Geografis

(SIG) sangat umum dikenal di bidang ini. Sistem Informasi Geografis (SIG)

merupakan salah satu kajian bidang dalam disiplin ilmu geografi. Sistem

Informasi Geografis (SIG) juga merupakan suatu komponen yang terdiri dari

perangkat lunak, perangkat keras, data geografis, dan sumber daya manusia yang

bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki,

memperbarui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan

menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis.


Di samping itu, Sistem Informasi Geografis (SIG) ini juga dapat

menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data. Untuk

selanjutnya menghasilkan output yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan

keputusan pada masalah geografi. Komponen-komponen pendukung SIG terdiri

dari lima komponen yang bekerja secara terintegrasi yaitu perangkat keras

(hardware), perangkat lunak (software), data, manusia, dan metode.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Penggunaan Sistem Informasi Geografis untuk Menganalisis

Kondisi Resapan Air di Kota Bandar Lampung”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diteliti


adalah bagaimana melakukan analisa daerah rawan banjir di Kota Bandar
Lampung dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan
perangkat lunak ArcGIS 10.1.

I.3 Ruang Lingkup Penelitian

1) Parameter yang digunakan adalah penggunaan lahan, kelerengan, dan curah


hujan.
2) Melakukan pengumpulan data sekunder berupa data informasi banjir, peta
dasar topografi, peta digital (Peta RBI), dan data curah hujan.
3) Melakukan pengolahan data kelerengan dari peta dasar topografi
menggunakan metode DEM1 (Digital Elevation Model), peta penggunaan
lahan dari peta digital RBI serta menghitung analisis hidrologi dari data
curah hujan.
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.4.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah melakukan integrasi analisa hidrologi ke


dalam sistem informasi geografis sehingga menghasilkan peta rawan banjir dalam
format SIG yang berada di Kota Bandar Lampung. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini adalah memberikan informasi wilayah banjir kepada semua pihak
serta diharapkan mampu menjadi acuan untuk penanganan banjir di wilayah Kota
Bandar Lampung.

1.1.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui daerah rawan banjir di kota Bandar Lampung.


2. Untuk mengidentifikasi kemampuan Sistem Informasi Geografis (SIG)

untuk mendeteksi daerah rawan banjir di kota Bandar Lampung.


3. Pemetaan daerah resiko banjir untuk mengetahui daerah yang resiko

nya paling tinggi

1.2 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini di antaranya adalah:

1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini sebagai sarana pengembangan ilmu dan

pengetahuan yang secara teori telah didapatkan di bangku kuliah.

2. Manfaat praktis

Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan sebaran daerah resapan dengan menggunakan Sistem


Informasi Geografis (SIG). Bagi universitas, hasil penelitian ini dapat

memberikan referensi dalam meningkatkan penelitian.

II. DASAR TEORI


II.1 Banjir

Terdapat tiga faktor yang sangat berpengaruh terhadap banjir, yaitu:


1) Elemen meteorologi (intensitas, distribusi, frekuensi dan lamanya hujan
berlangsung)
2) Karakteristik DAS (luas DAS, kemiringan lahan, ketinggian, dan kadar air
tanah)
3) Faktor manusia yang memiliki pengaruh terhadap alih fungsi suatu area
konservasi yang dapat menurunkan kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air yang akhirnya memperbesar peluang terjadinya aliran permukaan
(run off) juga erosi.

II.1.1 Pengendalian Banjir

Pengendalian banjir perlu dilakukan untuk mencegah dan/atau mengurangi


kerugian yang ditimbulkan akibat banjir. Komponen-komponen pokok dalam
upaya pengendalian banjir yaitu:

a) Manajemen sumber daya air


b) Manajemen tata ruang
c) Manajemen ancaman bencana, dan
d) Manajemen kawasan pesisir

Secara umum terdapat dua jenis pengendalian, yaitu pengendalian banjir


secara struktural (reboisasi lahan, pembangunan infrastruktur bangunan
pengendali aliran, kanalisasi dan lainnya) serta pengendalian banjir non-struktural
meliputi pengendalian tata ruang, peningkatan kesadaran masyarakat, pemetaan
daerah rawan banjir dan sebagainya.

II.1.2 Kategori Banjir


Kumpulan data digital point yang tersimpan dalam xyz dan dapat
membentuk berbagai permukaan. DEM dalam pengertian yang luas sehingga di
perlukan penyebutan permukaan tertentu yang dimaksud (Rudiger Köthe, scilands
GmbH, 04/2000)

Metode yang sering digunakan untuk menilai tindakan yang dikaitkan


dengan perbandingan bobot antara faktor serta perbandingan alternatif pilihan.
Salah satu tool (alat bantu) yang cocok digunakan untuk pemilihan kandidat atau
pengurutan prioritas adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (1986)

Merupakan matriks perbandingan berpasangan untuk menghasilkan bobot


relatif antar kriteria maupun alternatif. Suatu kriteria dibandingkan dengan kriteria
lainnya dalam hal seberapa penting terhadap pencapaian tujuan di atasnya (Saaty,
1986).

Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya, banjir dibagi dua yaitu:

a) Banjir kiriman (banjir bandang) adalah banjir yang diakibatkan oleh


tingginya curah hujan di daerah hulu sungai.
b) Banjir lokal, yaitu banjir yang terjadi karena volume hujan melebihi
kapasitas pembuangan.

Berdasarkan mekanismenya, banjir dibagi menjadi 2 jenis yaitu:


a) Regular Flood: Banjir yang diakibatkan oleh hujan.
b) Irregular Flood: Banjir yang diakibatkan selain dari hujan (tsunami, dan
lain-lain)
II.2 Kelerengan

Kelerengan adalah kenampakan permukaan alam yang memiliki beda


tinggi. Apabila dua tempat yang memiliki beda tinggi dibandingkan dengan jarak
lurus mendatar, maka akan diperoleh

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut

besarnya kelerengan. Wentworth mengemukakan pembuatan peta kelas


kelerengan diperoleh melalui interpretasi peta rupa bumi Indonesia (RBI) dengan
rumus sebagai berikut:
S = (n-1) x ki x 100 %
a x penyebut skala peta
Keterangan:
S adalah besar sudut lereng
n adalah jumlah kontur yang
memotong diagonal jaring
ki adalah kontur interval
a adalah panjang diagonal jaring dengan panjang rusuk 1 cm.

Tabel 1. Kelas Lereng, Eriko Utama (2012)


Kemiringan ( % ) Klasifikasi Kelas Untuk Indeks Banjir
0–8 Datar 5
8 – 15 Agak Miring 4
15 – 25 Miring 3
25 - 45 Agak Curam 2
>45 Curam 1
II.3 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan berperan dalam menampung air


ataupun melimpaskanya. Daerah yang ditumbuhi banyak pepohonan
akan membantu
dalam penyerapan air sehingga air akan mudah ditampung dan limpasan
air akan kecil sekali terjadi. Hal ini disebabkan besarnya kapasitas
serapan air oleh pepohonan dan lambatnya air limpasan mengalir
akibat tertahan oleh akar dan batang pohon.
Kaitanya daerah rawan banjir, nilai skor rendah diberikan pada
daerah dengan tutupan lahan didominasi oleh pepohonan, sedangkan
nilai skor tinggi untuk daerah dengan penutup lahan minim pepohonan
atau tanpa pepohonan. Pemberian nilai nol pada tubuh air dikarenakan
tubuh air dianggap tidak pernah mengalami kekeringan. Klasifikasi
masing-masing penggunaan lahan yang berkaitan dengan potensi
daerah rawan banjir.

No Penggunaan lahan Harkat


1 Tanah terbuka, lahan terbangun(pemukiman) 4
2 Pertanian lahan kering, tegalan, sawah 3
3 Semak 2
4 Hutan, kebun campuran, perkebunan, tambak 1
5 Tubuh air 0
Sumber: Fersely, 2007
Tabel 2. Klasifikasi penggunaan lahan
II.4 Curah Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel

air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Curah hujan merupakan ketinggian air

hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap

dan tidak mengalir.

Curah hujan menjadi sangat penting dalam penelitian ini karena

merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan kondisi permukaan dalam

sudut pandang sumberdaya air. Hujan merupakan suatu masukan (input)

yang akan diproses oleh permukaan lahan untuk menghasilkan suatu keluaran

(Raharjo, 2010).

Pengharkatan nilai curah hujan didasarkan dari jumlah curah


hujanya. Daerah dengan jumlah curah hujan paling kecil dapat dikatakan
bahwa daerah itu akan lebih berpengaruh terhadap kejadian resapan
air. Oleh karena itu, untuk daerah yang mempunyai nilai curah hujan
rendah akan diberi nilai skor yang lebih tinggi daripada daerah dengan
curah hujan tinggi. Adapun pengharkatan tertera pada tabel 3.

No Curah hujan rata-rata Harkat


1 <1500 4
2 1500-200 3
3 2001-2500 2
Sumber : Fersely, 2007

II.5 SIG (Sistem Informasi Geografis)

SIG adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat

bantu (tools) yang sangat essensial dalam menyimpan, memanipulasi,

menganalisis dan menampilkan kondisi-kondisi alam dengan bantuan data

atribut dan spasial. Secara umum, terdapat dua jenis data yang dapat
digunakan untuk merepresentasikan atau memodelkan fenomena-fenomena

yang terdapat di dunia nyata. Data pertama adalah jenis data yang

merepresentasikan aspek-aspek keruangan dari fenomena yang bersangkutan.

Jenis data ini sering disebut sebagai data posisi, koordinat, ruang atau spasial,

sedangkan yang kedua adalah jenis data yang merepresentasikan aspek-aspek

deskriptif dari fenomena yang memodelkannya. Aspek deskriptif ini

mencakup items atau properties dari fenomena yang bersangkutan hingga

dimensi waktunya. Jenis data ini sering disebut sebagai data atribut atau data

non-spasial (Prahasta, 2002).

Menurut Star dan Estes (1990) dalam Barus dan Wiradisastra (2000), SIG

adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bakerja dengan data

yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG

adalah suatu sistem database dengan kemampuan khusus untuk data yang

bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya

SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga

mengoperasikan dan menyimpan data non spasial.

SIG berdasarkan operasinya, dapat dibagi dalam (1) cara manual,

yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data

analog, (2) cara terkomputer atau lebih sering disebut cara otomatis, yang

prinsip kerjanya menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data

digital. SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-

peta lembar material transparasi untuk tumpang-tindih. Foto udara dan foto

lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survei lapangan (Barus

dan Wiradisastra, 2000).


II.5.1 Pengelolaan SIG (System Information Geographic)

Adapun jenis-jenis pengelolaan GIS yaitu:

a. Sumber Informasi Geografi

Sumber informasi geografi selalu mengalami perubahan dari waktu ke

waktu (bersifat dinamis), sejalan dengan perubahan gejala alam dan gejala

sosial. Dalam geografi, informasi yang diperlukan harus memiliki ciri-ciri

yang dimiliki ilmu lain (Prahasta, 2002), yaitu:

1. Merupakan pengetahuan (knowledge) hasil pengalaman.


2. Tersusun secara sistematis, artinya merupakan satu kesatuan yang

tersusun secara berurut dan teratur.


3. Logis, artinya masuk akal dan menunjukkan sebab akibat.
4. Objektif, artinya berlaku umum dan mempunyai sasaran yang jelas

dan teruji.

Selain memiliki ciri-ciri tersebut di atas, geografi juga harus

menunjukkan ciri spasial (keruangan) dan regional (kewilayahan). Aspek

spasial dan regional merupakan ciri khas geografi, yang membedakannya

dengan ilmu-ilmu lain.

II.5.2 Komponen-Komponen Dalam SIG

GIS merupakan produk dari beberapa komponen. Komponen-komponen

yang terdapat dalam GIS yaitu perangkat keras, perangkat lunak dan

intelegensi manusia (Prahasta, 2002 & Husein, 2006).

A. Perangkat Keras (Hardware)

Perangkat keras: berupa komputer beserta instrumennya (perangkat

pendukungnya). Data yang terdapat dalam GIS diolah melalui perangkat

keras.

GIS terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:


 Alat masukan (input) sebagai alat untuk memasukkan data ke

dalam jaringan komputer. Contoh: Scanner, digitizer, CD-ROM.


 Alat pemrosesan, merupakan sistem dalam komputer yang

berfungsi mengolah, menganalisis dan menyimpan data yang masuk

sesuai kebutuhan, contoh: CPU, tape drive, disk drive.


 Alat keluaran (ouput) yang berfungsi menayangkan informasi

geografi sebagai data dalam proses GIS.

B. Perangkat Lunak (Software)

Perangkat lunak, merupakan sistem modul yang berfungsi untuk

memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data yang diperlukan. Data

hasil penginderaan jauh dan tambahan (data lapangan, peta) dijadikan

satu menjadi data dasar geografi. Data dasar tersebut dimasukkan ke

komputer melalui unit masukan untuk disimpan dalam disket. Bila

diperlukan data yang telah disimpan tersebut dapat ditayangkan melalui

layar monitor atau dicetak untuk bahan laporan (dalam bentuk peta atau

gambar).

II.6 Analitycal Hierarchy Process (AHP)

AHP adalah suatu model pendukung keputusan yang menguraikan masalah


multi-faktor atau multi-kriteria yang kompleks menjadi suatu hierarki, yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (1993). Saaty mendefinisikan hierarki
sebagai representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
struktur multi-level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level
faktor, kriteria, sub-kriteria, dan seterusnya. AHP sering digunakan sebagai
metode pemecahan masalah dibandingkan dengan metode yang lain karena
alasan-alasan sebagai berikut:
1. Struktur yang berhierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih,
sampai pada sub-kriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi


berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan


keputusan.

II.7 Matrix Pairwise Comparison

Konsep dasar dari AHP adalah penggunaan matrix pairwise comparison


(matriks perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan nilai bobot relatif antar
kriteria maupun alternatif. Suatu kriteria dibandingkan dengan kriteria lainnya
dalam hal seberapa penting terhadap pencapaian tujuan di atasnya (Saaty, 1986).
Peralatan utama AHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya
persepsi manusia. Keberadaan hierarki memungkinkan dipecahnya masalah
kompleks atau tidak terstruktur dalam sub masalah, lalu menyusunnya menjadi
suatu bentuk hierarki (Kusrini, 2007).

Tingkat
Kepentinga Definisi Keterangan
n
1 Sama Pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang
sama
3 Sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sangat memihak
penting satu elemen dibandingkan dengan
pasangannya
5 Lebih penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis
dominasinya sangat nyata,dibandingkan
dengan elemen pasangannya
7 Sangat penting Satu elemen terbukti sangat disukai dan
secara praktis dominasinya sangat nyata,
dibandingkan dengan elemen pasangannya
9 Mutlak lebih Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai
penting dibandingkan dengan pasangannya, pada
keyakinan tertinggi
2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian
diantara dua tingkat kepentingan yang
berdekatan

Penilaian untuk perbandingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain
adalah bebas satu sama lain sehingga hal ini dapat mengarah pada ketidak-
konsistensian. Saaty (1990) telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari
matrik ber-ordo “n” dapat diperoleh dengan rumus:
Ci = (

Keterangan:
CI adalah indeks konsistensi (Consistency Index)
maks adalah nilai eigen terbesar dari matriks ordo “n”
Nilai eigen terbesar diperoleh dengan menjumlahkan hasil dari perkalian
jumlah kolom dengan eigen vector. Batas ketidak-konsistensian diukur dengan
menggunakan rasio konsistensi (CR), yaitu perbandingan antara indeks
konsistensi (CI) dengan nilai pembangkit random (RI). Nilai ini bergantung pada
ordo matriks n. Rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Catatan:
Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidak-konsistensian pendapat masih
dianggap dapat diterima. Tabel 8. Indeks Random Konsistensi (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57
1,59
III. METODOLOGI

III.1 Lokasi dan Obyek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Bandar Lampung, Secara geografis

Kota Bandar Lampung terletak pada 50 20’ sampai dengan 50 30’ lintang selatan

dan 1050 28’ sampai dengan 1050 37’ bujur timur. Letak tersebut berada pada

Teluk Lampung di ujung selatan pulau Sumatera. Kota Bandar Lampung

memiliki luas wilayah 197,22 km² yang terbagi ke dalam 13 Kecamatan dan 98

Kelurahan dengan populasi penduduk 879.651 jiwa (berdasarkan sensus 2010),

kepadatan penduduk sekitar 8.142 jiwa/km² dan diproyeksikan pertumbuhan

penduduk mencapai 1,8 juta jiwa pada tahun 2030.


III.2 Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Laptop Lenovo G470, Ram 2 Gb, Hardisk 500 Gb, sebagai

alat untuk kegiatan pemetaan dan interpretasi citra satelit.


2. Aplikasi program Er Mapper 7.1, sebagai aplikasi untuk

kegiatan analisis citra satelit.


3. Aplikasi program ArcGIS 10.3 dan ArcVew 3.3, sebagai

aplikasi untuk pemrosesan peta digital.


4. GPS, untuk menentukan titik koordinat sampel di lapangan.
5. Kamera, untuk kegiatan dokumentasi di lapangan.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

(1) Citra Landsat 7 ETM+ Path - row -

(2) Peta Geohidrologi Kota Bandar Lampung

(3) Peta Rata-rata curah hujan Kota Bandar Lampung

III.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditujukan untuk identifikasi permasalahan banjir yang


terjadi di Pulau Bangka, meliputi sejarah kejadian banjir yang ada di semua
wilayah, penggunaan lahan dan sebagainya. Adapun pengumpulan data meliputi:

1) Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari dinas-dinas setempat yang terkait dengan data
yang diperlukan. Adapun data sekunder yang diperlukan untuk mendukung
Analisa Daerah Rawan Banjir di Kota Bandar Lampung meliputi:

a) Data Peta dasar topografi, adalah data yang mengandung informasi


ketinggian permukaan bumi
b) Peta Digital RBI4 Skala 1:50.000, khususnya untuk peta batas administrasi
dan penggunaan lahan

c) Data Curah Hujan, yaitu data pengukuran curah hujan di 49 stasiun hujan di
seluruh Pulau Bangka selama 34 tahun dari BMKG5 Provinsi Bangka
Belitung

2) Pengumpulan Data Primer


Pengumpulan data primer melalui survey langsung ke lapangan untuk
mendapatkan informasi

kejadian banjir, berupa kunjungan ke lokasi-lokasi banjir serta wawancara dengan


masyarakat setempat.

III.4 Alur Penelitian

Alur penelitian merupakan suatu cara atau langkah yang digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan dengan mengumpulkan, mencatat, mempelajari
dan menganalisa data yang diperoleh. Berikut ini adalah alur yang digunakan
dalam penelitian.

START
IDENTIFIKASI MASALAH
BANJIR
PETA RAWAN BANJIR

HIPOTES SIG
A

HIDROLOGI

METODOLOGI
INTERGRASI
HIDROLOGI dan SIG

PENGOLAHAN DATA
MENGGUNAKAN SIG

ANALISA

LAPORAN
TUGAS AKHIR

END

Tabel 4. Alur Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

1) Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

2) Eriko Utama (2013). Modul Pelatihan ArcGIS 10.1, diproduksi oleh


Comlabs USDI ITB.

3) Hartanto, (2006) Spatial Analyst Interpolasi Grid dari Data Titik


http://hartanto.wordpress.com/2006/sa-interpolasi-grid-dari-data-titik/

4) Mudidah, Retno (2011), Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Lahan


Pertanian di Wilayah Mojokerto, ITS, Surabaya.

5) Nugraha, Surya (2009). Sistem Informasi Geografis Pendukung Penentuan


Daerah Rawan Banjir Studi Kasus Kota Surabaya, Tugas Akhir, Fakultas
Teknologi Informasi, ITS, Surabaya.

6) Paimin, Sukresno dan Pramono, 2009, Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah
Longsor, TROPENBOS INTERNATIONAL INDONESIA PROGRAME,
Balikpapan

7) Program for Hydro Risk Disaster Mitigation in Secondaries Cities in


Asia, BANJIR &
UPAYA PENANGGULANGANNYA

8) Pusat Kajian Strategis Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat Republik Indonesia (2009). Pengurangan Risiko Banjir Bagi
Kota-Kota Utama di Indonesia,
http://www.pu.go.id/isustrategis/view/26
9) Suripin (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi,
Yogyakarta

10) Syaiful, Rifan (2012). Mengenal Metode AHP


http://funpreuneur.blogspot.com/2012/02/mengenal-metode-ahp-disertai-
studi.html?m=1

11) Watson Donald, FAIA, DESIGN FOR FLOODING & resilience to climate
change
12) Sudaryoko, Pedoman Penanggulangan Banjir, Departemen Pekerjaan
Umum

Anda mungkin juga menyukai