Anda di halaman 1dari 13

← Lotus Birth

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN CEDERA PERINEUM DALAM PERSALINAN →

DIAGNOSTIK DAN PENANGANAN KETUBAN


PECAH DINI, AMNIONITIS DAN EMBOLI
AIR KETUBAN
Posted on April 1, 2015by Moudy E.U Djami
Ketuban Pecah Dini (KPD)
Insiden KPD secara umum sebesar 10% pada kehamilan, dan KPD itu
sendiri menyumbang sekitar 30-40% kejadian persalinan preterm,
sementara itu persalinan preterm dapat mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas pada bayi baru lahir sebesar 80-85%. Faktor lain yang
berhubungan dengan KPD antara lain: sosial ekonomi, BMI yang kurang
dari normal, konsumsi tembakau/merokok aktif maupun pasif, riwayat
KPD sebelumnya, infeksi saluran kemih, perdarahan pervaginam,
inkompeten serviks dan amniosintesis.1
Di Amerika, Ketuban Pecah Dini pada usia premature / Preterm
Premature Rupture Of the Membrane (PPROM) menyebabkan 3% dari
semua jenis komplikasi dan terjadi pada ± 150.000 kehamilan setiap
tahunnya. Jika KPD berlangsung lama atau masih jauh dari usia aterm,
maka secara signifikan akan menyebabkan morbiditas dan mortalitas
tidak hanya pada bayi tetapi juga pada ibunya. Oleh karena itu petugas
kesehatan harus memahami dengan betul tentang diagnosis dan
penanganan KPD.1-3
1. Pengertian KPD
 KPD adalah keluarnya air-air dari vagina setelah usia kehamilan 22
minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada
kehamilan preterm maupun aterm.4
 KPD atau dikenal juga Prematur Rupture Of the Membrane
(PROM) adalah Keluarnya air-air per vaginam akibat pecahnya selaput
ketuban secara spontan pada usia ≥ 34 minggu.5
 Ketuban pecah yang berkepanjangan/Prolonged Rupture of
Membrane adalah ketuban yang pecah lebih dari 24 jam atau disebut
juga Ketuban Pecah Lama (KPL)5
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala KPD dapat berupa:4, 6
 Ketuban pecah secara tiba-tiba
 Keluar cairan ketuban dengan bau yang khas
 Bisa tanpa disertai kontraksi/his
 Terasa basah pada pakaian dalam/underwear yang konstan
 Keluarnya cairan pervagina pada usia paling dini 22 minggu
Dibawah ini adalah table bagaimana mendiagnostik pengeluaran cairan
vagina pada ibu hamil.4
Tabel 1. Diagnosis Cairan Vagina
Gejala Dan Tanda
Gejala Dan Tanda Yang Kadang-Kadang
Yang Selalu Ada Ada Diagnosis Kemungkina
 Ketuban pecah tiba-
tiba
 Cairan tampak di
introitus
Keluar cairan  tidak ada his dalam
ketuban 1 jam Ketuban Pecah Dini (KPD)
 Riwayat keluar
cairan
 Nyeri pada uterus
 Cairan vagina  DJJ cepat
berbau  Perdarahan
 Demam menggigil pervaginan sedikit-
 Nyeri peru sedikit Amnionitis
 Cairan vagina  Gatal
berbau  Keputihan
 Tidak ada riwayat  Nyeri perut
ketuban pecah  Disuria Vaginitis/servisitis
 Nyeri perut
 Gerak janin
Cairan vagina berkurang
berdarah  Perdarahan banyak Perdarahan Antepartum
 Pembukaan dan
Cairan berupa darah pendataran serviks Awal persalinan preterm
dan lendir  Ada his atau aterm
3. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya KPD antara lain:6-8
 Inkompetensia servik
 Polihidramnion
 Malpresentasi janin
 Kehamilan kembar
 Vaginitis/servisitis, Infeksi Menular Seksual seperti Clamydia dan
Gonore
 Riwayat persalinan premature
 Perokok (Pasif/aktif) selama kehamilan
 Perdarahan pervaginam
 Penyebab yang tidak diketahui
 Sosial ekonomi (minimnya ANC)
 Ras : kulit hitam lebih berisiko KPD dibanding kulit puti
4. Komplikasi KPD
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KPD antara lain:6, 8
 Partus Prematur
 Berkembangnya infeksi yang serius pada plasenta yang menyebabkan
korioamnionitis
 Abrupsio plasenta
 Kompresi talipusat
 Infeksi pospartum
5. Pemeriksaan
Lakukan tes lakmus (tes nitrasin) dengan cara:4
 Lakukan pemeriksaan inspekulo, nilai apakah ada cairan keluar
melalui ostium uteri eksternum (OUE) atau terkumpul di forniks
posterior
 Dengan pinset panjang atau klem panjang masukan cairan lakmus ke
dalam serviks.
 Jika kertas lakmus berubah warna menjadi biru, maka tes lakmus
positif atau menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis)
Harus diperhatikan, darah dan infeksi vagina dapat memberikan hasil
positif palsu/false positive. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik lainnya seperti ultrasonografi untuk melihat indeks cairan
amnion. Cara lain yaitu dengan pemeriksaan mikroskopis yaitu tes pakis.
Tes Pakis dilakukan dengan cara meneteskan cairan amnion pada objek
glas, tunggu hingga kering dan diperiksa di mikroskop, Jika Kristal cairan
tersebut berbentuk seperti pakis, maka cairan tersebut adalah cairan
amnion yang menandakan tes pakis positif.4
Secara ultrasonografi, Indeks cairan amnion (ICA) diukur pada 4 kuadran.
Jika ditemukan ICA kurang dari 8 cm disebut oligohidramnion dan jika >
25 cm disebut polihidramnion. Sumber lain mengatkan bahwa range
normal ICA adalah 5-25 cm.9 Empat kuadran untuk pengukuran ICA dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Empat kuadran untuk mengukur indeks cairan
ketuban
Sumber: Parinatology.com 9
Pengukuran indeks cairan ketuban dengan USG diukur dengan meletakan
probe USG sejajar dengan sumbu longitudinal pasien dan tegak lurus
dengan lantai. Setiap kuadran dihitung dalam sentimeter. Keempat
pengukuran kemudian dijumlahkan untuk menghitung ICA (gambar 2).10
Gambar 2. Cara mengukur ICA dengan USG
Sumber: Ultrasoundpaedia 10
Berikut ini adalah gambar grafik indeks cairan amnion untuk mengetahui
normal atau tidaknya indeks cairan ketuban ibu hamil.

Gambar 3. Indeks cairan amnion (ICA)


Sumber : Devore diunduh
dari: http://www.fetal.com/IUGR/treatment.html1
6. Penanganan
Penanganan KPD adalah sebagai berikut:4
1. Rawat inap di Rumah sakit
2. Jika ada perdarahan pervagina disertai nyeri perut, pikirkan adanya
abrupsio plasenta
3. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan
antibiotika sama halnya pada amnionitis
4. Jika tidak ada tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
A. Berikan antibiotika ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari ditambah
eritromisin 3 x 250 mg peroral selama 7 hari
B. Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru
 Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam
 Atau deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam
 Kortikosteroid jangan kalau ada infeksi
5. Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
A. Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan
premature
B. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
 Jika ketuban sudah pecah > 18 jam, berikan antibiotic
profilaksis
 Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam
 Atau penisilin G 2 juta unid IV setiap 6 jam hingga persalinan
terjadi
 Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotika
6. Nilai serviks
 Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin
 Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio
sesarea
7. Pencegahan
Hingga kini belum ditemukan tindakan pencegahan terhadap
KPD. Evidence basemelaporkan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara merokok dengan KPD,6 oleh karena itu ibu hamil yang merokok
harus berhenti merokok bahkan sebelum terjadi konsepsi, dan juga
terhadap perokok pasif agar lebih berhati-hati dengan menghindari
perokok aktif di sekitarnya. Selain itu melihat penyebab adalah IMS dan
infeksi vagina atau servik, maka personal hygiene dan hubungan seksual
yang aman hanya dengan pasangan dianjurkan untuk menghindari faktor
risiko yang dapat dicegah.

Amnionitis dan Korioamnionitis


1. Pengertian Amnionitis dan Korioamnionitis
Amnionitis adalah radang pada selaput amnion.

Korioamnionitis adalah radang pada korion dan selaput amnion

Korioamnionitis atau infeksi intraamniotik adalah inflamasi akut pada


membran dan korion plasenta, terjadi karena infeksi bakteri polymicrobial
secara asenden pada saat pecahnya selaput ketuban.12

2. Insiden Korioamnionitis
Insiden korioamnionitis di Amerika secara umum sekitar 1-4%.
Korioamnionitis menjadi komplikasi sekitar 40-70% terhadap persalinan
preterm dengan KPD dan sekitar 1-13% persalinan aterm. Kasus ini
menjadi salah satu indikasi utama dilakukannya tindakan seksio sesarea.12
3. Faktor Risiko Korioamnionitis
Faktor risiko terjadinya korioamnionitis dari beberapa penelitian dapat
dilihat pada table berikut.12

Tabel 2. Faktor Risiko Korioamnionitis

Risio Relatif
No Faktor Risiko (RR) Penelitian
KPD dan KPL· ≥ 12
1 jam· > 18 jam 5,86,9 1314

Partus Lama· Kala 2 > 2


2 jam· Fase aktif > 12 jam 3,74,0 1415

Pemeriksaan dalam yanglebih


seringPada saat KPD· ≥3
3 pemeriksaan 2-5 13, 15

4 Nulipara 1,8 15

5 Grup B Streptokokus 1,7-7,2 15-17

6 Bakteri Vaginosis (BV) 1,7 18

Pemakai Alkohol dan


7 Tembakau 7,9 14

Meconium –Stained pd cairan


8 ketuban 1,4-2,3 15, 19

9 Monitoring internal (CTG) 2.0 13

10 Epidural anestesia 4,1 14

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala amnionitis dan Korioamnionitis antara lain

 Demam maternal
 Takikardi maternal
 Nyeri tekan pada uterus
 Peningkatan suhu vagina (hangat apabila disentuh)
 Cairan amnion berbau busuk
 Lekosit meningkat

5. Penanganan
1. Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan terjadi:
 Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5mg/kgBB
IV setiap 24 jam
 Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pascapersalinan
 Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan
berikan metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam sampai bebas
demam selama 8 jam
2. Nilai Serviks:
 Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin
 Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lakukan seksio sesarea
3. Jika terdapat metritis denga tanda/gejala demam, keluar cairan
pervagina dan berbau, berikan antibiotika sesuai dengan protap
4. Jika terdapat sepsis pada bayi baru lahir, lakukan kultur dan berikan
antibiotika

6. Dampak Korioamnionitis
Korioamnionitis yang dialami oleh ibu dapat memberikan dampak yang
serius baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan antara lain:12
 Stillbirth
 Sepsis Neonatal
 Penyakit paru kronis
 Kerusakan otak yang menyebabkan cerebral palsy
 Neurodevelopmental disabilities

7. Pencegahan
Pencegahan terhadap terjadinya korioamnionitis antara lain:12, 20-22
 Penanganan yang tepat pada ibu hamil dengan infeksi saluran kemih
maupun infeksi saluran reproduksi selama hamil, karena
koriamnionitis terjadi karena invasi kuman secara asenden.
 Hindari pemeriksaan dalam pada ibu dengan KPD tanpa indikasi
 Berikan antibiotika dengan dosis yang tepat
 Induksi persalinan pada usia kehamilan > 34 minggu pada ibu hamil
dengan KPD direkomendasikan karena laporan dari berbagai studi
membuktikan mengakhiri kehamilan pada usia > 34 minggu dengan
KPD dibandingkan dengan mempertahankan kehamilan secara
signifikan dapat menurunkan angka infeksi maternal maupun neonatal
dan menurunkan angka perawatan bayi di Neonatal Intensive Care
Unit (NICU).

Emboli Air Ketuban


1. Pengertian Emboli air Ketuban
Emboli air ketuban / Amniotic Fluid Embolism(AFE) adalah sindrom
katastropik yang terjadi selama persalinan atau segera setelah persalinan.
Emboli air ketuban ini merupakan suatu keadaan dimana cairan amnion
masuk ke sirkulasi maternal yang jarang namun fatal dan menyebabkan
kematian maternal terutama di Negara sedang berkembang.23, 24
2. Insiden Emboli Air Ketuban
Insiden emboli air ketuban belum diperoleh informasinya. Hal ini
disebabkan karena syndrome ini sulit untuk diidentifikasi sehingga sulit
untuk menegakkan diagnosanya. Sebagian besar kasus (80%) terjadi pada
saat persalinan, tetapi dapat terjadi juga sebelum persalinan (20%) atau
setelah persalinan.23
Sumber lain melaporkan bahwa kejadian sebenarnya dari kasus emboli air
ketuban hingga saat ini belum diketahui, namun dapat dilaporkan insiden
emboli air ketuban berkisar antara 1 dalam 8000 dan 1 dalam 80.000
persalinan, dengan tingkat kematian karena emboli air ketuban sebesar
60%, sekalipun dengan terapi yang agresif dan pengobatan segera.
Outcome terhadap neonatus secara umum cukup buruk, dengan tingkat
kematian sebesar 20-25%, dan jika hidup, hanya 50% dengan neurologis
yang intact.25
3. Etiologi Emboli Air Ketuban
Etiologi terjadinya emboli air ketuban hingga kini masih belum
jelas. Evidence terkini melaporkan bahwa terjadinya emboli air ketuban
ada hubungannya dengan faktor imunologi. Hal ini disebabkan karena
masuknya cairan amnion dalam peredaran darah maternal menyebabkan
syok anafilaktik. Temuan ini didasari pada perubahan hemodinamik pada
anafilaktik syok dengan emboli air ketuban sama. disamping itu ketika
melakukan percobaan pada binatang dengan menyuntikan air ketuban
pada pembuluh darahnya, tidak ditemukan adanya kondisi emboli air
ketuban. Pada ibu dengan emboli air ketuban, tidak selamanya ditemukan
sel fetus dalam tubuh ibu. Oleh karena itu disimpulakan masuknya emboli
air ketuban menyebabkan syok anafilaktik yang berimbas pada morbiditas
dan mortalitas maternal dan perinatal.25 Patofisiologi terjadinya emboli air
ketuban juga belum diperoleh informasi yang jelas dan ajeg.
Pada dasarnya keadaan ini terjadi karena masuknya cairan katuban ke
dalam peredaran darah maternal yang dapat dijelaskan pada gambar
berikut ini.
Gambar 4. Patofisiologi Emboli Air Ketuban
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Amniotic_fluid_embolis
m#mediaviewer/File:Amniotic_fluid_embolism.png
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Emboli air ketuban dapat dilihat pada table berikut ini.25
Tabel 2. Tanda dan Gejala Emboli Air Ketuban

No Tanda Dan Gejala %


1 Hipotensi 100
2 Gawat janin 100
3 Edema pulmonal 93
4 Cardiopulmonary arrest 87
5 Sianosis 83
6 Koagulapati 83
7 Dyspnea 47
8 Seizure / kejang 48
9 Atonia uteri 23
10 Bronkospasme 15
11 Transient hypertension/Hipertensi sementara 11
12 Batuk 7
13 Sakit kepala 7
14 Nyeri dada 2
Sumber: Gist et al (2009)25

5. Faktor Risiko Emboli Air Ketuban


 Usia
 Multipara
 Faktor Psikologis yang menyebabkan kontraksi
 Induksi persalinan
 Instrumen partus pervaginam
 Kehamilan lewat waktu/postmatur
 Seksio Sesarea
 Ruptura uteri
 Polihidramnion
 Robekan leher rahim yang banyak
 Abrupsio plasenta
 IUFD
 Bayi besar
 Meconeum stained dalam cairan amnion
 Eklampsia
 Gawat janin
 Trauma abdomen
 Intervensi bedah
 Amnioinfusi dengan salin
 Meconeum bayi laki-laki

6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala diatas. Beberapa
diagnosa banding dari emboli air ketuban antara lain:

a. Penyebab obstetri

 Perdarahan akut
 Abrupsio plasenta
 Ruptura uteri
 Eklampsia
 Cardyomiopati peripartum
b. Penyebab anestesi

 Anestesi spinal yang tingi


 Aspirasi
 Keracunan anestesi lokal
c. Penyebab non obstetric
 Emboli paru
 Emboli udara
 Anafilaksis
 Syok sepsis
7. Penanganan
Kondisi emboli air ketuban yang ditemukan secara dini akan memberikan
outcome yang leih baik. Manajemen emboli air ketuban antara lain:

 Tindakan yang paling pertama dilakukan adalah oleh bidah adalah


resusitasi ABC
 Berikan oksigen dengan konsentrasi 100% à intubasi
 Monitoring VS secara kontinyu
 IVFD dengan gauge yang besar (16-18G) à pertimbangkan input cairan
agar tidak menyebabkan edema paru
 Segera dirujuk
Selanjutnya tindakan yang lebih lanjut dapat dilakukan oleh tenaga ahli di
tempat rujukan

 Kateterisasi arteri à menitoring tekanan darah yang akurat dan


pemeriksaan darah
 Lahirkan Bayi dengan tindakan resusitasi yang cepat dan tepat agar
dapat mereduksi sekuele

8. Prognosis
 Diagnosis dan tindakan yang tepat dengan segera : prognosis baik
 Diagnosis dan tindakan yang lambat : prognosis buruk, mortalitas
tinggi.

Referensi:
1. Mercer BM, Milluzzi C, Colin M. Periviable birth at 20 to 26 weeks of
gestation: proximate causes, previous obstetric history and recurrence
risk. Am J Obstet Gynecol. 2005;3(2):1175-80.
2. Mercer BM. Preterm premature rupture of the membranes: diagnosis
and management. Clin Perinatol. 2004;4:765-82.
3. Aagards-Tillery KM, Nurthalapaty FS, Ramsey PS, Ramin KD. Preterm
premature rupture of the membranes: perspectives surrounding
controversies in management. . Am J Obstet Gynecol. 2005;22:287-97.
4. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2004.
5. Jazayeri A. Premature Rupture of Membranes. 2014 September 29,
2014. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/261137-
overview – aw2aab6b3.
6. Premature Rupture of Membranes (PROM)/Preterm Premature
Rupture of Membranes(PPROM). Health Encyclopedia [Internet]. 29
September 2014. Available
from: http://www.urmc.rochester.edu/Encyclopedia/Content.aspx?Co
ntentTypeID=90&ContentID=P02496.
7. Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. Varney’s Pocket Midwife. Boston:
Jones and Bartlett Publisher, Inc; 1998.
8. Medina TM. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and
Management. American Family Physician. 2006;73(4):659-64. Epub
February 15, 2006.
9. com. Amniotic Fluid Index (AFI). PerinatologyCom:Glosary [Internet].
September 29, 2014. Available
from: http://www.perinatology.com/Reference/glossary/A/Amniotic
Fluid Index.htm.
10. Ultrasoundpaedia. 3rd Trimester Ultrasound – Normal.
Ultrasounpaedia [Internet]. Available
from: http://www.ultrasoundpaedia.com/normal-3rdtrimester/.
11. Devore GR. Amniotic Fluid Index. Fetal Diagnostic Centers [Internet].
September 29, 2014. Available
from: http://www.fetal.com/IUGR/treatment.html.
12. Tita ATN, Andrews WW. Diagnosis and Management of Clinical
Chorioamnionitis. Clin Perinatol. 2010;37(2):339-54.
13. Soper DE, Mayhall CG, Froggatt JW. Characterization ans control of
intraamniotic infection an urban teaching hospital. Am J Obstet
Gynecol. 1996;175(2):304-9.
14. Rickert VI, Wiemann CM, Hankins GD, Mackee JM, Berenson AB.
Prevalence and risk factor of chorioamnionitis among adolescents.
Obstet Gynecol. 1998;92(2):254-7.
15. Seaward PG, Hannah ME, T.L M, Farine D, Ohlsson A, Wang EE, et al.
International multicentre term prelabor rupture of membranes study:
evaluation of predictors of clinical chorioamnionitis and postpartum
fever in patients with prelabor rupture of membranes at term. Am J
Obstet Gynecol. 1997;177(5):1024-9.
16. Yancey MK, Duff P, Clark P, Kurtzer T, Frentzen BH, Kubilis P.
Peripartum infection associated woth vaginal group B streptococcal
clolonization. Obstet Gynecol. 1994;84(5):816-9.
17. Anderson BL, Simhan HN, Simons KM, Wiesenfeld HC. Untreated
asymtomatic group B streptococcal bacteria early in pregnancy and
chorioamnionitis at delivery. Am J Obstet Gynecol. 2007;196(6):524-5.
18. Newton ER, Pearis W. Bacterial vaginosis anf intraamniotic infection.
Am J Obstet Gynecol. 1997;176(3):672-7.
19. Tran SH, Caughey AB, Musci TJ. Meconium-stained amniotic fluid is
association with puerperal infection. Am J Obstet Gynecol.
2003;189:784.
20. Premature rupture of membranes. Clinical management guidelines for
obstetrician-gynecologists. Obstet Gynecol. 2007;109(4):1007-19.
21. Simhan HN, Canavan TP. Preterm premature rupture of membranes:
diagnosis, evaluation and management strategies. BJOG.
2005;112(Suppl 1):32-7.
22. Dare MR, Middleton P, Crowther CA, Flenady VJ, Varatharaju B.
Planed early birth versus expectant management (waiting) for
prelabour rupture of membranes at term (37 weeks or more). Cochrane
Database Syst Rev. 2006(1).
23. Toy H. Amniotic Fluid Embolism. Eur J Gen Med. 2009;6(2):108-15.
24. Lindsday P. Complications of the Third of the Stage of Labour. In:
Henderson C, Macdonald S, editors. Maye’s Midwifery, A Textbook for
Midwives London: Bailiere Tindall; 2004.
25. Gist RS, Stafford IP, Leibowitz AB, Beilin Y. Amniotic Fluid Embolism.
Anest analg. 2009;108(5):1599-602. Epub May 2009.
Share this:

 Twitter
 Facebook12

Anda mungkin juga menyukai