Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS
No. RM : 386845
Nama : Tn. W.E.A
Umur : 24 Tahun
Tanggal MRS : 27-01-2018
Tanggal KRS : 29-01-2018

1.2 ANAMNESIS
(Autoanamnesa )

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama : Kelemahan pada kedua tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RS Jayapura diantar
oleh keluarga dengan keluhan lemah pada kedua tungkai sejak ± 1 hari
yang lalu sebelum masuk RS. Setelah pulang kerja, pasien mengeluh
merasa lemas/ capek, kemudian pasien makan, lalu tidur. Saat bangun pagi
pasien tidak dapat mengerakkan kedua tungkai, untuk duduk dan berdiri
pun tidak bisa, karena kedua tungkai bawah pasien terasa berat, namun
jari-jari kaki masih dapat digerakkan, kedua lengan pasien hanya bisa
digeser. Pasien tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya.
Mual (-), muntah(-), kejang (-), penglihatan ganda dan kabur (-),
penurunan kesadaran (-), pusing berputar (-), demam (-), nyeri menelan (-
), bicara pelo (-), batuk pilek (-), sesak napas (-), nyeri menjalar (-), nyeri
menekan (-), BAB cair (-).

2. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Trauma (+) Saat pasien berusia 5 tahun, pasien terjatuh dari
atas pohon.

1
- Riwayat angkat berat (+) berhubungan dengan pekerjaan pasien yaitu
di tempat catering.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat kelemahan anggota gerak dalam keluarga tidak diketahui.

4. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat mengkonsumsi alkohol (+).
- Riwayat merokok (+) sehari satu bungkus.
- Pasien tidak suka mengkonsumsi buah (pisang).

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


1. Vital Sign
Keadaan umum Tampak Sakit Sedang
Kesadaran Composmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah 160/100 mmHg
Nadi 72 x/menit
Respirasi 24 x/menit
Suhu 36,5 0C
SpO2 98% (spontan)

2. Status Interna
Kepala Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran KGB (tidak teraba membesar)
Thorax
Paru
Inspeksi Simetris, ikut gerak napas
Palpasi Vocal fremitus dextra=sinistra
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Whezing (-/-)
Jantung
Inspeksi Ictus Cordis tidak terlihat

2
Palpasi Thrill (-)
Perkusi Pekak (+)
Auskultasi BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Datar
Auskultasi Bising usus (+) normal
Palpasi Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien: tidak teraba membesar
Perkusi Timpani
Ekstremitas Akral hangat, edema (-)
Genitalia Dalam batas normal

3. Status Neurologis
Kesadaran Compos Mentis, GCS: E4V5M6

 Rangsang Meningeal:
 Kaku Kuduk (-)
 Laseque (-)
 Kerniq (-)
 Brudzinski I,II,III, IV (-/-/-/-)
 Refleks Fisiologis:
- BPR (+/+)
- TPR (+/+)
- KPR (+/+)
- APR (+/+)
 Refleks Patologis :
- Hoffman/Tromner (-/-)
- Babinsky (-/-)
- Chaddock (-/-)
- Schaeffer (-/-)
- Oppenheim (-/-)
- Gordon (-/-)
- Gonda (-/-)

3
 Motorik: Atrofi (-/-)

Ekstremitas Superior
Gerakan Dextra Sinistra
Shoulder
Abduksi 4 4
Joint
Adduksi 4 4
Fleksi 4 4
Ekstensi 4 4
Elbow Joint Fleksi 4 4
Ekstensi 4 4
Wrist Joint Hiperekstensi 4 4
Ekstensi 4 4
Fleksi 4 4
Finger Abduksi 4 4
Adduksi 4 4

Ekstremitas Inferior
Hip joint Abduksi 2 2
Adduksi 2 2
Knee joint Fleksi 2 2
Ankle joint Fleksi 2 2
Ekstensi 2 2
Foot Fleksi 2 2
Ekstensi 2 2
Adduksi 2 2
Abduksi 2 2
Pronasi 2 2
Supinasi 2 2

Sensorik : rangsang nyeri dan raba dalam batas normal

4
Nervus Cranialis
1. Nervus Olfaktorius (N.I) Kopi
Bahan Pemeriksaan kopi, teh,
tembakau, sabun +
Normosmia -
Anosmia -
Hiposmia -
Parosmia -
Lainnya

2. Nervus Optikus (N.II)


Tajam Penglihatan OD 6/6 OS
Lapang Pandang 6/6
Pupil OD 6/6 OS
6/6
Isokor
3.Nervus Okulomotorius, Trokhlearis, dan
Abdusen (N.III, IV, VI)
Fisura Palpebra Kanan = Kiri
Ptosis (normal)
Posisi Mata Tidak ada
Eksoftalmus / Enoftalmus Berada di tengah
Diplopia Tidak ada
Tekanan Bola Mata Tidak ada
Horner’s Syndrome Normal
Ptosis (-), Enoftalmus (-),
Miosis (-),Anhidrosis (-)
Gerak Bola Mata Baik ke segala arah
Konvergensi Ditengah
Pupil
Ukuran Bulat isokor
Bentuk Kanan : 2 mm Kiri: 2 mm

5
Refleks cahaya Bulat
Direk :
Kanan:normal Kiri: normal
Indirek :
Kanan: normal Kiri:
normal
4.Nervus Trigeminus (N.V)
Motorik Menggigit, membuka mulut
(+)
Sensorik Normal
Cabang Oftalmikus Normal
Cabang Maksilaris Normal
Cabang Mandibularis Normal
Refleks Kornea Normal
5.Nervus Vestibulo – Kokhlearis (N.VIII)
N.Kokhlearis Kanan Kiri
Subjektif (Tinitus) - -
Hiperakusi - -
Tajam Pendengaran
Tes Rinne Normal
Tes Weber Normal
Tes Schwabach Normal
N.Vestibularis : Tidak dapat di evaluasi
Kalorik karena motoric

4 4
2 2

6.Nervus Glosofarigeus dan Nervus Vagus (N.IX &


X)
Gerakan Palatum Simetris
Refleks Muntah +
Menelan +

6
Tes Kalimat / Suara Normal

7.Nervus Aksesorius (N.XI) :


M.sternocleidomastoideus, M.trapezius
Parese -
Tonik – Spasme -
8.Nervus Hipoglosus (N.XII)
Deviasi -
Fasikulasi -
Atropi -

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Rutin (27-1-2017)
Jenis
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HGB 15,6 g/dL 11,0 – 14,7 g/Dl


RBC 5,14 x 106/μL 4,2 – 5,4 x 106/Μl
WBC 10,59 x 103/μL 3,37 – 8,38 x 103/Μl
HCT 43,7 % 35,2 – 46,7 %
PLT 241.000/μL 172.000 – 378.000/μL
MCV 85,0 fl 86,7 – 102,3 fl
MCH 30,4 pg 27,1 – 32,4 pg
MCHC 35,7 g/dL 29,7 – 33,1 g/dL
DDR -

7
b. Kimia Lengkap (27-1-2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
GLU-H 112 mg/dL 140 mg/dL
NATRIUM 138 mEq/L 135 – 148 mEq/L
KALIUM 1,85 mEq/L 3,5 – 5,3 mEq/L
CHLORIDA 114 mEq/L 98 – 106 mEq/L
Ca2+ 1,12 mg/dL 1,15 – 1,35 mg/ dL
Kimia Lengkap (28-1-2018)
KALIUM 4.80 mEq/L 3,5 – 5,3 mEq/L

2. ECG

1.5 RESUME
Pasien laki-laki, 24 tahun pasien datang ke IGD Jayapura diantar oleh
keluarga dengan keluhan kelemahan pada kedua tungkai sejak ± 1 hari yang
lalu. Setelah pulang kerja, pasien mengeluh merasa lemas/ capek, kemudian
pasien makan, lalu tidur. Saat bangun pagi, pasien tidak dapat mengerakkan
kedua tungkai bawah, namun jari-jari kaki masih dapat digerakkan, kedua
lengan pasien hanya bisa digeser. Dari pemeriksaan fisik, status generalis
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, tanda vital: tekanan darah 160/100
mmHg, Nadi 63 x/m, Respirasi 20 x/m, suhu badan 36,5 0C, SpO2 98%. Status
generalis dalam batas normal. Status Neurologi: Rangsang meningeal (-),
Refleks fisiologis (+/+), Refleks Patologis (-/-).

8
Kekuatan otot ekstremitas
4 4

2 2

1.6 ASSESEMENT
Diagnosa Kerja :
Tetraparase ec periodik paralisis ec hipokalemia berat.

1.7 PLANNING
a. Farmakologis
 Drip KCL 2 Fl dalam Nacl 0,9 % piggi bag 100 cc habis dalam 2 jam
 Cek ulang kalium,bila masih dibawah 2 maka beri KCL 2 Fl dalam Nacl
100 cc/2 jam
 IVFD Nacl 0,9 % 500 + KCL 2 Fl : KAEN3B 500 cc/12jam
 Aspar K 2X1 tab (p.o)
 Calc 2X1 tab (p.o)
 Valsartan 2x80 mg (p.o)

1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam :Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

1.9 FOLLOW UP RUANGAN


Catatan Tindakan Keterangan
S : lemah anggota gerak 28/11/17 Pasien dirawat di
bagian bawah (-) ruang kelas III pria
Kesadaran: Compos IVFD Nacl 0,9 % 500
Mentis, GCS E4V5M6 + KCL 2 Fl : KAEN3B
Vital Sign 500 cc/12jam
TD: 140/100 mmHg  Aspar K 2X1 tab

9
N: 74x/menit,HR:68x/mnt (p.o)
RR: 20x/mnit, S:36,8ºC  Calc 2X1 tab (p.o)
Status Interna :  Valsartan 2x80 mg
Kepala : simetris (p.o)
Mata : konjungtiva
anemis -/-, Sklera Ikterik
-/-
Leher : pembesaran
KGB (-)
Wajah : simetris
Thorax :
- Pulmo : Suara Nafas
vesikuler. Rhonki -/-,
wheezing -/-
- Cor : Bunyi Jantung I -
Bunyi Jantung II reguler.
Murmur (- ), gallop (-)
- Abdomen : BU (+).
Nyeri tekan (-)
Hepar/lien: tidak teraba
membesar.
Ekstremitas: akral hangat
(+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+),
BAK/BAB (+/+)
Status neurologis :
Motorik
5 5

5 5
Refleks Fisiologis : (+)
Reflex patologis :

10
Babinski (-/-), Chaddok (-
/-), Gonda (-/-), Gordon (-
/-), Oppenheim (-/-),
Schaeffer (-/-)
Nervus cranialis : Tidak
ditemukan kelainan
Diagnosa kerja :
- Tetraparase ec periodik
paralisis ec hipokalemi
berat
S : kelemahan pada kedua 29/11/17 BPL
kaki (-)  Bed rest,tirah
Kesadaran: Compos baring
Mentis, GCS E4V5M6  Aspar K 3X1
Vital Sign tab (p.o)
TD: 130/70 mmHg  Calc 2X1 tab
N: 98x/menit,HR:94x/m, (p.o)
RR: 22x/mnit, S:36,8ºC  Kalmeco 2x1
Status Interna : tab (p.o)
Kepala : simetris
Mata : konjungtiva
anemis -/-, Sklera Ikterik
-/-
Leher : pembesaran
KGB (-)
Wajah : simetris
Thorax :
- Pulmo : Suara Nafas
vesikuler. Rhonki -/-,
wheezing -/-
- Cor : Bunyi Jantung I -
Bunyi Jantung II reguler.

11
Murmur (- ), gallop (-)
- Abdomen : BU (+).
Nyeri tekan (-)
Hepar/lien: tidak teraba
membesar.
Ekstremitas: akral hangat
(+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+),
BAK/BAB (+/+)
Status neurologis :
Motorik
5 5

5 5
Refleks Fisiologis : (+)
Reflex patologis :
Babinski (-/-), Chaddok (-
/-), Gonda (-/-), Gordon (-
/-), Oppenheim (-/-),
Schaeffer (-/-)
Nervus cranialis : Tidak
ditemukan kelainan
Lab: LED 82mm/jam
CEA 1,40 ng/mL
CA125 83,3u/mL
Diagnosa kerja :
- Tetraparase ec periodik
paralisis hipokalemi berat
teratasi

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Periodik paralisis (Myoplegia paroxysmalis/myoparese familiaris)
adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan/paralisis otot akut, yang
sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit
chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan
terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada
kadar kalium serum.1,8
Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan
penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau
familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer
memiliki karakteristik: bersifat herediter, sebagian besar berhubungan
dengan perubahan kadar kalium dalam darah, kadang disertai miotonia,
adanya gangguan pada ion channels. Paralisis periodic primer meliputi
paralisis periodik hipokalemia, hiperkalemia dan normokalemia. Paralisis
periodik tirotoksikosis adalah paralisis periodic sekunder.1,5
Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang ditandai
dengan kadar potassium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L)
pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai
kelumpuhan otot skeletal.1,3,4
2. Epidemiologi
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis
yang jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu
1 dari 100.000.1,2 HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita
dengan rasio 3-4 : 1.2,3 Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-
20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia.2

13
3. Etiologi
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya, misalnya:
a. Setelah olah raga/aktivitas berat
Pada saat olah raga jaringan melepaskan kalium yang meningkatkan
konsentrasi lokal kalium. Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah, dimana hal tersebut akan menghalangi treshold sistemik dari
kalium itu sendiri akibat vasodilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan sel dan rhabdomiolisis.
b. Hiperinsulin
Insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita,
karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada
saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular
masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi
hipokalemia.5
c. Obat
Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling
sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang
menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah
yang berlebihan. Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin),
meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan
hipokalemia. Tetapi pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi
penyebab tunggal terjadinya hipokalemia.4

14
d. Asupan yang kurang
Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena
kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari.4 Asupan K+
normal adalah 40—120 mmol/hari.3
e. Kehilangan kalium
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika
konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh
ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium
yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah,
menstruasi). 4
f. Kelainan genetik otosomal dominan
Hipokalemia periodik paralisis (HypoPP) merupakan bentuk umum
dari kejadian periodik paralisis yang diturunkan. Dimana kelainan ini
3,4
diturunkan secara autosomal dominan. Dari kebanyakan kasus pada
periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor
dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium
channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam
proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot.4,5

15
4. Patofisologi
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial
elektrik dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium
mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel
otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium mempunyai peran vital di
tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam
sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium
akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan
aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding
dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap
perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel–sel yaitu tidak
berfungsinya membran sel yang tidak eksitabel, yang akan menyebabkan
timbulnya keluhan–keluhan dan gejala–gejala sehubungan dengan
tidak seimbangnya kadar kalium. Kadar kalium normal intrasel adalah
135 –150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5–5,5mEq/L. Perbedaan kadar
yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel.
Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektro negatif dan terdapat
membran potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt 8.
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi
pada praktek klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang
dari 3,5 mEq/L, pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3
mEq/L, dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5
mEq/L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui berbagai mekanisme,
termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui
ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular
(perpindahan kalium dari serum ke intraselular). Gejala hipokalemi ini
terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5
mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot
ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0
mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal
dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L

16
maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis
dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi suatu
prediktor terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu suatu keadaan hipokalemia
dapat mengganggu kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang
banyak sekali mengandung otot dan berpengaruh terhadap perubahan
kadar kalium serum. Perubahan kerja jantung ini dapat kita deteksi dari
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Perubahan pada EKG ini dapat
mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L.
Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang
U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval 1,6.
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum
dari kejadian periodik paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini
diturunkan secara autosomal dominan. Dari kebanyakan kasus pada
periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor
dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium
channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses
coupling pada eksitasi-kontraksi otot. Fontaine et.al telah berhasil
memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak
tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari
L-type calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai
CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis
protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-
His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada
periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih
rendah pada wanita dibanding pria. Pada wanita yang memiliki kelainan
pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya
tidak menimbulkan gejala klinis 8,9.
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai
dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari
sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang
rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak
ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada

17
penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, dengan
serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang
menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan
hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang
timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan
terjadinya serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari
atau saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang
banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak
seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai
yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut 3,8.
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada
tungkai biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat
kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas
lebih jelas terlihat kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali,
kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu
terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai
dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh
diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma,
dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi.
Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi
menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek
kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan
berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang
terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan
bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan 1,8.
Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti
laboratorium darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin,
urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat
membantu kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia.
Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi
diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang

18
berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare, periodik
paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan
hyperaldosteronism.3
5. Gejala klinis
Gejala biasanya muncul pada kadar kalium <2,5 mEq/L. Sebagai
gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan: 3,5
- Mual dan muntah
- Diare
- Poliuria
- Fatigue
dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini
tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan.
- Nyeri otot/kram
- Kelemahan otot-otot skeletal
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai
biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan, dapat juga terjadi sebaliknya
dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti
kelemahan pada kedua tungkai. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh
diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma,
namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi.
- Tidak ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan
dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah
- Jantung berdebar-debar
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Kadar elektrolit serum dan urin
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan
dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue,
dan mialgia.6 Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L
kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal
dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5

19
mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk
rhabdomiolisis dan miogobinuria.
- Fungsi ginjal
- Kadar glukosa darah
Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim
berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh
- pH darah
dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan
pergeseran K+ ke dalam sel.
Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
- Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH
Untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia.

b. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi
gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan
dari PR, QRS, dan QT interval 8.

c. E
normal

Mild hipokalemia

severe hipokalemia

20
MG (Elektromiografi)
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran
kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan
(dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan
menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik hiperkalemik
dan paralisis periodik hipokalemik.
7. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdarkan hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik dan di tunjang oleh pemeriksaan penunjang.1,5,8
Anamnesis meliputi :
- Tanda-tanda kekurangan kalium :
 Kelemahan keempat anggota gerak
 Lemas
 Sesak nafas
 Kelelahan
 Dada berdebar-debar
 Pernafasan yang lambat atau perasaan sulit bernafas
- Tanda-tanda penyebab kehilangan kalium
 Riwayat muntah
 Riwayat diare
 Ketidakmampuan mengkonsumsi makanan yang normal
 Penggunaan obat obat
 Setelah latihan fisik berat
- Kemungkinan faktor resiko
 Riwayat keluhan serupa
 Riwayat keluarga dengan keluhan serupa
 Jenis kelamin (laki-laki lebih beresiko)
 Usia , serangan pertama usia 1-29 tahun
 Frekuensi serangan paling sering 15-35

- Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

21
 Refleks tendon menurun
 Kelemahan anggota gerak
 Kekuatan otot menurun
 Rasa sensoris masih baik
 Aritmia jantung

- Pemeriksaan Penunjang
 Kadar elektrolit serum dan urin
 Fungsi ginjal
 Kadar glukosa darah
 pH darah
 Hormon tiroid
 EKG
 EMG
8. Diagnosis Banding
Miastenia Gravis Guillain barre sindrom Periodik paralisis
 Defenisi : Penyakit auto  Defenisi : suatu kelainan  Defenisi : sindrom klinis
imun, dimana terjadi sistem kekebalan tubuh dengan
reaksi antibodi manusia yang menyerang kelemahan/paralisis otot
terhadap beberapa bagian dari susunan saraf akut, kelompok kelainan
komponen motorik tepi. Jarang menyerang penyakit chanellopathies
pasca sinaps. saraf sensoris, otonom, dan pada otot skeletal.
 Etiologi : idiopatik. SSP. Kelainan ini
 Patofisiologi : Antibodi  Etiologi : autoimun. dikarakteristikkan
merusak Ach di NMJ- Namun biasanya didahului dengan terjadinya suatu
NMJ post sinaptik proses infeksi ; GIT episodik kelemahan tiba-
berukrang-potensial aksi (Camphylobakter jejuni, tiba yang disertai
(-). citomegalovirus), gangguan pada kadar
 Klinis : Rsepiratory track infection kalium serum.
Ocular : ptosis, (mycoplasma pneumonia),  Etiologi : kelainan
penglihatan ganda. virus eibstein barr. genetic, gangguan kadar
Wajah : kesulitan  Patofisiologi : paralisis kalium serum
menguyah, menelan, yang terjadi pada GBS (hyperkalemia,

22
berbicara. disebabkan hilangnya hypokalemia,
Leher : kesulitan myelin, material yang normokalemia), aktivitas
mengangkat kepala saat membungkus saraf. berat/olahraga, puasa,
posisi terlentang. Hilangnya myelin ini hipertiroid
Ekstremitas proksimal : disebut demyelinisasi.  Patofisiologi : tidak
kesulitan mengangkat Demyelinisasi adanya eksitabilitas
lengan setinggi bahu dan menyebabkan membrane otot
kesulitan berdiri dari penghantaran impuls oleh (sarkolema) akibat
posisi duduk dengan saraf tersebut menjadi perubahan dalam kadar
bantuan tangan. lambat atau berhenti sama kalium serum.
Pernafasan : Gangguan sekali.  Klinis : Refleks tendon
pernafasan dan kesulitan  Klinis : rasa baal, menurun, kelemahan
bangun dari posisi tidur parestesia pada bagian anggota gerak, kekuatan
Ekstremitas distal : distal dan diikuti secara otot menurun, berdebar-
kelemahan pada cepat oleh paralisa ke debar
pergelangan dan kaki. empat ekstremitas yang  Tatalaksana : pemberian
 Tes diagnostik : Uji bersifat asendens, Refleks K, diet tinggi Kalium,
tensilon fisiologis akan menurun rendah Na, rendah
 Tatalaksana : sampai menghilang, Karbohidrat
kolinesterase inhibitor, kelemahan bersifat  Khas:
kortikosteroid,imunosupr progresif. kelemahan/kelumpuhan
esan, immunoglobulin,  Penunjang : LCS (proteun setelah bangun tidur atau
plasmafaresis, timektomi. meningkat), EMG. aktivitas berat
 Khas : kelemahan motorik  Tatalaksana :
pada otot-otot kecil. imunoglobulin,
kortikosteroid.
 Khas : kelemahan motorik
bersifat ascenden.

9. Penatalaksanaan
Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia,
kebanyakan pasien dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi
farmakologis. Pasien kita edukasi dan berikan informasi untuk mencegah
dan menurunkan kejadian serangan melalui menghindari kegiatan yang

23
memerlukan kekuatan fisik yang berat, mengkonsumsi buah-buahan atau
jus yang tinggi akan kalium, membatasi intake karbohidrat dan garam (160
mEq/hari).
Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase
dapat diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan
kelemahan episodik dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan.
Acetazolamide merupakan obat jenis tersebut yang banyak diresepkan,
dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan hingga
dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien yang tidak
berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat
carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga
150 mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone
atau triamterine (keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari).
Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari secara oral
yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis dapat mencegah timbulnya
serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan HypoPP yang akut
atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena dengan dosis inisial
0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian
KCL dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari
pemberian dalam larutan glukosa sebagai cairan pembawa.1,5

Ringan Konsentrasi ion K+ > 3 mEq/L dan asimptomatik: beri asupan K+


enteral (oral atau melalui NGT), makanan tinggi kalium seperti
pisang dan semangka.

Sedang Konsentrasi ion K+ 2,5 - 3 mEq/L: beri secara enteral, berikan


melalui intravena apabila pemberian secara enteral gagal

Berat Konsentrasi ion K+ < 2,5 KCl intavena

Rumus koreksi kalium :


4 jam I : (∆K x 0,4 x BB) + BB/3
20 jam II : 1,6 x BB

24
Atau bila dikira-kira dalam 24 jam sekitar :
(∆𝐾 x 0,4 x BB) + 2BB

10. Prognosis
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad functionam : bonam
- Quo ad sanationam : bonam

25
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis Tetraparase ec periodik paralisis hipokalemi berat ditegakkan


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
pasien Tn.W.E.A, umur 24 tahun, dari teori diketahui Periodik paralisis
(Myoplegia paroxysmalis/myoparese familiaris) adalah suatu sindrom klinis
dengan kelemahan/paralisis otot akut, yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu
kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini
dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang
disertai gangguan pada kadar kalium serum. Hipokalemia periodik paralise adalah
kelainan yang ditandai dengan kadar potassium (kalium) yang rendah (kurang dari
3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai
kelumpuhan otot skeletal. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluh kelemahan
pada kedua tungkai. Setelah pulang kerja, pasien mengeluh merasa lemas/ capek,
kemudian pasien makan, lalu tidur. Saat bangun pagi pasien tidak dapat
mengerakkan kedua tungkai bawah, untuk duduk dan berdiri pun tidak bisa,
karena kedua tungkai bawah pasien terasa berat, namun jari-jari kaki masih dapat
digerakkan, kedua tungkai atas pasien hanya bisa digeser.
Pada pemeriksaan fisik, berdasarkan teori ditemukan: Refleks tendon menurun,
kelemahan anggota gerak, kekuatan otot menurun, rasa sensoris masih baik,
aritmia jantung. Pada pasien ini ditemukan kelemahan anggota gerak dan
kekuatan otot menurun tetapi rasa sensorik masih baik.
Pada pemeriksaan penunjang, laboratorium berdasarkan teori yang diperiksakan,
o Kadar elektrolit serum dan urin
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan
suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.6
Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi
lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum
kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan
struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria.
o Fungsi ginjal

26
o Kadar glukosa darah
Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim
berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh
o pH darah
dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+
ke dalam sel.
Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
o Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH
Untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia.
Pada pemeriksaan penunjang Elektrokardiografi Perubahan pada EKG ini dapat
mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang
terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi,
pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval.Pada pasien hanya di lakukan
pemeriksaan laboratorium kalium pada tanggal dengan hasil 1,85 dan
pemeriksaan EKG.
Penatalaksanaan berdasarkan teori Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis
dan miotonia, kebanyakan pasien dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi
farmakologis. Pasien kita edukasi dan berikan informasi untuk mencegah dan
menurunkan kejadian serangan melalui menghindari kegiatan yang memerlukan
kekuatan fisik yang berat, hindari kedinginan, mengkonsumsi buah-buahan atau
jus yang tinggi akan kalium, membatasi intake karbohidrat dan garam (160
mEq/hari). Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat
diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan episodik
dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Acetazolamide merupakan obat
jenis tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara
bertahap ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari.
Pasien yang tidak berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan
penghambat carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50
hingga 150 mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone
atau triamterine (keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari). Pemberian rutin
kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari secara oral yang dilarutkan dengan

27
cairan tanpa pemanis dapat mencegah timbulnya serangan pada kebanyakan
pasien. Pada suatu serangan HypoPP yang akut atau berat, KCL dapat diberikan
melalui intravena dengan dosis inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus
pelan, diikuti dengan pemberian KCL dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga
40 mEq, hindari pemberian dalam larutan glukosa sebagai cairan pembawa pada
pasien ini diberikan terapi Drip KCL 2 Fl dalam Nacl 0,9 % piggi bag 100 cc
habis dalam 2 jam Cek ulang kalium,bila masih dibawah 2 maka beri KCL 2 Fl
dalam Nacl 100 cc/2 jam,IVFD Nacl 0,9 % 500 + KCL 2 Fl : KAEN3B 500
cc/12jam,Aspar K 2X1 tab (p.o),Calc 2X1 tab (p.o),Valsartan 2x80 mg (p.o).
Quo ad vitam : bonam
Periodik paralisis tidak mengancam hidup, sehingga prognosis untuk vital sign
baik.

Quo ad functionam : bonam


Koreksi kalium dengan pemberian KCL intravena dan menganjurkan pasien untuk
makan-makanan yang mengandung tinggi kalium dapat memperbaiki jumlah
kalium dan mengurangi kelemahan pada pasien.

Quo ad sanationam : bonam


Periodik paralisis hipokalemi dengan tatalaksana yang tepat dan mengurangi
aktivitas yang berat serta menghindari makanan mengandung tinggi karbohidrat
dapat mencegah terjadinya kekambuhan periodik paralisis hipokalemi.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam RD,victor M,Ropper AH. Principles of neurologi.7th ed new
York:McGraw-Hill;2001
2. Mahar,M.2008.Neurologi Klinis dasar.Penerbit Jakarta:Dian rakyat,hal 52-
57
3. Greenlee M,Wingo ,CS, McDonough aa,dkk.narrative review: evolving
concepts in potassium homeostasis and hypokalemia. Ann intern Med.
May 2009;150;619-625. Greenfeld D Mickley D, Quinlan DM,Roloff P.
4. Hypokalemia in outpatients with eating disorder.am j psychiatry.152
(1):60-3
5. Malluche et al. Hyperkalemia,Hypokalemi and metabolic alkalosis. In
clinical nephrology,dyalisis and transplantation Ch.1-
2,Lexington,1999,pp.1-44
6. Gennari,Fj.Hypokalemia.N Engl J Med 1998;339-451
7. Assadi. Diangnosis of hypokalemia: a problem solving approach to
clinical cases.IJKD 2008;1:115-22.
8. Singer GG and Benner dkk. Fluid and electrolyte disturbance. In: Fa uci
AS,et al. Editors. Harrison’s principles of internal medicine. Ed 17.
McGrahill. New York,2008.P.282-5
9. Lederer E,Ouseph R,Ford L. Hypokalemia. Available:
www.emedicine.medscape.com.akses 02 februari 2018
10. Frotscher,M. and Baehr, M. 2016. Diagnosis Topik Neurologi DUUS.
Jakarta: EGC. [hal. 66 – 69]

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus Ensefalopati Ec. Ensefalitis
    Laporan Kasus Ensefalopati Ec. Ensefalitis
    Dokumen35 halaman
    Laporan Kasus Ensefalopati Ec. Ensefalitis
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Rehabilitasi Medik
    Laporan Kasus Rehabilitasi Medik
    Dokumen34 halaman
    Laporan Kasus Rehabilitasi Medik
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    100% (1)
  • SP Oot Kosong
    SP Oot Kosong
    Dokumen1 halaman
    SP Oot Kosong
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • Vulnus Laceratum
    Vulnus Laceratum
    Dokumen12 halaman
    Vulnus Laceratum
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • Rekap Jaga Iship 2018 2
    Rekap Jaga Iship 2018 2
    Dokumen4 halaman
    Rekap Jaga Iship 2018 2
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • Borang Online
    Borang Online
    Dokumen1 halaman
    Borang Online
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Ipd
    Jurnal Ipd
    Dokumen17 halaman
    Jurnal Ipd
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading Sarcoma Ewing
    Jurnal Reading Sarcoma Ewing
    Dokumen22 halaman
    Jurnal Reading Sarcoma Ewing
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • Komponen Darah
    Komponen Darah
    Dokumen16 halaman
    Komponen Darah
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS Kanker Paru
    LAPORAN KASUS Kanker Paru
    Dokumen42 halaman
    LAPORAN KASUS Kanker Paru
    DiajengMaria'benedictaOctavianiOsokPrasetyo
    100% (1)