Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan

pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku

manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri

atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,

maka akan meningkatkan kejadian penyakit diare terutama pada balita

(Depkes RI, 2005 dalam Niken, 2014).

Penyakit diare ini sering menjadi masalah kesehatan masyarakat yang

penting karena merupakan penyumbang utama angka kesakitan dan kematian

pada anak diberbagai negara termasuk Indonesia.Diare sering menimbulkan

Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah penderita dan kematian yang

besar, terutama diare akut yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan

makanan. KLB sering terjadi didaerah dengan sanitasi buruk, tidak

tercukupinya air bersih, dan status gizi buruk.

Setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita,

dan hampir tidak ada perubahan dalam dua dekade terakhir. Anak-anak adalah

kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok

anak usia dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak.

Sampai saat ini diare masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit

untuk ditanggulangi, dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu
penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Kejadian

diare pada anak tersebut dapat disebabkan karena kesalahan dalam pemberian

makan, dimana anak sudah diberi makan selain ASI (Air Susu Ibu) sebelum

berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk terkena

diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI,

bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya

dapat diperoleh dari ASI serta adanya kemungkinan makanan yang diberikan

bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk

memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril.

Pada bayi dan balita cairan total tubuh adalah 80% berat badan, dan

pada usia 3 tahun cairan total tubuh adalah 65% berat badan. Cairan total

tubuh terdiri atas cairan dan elektrolit yang didistribusikan diantara

kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler. Namun masih ada ibu yang

belum memahami pentingnya cairan pada anak yang mengalami diare.

Biasanya jika ibu membawa anaknya ke tenaga kesehatan maka ibu akan

cenderung mengandalkan cairan infus untuk menggantikan cairan yang

dikeluarkan pasien. Padahal rehidrasi awal pada pasien diare sangat penting

untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Persepsi, sikap dan perilaku keluarga

masih menjadi permasalahan, data-data hasil penelitian selalu menunjukkan

pengetahuan, sikap dan perilaku ibu masih rendah dalam penanganan penyakit

diare (Verawati, 2009). Persepsi yang salah tentang pemenuhan cairan pada

anak diare dapat memperparah kondisi diare, anak dapat mengalami dehidrasi

berat bahkan sampai berujung pada kematian.


Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia

terutama di negara berkembang. Menurut catatanWorld Health Organization

(WHO), diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun. Diare hingga

kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan

anak-anak. Menurut data WHO pada tahun 2013, diare merupakan penyakit

kedua yang menyebabkan kematian pada anak-anak balita (bawah lima tahun).

Anak-anak yang mengalami kekurangan gizi atau sistem imun yang kurang

baik seperti pada orang dengan HIV sangat rentan terserang penyakit diare.

Diare sudah membunuh 760.000 anak setiap tahunnya. Sebagian besar orang

diare yang meninggal dikarenakan terjadinya dehidrasi atau kehilangan cairan

dalam jumlah yang besar.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat

kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan

negara-negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Data

statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 45 juta penduduk

Indonesia, dua pertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar

500.000 jiwa. salah satunya dari hasil Riset KesehatanDasar Nasional

(RISKESDAS) pada tahun 2013, penderita diare di Indonesia berasal dari

semuaumur, namun prevalensi tertinggi penyakit diare diderita oleh balita,

terutama pada usia <1 th (7%) dan 1-4 tahun (6,7). (Endang, 2013).

Berdasarkan hasil pengambilan data awal di bangsal anak RSUD

Pariaman terhadap kasus diare, dimana jumlah anak yang di rawat dengan

kasus diare sebanyak 157 orang. Angka ini menjadikan kasus diare pada
bangsal anak menduduki urutan pertama dari 10 penyakit rawatan yang ada di

bangsal IKA.

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap salah seorang

petugas yang ada di bangsal IKA mengatakan bahwa kasus gastroenteritis atau

diare pada anak adalah terbanyak di rawatan. Hal ini dikarenakan anak-anak

masih rentan menerima seluruh bentuk penyakit, dikarenakan anak-nak

biasanya memiliki anti bodi yang masih lemah dibandingkan dengan orang

dewasa. Ditambah faktor yang membuat terjadinya diare sangatlah banyak

menjadikan anak mudah menderita diare. seperti makan-makanan yang kurang

hygienis, pencucian tabung susu yang kurang bersih, susu yang tidak cocok

buat anak, dan lain sebagainya.

Sedangkan dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan

di ruang IKA tersebut terhadap 4 orang yang di rawat dengan diare

mengatakan bahwa anaknya mencret-mencret lebih dari 5x dalam sehari,

badannya tampak lemas dan malas makan, anaknya menjadi rewel dan

mengeluh sakit perut.

Dari masalah diatas penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah

tentang asuhan keperawatan pada anak dengan diare di ruang rawat inap IKA

RSUD Pariaman tahun 2017.

1.2 Batasan Masalah

Pada studi kasus ini maka peneliti melakukan studi kasus terhadap

pada anak dengan diare di ruang rawat inap IKA RSUD Pariaman tahun 2017.
1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah bagaimana asuhan

keperawatan pada anak dengan diare di ruang rawat inap IKA RSUD

Pariaman tahun 2017?.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui gambaran penerapan asuhan keperawatan pada

anak dengan diare di ruang rawat inap IKA RSUD Pariaman tahun 2017.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan diare di ruang rawat

inap IKA RSUD Pariaman tahun 2017.

2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan diare di

ruang rawat inap IKA RSUD Pariaman tahun 2017.

3. Mampu membuat intervensi pada anak dengan diare di ruang rawat

inap IKA RSUD Pariaman tahun 2017.

4. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada anak dengan diare di

ruang rawat inap IKA RSUD Pariaman tahun 2017.

5. Mampu membuat evaluasi tindakan keperawatan pada pada anak

dengan diare di ruang rawat inap IKA RSUD Pariaman tahun 2017.

1.4.3 Manfaat Penelitian

1. Bagi keluarga

Untuk penunjang pengetahuan dan sumber informasi bagi

keluarga tentang penyakit yang diderita oleh anaknya serta dapat

memberikan penatalaksanaan terhadap anak yang mengalami diare.


2. Bagi peneliti

Memberikan masukan bagi peneliti tentang masalah anak

dengan diare serta dapat memberikan aplikasi terhadap ilmu yang

didapat di bangku perkuliahan.

3. Bagi RSUD Pariaman

Agar dapat menjadi masukan bagi instansi yang terkait

khususnya bagi RSUD Pariaman tentang gambaran asuhan

keperawatan pada anak yang mengalami diare serta dapat benar-benar

mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada anak yang mengalami

diare sesuai dengan teori yang sebenarnya.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi dan dapat digunakan untuk

meningkatkan mutu pendidikan dalam hal pengembangan tenaga

kesehatan di masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Definisi

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi


lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali
dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan
(Juffrie, 2010).

Diare adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek


atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering
disbanding biasanya. Diare biasanya memiliki frekuensi BAB 3x atau
lebih dalam 1 hari (Kemenkes RI, 2011).

2.1.2 Patofisiologi

Menurut wijoyo (2013) Patofisiologi diare dapat dibagi dalam tiga macam

kelainan pokok sebagai berikut:

1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin).

Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat

menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang

juga cukup penting dalam diare ialah empedu. Ada empat macam

garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari

kantong empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan

sekresi cairan di jejunum dan kolon dan akan menghambat absorpsi

cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam

dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus.

Diduga bakteri mikroflora usus turut berperan dalam

pembentukan asam dioksikholik tersebut. Hormon-hormon saluran


pencernaan diduga juga dapat memengaruhi absorpsi air pada mukosa

usus manusia, antara lain gastrin, sekretin, kholesistokinin, dan

glucagon. Suatu perubahan pH cairan usus juga dapat menyebabkan

terjadinya diare, seperti terjadi pada sindroma zollinger ellison atau

pada jejunitis.

2. Kelainan cepat laju bolus makanan di dalam lumen usus (invasive

diarrhea).

Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal

apabila bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran

pencernaan dan berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Selain itu,

waktu sentuhan yang kuat antara khim dan permukaan mukosa usus

halus diperlukan untuk absorpsi normal.

Kemampuan permukaan mukosa usus halus berfungsi sangat

kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup

setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat.

Motilitas usus merupakan faktor yang berperan penting dalam

ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat

menyebabkan mikroorganisme berkembang biak secara berlebihan

yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan

digesti, dan absorpsi sehingga menimbulkan diare.

Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon

prostaglandin, gastrin, dan pankreosimi, dalam hal ini dapat

memberikan efek langsung terhadap diare. Selain itu, hipermotilitas

dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin Staphilococcus maupun


kolera atau ulkus mikro yang invasif oleh Shigella sp atau Salmonella.

Selain uraian di atas, harus diingat bahwa hubungan antara aktivitas

otot polos usus, gerakan isi lumen usus, dan absorpsi mukosa usus,

merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.

3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).

Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang

melebihi kapasitas pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan

diare. Adanya malabsorpsi dari karbohidrat, lemak, dan protein akan

menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotic intraluminal sehingga

akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.

Malabsorpsi karbohidrat pada umumnya merupakan malabsorpsi

laktosa yang terjadi karena defisiensi enzim laktase. Dalam hal ini

laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis

dan kurang diabsorpsi oleh usus halus. Bakteri-bakteri dalam usus

besar, kemudian memecah laktosa menjadi monosakarida dan terjadi

fermentasi, selanjutnya menjadi gugusan asam organik dengan rantai

atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon.

Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam

lumen kolon hingga terjadi diare.

Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih

luas sebagai defisiensi disakaridase (meliputi sukrase, maltase,

isomaltase, dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada

mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim

tersebut terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam


lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan

osmotic dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.

2.1.3 Tanda dan Gejala

1. Diare tanpa dehidarasi

Tidak ada tanda-tanda untuk di klasifikasikan sebagai dehidrasi berat

atau ringan sedang.

2. Diare dengan dehidrasi berat

a. Letargis atau tidak sadar

b. Mata cekung

c. Tidak bisa minum atau malas minum

d. Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat

3. Diare dengan dehidrasi ringan / sedang

a. Gelisah, rewel, atau mudah marah

b. Mata cekung

c. Haus, minum dengan lahap

d. Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat

2.1.4 Komplikasi Diare

Menurut Suriyadi dan Yuliani (2006), akibat diare dan kehilangan

cairan serta elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi

sebagai berikut dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik,

hipertonik), hipokalemia, hipokalsemia, cardiac dysrhythmias akibat

hipokalemi dan hipokalsemi, hiponatremia, syok hipovolemik, dan

asidosis.

2.1.5 Penatalaksanaan
1. Penanganan diare dirumah yang tepat

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008)

penanganan diare di rumah yang tepat adalah dengan memberikan

cairan yang lebih banyak dari biasanya:

a. Jika masih menyusui maka teruskan dalam pemberian ASI.

b. Berikan oralit sampai diare berhenti, jika terjadi muntah tunggu 10

menit lalu lanjutkan sedikit demi sedikit. Usia < 1 tahun berikan

50-100 ml setiap kali berak, > 1 tahun berikan 100-200ml setiap

kali berak.

c. Berikan cairan rumah tangga seperti kuah sayur atau air matang

sebagai tambahan.

2. Muntah yang berlebih

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008)

penanganan dehidrasi dengan muntah yang berlebih yaitu dengan cara

pemberian cairan tambahan seperti oralit dan zinc. Rincian pemberian

oralit dan zinc adalah sebagai berikut :

a. Dehidrasi ringan dan sedang

Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75ml x berat

badan anak, jika berat badan tidak diketahui dapat menggunakan

usia. Usia <1 tahun 300ml, 1-4 tahun 600ml, >5 tahun 1200ml,

untuk bayi <6 bulan yang tidak mendapat asi berikan juga 100-

200ml air masak selama masa ini, untuk usia >6 bulan tunda

pemberian makan selama 3 jam kecuali asi dan oralit. Beri obat
zinc selama 10 hari berturut-turut, usia <6 bulan ½ tablet per hari,

>6 bulan 1 tablet per hari.

b. Dehidrasi berat

Beri cairan intravena segera ringer laktat atau NaCl 0,9%. Usia <1

tahun 30ml/BB 1 jam pertama kemudian 50ml/BB per 5 jam, >1

tahun 30ml/BB 30 menit pertama, kemudian 50ml/BB 2 ½

jam.nilai kembali tiap 15-30 menit serta diberikan oralit

5ml/kg/jam jika bisa minum biasanya 3-4 jam untuk bayi dan 1-2

jam untuk anak serta berikan obat zinc selama 10 hari berturut-

turut.

3. Demam

Dalam penelitian yang dilakukan oleh lubis dan lubis (2011)

mengatakan bahwa penanganan demam pada balita adalah dengan

memberikan antipiretik paracetamol dan ibuprofen. Ibuprofen

memiliki risiko yang terkecil terhadap efek samping gastrointestinal.

Untuk parasetamol oral, dosis standar 10–15 mg/kg per dosis

(maksimum, 1 gr per dosis) diberikan 4–6 kali per hari. Dosis

terapeutik maksimum 60 mg/kg per hari pada anak usia <3 bulan dan

80 mg/kg per hari pada anak usia >3 bulan (maksimum, 3 gr/hari), dan

dosis toksik ialah >150 mg/kg pada pemberian tunggal. Untuk

ibuprofen oral, dosis standar 10 mg/kg per dosis (maksimum, 800 mg

per dosis) diberikan 3 atau 4 kali sehari. Dosis terapeutik maksimum

30 mg/kg per hari (maksimum, 1,2 gr/hari), dan dosis toksik >100
mg/kg per hari. Pada jam ke-4 dan ke-6 setelah pemberian antipiretik

penurunan demam terjadi 15%.

WOC DIARE

Infeksi Malabsorbsi KH, Makanan Psikologis


 Enteral Protein, lemak basi, alergi takut, cemas
 Parenteral
Aktivitas tonus me 
ggn pada villi usus Makanan tdk diserap

Absorbsi aktif Na dari lumen usus Tek. osmotik cairan


me sekresi aktif NaCl & air dari usus meningkat
mukosa ke lumen usus me 
Volume usus meningkat hiperperistaltik

MK : Ggn. Pola tidur


Diare

Kehilangan
cairan dan Pengeluaran Na+ me 
elektrolit MK :
di vaskuler -Defisit volume cairan Na HCO3 plasma me Iritasi Anus
-Resiko syok hipo
volemik
Metabolisme anaerob MK :
Kulit di Sal cerna terakumulasi Ggn. Rasa nyaman
perianal toksin Asam laktat  Ggn. Integritas kulit
Lama kontak Terjadi anoreksia,
dg cairan mual, muntah
dan bakteri Asidosis
MK:
Kulit Lembab Ggn Pemenuhan nutrisi
Ggn Tumbang Asam lambung 
Pertumbuhan
bakteri
meningkat MK : Ggn. nutrisi
Nafsu makan me 
MK:
Kecemasan o
Iritasi kulit Resiko kerusakan
integritas kulit
2.2 Pengkajian Fokus

1. Identitas Klien

Berisikan nama, alamat, pekerjaan orang tua, umur, dan nomor MR.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Awal Serangan : Gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia

kemudian timbul diare

2) Keluhan Utama : Feses semakin cair, muntah, kehilangan

banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, tonus dan

turgor kulit berkurang, mulut dan bibir kering, frekuensi

buang air besar lebih dari 3x dengan konsisten encer.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi serta pola makan

yang tidak sehat seperti makanan yang sudah basi dan pernah

mengalami dehidrasi dikarenakan diare dan muntah-muntah yang

hebat.

c. Riwayat Kesehatan keluarga

Kebiasaan keluarga dalam penyajian makanan, seperti kurangnya

kebersihan keluarga dalam memasak serta menyajikan makanan,

sehingga mudahnya terserang penyakit. serta apakah ada anggota

keluarga yang lain yang mengalami gastroenteritis akibat

kurangnya kebersihan dalam penyajian makanan.

3. Kebutuhan dasar

a. Pola Eliminasi
Mengalami perubahan yaitu buang air besar lebih dari 4x sehari

b. Pola Nutrisi

Penurunan pola nutrisi / nafsu makan menurun, dikarenakan rasa

lemas pada badan.

c. Pola Istirahat dan Tidur

Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan

menimbulkan rasa tidak nyaman

d. Pola Aktifitas

Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri

akibat disentri abdomen.

e. Pola persepsi sensori

Akan merasakan nyeri tekan pada abdomen dan nyeri kram pada

kuadrat kanan bawah : nyeri abdomen tengah bawah (keterlibatan

jejunum), dan nyeri tekan menyebar kebagian periumbelikal.

f. Pola hubungan dengan orang lain

Masalah berhubungan / peran akan terganggu sehubungan dengan

kondisi ketidakmampuan aktif secara sosial.

4. Pengkajian fisik

Pengkajian fisik meliputi :

a. Keadaan umum pasien

Pada pasien gastroenteritis belum ada dehidrasi keadaan umum

baik, dehidrasi sedang keadaan umumnya cukup, pada dehidrasi

berat keadaan umumnya buruk.


b. Kesadaran

Pada umumnya kesadaran pasien dengan gastroenteritis dibagi

menjadi 3 kriteria :

1) Belum ada dehidrasi : sadar atau terjaga, sadar pada diri dan

lingkungan. Saat diajak bicara dengan suara normal, dan pasien

dapat melihat kearah petugas dan berespon sempurna serta

sesuai dengan ransangan.

2) Dehidrasi sedang : tingkat kesadaran klien sadar namun tidak

menuntut kemungkinan pasien dengan dehidrasi sedang jatuh

pada tingkat kesadaran letergia (ketika diajak bicara dengan

suara keras, pasien terlihat mengantuk tetapi membuka

matanya dan memberikan respon terhadap pertanyaan.

3) Dehidrasi berat : tingkat kesadaran klien obtudansi (ketika

diguncangkan dengan perlahan pasien membuka matanya dan

melihat pada petugas tetapi memberikan respon dengan lambat

dan agak sedikit bingung). Dapat juga masuk pada tingkat

kesadaran stupor (kesadaran terhadap diri dan lingkungan

minimal) dan koma meskipun mendapat ransangan yang

menyakitkan secara berulang, pasien tetap tak tersadarkan

dengan matanya terpejam.

c. Tanda-tanda vital

1) Tekanan darah : mengalami penurunan dibawah normal yaitu

kurang dari 120/80 mmhg.


2) Suhu : mengalami peningkatan, biasanya lebih besar dari

37,5oC.

3) Nadi : denyut nadi pengalami penurunan daro 100x/menit.

4) Pernafasan : pada pernafasan klien gastroenteritis dengan

belum adanya dehidrasi masih batas normal yaitu 24x/menit.

namun pada klien gastroenteritis dengan dehidrasi sedang dan

dehidrasi berat pernafasannya mengalami penurunan dari

ambang normal kurang dari 24x/menit.

d. Keadaan

1) Kepala : rambut, termasuk kuantitas, penyebaran, dan tekstur,

kulit kepala, termasuk warna (pucat), tekstur, penyebaran

rambut dan lesi, dan ubun-ubun terkadang cekung.

2) Mata : mata cekung, reaksi pupil terhadap cahaya isokor, jika

ada implikasi maka terdapat kelainan quadrantik, seklera dan

konjungtiva bisa terjadi interik. Kelopak mata biasa terjadi

anameris.

3) Daun telinga : lubang telinga dan gendang telinga biasanya

ditemukan kemungkinan penurunan ketajaman pendengaran.

4) Hidung : tidak mendapat keluhan

5) Mulut dan faring : inspeksi (bibir terjadi sianosis atau pucat)

6) Leher : palpasi kelenjer limfe, inspeksi kelenjer hiroid

7) Thorak dan paru-paru : inspeksi (frekuensi terjadi penurunan

kurang dari 24x/menit, iramanya lemah, kedalaman dan upaya

bernafas dalam.
8) Jantung : biasanya tidak terdapat keluhan

9) Abdomen : inspeksi (secara berurutan, inspeksi abdomen

dengan evaluasi sulit : warna, jaringan parut, terdapat lesi atau

kemerahan), palpasi (Tidak terdapat nyeri tekan, Turgor kulit

menurun/pengembalian kulit lama, tidak teraba adanya

pembesaran limpa, Tidak teraba adanya massa.). perkusi

terdengar bunyi hipertimpani, dan auskultasi (peristaltic bising

usus 24x/menit, bising usus +)

10) Genitalia, anus dan rectum : biasanya terjadi lesi atau

kemerahan pada anus.

11) Ekstermitas : biasanya terjadi kelemahan otot ekstermitas.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Feses

Tinja berdarah lendir disertai tenesmi dan berbau anyir, biasanya

ditemukannya pada disentri (basiler atau ambiasis), kolitis

ulserosa, enteritis regionalis, tetapi jarang sekali pada karsinoma

kolon sigmoid, divertikulitis koli, kolitis tuberkulosa,poliposis koli

yang difus.Pada karsinoma kolon atau rekti,biasanya akan keluar

darah segar berbau busuk,dan penderita merasa masih ada tinja

(skibala) di dalam.Divertikulitis koli umumnya akan menimbulkan

diare berdarah lendir tanpa disertai nanah dan jarang disertai

tenesmi.

b. Elektrolit

Natrium dan Kalium menurun


c. Urinalisa

Urin pekat, BJ meningkat

d. Analisa Gas Darah

Antidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan)

6. Data Fokus

a. Subyektif

1) kelemahan

2) diare lunak s/d cair

3) anoreksia mual dan muntah

4) tidak toleran terhadap diit

5) Perut mulas s/d nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah,

abdomen tengah bawah)

6) Haus, kencing menurun

7) Nadi meningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun cepat

dan dalam (kompensasi ascidosis).

b. Obyektif

1) Lemah, gelisah

2) Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus

3) Penurunan turgor, pucat, mata cekung

4) Nyeri tekan abdomen

5) Urine kurang dari normal

6) Hipertermi

7) Hipoksia / Cyanosis, Mukosa kering, Peristaltik usus lebih dari

normal.
2.1.1 Diagnosa Keperawatan Yang Berkemungkinan Muncul

a. Deficit volume cairan b/d diare.

b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake

nutrisi inadekuat b.d faktor biologis.

c. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive,

penyakitnya.

d. Kerusakan integritas kulit b.d ekresi/BAB sering.

e. Resiko syok b/d hipovolemi.

(Nanda, 2014).

2.1.2 Rencana Keperawatan

Tabel. 2.1
Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


o Keperawatan
1 DefiSit NOC: NIC :
volume cairan  Fluid balance Fluid Managemen
b/d diare  Hydration  Timbang
 Nutritional Status : Food and popok/pembalu
Fluid Intake t jika
diperlukan
Kriteria Hasil :  Pertahankan
 Mempertahankan urine output catatan intake
sesuai dengan usia dan BB, BJ dan output yang
urine normal, HT normal akurat
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh  Monitor status
dalam batas normal hidrasi (
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, kelembaban
Elastisitas turgor kulit baik, membran
membran mukosa lembab, tidak mukosa, nadi
ada rasa haus yang berlebihan adekuat,
tekanan darah
ortostatik ), jika
diperlukan
 Monitor vital
sign
 Monitor
masukan
makanan /
cairan dan
hitung intake
kalori harian
 Kolaborasikan
pemberian
cairan intravena
IV
 Monitor status
nutrisi
 Dorong
masukan oral
 Berikan
penggantian
nesogatrik
sesuai output
 Dorong
keluarga untuk
membantu
pasien makan
 Tawarkan
snack ( jus
buah, buah
segar )
 Kolaborasi
dokter jika
tanda cairan
berlebih
muncul
meburuk
 Atur
kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk
tranfusi

Hypovolemia
Management
 Monitor status
cairan termasuk
intake dan
ourput cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat
Hb dan
hematokrit
 Monitor tanda
vital
 Monitor
responpasien
terhadap
penambahan
cairan
 Monitor berat
badan
 Dorong pasien
untuk
menambah
intake oral
 Pemberian
cairan Iv
monitor adanya
tanda dan
gejala
kelebihanvolum
e cairan
 Monitor adanya
tanda gagal
ginjal

2 Ketidak NOC: NIC :


seimbangan  Nutritional Status : Nutrition
nutrisi kurang  Nutritional Status : food and Fluid Management
dari Intake  Kaji adanya
kebutuhan  Nutritional Status : nutrient Intake alergi makanan
tubuh b/d  Weight control  Kolaborasi
intake nutrisi dengan ahli gizi
inadekuat b.d Kriteria hasil : untuk
faktor  Adanya peningkatan berat badan menentukan
biologis sesuai dengan tujuan jumlah kalori
 Beratbadan ideal sesuai dengan dan nutrisi yang
tinggi badan dibutuhkan
 Mampumengidentifikasi pasien.
kebutuhan nutrisi  Anjurkan
 Tidk ada tanda tanda malnutrisi pasien untuk
 Menunjukkan peningkatan fungsi meningkatkan
pengecapan dari menelan intake Fe
 Tidak terjadi penurunan berat  Anjurkan
badan yang berarti pasien untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
 Berikan
substansi gula
 Yakinkan diet
yang dimakan
mengandung
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
 Berikan
makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli
gizi)
 Ajarkan pasien
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian.
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan
kalori
 Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
 Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition
Monitoring
 BB pasien
dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
biasa dilakukan
 Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
 Monitor
lingkungan
selama makan
 Jadwalkan
pengobatan da
n tindakan tidak
selama jam
makan
 Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor
kulit
 Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
 Monitor mual
dan muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb,
dan kadar Ht
 Monitor
makanan
kesukaan
 Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori
dan intake
nuntrisi
 Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
 Catat jika lidah
berwarna
magenta,
scarlet
3 Risiko infeksi NOC: NIC:
b/d penurunan  Bowel elimination Kontrol infeksi
imunitas  Fluid balance  Batasi
tubuh,  Hydration pengunjung.
prosedur  Electrolyte acid base belance  Bersihkan
invasive, lingkungan
penyakitnya Kriteria hasil : pasien secara
 Bebas dari tanda dangejala infeksi. benar setiap
 Keluarga tahu tanda-tanda infeksi. setelah
 Angka leukosit normal. digunakan
pasien.
 Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
merawat pasien
, dan ajari cuci
tangan yang
benar.
 Lakukan
dresing infus
tiap hari
 Anjurkan pada
keluarga untuk
selalu menjaga
kebersihan
klien dan
menjaga pantat
selalu kering u/
hindari iritasi.
 Tingkatkan
masukkan gizi
yang cukup.
 Tingkatkan
masukan cairan
yang cukup.
 Anjurkan
istirahat.
 Berikan therapi
antibiotik yang
sesuai, dan
anjurkan untuk
minum sesuai
aturan.
 Ajari keluarga
cara
menghindari inf
eksi serta
tentang tanda
dan
gejala infeksi
dan segera
untuk
melaporkan
keperawat
kesehatan.
 Pastikan
penanganan
aseptic semua
daerah IV (intra
vena).

Proteksi infeksi
 Monitor tanda
dan gejala
infeksi.
 Monitor WBC.
 Anjurkan
istirahat.
 Ajari anggota
keluarga cara-
cara
menghindari
infeksi dan
tanda-tanda
dan gejala
infeksi.
 Batasi jumlah
pengunjung.
 Tingkatkan
masukan gizi
dan cairan yang
cukup

4 Kerusakan NOC: NIC:


integritas kulit  Tissue integrity : skin and mucous Pressure
b.d membranes Management
ekresi/BAB se  Hemodyalisis akses  Mobilisasi
ring pasien setiap
Kriteria hasil : dua jam sekali
 Integritas kulit yang baik bisa  Monitor status
dipertahankan pasien
(sensasi,elastisitas,temperatur,hidr  Memandikan
asi,pigmentasi) pasien dengan
 Tidak ada luka/lesi pada kulit sabun dan air
 Perfusi jaringan baik hangat
 Menunjukan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera
berulang
 Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami

5 Resiko syok NOC: NIC:


b/d  Syok prevention Syok Prevention
hipovolemi  Syok management  Monito status
sirkulsi
Kriteria Hasil : BP,warna
 Nadi dlam bats yang dihrapkan kulit,suhu
 Irama jantung dalam batas yang kulit,denyut
diharapkan jantung,HR,dan
 Frekuensi nafas jantung dalam ritme,nadi
batas yang diharapkan perifer dan
 Natrium serum dbn cafilari refil
 Kalium serum dbn  Monitor suhu
 Klorida serum dbn dan pernafasan
 Kalsium serum dbn  Monitor input
 PH darah serum dbn dan autput
 Hidrasi  Monitor tanda
 Indikator : awal syok
 Mata cekung tidak ditemukan  Monitor
 Demam tidak ditemukan inadekuat
 TD dbn oksigenasi jarin
gan
 Ht dbn
 Lihat dan
pelihara
kepatenan jalan
nafas

Syok Management
 Monitor
tekanan nadi
 Monitor status
cairan,input
outpu
 Monitor fungsi
neurologis
 Monitor fungsi
renal
 Memonitor
gejala gagal
pernafasan
(misaknya,
rendah PaO2
peningkatan
PaO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus


Desain studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

kasus. Penelitian studi kasus adalah studi untuk meneksplorasi masalah asuhan

keperawatan pada anak dengan diare di ruang rawat inap IKA RSUD

Pariaman tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Rencana penelitian ini akan dilaksanakan diruang rawat inap IKA RSUD

Pariaman pada bulan April 2017. Penelitian ini dilakukan paling minimal

selama 3 hari.

3.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini dilakukan pada 2 pasien (2 kasus) yang di rawat

dengan kasus diare diruang rawat inap IKA RSUD Pariaman dengan

melakukan perbandingan antara dua anak yang diberikan asuhan keperawatan

dengan yang tidak diberikan asuhan keperawatan.

3.4 Pengumpulan data

Pengumpulan data yang di lakukan yaitu dari data primer yaitu

penelitian yang melakukan tindakan dan anak yang menerima tindakan.

Sedangkan data primer berupa data hasil wawancara, observasi, dan

dokumentasi.

3.4.1 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan dilakukan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara


(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut

(Moleong, 2010)

Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara

terstruktur, yaitu wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa

pertanyaan secara sistematis yang berhubungan dengan hal-hal yang

diperlukan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang

menyangkut penelitian.

3.4.2 Observasi

Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang

sesuai dengan sifat penelitian karena mengadakan pengamatan secara

langsung atau disebut pengamatan terlibat dimana peneliti juga menjadi

instrument atau alat dalam penelitian sehingga peneliti harus mencari data

sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung

kebeberapa informan yang telah ditentukan sebagai sumber data.

Metode observasi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan umum

pasien serta melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien. Hal ini agar

memudahkan peneliti memperoleh data dengan cara mengobservasi dari

bentuk keluhan pasien dan bentuk keadaan pasien. Sehingga dapat

menegakkan suatu asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa pemeriksaan

fisik pasien.

3.4.3 Dokumentasi

Dokumentasi penelitian ini adalah berupa hasil dokumentasi yang

memperkuat keadaan umum pasien seperti hasil labor, dan catatan

diagnosa penyakit yang di isi oleh dokter.


3.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan untuk menguji kualitas data / informasi yang

diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas

tinggi, uji keabsahan data meliputi : credility, transferability, deperidabiliti,

confirmability (Sugiyono, 2014).

Agar data dalam penelitian dapat dipertanggung jawabkan sebagai penelitian

ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji keabsahan data yang

dapat dilaksanakan.

3.5.1 Credibility (uji kepercayaan)

1. Memperpanjang waktu pengamatan / tindakan

Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas

kepercayaan data. Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti

kembali kelapangan melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan

sumber data yang ditemui maupun sumber data yang lebih baru.

2. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian

Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan maka

kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat atau

direkam dengan baik, sistematis, meningkatkan kecermatan merupakan

salah satu cara mengontrol, mengecek pekerjaan apakah data yang

telah dikumpulkan, dibuat dan disajikan sudah benar atau belum.

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik yang mencari pertemuan pada satu titik

tengah informasi dari data yang terkumpul guna pengecekkan dan

pembanding terhadap dua data yang telah ada (Sugiyono, 2014).


Dengan demiIKAn terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2007).

3.5.2 Transferability (ketepatan)

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian.

Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat

diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil

(Sugoyono, 2007)

Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai transfer sampai saat ini

masih dapat diterapkan/dipakai dalam situasi lain. Bagi penulis nilai

transfer sangat bergantung pada sipemakai, sehingga ketika penelitian

dapat digunakan dalam konteks yang berbeda di situasi yang berbeda

validitas nilai transfer masih dapat dipertanggung jawabkan.

3.5.3 Dependability (dipercayai)

Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercayai, dengan kata lain

beberapa percobaan yang dilakukan selalu mendapatkan hasil yang sama.

Penelitian yang dependability atau reliabilitas adalah penelitian

apabila penelitian yang dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian

yang sama akan memperoleh hasil yang sama pula. Pengujian

dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penelitian. Dengan cara aoditor yang independen atau

pembimbing yang independen mengaudit keseluruhan aktivitas yang di

lakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian, misalnya bisa dimulai

ketika bagaimana peneliti mulai menentukan masalah, terjun kelapangan,


memilih sumber data, melaksanakan analisis data, melakukan uji

keabsahan data, sampai pada pembuatan laporan hasil pengamatan.

3.5.4 Confirmability (disepakati)

penelitian uji confirmability berarti menguji hasil penelitian yang

dikaitkan dengan proses yang telah dilakukan. Apabila hasil penelitian

merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian

tersebut telah memenuhi standar confirmability.

3.6 Analisis Data

Teknik analisis digunakan dengan cara mengobservasi dan

mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan yang

bertujuan untuk mendapatkan data yang selanjutnya akan di interprestasikan

oleh peneliti dan dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk

memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut, yaitu dengan urutan :

3.6.1 Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumentasi).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam

bentuk transkip.

3.6.2 Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori

Data hasil wawancara dijadikan satu dalam bentuk transkip. Data yang

terkumpul lalu dibuat koding yang dibuat oleh peneliti dan memiliki arti

tertentu sesuai dengan topik penelitian yang telah diterapkan. Data

obyektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian

dibandingkan nilai normal.

3.6.3 Penyajian data


Penyajian data dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan menguburkan

identitas dari responden.

3.6.4 Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi yaitu pengkajian,

diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

3.7 Etika Studi Kasus

Etika studi kasus ini bertujuan untuk melindungi dan menjamin

kerahasiaan responden. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan

perjanjian kepada Kepala Ruang Melati, dilanjutkan dengan pengambilan data

yang diambil dengan kuesioner dan diberikan kepada responden dengan

menekankan masalah etika yang meliputi (Hidayat, 2010) :

3.7.1 Lembar Persetujuan Responden (Informed Counsent)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden. Tujuannya agar

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang

diteliti setelah pengumpulan data. Setelah subyek bersedia menjadi

responden, kemudian harus menandatangani lembar persetujuan menjadi

responden. Sehingga peneliti tidak memaksa dan menghormati haknya.

3.7.2 Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (format

pengkajian) yang diisi, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode yaitu

responden 1, 2, dst.

3.7.3 Kerahasiaan (Confidientially)


Untuk menjamin kerahasiaan dari hasil penulisan asuhan keperawatan

pasien, baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi dijamin

oleh penulis, hanya hasil yang berkaitan dengan bidang tertentu saja yang

akan dilaporkan pada hasil penulisan study kasus.

Anda mungkin juga menyukai