Anda di halaman 1dari 93

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. (11). Salah satu institusi tempat dilaksanakannya upaya kesehatan
adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat(10). Pekerjaan
Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional(11). Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut
untuk merealisasikan perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi
produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan. Salah satu cara meningkatkan pelayanan farmasi, diperlukan
sumber daya manusia yang kompeten dalam menerapkan teori pelayanan
kefarmasian.
Oleh karena itu diselenggarakan praktek kerja profesi apoteker dengan tujuan
untuk meningkatkan kemampuan akademik dengan kompetensi yang diharapkan
melalui praktek di RSUD Cibabat Cimahi. Diharapkan mahasiswa calon apoteker
dapat memperoleh bekal pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai hal
yang berkaitan dengan rumah sakit, terutama mengenai peran dan tanggung jawab
apoteker di suatu instalasi farmasi rumah sakit serta dapat mempersiapkan diri
dengan mencari pengalaman sebelum menjalankan tugas dan tanggung jawab di
rumah sakit.
2

1.2 Tujuan
Tujuan praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit adalah:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah sakit.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan
dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah
sakit.
3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari
strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktek farmasi komunitas di rumah sakit.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
rumah sakit.

1.3 Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah
Cibabat Cimahi, yang berlokasi di Jl. Jenderal H. Amir Machmud Nomor 140
Cimahi dengan waktu pelaksanaan selama 1 bulan pada tanggal 2 Oktober 2017
sampai dengan 31 Oktober 2017.
3

BAB II
TINJAUAN KHUSUS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBABAT

2.1 Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat [13]


2.1.1 Status Rumah Sakit
Nama : Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat (RSUD Cibabat)
Kepemilikan : Pemerintah Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat
Klasifikasi : Termasuk rumah sakit tipe B
Akreditasi : Paripurna
Status : Rumah Sakit Non Pendidikan

2.1.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit [13]


Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat disajikan pada Lampiran
2, Gambar II.1.

2.1.3 Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit [13]


Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUD Cibabat memiliki anggota yang terdiri dari
ketua dan sekretaris TFT. Tugas TFT di RSUD Cibabat adalah memantau
pelaksanaan penggunaan obat yang rasional, menyusun dan merevisi
formularium, serta mengkoordinasikan pemantauan efek samping obat.
Susunan kepanitiaan Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan di
RSUD Cibabat adalah :
1. Panitia Farmasi dan Terapi terdiri dari para dokter yang mewakili setiap
spesialisasi, apoteker IFRS dan perawat .
2. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang menjadi anggota
komite medik di RSUD Cibabat. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi
farmasi.
3. Panitia Farmasi dan Terapi di RSUD Cibabat mengadakan rapatsecara teratur
2 (dua) bulan sekali.
4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris,
termasuk persiapan darihasil-hasil rapat.
4

5. Membina hubungan kerja dengan sekretaris PFT didalam Rumah Sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat [13]


Instalasi Farmasi merupakan satu-satunya pengelola perbekalan farmasi di RSUD
Cibabat yang telah menerapkan sistem satu pintu yang melayani pasien rawat
jalan, rawat inap dan gawat darurat.

2.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUD Cibabat [13]
i) Tugas Pokok Pelayanan Farmasi di RSUD Cibabat
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik farmasi
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
d. Memberikan pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
fomularium rumah sakit
ii) Fungsi Pelayanan Farmasi, meliputi :
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1. Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan
2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
3. Mengadakan perbekalan farmasi yang berpedoman kepada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku di RSUD Cibabat.
4. Memproduksi/ mengemas kembali perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di RSUD Cibabat
5. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku di RSUD Cibabat
5

6. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan


persyaratan yang berlaku di instalasi farmasi di RSUD Cibabat-Cimahi.
7. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di RSUD
Cibabat
b. Pelayanan Kefarmasian
1. Mengkaji instruksi pengobatan/ resep pasien
2. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan
3. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan
4. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
5. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
6. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/ keluarga
pasien.
7. Memberi konseling kepada pasien/ keluarga pasien
8. Melakukan pencampuran obat suntik
9. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
10. Melakukan penanganan obat kanker
11. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
12. Melaporkan setiap kegiatan.

2.2.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Cibabat[13]


Instalasi Farmasi RSUD Cibabat berada di bawah Wakil Direktur Pelayanan.
Struktur organisasi IFRS RSUD Cibabat dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) dan terdiri dari tiga sub instalasi utama, yaitu: Bagian
Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Bagian Pelayanan Kefarmasian, dan Bagian
Manajemen Peningkatan Mutu yang masing-masing dipimpin oleh seorang
apoteker dan bertanggung jawab kepada kepala IFRS. Struktur Organisasi
Instalasi Farmasi RSUD Cibabat dapat dilihat pada Lampiran 3, Gambar II.2.
6

2.2.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSUD Cibabat[13]


Sumber daya manusia Instalasi Farmasi RSUD Cibabat, terdiri dari:
a. Apoteker berjumlah 6 orang
b. Tenaga Teknis Kefarmasian/Asisten Apoteker berjumlah 31 orang
c. Administrasi berjumlah 7 orang
d. Petugas kebersihan berjumlah 3 orang
e. Petugas KOP berjumlah 5 orang

2.2.4 Sarana dan Peralatan Instalasi Farmasi RSUD Cibabat[13]


Fasilitas yang tersedia di RSUD Cibabat diantaranya :
1. Ruang Kantor atau Administrasi yang terdiri atas : ruang pimpinan, ruang staf,
ruang kerja atau administrasi tata usaha, dan ruang pertemuan yang dilengkapi
dengan meja, kursi dan komputer;
2. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai;
3. Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang dilengkapi dengan kotak obat dan kartu stok;
4. Ruang konsultasi atau konseling obat dilengkapi dengan meja dan kursi;
5. Fasilitas pemberian informasi obat dilengkapi dengan mikrofon;
6. Ruang penanganan sediaan sitotoksik dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri
(APD), LAF, tempat sampah berwarna ungu.
7. Ruang peracikan dan penyiapan obat dilengkapai dengan lumpang dan alu,
blender, kertas perkamen dan peralatan racik lainnya.

Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di instalasi farmasi, terdiri dari:


1. Ruang tunggu pasien
2. Ruang penyimpanan dokumen atau arsip resep dan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang rusak
3. Tempat penyimpanan obat di ruang perawatan
4. Fasilitas toilet dan kamar mandi untuk staf.
7

2.2.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai di Instalasi Farmasi RSUD Cibabat
1. Pemilihan
Sekretaris Sub Komite Farmasi dan Terapi mengumpulkan data kebutuhan
obat dan alkes yang akan digunakan di rumah sakit, berdasarkan permintaan
pengguna dan menerima data pola penyakit dari rekam medik. Anggota Sub
Komite Farmasi dan Terapi melakukan evaluasi kebutuhan perbekalan farmasi
untuk dimasukkan dalam formularium dan daftar kebutuhan alat kesehatan
berdasarkan data tersebut. Hasil dari pemilihan perbekalan farmasi tersebut,
tertuang dalam bentuk formularium obat rumah sakit dan daftar kebutuhan alat
kesehatan.
2. Perencanaan
Metode yang digunakan di Instalasi Farmasi RSUD Cibabat ini adalah metode
konsumsi. Metode konsumsi didasarkan pada data nyata penggunaan
perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan
koreksi. Bertujuan menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Perencanaan disesuaikan dengan jenis anggaran. Pedoman yang digunakan
dalam perencanaan mengacu pada formularium nasional dan formularium
rumah sakit.
3. Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di
RSUD Cibabat adalah pembelian obat secara elektronik (E-Purchasing)
berdasarkan sistem Katalog Elektronik (E-Catalogue). Katalog Elektronik (E-
Catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis,
spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia
Barang/Jasa Pemerintah. RSUD Cibabat juga menggunakan sistem pengadaan
langsung dengan anggaran yang didapat dari hasil pendapatan Rumah Sakit
Umum Daerah Cibabat serta bantuan dari pemerintah daerah seperti bantuan
dari Gubernur maupun dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
kegiatan pembelian secara langsung dilakukan seminggu sekali yaitu pada hari
kamis. Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
8

telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi, sumbangan atau


droping atau hibah.
Untuk pemesanan obat narkotika dan psikotropika harus menggunakan surat
pemesanan (SP) khusus yang ditandatangani oleh apoteker. Untuk prosedur
pemesanannya yaitu apoteker membuat surat pemesanan (SP) khusus
(narkotika model N.9 rangkap 4 dan psikotropika model khusus rangkap 2).
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau
surat pesanan dengan kondisis fisik yang diterima. Di RSUD Cibabat Barang
yang datang langsung dari PBF ke gudang farmasi, diterima dan diperiksa
oleh Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHK), untuk memastikan barang
yang datang sesuai dengan faktur yang selanjutnya diserahkan kepada Pejabat
Penyimpan Barang untuk disimpan di Gudang Farmasi. Setiap barang yang
datang dicatat dalam suatu kartu stok dan Buku Penerimaan Barang. Beberapa
hal yang harus diperhatikan pada saat penerimaan antara lain nama barang,
jumlah barang, kualitas barang, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
Certificate of Analysis (CA) untuk bahan baku, uji fungsi untuk alat kesehatan
inventaris, Certificate of Origin khusus untuk alat kesehatan, harus
mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) khusus untuk bahan
berbahaya atau B3, Expire date minimal 2 tahun khusus untuk obat yang slow
moving.
5. Penyimpanan
Untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan
pengawasan. Di RSUD Cibabat menggunakan metode penyimpanan yang
dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis,
dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First
Out (FIFO). Penyimpanan obat LASA (Look A like Sound A like) tidak
ditempatkan berdekatan dan obat high alert dipisahkan dan diberi tanda
khusus. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari terpisah
9

dengan kunci ganda. Sediaan yang tidak stabil pada suhu kamar seperti
vaksin dan obat suppositoria disimpan pada lemari pendingin.
RSUD Cibabat juga menyediakan penyimpanan obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan yaitu dengan emergency trolley, dimana jumlah dan jenis
obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang ditetapkan, tidak bercampur
dengan kebutuhan lain, bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera
diganti, dicek selalu berkala apakah ada yang kadaluwarsa, tidak boleh
dipinjam untuk kebutuhan lain.
6. Pendistribusian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP dari Gudang Farmasi
didistribusikan ke berbagai unit-unit pelayanan. Setelah mendapat persetujuan
dari koordinator pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP
dilakukan pendistribusian sesuai permintaan. Petugas Gudang Farmasi
menerima permintaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP dari unit
pelayanan berupa buku defekta. Apabila Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
BMHP tersedia, maka dibuat Surat Bukti Barang Keluar (SBBK), kemudian di
cacat di kartu stok. Jika Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP tidak
tersedia, maka dicatat di buku Ekspedisi untuk dilakukan pemesanan. Alur
Pendistribusian Barang oleh Gudang Farmasi RSUD Cibabat disajikan pada
Lampiran 7, Gambar II.7.
Sistem distribusi yang diterapkan di RSUD Cibabat terdiri dari
beberapa sistem distribusi obat yaitu Individual Prescription (IP), Unit Dose
Dispensing (UDD), Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock), dan
Sistem Distribusi Obat Kombinasi.
Sistem distribusi IP yaitu pendistribusian sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perseorangan.
Sistem ini digunakan oleh berbagai unit pelayanan farmasi yaitu unit
pelayanan 24 jam, BPJS, umum dan kontraktor untuk pelayanan pasien rawat
jalan, pasien dengan terapi obat sitotoksik, dan pasien rawat inap yang akan
pulang.
10

Sistem Distribusi Obat Rawat Jalan pada unit pelayanan farmasi 24 jam
RSUD Cibabat disajikan pada Lampiran 8, Gambar II.8. Sistem distribusi
Obat BPJS RSUD Cibabat disajikan pada Lampiran 9, gambar II.9.
Sistem Distribusi Obat untuk pasien rawat inap di Rumah Sakit
Umum Daerah Cibabat mencakup sistem distribusi obat persediaan di ruangan
(floor stock) dan unit dosis (unit dose dispensing), dan resep individual serta
sistem kombinasi. Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap dilakukan
untuk ruang VIP, ruang operasi, serta ruang ICU.
a. Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruangan diterapkan di
pelayananan ruang operasi, dan ruang ICU yang dikelola dan dikendalikan
oleh Instalasi farmasi Rumah Sakit . Sistem Distribusi Obat Persediaan
Lengkap di Ruangan dapat dilihat pada Lampiran 10, Gambar II.10.
b. Sistem Distribusi Obat resep individual dan unit dosis diterapkan di ruang
rawat inap, penggunaan obat dikendalikan oleh apoteker dan perawat
menggunakan sistem Kartu Obat Pasien dengan prosedur kerja sebagai
berikut:
1. Setiap pasien yang dirawat mendapatkan kartu obat pasien (KOP), kartu
ini berisi data lengkap pasien (Nama, Umur, Alamat, Ruang perawatan,
Diagnosa), obat-obatan dan bahan medis habis pakai nyang digunakan
pasien selama dirawat dan obat pulang pasien.
2. KOP ini digunakan sebagai kebijakan untuk memudahkan pengendalian
obat yang digunakan oleh pasien, resep yang tertulis pada lembar KOP
ini ditulis oleh dokter secara langsung.
3. Setelah dokter menuliskan resep di lembar KOP, perawat akan
menghantarkan Kop kepada petugas farmasi yang bertanggung jawab
menghantarkan resep, petugas penghantar resep akan melakukan
rekapitulasi order serta mencatat dalam buku ekspedisi.
4. KOP diserahkan oleh petugas penghantar resep kepada petugas di depo
farmasi dan akan dilakukan:
a. Pengkajian order obat yang tertera dalam kartu obat pasien dengan
membubuhkan tanda ceklis (√) pada kolom pengkajian order obat.
11

b. Bila terdapat obat narkotika, petugas penerima resep memberikan


garis merah dibawah nama obat narkotika pada KOP dan lembar
resep.
c. Memasukan data permintaan pada lembar KOP ke dalam system
billing RSUD Cibabat.
5. Petugas farmasi menyiapkan order dan kemudian mengemas obat.
6. Petugas farmasi melakukan verifikasi terhadap order yang telah
disiapkan dan menghantarkan obat ke ruang perawatan, melakukan
serah terima obat dengan perawat ruangan.
7. pembagian obat per unit dosis dilakukan oleh perawat yang
bertanggungjawab kepada pasien. Distribusi obat sistem Kartu Obat
Pasien dapat dilihat pada lampiran 11, Gambar II.11.
c. Sistem Distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap
di ruang RSUD Cibabat diterapkan pada pelayanan IGD. Sistem Distribusi
obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang RSUD
Cibabat disajikan pada Lampiran 12, Gambar II.12
d. Troli emergensi adalah troli yang digunakan untuk menyimpan obat-obat
yang digunakan dalam keadaan cidera atau sakit yang akut dan
menimbulkan risiko langsung terhadap hidup atau jangka panjang
kesehatan seseorang, dan di RSUD Cibabat prosedur pengelolaan obat
emergensi adalah :
- Petugas farmasi mengisi troli emergensi di tempat yang telah ditentukan
dengan perbekalan kesehatan yang telah ditetapkan sesuai daftar troli
emergensi yang tertempel di masing-masing troli.
- Petugas farmasi mengunci troli emergensi menggunakan kunci
disposable bernomor seri dan mencatat nomor serikunci dalam lembar
kendali troli emergensi
- Alur troli emergensi dapat dilihat pada lampiran 13, gambar II.13.
e. Alur konseling Oleh apoteker RSUD Cibabat dapat dilihat pada Lampiran
14 gambar II. 14, Alur pelayanan PIO dapat dilihat pada Lampiran 15
gambar II. 15.
12

f. Pembuatan salinan resep dan etiket, dapat dilihat pada Lampiran 16 gambar
II. 16.
g. Kartu stok obat RSUD Cibabat dapat dilihat pada Lampiran 17 gambar II.
17
h. Kartu Pengambilan Obat Rawat Inap (kartu obat pasien) dapat dilihat pada
Lampiran 18 gambar II. 18.
7. Pemusnahan dan Penarikan
Kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena
kadaluarsa, rusak, dan mutu tidak memenuhi standar dilaksanakan dengan
cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dengan cara membuat usulan pemusnahan perbekalan farmasi kepada
pihak monitoring dan evaluasi sesuai dengan prosedur yang berlaku, bertujuan
untuk menjamin perbekalan farmasi yang tidak memenuhi persyaratan
dikelolah sesuai standar yang berlaku. Dengan adanya penghapusan maka
akan mengurangi beban penyimpanan. Untuk sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan BMHP yang sudah terlanjur kadaluarsa, diserahkan ke bagian monitoring
dan evaluasi untuk dilaporkan. Kemudian pemusnahan dilakukan oleh bagian
Kesehatan Lingkungan. Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan
asal. Rumah sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan
penarikan.
8. Pengendalian
Kegiatan pengendalian di RSUD Cibabat Cimahi meliputi evaluasi
persediaan yang jarang digunakan (slow moving) dan melaksanakan stok
opname setiap 6 bulan memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan
kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai.
Kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Menghitung stok kerja : pemakaian rata-rata periode tertentu
13

2. Menentukan stok optimum: stok obat yang diserahkan kepada unit


pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan
3. Menentukan stok pengaman : jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga
4. Menentukan lead time: waktu yang diperlukan sejak mulai pemesanan
hingga barang diterima.
9. Administrasi
Merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan manajemen sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta penyusunan
laporan yang berkaitan dengan perbekalan farmasi secara rutin, dilakukan
setiap 1 bulan sekali. Kegiatan ini meliputi pencatatan untuk memudahkan
penelusuran transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di
lingkungan IFRS. Pencatatan dapat dilakukan dalam bentuk digital dan
manual (kartu pencatatan: kartu stok). Pelaporan menyediakan data yang
akurat sebagai bahan evaluasi, informasi yang akurat, arsip yang memudahkan
penelusuran, data yang lengkap untuk membuat perencanaan. Jenis laporan
perbekalan farmasi di RSUD Cibabat antara lain: penulisan resep generik dan
non-generik, penulisan resep non formularium RS, pelaporan psikotropika dan
narkotika, stock opname, pendistribusian, penggunaan obat program
pemerintah, jumlah resep, pelaporan obat TAP (tidak ada persediaan),
kepatuhan terhadap DOEN, laporan keuangan (nilai penerimaan, transaksi,
pendapatan).
10. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan ini bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaan dan
pengambilan keputusan. Indikator untuk kegiatan monitoring dan evaluasi ini
antara lain : Alokasi dana penggunaan obat, biaya obat per kunjungan kasus
penyakit, biaya obat per kunjungan resep, ketepatan perencanaan, persentase
dan nilai obat rusak, dan evaluasi penggunaan antibiotik(10)
14

2.2.6 Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan


Bahan Medis Habis Pakai di Instalasi Farmasi RSUD Cibabat
Manajemen risiko sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dilakukan melalui
beberapa langkah, yaitu:
i. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP
ii. Mengidentifikasi risiko
iii. Menganalisa risiko
iv. Mengevaluasi risiko
v. Mengatasi risiko

2.2.7 Pelayanan Farmasi Klinik Instalasi Farmasi RSUD Cibabat


Pelayanan farmasi klinis ini dilakukan untuk meningkatkan keamanan,
kerasionalan dan ketepatan penggunaan terapi obat dan meminimalkan resiko
terjadinya efek samping karena obat sehingga kualitas hidup pasien terjamin.
Pelayanan farmasi klinis ini dilakukan oleh apoteker dan diberikan kepada semua
pihak yang terkait yaitu pasien, dokter, perawat, dan keluarga pasien. Kegiatan
pelayanan farmasi klinis yang dilakukan antara lain:
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian dan Pelayanan Resep dilakukan di setiap depo di RSUD Cibabat.
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi obat. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan
masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
15

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat
/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan. Riwayat
penggunaan obat dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik /
pencatatan penggunaan obat pasien.
3. Rekonsiliasi obat
Merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang
telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan obat(Medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis, atau interaksi obat. Kesalahan obat rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan
kesehatan primer dan sebaliknya.
4. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat kepada pasien rawat inap di RSUD Cibabat berupa
edukasi terhadap informasi obat yang digunakan oleh pasien selama dirawat
di RSUD Cibabat. Selain itu, terdapat juga penyuluhan kesehatan yang
dilakukan di RSUD Cibabat deengan membuat dan menyebarkan informasi
penting terkait suatu obat dalam bentuk brosur, buku kecil, atau leaflet.
Pelayanan Informasi Obat kepada pasien rawat jalan dilakukan di depo rawat
jalan. Informasi yang disampaikan terkait obat yang diberikan meliputi:
a. Kegunaan obat yang sedang dikonsumsi.
b. Aturan pakai obat, dan memberikan informasi agar selalu meminum obat
dengan air putih, hindari minum obat dengan teh, kopi, susu agar obat
tetap bekerja secara efektif, serta agar meminum obat tepat waktu sesuai
dengan waktu yang ditetapkan.
c. Efek samping yang mungkin timbul dan cara penanganannya.
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling di RSUD Cibabat dilakukan untuk pasien rawat jalan maupun
rawat inap atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
16

keluarganya. Materi untuk konseling yaitu mengenai aturan pakai obat


(termasuk frekuensi pemberian obat), lama terapi, cara penyimpanan obat,
efek samping yang umum atau penting dan kapan dapat terjadi, adanya
interaksi obat-obat, obat-makanan dan motivasi kepatuhan minum obat
dengan baik dan benar, serta cara mengenai cara pakai alat (misalnya :
penggunaan obat TB). Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
6. Visite
Visite dilakukan bersama dengan tim kesehatan yang lain ke ruangan rawat
inap pasien. Visite bersama merupakan kegiatan kunjungan yang dilakukan
tim profesional kesehatan ke ruang perawatan pasien, dalam rangka
pemantauan terutama pemantauan kondisi pasien, serta merencanakan
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Tujuan visite yaitu pengkajian
penggunaan obat (ketersediaan obat, ketepatan konsumsi/penggunaan obat,
deteksi potensial, aktual dan rekomendasi DRP’s), pendamping dokter dalam
pemilihan obat, penilaian kemajuan terapi pasien, Peningkatan kerja sama
dengan tenaga kesehatan lain.
Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam visite bersama yaitu
menyimak penjelasan dokter terhadap kasus penyakit pada pasien yang
dirawat di sana dan memberi masukan atau saran mengenai obat-obatan yang
sedang digunakan dalam terapi pasien. Apabila ada interaksi obat,
ketidaksesuaian dosis atau hal lain yang berhubungan dengan obat maka
apoteker berhak memberikan masukan/saran untuk pemecahan masalah
tersebut.
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) di RSUD Cibabat dilakukan terhadap pasien
dengan terapi polifarmasi, pasien geriatri, pasien pediatri, pasien dengan
gangguan ginjal dan hati, pasien ibu hamil dan menyusui, dan pasien yang
mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit. PTO merupakan suatu proses
yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi
dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
17

8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi penggunaan obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Dengan tujuan memberikan gambaran dan membandingkan pola penggunaan
obat di rumah sakit serta memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan
obat.
9. Monitoring Efek Samping Obat
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan
terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi. MESO di RSUD Cibabat diselenggarakan
oleh TFT dan dilakukan secara kolaboratif. Pelaporan MESO menggunakan
formulir MESO. Warna formulir MESO berbeda-beda untuk setiap kategori.
Warna kuning untuk obat-obatan, warna hijau untuk suplemen, warna merah
muda untuk kosmetika, dan warna biru untuk obat tradisional.
10. Dispensing Sediaan Steril
Penanganan obat sitotoksik di RSUD Cibabat dilakukan di depo
pencampuran steril untuk obat sitotoksik dan penyiapan nutrisi parenteral
neonatus. Depo tersebut memiliki fasilitas Clean Room, Laminar Air Flow
(LAF), dan Alat Pelindung Diri (APD). Depo ini khusus penanganan Obat
kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh
tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap
lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan
kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien
sampai pembuangan limbahnya dan nutrisi parenteral neonatus merupakan
kegiatan pencampuran nutrisi parenteral untuk neonatus yang dilakukan oleh
tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan dengan menjaga
stabilitas sediaan, formula standar serta kepatuhan terhadap prosedur yang
menyertainya.(10)
18

Menurut Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian


di Rumah Sakit meliputi pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi
klinik. RSUD Cibabat dalam melakukan pelayanan kefarmasian telah sesuai
dengan peraturan yang berlaku akan tetapi ada beberapa aspek yang tidak
dilakukan oleh rumah sakit seperti dalam aspek pelayanan farmasi klinik seperti
pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) hal ini dikarenakan keterbatasan
sumber daya manusia, biaya dan sarana maupun prasarananya.

2.2.8 Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik Instalasi Farmasi


RSUD Cibabat
Beberapa resiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi
klinik adalah :
i. Faktor resiko yang terkait karasteristik kondisi klinik pasien.
ii. Faktor resiko yang terkait penyakit pasien.
iii. Faktor resiko yang terkait farmakoterapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi dalam
melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus mampu
melakukan:
i. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi
kuantitatif.
ii. Melakukan evaluasi risiko; dan
iii. Mengatasi risiko melalui:
a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko
c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
d. menganalisa risiko yang mungkin masih ada
e. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko,
mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.
19

BAB III
TUGAS KHUSUS
PEMANTAUAN TERAPI OBAT

3.1 Latar belakang


Salah satu pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di rumah sakit
adalah Pemantauan Terapi Obat (PTO). PTO merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan tersebut mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian
obat, respons terapi, ROTD, dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi.
Pemantauan terapi obat dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar
keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui.
Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami
masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta
respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah
terkait obat. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan PTO dalam
praktek profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek
yang tidak dikehendaki.
Keberadaan apoteker memiliki peran yang penting dalam mencegah
munculnya masalah terkait obat. Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan
kesehatan memiliki peran penting dalam PTO. Pengetahuan penunjang dalam
melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit, farmakoterapi, serta
interpretasi hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan diagnostik. Selain itu,
diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan membina hubungan
interpersonal, dan menganalisis masalah. Proses PTO merupakan proses yang
komprehensif mulai dari seleksi pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi
masalah terkait obat, rekomendasi terapi, rencana pemantauan sampai dengan
tindak lanjut. Proses tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan
sampai tujuan terapi tercapai. Apoteker khususnya yang bekerja di rumah
sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma pelayanan
20

kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu


kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan.

3.2 Tujuan Pemantauan Terapi Obat


Tujuan dari Kegiatan Pemantauan Terapi obat adalah untuk
memastikan terapi yang didapatkan oleh pasien sesuai dengan pengobatan
yang ditujukan dari hasil diagnosa dokter dan untuk meningkatkan pasien
safety yang termasuk dalam standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

4.1 Kajian penyaki Diabetes Mellitus


4.1.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein yang ditandai dengan hiperglikemia yang
berakibat pada komplikasi mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati
untuk jangka panjang sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi
insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin[2]

4.1.2 Prevalensi
Prevalensi nasional DM di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun yakni
sebesar 5,7%. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)
2014, diperkirakan terdapat 9,1 juta orang penduduk didiagnosa sebagai
penyandang DM. Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik
dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat
ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM [3]
21

4.1.3 Tipe-tipe Diabetes Mellitus


1. DM Tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
merupakan DM yang tergantung Insulin. Kejadiannya kira-kira 10% dari
total kasus DM. Pada diabetes tipe 1lebih sering terjadi pada usia remaja.
Lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami
kerusakan secara permanen
2. DM Tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
merupakan DM yang tidak tergantung Insulin. DM ini disebabkan
insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glokosa tidak ada. Umumnya muncul pada pasien usia> 40
tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia. Jumlahnya
kira-kira 85-90% dari total kasus DM. Obesitas menjadi faktor resiko
utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita
diabetes tipe 2 mengalami obesitas
3. Gestasional DM (GDM) didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang
terjadi selama masa kehamilan. GDM terjadi pada sekitar 7% kehamilan
diseluruh dunia. Deteksi dan terapi GDM sangat penting guna
mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas perinatal
4. Diabetes Tipe khusus lain. Berhubungan dengan keadaan atau suatu
sindrom tertentu yang biasanya disebabkan oleh penyakit pankreas,
penyakit hormonal, faktor pemberian maupun pemakaian obat atau bahan
kimia lainnya, dan terjadinya serosi hepatitis[12]

4.1.4 Manifestasi klinik


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan
diabetes. Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan antara lain
poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia
(banyak makan/mudah lapar), penurunan berat badan, cepat merasa lelah
(fatigue), dan pruritus (gatal-gatal pada kulit) [12]
22

Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada.


DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan
komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah
terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan
umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga
komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf [12]

4.1.5 Diagnosis Diabetes Mellitus


DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosa
tidak dapat ditegakkan atas dasar glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer [7]

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :


Tabel II.1 Kategori DM

Glukosa darah Puasa Glukosa darah 2 jam


setelah makan
Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL
Pre-diabetes 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL
Diabetes ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
Mellitus

The American Diabetes Association(ADA) merekomendasikan beberapa


parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan
diabetes.
Tabel II.2 Parameter Penatalaksanaan DM

Kadar ideal yang diharapkan


Parameter
23

Kadar glukosa puasa 80-120 mg/dl


Kadar glukosa plasma puasa 80-130 mg/dl
Kadar glukosa darah saat tidur 100-140 mg/dl
Kadar glukosa plasma saat tidur 110-150 mg/dl
Kadar insulin < 7%
Kadar HBA1C < 7 mg/dl
Kadar Kolesterol HDL  45 mg/dl

4.1.6 Patofisiologi Diabetes mellitus


Dibagi ke dalam 2 Tipe DM, berbeda Tipe DM maka berbeda juga
Patofisiologinya.
a. DM Tipe 1 (IDDM) Secara umum, DM tipe ini berkembang pada anak-
anak atau pada awal masa dewasa yang disebabkan oleh kerusakan sel β
pankreas, sehingga terjadi defisiensi insulin absolute. Hiperglikemia
terjadi bila 80%-90% dari sel β rusak. Penyakit DM dapat menjadi
penyakit menahun dengan resiko komplikasi dan kematian
b. DM Tipe 2 (NIDDM) biasanya ditandai dengan resistensi insulin
Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi
asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan
pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel β mengakibatkan
gangguan pada pengontrolan glukosa darah. DM tipe 2 lebih disebabkan
karena gaya hidup penderita diabetes (kelebihan kalori, kurangnya
olahraga dan obesitas) dibandingkan pengaruh genetik. Pada keadaan
resistensi insulin, terjadi hiperinsulinema (peningkatan produksi insulin
sebagai kompensasinya), keadaan ini tidak bisadipertahankan terus
menerus karena sel β akan menurun fungsinya sehingga produksi insulin
berkurang Dan akibatnya gula darah menjadi meningkat 1 jam setelah
makan dan diikuti peningkatan gula darah puasa[7]

4.1.7 Terapi Farmakologi dan Algoritma Terapi


24

1. Sediaan Insulin
Insulin adalah protein yang tidak dapat diberikan melalui oral karena sekresi
dari saluran gastrointestinal akan merusak struktur insulin. Oleh karena itu
25

insulin diberikan melalui subkutan dalam jarum suntik khusus insulin.Insulin


juga dapat diberikan melalui pompa insulin. Pompa insulin ditanamkan di perut
melalui prosedur operasi dan memberikan infus insulin dan dosis bolus dengan
makanan baik melalui intraperitonial atau intravena[7]

Tabel II.3 Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja

Jenis insulin Awitan Puncak Lama Kemasan


(onset) efek kerja
Kerja pendek (insulin 30 – 45 menit 2-4 jam 6-8 jam Vial
manusia, Penfill
insulin regular)
Humulin® R
Actrapid®
Insuman®*

Kerja cepat (insulin analog) 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam Vial/pen
Insulin lispro (Humalog®) Flexpen
Insulin aspart (Novorapid®) Pen/vial
Insulin glulisin (Apidra®)

Kerja menengah (insulin 1,5–4 4-10 jam 8-12 jam Vial


manusia,NPH) jam Penfill
Humulin N® Vial
Insulatard®
Insuman basal®*
Kerja panjang (insulin 1–3 jam Hampir 12-24 jam Pen/vial
analog) tanpa 100
Insulin glargine (Lantus®) puncak IU/mL
Insulin detemir (Levemir®) Pen 100 U/
mL
Kerja ultra-panjang (insulin 30-60 Hampir Sampai 48 Pen
analog) menit tanpa jam 300U/mL
Degludec (Tresiba®)* 1-3 jam puncak 24 jam
Glargine U300 (Lantus XR)* Tanpa
puncak
26

Keterangan : NPH: Neutral Protamine Hagedorn;. *belum tersedia di Indonesia

 Adapun kriteria pemilihan insulin untuk pengobatan DM adalah:


a. Penggunaan Pada Wanita Hamil
Pemberian obat-obatan pada wanita hamil selalu menjadi perhatian para dokter
karena harus mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Penggunaan insulin manusia pada wanita hamil sudah teruji keamanannya.
b. Dekompensasi metabolik, yang ditandai antara lain dengan gejala klasik
diabetes dan penurunan berat badan, glukosa darah puasa (GDP) > 250 mg/dL,
glukosa darah sewaktu >300 mg/dL, HbA1c > 9%.
c. Ketoasidosis diabetik (KAD) dan status hiperglikemia hiperosmolar (SHH)
termasuk bagian dari spektrum krisis hiperglikemia yang merupakan
komplikasi metabolik akut diabetes yang serius. Manifestasi utamanya adalah
defisiensi insulin dan hiperglikemia berat. KAD terjadi bila terdapat defisiensi
insulin yang berat sehingga tidak saja menimbulkan hiperglikemia dan
dehidrasi berat, tapi juga mengakibatkan peningkatan produksi keton dan
asidosis. Sementara SHH terjadi ketika terdapat defisiensi insulin yang relatif
(terhadap kebutuhan insulin) sehingga menimbulkan dehidrasi dan
hiperosmolaritas tanpa disertai asidosis. Terapi krisis hiperglikemia bertujuan
untuk mengoreksi kelainan patofisiologis yang mendasari, yaitu gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar glukosa darah, gangguan asam basa,
serta mengatasi faktor pencetus. Tujuan utama pengobatan pada KAD adalah
menghentikan proses ketosis. Bagian utama dari terapi KAD dan SHH yaitu
pemberian cairan, koreksi elektrolit dan asam basa, dan terapi insulin.
d. Penyakit hati
Insulin merupakan terapi lini pertama pada penyandang dengan penyakit hati
menahun seperti sirosis atau hepatitis kronis. Sebaiknya digunakan insulin
kerja pendek karena durasi aksinya pada penyakit hati kemungkinan bervariasi.
e. Lanjut usia
Pada penyandang lanjut usia, penting untuk melakukan pendekatan terapi
insulin secara individu karena populasi ini memiliki keragaman faktor klinis
27

dan praktis. Terapi insulin premixed memberikan kenyamanan dan kendali


glikemik yang lebih baik karena lebih sederhana. Direkomendasikan untuk
menggunakan sediaan pen. Lakukan pemantauan ketat untuk menghindari
hipoglikemia.
f. Terapi pasien DM yang menjalani rawat inap seringkali memerlukan
penyesuaian jenis dan dosis obat diabetes yang selama ini dikonsumsi secara
teratur, akibat adanya perubahan sebagai berikut:
 Stres metabolik yang dapat berasal dari infeksi atau kejadian
kardiovaskular.
 Gangguan asupan makanan
 Pemeriksaan penunjang yang memerlukan persiapan puasa.
 Adanya obat-obatan yang memengaruhi konsentrasi glukosa darah
(kortikosteroid).
 Adanya komplikasi gangguan organ akibat stres metabolik yang dialami
(gagal ginjal) [13]
 Konsep Insulin Basal Dan Prandial
Pada individu normal, insulin disekresikan oleh sel beta pada kondisi
basal (puasa) untuk mengendalikan glukosa darah basal. Insulin juga
disekresikan pada saat makan untuk mengendalikan glukosa darah sesudah
makan. Pada penyandang diabetes kekurangan insulin basal menyebabkan
hiperglikemi basal, kekurangan insulin post-prandial menyebabkan
hiperglikemia postprandial. Pada penyandang diabetes substitusi insulin basal
bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah basal, substitusi insulin
prandial bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah post prandial.
Pemahaman ini disebut sebagai konsep basal dan prandial . Sediaan insulin
yang tersedia mengikuti konsep basal dan prandial. Penggunaan jenis insulin
basal dan atau prandial disesuaikan dengan kondisi klinis setiap individu, di
antaranya respons terhadap insulin, jumlah makanan,jenis aktivitas sehari-hari,
stres (fisik, psikis), dan kemampuan ekskresi.
Seperti telah diketahui, pada pasien DM terjadi gangguan sekresi
insulin basal dan prandial untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam
batas normal baik pada keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan
28

demikan bahwa hakikat pengobatan DM adalah menurunkan kadar glukosa


darah baik puasa maupun setelah makan. Terapi insulin diberikan sekali untuk
kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah
makan[7]
2. Antidiabetik Oral (ADO)
Ada 6 golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan untuk DM
dan telah dipasarkan di Indonesia yakni golongan :
a. Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul
sel-sel β Langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya
dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel β yang
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal
Ca dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk ke sel-β,
merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin
dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C.Pada penggunaan jangka
panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.
b. Golongan Meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid,
mekanisme kerjanya sama dengan golongan sulfonilurea tetapi struktur
kimianya sangat berbeda. Golongan antidiabetik oral (ADO) ini
merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel
β pankreas.Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran
cerna.
c. Golongan Biguanid
Biguanida tidak merangsang ataupun menghambat perubahan
glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat
menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula, pada
orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan
kadar glukosa darah. Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestine,
dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam
keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.
d. Golongan Tiazolidinedion
29

Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARY,


mengaktifkan PPARY membentuk kompleks PPARY-RXR dan terbentuk
GLUT baru.Di jaringan adiposa PPARY- mengurangi keluarnya asam
lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin.
e. Golongan Penghambat Enzim α-Glikosidase
Obat penghambat enzim α-glikosidase ini dapat memperlambat
absorpsi polisakarida (starch), dekstrin dan disakarida di intestin.Dengan
menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestine, dapat
mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien
DM.
f. Golongan Penghambat DPP-IV
Obat ini merupakan generasi baru hipoglikemik oral seperti
Vildagliptin.Obat ini beraksi dengan menghambat aktifitas enzim
dipeptidil peptidase 4 (DPP-4).Enzim DPP-4 berfungsi menghidrolisis
hormone inkretin, GLP-1 dan GIP yang meningkatkan respon sel β
Langerhans pancreas dalam mensekresi insulin.
g. Amylin
Peptida asam amino yang juga diproduksi oleh sel β Langerhans
pancreas, dan disimpan bersama dengan insulin. Aksi Amylin dengan cara
menghambat sekresi glukagon, menunda pengosongan lambung dan
menekan nafsu makan [7]

4.1.8 Terapi Nonfarmakologi


1. Diet
Rencana diet dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat
yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi
tergantung pada kebutuhan. Untuk pasien obesitas, asupan kalori dapat
dibatasi hingga berat badan pasien turun sampai kisaran optimal, hindari
merokok dan juga mengkonsumsi alkohol[12]
2. Latihan fisik
Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
30

memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan


bersifat aerobik dan sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani [12]

5.1 CAD ( Coronary Arteri Desease)


5.1.1 Definisi
Angina Pektoris menunjukkan nyeri dada yang disebabkan oleh akumulasi
metabolit-metabolit akibat iskemia miokardium. Sejauh ini penyebab
tersering angina adalah obstruksi ateromatosa pembuluh-pembuluh
koronaria besar (penyakit arteri koronaria, atau coronary artery disease,
CAD). Kurangnya aliran darah pada keadaan CAD menimbulkan effort
angina, yang juga dikenal sebagai angina klasik. Namun, spasme transien
bagian-bagian tertentu pembuluh darah ini, yang biasanya berkaitan dengan
atheroma, juga dapat menyebabkan iskemia miokardium signifikan dan
nyeri (angina vasospastik atau varian). Angina varian juga disebut angina
prinzmetal[7]
5.1.2 Prevalensi
Berdasarkan data riset kesehatan dasar Kemenkes RI tahun 2013, prevalensi
penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau
diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis
dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang.
Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung
koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang
(0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling
sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%)[3]
5.1.3 Etiologi
Penyebab utama angina pectoris adalah ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen jantung dan oksigen yang disalurkan kepadanya melalui
pembuluh-pembuluh koronaria[7]
Dalam teori, ketidakseimbangan antara penyaluran oksigen dan kebutuhan
oksigen miokardium dapat di koreksi dengan mengurangi kebutuhan
oksigen atau meningkatkan penyaluran (dengan meningkatkan aliran
31

koronaria). Pada effort angina , kebutuhan oksigen dapat dikurangi dengan


mengurangi kerja jantung atau menurut beberapa penelitian, dengan
mengubah metabolisme miokardium ke substrat-substrat yang lebih sedikit
memerlukan oksigen per satuan adenosine trifosfat (ATP) yang diproduksi.
5.1.4 Patofisiologi Angina Pektoris
Meningkatnya kebutuhan akan oksigen pada jantung normal dipenuhi
dengan meningkatkan aliran darah koronaria. Aliran darah koronaria secara
langsung berkaitan dengan tekanan perfusi (tekanan diastol aorta) dan lama
diastol. Kerusakan endotel pembuluh koronaria terbukti mengubah
kemampuan mereka untuk melebar dan meningkatkan resistensi vascular
koronaria.
Tonus arteri dan vena perifer (tegangan otot polos) berperan dalam
menentukan stress dinding miokardium. Pada sistol, tekanan intraventrikel
harus melebihi tekanan aorta agar darah dapat disemprotkan keluar;
karenanya, tekanan darah arteri penting dalam menentukan stress dinding
sistol. Tonus vena menentukan kapasitas sirkulasi vena dan mengontrol
jumlah darah yang tersimpan di sistem vena berlawanan dengan jumlah
yang dikembalikan ke darah. Karena itu, tonus vena menentukan stress
dinding diastol[15]

5.1.5 Terapi Farmakologi Dan Algoritma Terapi


32

1. Nitrat
Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang
akan mengurangi iskemia dan mengurangi nyeri angina. Nitrogliserin adalah
bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteria
sehingga mempengaruhi sirkulasi perifer.Bekerja dengan melepaskan nitrat
oksida di otot polos sehingga meningkatkan cGMP dan merelaksasi otot
polos khususnya dipembuluh darah, vasodilatasi mengurangi aliran balik
vena.Dapat meningkatkan aliran koronaria dibeberapa bagian dan pada
angina varian.Contoh nitrogliserin isosorbit dinitrat sangat mirip dengan
nitrogliserin masa kerja lebih lama, isosorbit mononitrat metabolit aktif dari
dinitrat, digunakan per oral untuk profilaksis.
Penggunaan klinis angina bentuk sublingual untuk serangan akut bentuk oral
dan transdermal untuk profilaksis bentuk IV untuk sindrom koronaria akut.
2. Penghambat beta (B-Blocker)
Merupakan antagonis kompetitif non selektif di adrenoreseptor B dengan
mengurangi kecepatan jantung curah jantung dan tekanan darah mengurangi
kebutuhan oksigen miokardium.Penggunaan klinis profilaksis untuk angina.
3. Penghambat saluran kalsium
Menghambat secara nonselektif saluran kalsium di pembuluh darah dan
jantung dengan efek mengurangi resistensi vaskular kecepatan jantung dan
kekuatan jantung yang menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen.
Penggunaan klinis untuk profilaksis angina[7]
Prinsip terapi farmakologi pada pasien dengan sindrom coroner akut yaitu
Mengatasi nyeri angina dengan cepat dan intensif, mencegah berlanjutnya
iskemia serta terjadinya infark miokard , dan mencegah kematian mendadak.

5.1.6 Terapi Non Farmakologi


33

Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan


oksigen jantung antara lain :
1. Pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan
takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja
keras.
2. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi
kerja jantung.
3. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat
menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah.
4. Pengontrolan gula darah dan tekanan darah
5. Latihan melakukan aktivitas sedang selama 30-60 menit 3-4x/minggu
(jalan, bersepeda, berenang atau aktivitas aerobic yang sesuai)
6. Diet mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau lemak
dengan saturasi rendah

6.1 HHD (Hypertensive Heart Disease)


6.1.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan darah nilai tekanan darah
lebih dari normal. Kondisi ini memerlukan pengukuran tekanan darah
minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut [15]
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)

Tabel II.4 Klasifikasi Tekanan Darah


Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah dan/ Tekanan Darah
menurut JNC 7 Sistol (mmHg) atau Diastol (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Tahap 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Tahap 2 ≥ 160 atau ≥ 100

6.1.2 Prevalensi
34

Berdasarkan data Riskesdas 2013, hipertensi merupakan penyakit yang


menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan tingkat prevalensi yang
tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Berdasarkan hasil dari pengukuran tekanan
darah, prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk yang berusia 18
tahun ke atas adalah sebesar 31,7%, dimana provinsi yang memiliki
prevalensi hipertensi tertinggi adalah di Kalimantan Selatan sebesar 39,6%
dan terendah di Papua Barat sebesar 20,1% pada tahun 2007. Untuk riset
pada tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia sudah mengalami
penurunan sebesar 5,% (dari 31,7% menjadi 25,8%). [3]

6.1.3 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi Primer atau Esensial
Adalah tipe yang paling sering terjadi dengan prevalensi 90% hipertensi
ini timbul dengan sebab-sebab yang tidak jelas. Hipertensi primer
cenderung bersifat keturunan dan besar kemungkinannya merupakan
sebuah akibat dari interaksi antara faktor lingkungan dan genetik.
2. Hipertensi Sekunder atau Non-Esensial
Hipertensi sekunder adalah penyakit hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit atau kelainan lain. Hipertensi ini biasanya terjadi lebih cepat
dan kenaikan tekanan darah yang dialami oleh pasien akan lebih tinggi
dibandingkan dengan hipertensi esensial atau primer yang berkembang
secara bertahap selama bertahun-tahun. Meskipun hipertensi pada
umumnya tidak menimbulkan gejala tetapi pada hipertensi berat dapat
menimbulkan sakit kepala, palpitasi dan rasa tidak enak lainnya [7]

6.1.4 Patofisiologi
Pada saat sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang sehingga mengakibatkan
penambahan jumlah aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi. Korteks adrenal
35

akan mensekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat


respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan
renin yang akan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor kuat yang akan merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal dan menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini dapat memicu keadaan hipertensi. [7]

6.1.5 Terapi Farmakologi Dan Algoritma


Untuk terapi farmakologi hipertensi menurut JNC 8 adalah sebagai berikut:
36

Pada gambar di atas untuk pengobatan hipertensi dengan komplikasi


diabetes mellitus, target tekanan darah yang harus dicapai oleh penderita
adalah 140/90 mmHg. Pada pasien hipertensi dengan komplikasi diabetes
dapat diberikan obat antihipertensi golongan ACEI, ARB, atau CCB atau
diuretik dengan single terapi atau multiple terapi. Apabila target tekanan
darah tercapai maka lanjutkan terapi dengan melakukan monitoring tekanan
darah pasien. Namun, apabila target terapi tidak tercapai maka diperlukan
perubahan gaya hidup pasien dan penyesuaian dosis obat sebelumnya atau
bisa juga dengan ditambah dengan terapi obat antihipertensi lain (ACEI,
ARB, diuretik thiazid atau CCB). Apabila target tekanan darah tercapai
maka lanjutkan terapi dengan melakukan monitoring tekanan darah pasien.
Namun, apabila target tekanan darah tidak tercapai maka diperlukan
tambahan terapi antihipertensi dari golongan lain yang belum digunakan
(beta blocker, aldosteron antagonis, dll). Apabila target tekanan darah
tercapai maka lanjutkan terapi dengan melakukan monitoring tekanan darah
pasien. Namun, apabila target tekanan darah tidak tercapai maka dosis obat
dinaikkan

6.1.6 Terapi Non Farmakologi


Terapi non-farmakologi untuk pengobatan hipertensi diperlukan terapi diet
dan merubah gaya hidup pasien:
1. Menurunkan BB bila gemuk
2.Latihan fisik(aerobik) secara teratur)
3.Diet rendah garam (<6 gram NaCl/hari)
4.Membatasi minum alkohol
5.Berhenti merokok
6.Mengurangi makanan berlemak
37

7.1 Profil Pengobatan Pasien Dan Rekam Medis

7.1.1 Identitas Pasien


Tabel II.5 Identitas Pasien

Identitas penderita Ruang rawat : D3


Nama : Bapak. UJ Sub bagian : 315-3
Jenis Kelamin :L No. Rekam Medik : 9837xx
Usia : 55 tahun Tgl. Masuk : 16-10-2017
Alamat : Jl. C Tgl. Keluar : 20-10-2017
Status Pulang :Persetujuan-perbaikan
Sistem pembayaran : BPJS
Dokter : dr. R dan dr.D
Keluhan utama : Nyeri dada dan sesak

7.1.2 Subjektif

Tabel II.6 Data Subjektif

Gejala Tanggal
16/10/2017 17/10/2017 18/10/2017 19/10/2017 20/10/2017
Nyeri dada Iya Berkurang Iya Berkurang Tidak
Berdebar Iya Berkurang Berkurang Berkurang Tidak
Sesak napas Iya Iya Berkurang Berkurang Tidak
Lemas Iya Iya Iya Iya Iya
Nyeri Perut Tidak Tidak iya Berkurang Tidak
Perut Kembung Tidak Tidak Iya Tidak Tidak
Edema/bengkak Tidak Tidak Iya Berkurang Berkurang
di kaki
38

7.1.3 Objektif

Table II.7 Data Objektif

Data Klinis Awal : Riwayat penyakit keluarga :Tidak diketahui


Riwayat Penyakit dahulu : Hipertensi
Tekanan darah :140/80 Riwayat Penyakitsekarang : HT,CAD,DM tipe 2
mmHg Riwayat Konsumsi Obat :Membeli obat bodrex
Nadi : 82 x / menit di warung saat pusing
Respirasi : 24 x/menit Alergi : Tidak ada
Suhu : 36ᵒ C Pemeriksaan Penunjang Awal
Gizi : -
Tinggi badan : 165 Cm EKG
Berat badan : 65 Kg sinus rhytim dengan kompleks ventrikel prematur
Skala nyeri : 4 (0-10) Nyeri yang sering memungkinkan pembesaran atrium
sedang kiri menyebabkan sumbu kiri mengalami deviasi
pada usia infark inferior yang belum ditentukan.
Kelainan gelombang ST dan T
mempertimbangkan iskemia lateral abnormal EKG
Laboratorium
GDS : 408 mg % (tinggi)
Ureum : 35 mg % (normal)
Kreatinin : 1,5 mg % (tinggi)
Asam urat : 8,7 mg % (tinggi)
Hb : 14,1 g/dL (normal)
Leukosit : 6700/mm3 (normal)
Hematokirit : 42 % (normal)
Trombosit : 263000/ mm3 (normal)

Anamnesis :
Bapak UJ mengalami nyeri dada sesak dan kedua kaki bengkak
Diagnosis :
DM Tipe 2,CAD, dan HHD
39

a. Pemeriksaan Fisik (Tanda-tanda Vital)

Tabel II.8 Pemeriksaan Fisik


Parameter Normal Tanggal
16/10/17 17/10/17 18/10/17 19/10/17 20/10/17
TD(mmHg) 120/80 140/80 150/80 153/119 140/80 157/100
S (0C) 36,6-37,2 36 36 36 36 36
N (x/mnt) 60-100 82 84 81 80 80
RR (x/mnt) 14-16 24 21 20 20 20

Keterangan : warna merah(nilai yang lebih dari normal)

b. Hasil pemeriksaan Laboratorium

Table II.9 Hasil pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Unit Nilai Normal Tanggal Interprestasi data lab


Panel 16/10/17 17/10/17 18/10/17 19/10/17 20/10/17
Hemoglobin g/dl 13-16 14,1 - - - - Secara umum jumlah
hemoglobin kurang dari 12
gr/dL menunjukkan anemia.
Leukosit /mm3 4000-10000 6700 - - - - Leukopenia adalah penurunan
jumlah leukosit < 4000 / mm3
Nilai krisis leukositosis 30.000 /
mm3. Leukositosis hingga
40

50.000 / mm3 mengindikasikan


gangguan di luar sumsum
tulang. Nilai leukosit yang
sangat tinggi (di atas 20.000 /
mm3 dapat disebabkan oleh
leukemia
Hematokrit % 40-50 42 - - - - Penurunan nilai Hct merupakan
indikator anemia Penurunan Hct
sebesar 30% menunjukkan
pasien mengalami anemia
sedang hingga parah
Trombosit /mm3 150000- 263000 - - - - Penurunan trombosit di bawah
20.000 berkaitan dengan
440000
perdarahan spontan dalam
jangka waktu yang lama
Gula Darah mg% <140 408 - 230 - - Bila konsentrasi gula darah
sewaktu > 140 mg/dL, perlu
Sewaktu
dicurigai adanya diabetes
mellitus.
Gula Darah mg% <100 - 456 - 154 - Peningkatan gula darah
(hiperglikemia) atau intoleransi
Puasa
glukosa (nilai glukosa puasa >
126 mg/dL) perlu dicurigai
adanya diabetes mellitus.
Gula Darah 2 mg% <140 - 431 - - - Bila konsentrasi gula darah 2
Jam PP > 140 mg/dL, perlu
41

Jam PP dicurigai adanya diabetes


mellitus.
Asam urat mg% 3,49-7,19 - 8,1 - - - Asam urat terbentuk dari
penguraian asam nukleat.
Konsentrasi urat dalam serum
meningkat bila terdapat
kelebihan produksi atau
ketidakmampuan mengekskresi
urat melalui ginjal
Hiperurisemia dapat terjadi pada
leukemia, limfoma, kemoterapi,
metabolit asidosis dan
kegagalan fungsi ginjal
Trigliserida mg/% <150 - 178 - - - Trigliserida ditemukan dalam
plasma lipid dalam bentuk
kilomikron dan VLDL (very low
density lipoprotein) Trigliserida
meningkat dapat terjadi pada
pasien yang mengidap sirosis
alkoholik, trombosis cerebral,
gagal ginjal kronis, DM,
hipertensi.
Kolesterol Total mg% <200 - 193 - - - Peningkatan kadar kolesterol
total menunjukkan adanya gejala
hiperlipidemia yang dapat
menimbukan resiko penyakit
42

yang lain
Kolesterol LDL mg% <100 - 193 - - - Nilai LDL tinggi dapat terjadi
pada penyakit pembuluh darah
koroner atau hiperlipidemia
Kolesterol HDL mg% >40 - 28 - - - HDL merupakan produk sintetis
oleh hati dan saluran cerna
serta katabolisme trigliserida.
Penurunan HDL terjadi dapat
terjadi pada kasus sirosis hati,
DM, sindrom nefrotik dan
penyakit arteri koroner
Ureum mg % 20 – 40 35 - - - - Ureum adalah hasil akhir
metabolisme protein. Berasal
dari asam amino yang telah
dipindah amonianya di dalam
hati dan mencapai ginjal. Nilai
ureum yang lebih dari normal
mengindikasikan adanya
gangguan pada ginjal
Kreatinin mg % 0,8-1,3 1,5 - - - - Kreatinin diekskresi oleh ginjal
dan konsentrasinya dalam darah
sebagai indikator fungsi ginjal.
Pada kondisi fungsi ginjal
normal, kreatinin dalam darah
ada dalam jumlah konstan.
Nilainya akan meningkat pada
43

penurunan fungsi ginjal.


Kreatinin serum 2 - 3 mg/dL
menunjukan fungsi ginjal yang
menurun 50 % hingga 30 % dari
fungsi ginjal normal
Kalsium Mmol/ 8,6-10,3 - 8,80 - - - Kalsium terlibat dalam
kontraksi otot, fungsi jantung,
L
transmisi impuls saraf dan
pembekuan darah adanya
Hiperkalsemia terutama terjadi
akibat hiperparatiroidisme
sedangkan hipokalsemia dapat
diakibatkan oleh penggunaan
laksatif dan juga furosemide
Natrium Mmol/ 135-155 - 132 - - - Hiponatremia dapat terjadi
pada kondisi hipovolemia
L
(kekurangan cairan tubuh),
Hipovolemia terjadi pada
penggunaan diuretik
44

Troponin Ng/L <2 ng/L: non - 70,9 - - - Troponin berfungsi dalam proses
kontraksi otot jantung dan otot
reaktif
rangka. Pada kerusakan atau
2 - <100 ng/L kematian sel otot, troponin
dilepaskan ke aliran darah.
:observasi
Pengukuran kadar troponin
(ulang dalam darah berfungsi sebagai
penanda adanya kerusakan sel
pemeriksaan
otot jantung atau otot rangka.
2 jam) Troponin paling sering
digunakan sebagai penanda
>/=100 ng/L:
kematian sel otot jantung
reaktif (iskemia miokard)
45

7.1.4 Assesmant
1. Catatan Kemajuan Medis

Tabel II.10 Catatan Kemajuan Medis


Tanggal Subjektif Objektif Problem Medis Terapi
16/10/17 Pasien mengeluh TD : 140/80 Pasien dari IGD dengan  Arixtra inj 1x 2,5 mg pada jam 10
nyeri dada dan Nadi : 82 diagnosa awal HT dan CAD malam
sesak nafas Suhu : 36  Atorvastatin 1x 40 mg pada jam
R : 24 Pemeriksaan EKG dan 10 malam
Nyeri : sedang laboratorium  Amiodaron 3x 200 mg pada jam
Data Lab 10 malam
Hb : 14,1 (normal)
Lekosit :6700 (normal)
GDS : 408(tinggi)
Ureum : 35 (normal)
Kreatinin : 1,5 (tinggi)
Asam urat : 8,7 (tinggi)
Hb :14,1 (normal)
Lekosit :6700(normal)
Hematokirit : 42 (normal)
Trombosit :263000(normal)

17/10/17 Pasien mengeluh TD : 150/80 Masalah belum teratasi  Amiodaron 3x 200 mg pada jam
nyeri dada sudah N : 84 HT,CAD, dan DM tipe 2 7 pagi,1 siang,dan 5 sore
46

berkurang tetapi Suhu : 36  Ditambahkan Concor p.o 1 x 2,5


masih sesak nafas RR : 21 mg pada jam 5 sore
dan lemas Data lab  Ditambahkan Aspilet p.o 1x 80
Troponin : 70,9 mg pada jam 5 sore
GDP : 456(tinggi)  Ditambahkan Brilinta p.o 1 x 90
GD 2 PP : 431(tinggi) mg pada jam 5 sore
Asam urat : 8,1(tinggi)  Atorvastatin p.o 1 x 40mg pada
TG : 178(tinggi) jam 8 malam
K.Total : 193(normal)  Arixtra inj 1 x 2,5 mg pada jam 8
HDL : 28(rendah) malam
LDL : 193(tinggi)  Ditambahkan Furosemid inj 1 x
Na : 132(normal) 40 mg pada jam 4 sore
Kalsium : 8,80 (normal)
 Ditambahkan Levemir inj sc 0-0-
10
 Ditambahkan Novorapid inj sc 4-
4-4
18/10/17 Pasien mengeluh TD : 153/119 Edema pada kedua kaki  Amiodaron 3x 200 mg pada jam
nyeri dada, N : 81 7 pagi,1 siang,dan 5 sore
lemas,mual,dan S : 36  Concor p.o 1x2,5 mg pada jam 5
bengkak di kaki RR : 21 sore
Data lab  Aspilet p.o 1x 80 mg pada jam 5
GDS : 230 (tinggi) sore
 Brilinta p.o 2 x 90 mg pada jam 7
Pagi dan 5 sore
 Ditambahkan Micardis p.o 1 x 40
47

mg pada jam 5 sore


 Atorvastatin p.o 1 x 40mg pada
jam 8 malam
 Arixtra inj 1x2,5 mg pada jam 8
malam
 Furosemid inj 1x40 mg pada jam
4 sore
 Levemir inj sc 0-0-10
 Novorapid inj sc 4-4-4
 Ditambahkan Pantoprazole inj 1
x 20 mg pada jam 12 siang

19/10/17 Pasien mengatakan TD : 140/80 Gangguan rasa nyaman,  Amiodaron 3x 200 mg pada jam
lemas nyeri dada N : 80 pusing 7 pagi,1 siang,dan 5 sore
berkurang S : 36  Concor p.o 1x2,5 mg pada jam 5
RR : 20 sore
Data Lab  Aspilet p.o 1x 80 mg pada jam
GDP : 154 (tinggi) 5 sore
 Brilinta p.o 2x 90 mg pada jam 7
Pagi dan 5 sore
 Micardis p.o 1x 40mg pada jam 5
sore
 Atorvastatin p.o 1x40mg pada
jam 8 malam
 Arixtra inj 1x2,5 mg pada jam 8
48

malam
 Furosemid inj 1x40 mg pada jam
4 sore
 Levemir inj sc 0-0-10
 Novorapid inj sc 4-4-4
 Pantoprazole inj 1 x 20 mg pada
jam 12 siang

20/10/17 Tidak ada keluhan Tenang Masalah teratasi sebagian  Amiodaron 3x200 mg pada jam 7
tapi masih merasa TD : 157/100 Dan udema pada kaki sudah pagi dan jam 1 siang
lemas N : 84 berkurang  Aspilet p.o 1x 80mg pada jam 5
RR : 20 sore
S : 36  Brilinta p.o 2x 90 mg pada jam 7
Pagi
 Micardis p.o 1x40mg pada jam 7
pagi
 Novorapid inj sc 4-4-4
 Pantoprazole inj 1x20mg pada
jam 12 siang

Pemberian obat pulang pasien


 Concor p.o 1x2,5 mg
 Aspilet p.o 1x 80mg
 Brilinta p.o 2x 90 mg
 Micardis p.o 1x 40mg
49

 Atorvastatin p.o 1x 40mg


 Furosemid p.o 1x 40 mg
 Levemir inj sc 0-0-10
 Novorapid inj sc 4-4-4

2. Jadwal Minum Obat


Tabel II.11 Jadwal Minum Obat Pasien

Terapi Rute Dosis Waktu Tanggal


Pemberian 16 17 18 19 20
Amiodaron po 3 x 200 mg Pa-si-ma √ √ √ √ √
Concor po 1 x 2,5 mg sore - √ √ √ √
Aspilet po 1 x 80 mg sore - √ √ √ √
Brilinta po 2 x 90 mg Pagi-sore - - √ √ √
Atorvastatin po 1 x 40 mg malam √ √ √ √ √
Micardis po 1 x 40 mg sore - - √ √ √
Arixtra Inj iv 1 x 2,5 mg malam √ √ √ √ √
Furosemid Inj iv 1 x 40 mg sore - √ √ √ √
50

Levemir Inj sc 0 – 0 -10 unit malam - √ √ √ √


Novorapid inj sc 4 – 4 -4 unit pa – si –so - √ √ √ √
Pantoprazole Inj iv 1 x 20 mg siang - - √ √ √

Keterangan : (–) tidak diberikan

3. Interaksi obat

Tabel II.13 Interaksi Obat


No Interaksi obat Jenis interaksi Akibat interaksi Monitoring Tindak lanjut
1 Concor vs Moderate Keduanya dapat Kadar kalium dalam darah Berikan jeda waktu penggunaan
aspilet meningkatkan serum Tekanan darah obat concor sore dan aspilet siang
pottasium Denyut nadi
Lakukan EKG

2 Micardis vs Moderate Keduanya dapat Kadar kalium dalam darah Berikan jeda waktu penggunaan
concor meningkatkan serum Tekanan darah obat concor sore dan micardis
pottasium Denyut nadi pagi

Lakukan EKG
51

3 Micardis vs Moderate Micardis akan Pemeriksaan gejala nyeri Lakukan pemeriksaan darah atau
atorvastatin meningkatkan efek kaku,dan lemas pada otot complete blood count (CBC),
atorvastatin sehingga serta urin yang berwarna pemeriksaan elektrolit, enzim-
meningkatkan resiko merah bata atau gelap enzim otot seperti creatinine
miopati dan phosphokinase(CPK) tingkat dari
rhabdomyolysis enzim-enzim ini naik ketika otot
mengalami kerusakan atau
peradangan dan pemeriksaan
analisa urin
4 Brilinta vs Moderate Keduanya akan Pendarahan pada hidung Pemantauan INR (international
arixra meningkatkan efek Atau lambung normalised ratio) adalah satuan
antikoagulan yang lazim digunakan untuk
5 Arixtra vs Moderate Keduanya akan Pendarahan pada hidung pemantauan pemakaian
aspilet meningkatkan efek Atau lambung antikoagulan oral. Semakin tinggi
antikoagulan nilai INR, artinya semakin encer
darah. Begitu pula, semakin
rendah nilai INR artinya darah
pasien semakin kental (lebih
mudah menggumpal) INR 2,5
untuk pengobatan trombosis vena
dan embolisme paru

6 Amiodaron vs Moderate Amiodaron akan Pemeriksaan gejala nyeri Lakukan pemeriksaan darah atau
atorvastatin meningkatkan efek kaku,dan lemas pada otot complete blood count
atorvastatin sehingga (CBC),pemeriksaan elektrolit,
meningkatkan resiko enzim-enzim otot seperti
52

miopati dan creatinine phosphokinase(CPK)


rhabdomyolysis tingkat dari enzim-enzim ini naik
ketika otot mengalami kerusakan
atau peradangan dan pemeriksaan
analisa urin
7 Aspilet vs Minor Aspilet dapat menurunkan Tekanan darah Berikan jeda waktu penggunaan
furosemid efek furosemid obat furosemide pagi dan aspilet
siang

4. Kajian Kesesuaian Obat


Table II.14 Kajian Kesesuaian Obat
Nama obat Mekanisme mekanisme Indikasi Dosis
kerja
Pustaka Pasien Pustaka Pasien Kesesuaian
Brilinta Ticagrelor merupakan Ticagrelor Mencegah trombosis Dosis awal penggunaan 2 x 90 mg Sesuai
golongan antiplatelet non diindikasikan untuk pada pasien CAD ticagrelor adalah 180 mg,
thienopyridine dari Mengurangi kejadian kemudian dilanjutkan dengan
cyclopentyltriazolopyrim kardiovaskular dosis pemeliharaan 90 mg 2 kali
idines dengan mekanisme (kematian atau sehari. Ticagrelor ditujukan
kerja menghambat ikatan serangan jantung) untuk penggunaan bersama
pada reseptor P2Y. akibat Trombosis dengan aspirin dosis 80-100 mg
pada pasien dengan dan tidak untuk digunakan
sindrom koroner akut bersama dengan aspirin dosis
(angina tidak stabil tinggi.
dan infark miokard)
53

Concor Mengurangi frekuensi Dapat digunakan Mengurangi Awalnya, 2,5-5 mg sekali 1 x 2,5 mg Sesuai
detak jantung dan sebagai monoterapi frekuensi detak sehari.
tekanan otot jantung saat untuk pengelolaan jantung dan tekanan Tingkatkan dosis secara
berkontraksi dengan awal hipertensi tanpa otot jantung saat bertahap sampai 10 mg setiap
menghambat (blocking) komplikasi.Pengelola berkontraksi. hari
adrenoreseptor beta-1 an gagal jantung
selektif (kardioselektif) ringan sampai sedang,
gagal jantung iskemik
atau kardiomiopati
bersamaan dengan
glikosida jantung,
diuretik, dan
penghambat ACE
Amiodaron Agen antiaritmia pilihan Penatalaksanaan Untuk pengaturan 600 mg / hari selama 7 hari 3 x 200 mg Sesuai
untuk pengobatan fibrilasi ventrikel denyut jantung diikuti 200 mg / hari
takikardia kompleks yang berulang yang
luas dari mekanisme mengancam jiwa
yang tidak pasti pada (VF) atau
pasien dengan fungsi hemodinamik-tidak
jantung yang terganggu stabil ventricular
takikardi (VT)
refrakter ke agen
antiaritmia lainnya
atau pada pasien
yang tidak toleran
terhadap agen lain
54

yang digunakan untuk


kondisi ini
Arixtra Fondaparinux adalah Pengobatan emboli Pencegahan Awalnya, 2,5 mg sebagai dosis 1x 2,5 mg/ Sesuai
pentasakarida sintetis paru akut (PE); peristiwa tunggal dengan injeksi langsung hari
yang menyebabkan pengobatan DVT akut tromboemboli vena IV sehari sekali selama rawat
penghambatan selektif tanpa PE pada pasien inap atau sampai 8 hari
antitrombin III faktor Xa.
Netralisasi faktor Xa
mengganggu aliran
koagulasi darah dan
menghambat
pembentukan trombin
dan pengembangan
trombus
Atorvastatin Inhibitor HMG-CoA Untuk mengurangi Untuk pemulihan Untuk pasien hiperlipidemia 1x40 Sesuai
reduktase enzim risiko gagal jantung pasien dapat dimulai dengan dosis 10- mg/hari
pembatas laju sintesis stroke, prosedur CAD,hiperlipidemia 20 mg dan untuk CAD
kolesterol (mengurangi revaskularisasi, dan dan ADHF menggunakan atorvastatin 40-
produksi asam angina pada pasien 80 mg/hari
mevalonic dari HMG- dengan bukti penyakit
CoA); ini kemudian jantung.
menghasilkan
peningkatan kompensasi
dalam ekspresi reseptor
LDL pada membran
hepatosit dan stimulasi
55

katabolisme LDL
Furosemid Menghambat reabsorpsi Pengelolaan edema Terapi edema pada Per oral 20-80 mg /hari dosis 1x40 Sesuai
natrium dan klorida yang terkait dengan perut dan kaki pada awalnya meningkat dengan mg/hari
dalam lengkung gagal jantung pasien hipertensi penambahan 20-40 mg / hari
ascending Henle dan kongestif dan dosis pada interval 6-8 jam
tubulus ginjal distal, penyakit hati atau Interval dosis pemeliharaan
mengganggu sistem ginjal sendiri atau biasa adalah dua kali sehari atau
cotransport yang dikombinasikan setiap hari
mengikat klorida, dengan antihipertensi Untuk IV 20-40 mg/hari selama
sehingga menyebabkan dalam pengobatan 1-2 jam dosis awalnya dan jika
peningkatan ekskresi air, hipertensi perlu adanya peningkatan dosis
natrium, klorida, 20 mg / hari dengan interval 6-
magnesium, dan kalsium 12 jam
Aspilet Mengurangi agregasi Sebagai obat anti Terapi pada Pada pengobatan penderita 1x80 Sesuai
trombosit, adhesi platelet trombotik kegunaan pencegahan dan dengan serangan jantung dosis mg/hari
dan pembentukan obat aspilet adalah pengobatan berbagai dewasa Thrombo Aspilet yang
trombus melalui terutama pada keadaan trombosis dianjurkan yaitu 1tablet 80 mg
penekanan sintesis pencegahan dan atau agregasi platelet sampai dengan 1 tablet 100 mg
tromboksan A2 dalam pengobatan berbagai yang diberikan 1 kali sehari
trombosit dan keadaan trombosis (terutama saat serangan) dan 1
pencegahan terhadap atau agregasi platelet tablet 80 mg yang diberikan 1
proses pembekuan darah. (pembekuan darah) kali sehari untuk pemeliharaan.
yang terjadi pada
tubuh terutama pada
saat mengalami
serangan jantung atau
56

pada penyakit jantung


dan pasca stroke.

Micardis Telmisartan adalah obat Pencegahan penyakit Pengurangan Setiap 1 tablet Micardis 40 mg 1x40 Sesuai
golongan antagonis kardiovaskular morbiditas penyakit tablet mengandung 40 mg mg/hari
angiotensin II, bekerja kardiovaskular pada telmisartan dosis awal 1x40 mg
dengan cara melebarkan orang dewasa yang dan dapat ditingkatkan menjadi
pembuluh darah sehingga beresiko, seperti 1x80 mg
tekanan darah tinggi bisa pada orang dengan
diturunkan. Seperti telah riwayat penyakit
disinggung sebelumnya, jantung koroner,
bahwa Micardis hanya stroke, atau penyakit
membantu menurunkan arteri perifer, atau
tekanan darah sampai penderita DM tipe 2
pada taraf normal tetapi dengan kerusakan
tidak menyembuhkan organ target.
hipertensi

Pantoprazol Bekerja dengan Mengobati dan Terapi untuk Dosis pantoprazole yang umum 1x20 mg Sesuai
e menghambat pompa mencegah tukak pencegahan penyakit digunakan adalah 1x20 mg per
proton sehingga lambung, meredakan maag atau nyeri dan hari. Jika digunakan dalam
memblok pembentukan gejala nyeri ulu hati sakit pada lambung jangka panjang untuk mencegah
asam lambung. saat terjadi refluks kambuhnya refluks asam
Pengobatan jangka asam lambung, dosisnya adalah 20-40
pendek dari zat asam mg per hari.
lambung dan duodenum
57

tidak responsif terhadap


antagonis H2.
pengobatan penyakit
refluks esofagitis erosif
atau ulcerative.

Novorapid Obat Novorapid adalah Untuk diabetes Terapi untuk 4-4-4 unit 4-4-4 unit Sesuai
golongan insulin yang mellitus menurunkan dan
dapat menekan tingkat mengontrol kadar
gula darah berlebihan di glukosa darah agar
dalam tubuh. Sistematis tetap dalam kisaran
kerjanya yakni normal
berinteraksi dengan
membran pada sel luar
sitoplasma dengan
reseptor khusus guna
membentuk kompleks
reseptor insulin hingga
merangsang proses
intraseluler
Levemir Sistematis kerjanya yakni Untuk diabetes Terapi untuk 0-0-10 unit 0-0-10 unit Sesuai
berinteraksi dengan mellitus menurunkan dan
membran pada sel luar mengontrol kadar
sitoplasma dengan glukosa darah agar
reseptor khusus guna tetap dalam kisaran
58

membentuk kompleks normal


reseptor insulin hingga
merangsang proses
intraseluler

5. Analisis DRP Table II.15 Analisis DRP

No Keterangan DRP Ada/tidaknya Penjelasan DRP Rekomendasi/solusi pencegahan DRP


DRP
1. Indikasi yang tidak Ada Berdasarkan hasil laboratorium kadar Sebaiknya dilakukan pemberian informasi
diterapi asam urat pasien tinggi yaitu 8,1 tapi kepada pasien untuk melakukan diet purin atau
tidak ada pengobatan untuk asam urat mengurangi makanan yang banyak
mengandung purin seperti melinjo atau
kacangan-kacangan, dan apabila kadar asam
urat tidak juga mengalami penurunan maka
dapat diberikan alternatif terapi pengobatan
dengan menggunakan allopurinol karena pasien
tidak mengeluhkan adanya nyeri pada sendi
untuk mencegah terjadinya peningkatan asam
urat dan menyebabkan timbulnya penyakit baru
2. Pemberian obat Tidak ada - -
tanpa indikasi
3. Dosis rendah Tidak ada - -
4. Dosis tinggi Tidak ada - -
5. Kejadian efek Ada Berdasarkan keluhan dari pasien bahwa Perlu dilakukan penyesuaian dosis untuk
59

samping mengalami gangguan pada saluran penggunaan obat tersebut dan jika pasien terus
cerna seperti mual dan perut kembung mengeluhkan efek samping dari obat maka
serta nyeri pada bagian perut sebagai perlu direkomendasikan kepada dokter untuk
efek dari penggunaan brilinta dan dilakukannya penggantian obat
aspilet adapun kondisi lemas dan lelah
yang dialami pasien dapat disebabkan
oleh penggunaan amiodaron
6. Kejadian interaksi Ada  Concor vs aspilet meningkatkan serum Berikan jeda waktu penggunaan obat aspilet
obat pottasium siang dan concor sore

 Micardis vs concor meningkatkan Berikan jeda waktu penggunaan obat micardis


serum pottasium pagi dan concor sore

 Micardis vs atorvastatin meningkatkan Lakukan penyesuaian dosis dengan penurunan


efek kerja atorvastatin dimana dosis atorvastin dari 40 mg menjadi 20 mg
micardis menghambat enzym dengan tetap memantau efek samping obat dan
CYP3A4 sehingga metabolisme melakukan pemeriksaan darah lengkap,
atorvastatin menurun dan kadarnya pemeriksaan elektrolit, enzim-enzim otot
dalam tubuh meningkat sehingga seperti creatinine phosphokinase(CPK) dan juga
resiko toksik juga meningkat tetap mengamati resiko vs manfaat dari
penggunaan kedua obat tersebut

 Brilinta vs arixtra meningkatkan efek Sebaiknya dilakukan pemberian jeda waktu


antikoagulan penggunaan obat dan tetap melakukan
monitoring penggunaan obat tersebut dengan
melihat adanya keluhan pendarahan
60

Pemantauan INR (international normalised


ratio) adalah satuan yang lazim digunakan
untuk pemantauan pemakaian antikoagulan
oral. Semakin tinggi nilai INR, artinya semakin
encer darah. Begitu pula, semakin rendah nilai
INR artinya darah pasien semakin kental (lebih
mudah menggumpal) INR 2,5 untuk
pengobatan trombosis vena dan embolisme paru
 Arixtra vs aspirin meningkatkan efek Sebaiknya dilakukan pemberian jeda waktu
antikoagulan penggunaan obat dan tetap melakukan
monitoring penggunaan obat tersebut dengan
melihat adanya keluhan pendarahan
Pemantauan INR (international normalised
ratio) adalah satuan yang lazim digunakan
untuk pemantauan pemakaian antikoagulan
oral. Semakin tinggi nilai INR, artinya semakin
encer darah. Begitu pula, semakin rendah nilai
INR artinya darah pasien semakin kental (lebih
mudah menggumpal) INR 2,5 untuk
pengobatan trombosis vena dan embolisme paru
 amiodaron vs atorvastatin Lakukan penyesuaian dosis dengan penurunan
meningkatkan efek kerja atorvastatin dosis atorvastin dari 40 mg menjadi 20 mg
dimana amiodaron menghambat dengan tetap memantau efek samping obat dan
enzym CYP3A4 sehingga melakukan pemeriksaan darah lengkap,
metabolisme atorvastatin menurun pemeriksaan elektrolit, enzim-enzim otot
dan kadarnya dalam tubuh meningkat seperti creatinine phosphokinase(CPK) dan juga
61

sehingga resiko toksik juga meningkat tetap mengamati resiko vs manfaat dari
penggunaan kedua obat tersebut

 Aspilet vs furosemid interaksi minor Pemberian jeda waktu penggunaan obat aspilet
dengan penurunan efek furosemid siang dan furosemide pagi
7. Ketidakpatuhan - - -
pasien
8. Pemilihan obat tidak - - -
tepat
Keterangan : (-) tidak ada

6. Profil Farmakokinetik Obat

Tabel II.16 Profil Farmakokinetika Obat


No Nama Obat Profil Farmakokinetika ESO
1 Brilinta Absorbsi : BA 36%  Hidung berdarah
(Ticagrelor) Onset : 2 jam  Merasa pusing
Durasi : ≥8 jam
Distribusi : PP > 99%
Metabolisme : Enzym CYP3A4
T½ : 7 jam
Eliminasi : dieliminasi dalam kotoran <1%

2 Concor (bisoprolol) Absorbsi : BA 80%.  Hipotensi


Onset : 1-4 jam  Diare
62

Durasi : 24 jam  Detak jantung lambat


Distribusi : 30%
Metabolisme : Enzym CYP2D6
T½ : 9-12 jam
Eliminasi : urin 50% dan feses kurang dari 2%
3 Furosemid Absorbsi :BA 60%  Hipokalemia
Onset : 30 menit  Efek samping lainnya yang juga dapat
Durasi : 4-6 jam timbul antara lain gangguan
Distribusi : PP 30 % pendengaran,sakit kepala,pusing dan
T ½ 2 jam : 2 jam penglihatankabur.
Eliminasi : diekskresikan dalam urin Sekitar 50% dosis
oral dan 80% dosis IV atau IM
diekskresikan dalam urin dalam waktu 24
jam, 69-97% dari jumlah ini diekskresikan
dalam 4 jam pertama. Sisa obat dieliminasi
oleh mekanisme nonrenal termasuk
degradasi di hati dan ekskresi obat yang
tidak berubah pada feces
4 Amiodaron Absorbsi :BA 50% (kisaran: 22-86%).  Merasa pusing atau lelah
Onset : 3-7 jam  Mual, muntah, sakit perut, sembelit,
Durasi : Efek antiaritmia umumnya bertahan selama kehilangan nafsu makan
10-150 hari setelah terapi jangka panjang  Masalah tidur (insomnia)
Distribusi : PP 96%  Penglihatan kabur, kehilangan
Metabolisme : di lumen usus dan mukosa GI, sampai penglihatan, sakit kepala atau nyeri di
setidaknya satu metabolit utama, N- belakang mata Anda
desethylamiodarone
63

T ½ 2 jam : 2,5-10 hari


Eliminasi : Ekskresi hampir seluruhnya pada feses
sebagai obat yang tidak berubah dan N-
desethylamiodarone
5 Arixtra Absorbsi : BA 100%  Pendarahan
Onset : 25 menit  Iritasi, ruam, atau gatal di tempat
Durasi : 2-4 hari setelah penghentian terapi pada suntikan
pasien dengan fungsi ginjal normal  Kesulitan tidur
Distribusi : 94%
Metabolisme:Sebagian besar dosis tidak dimetabolisme.
T½ : 17-21 jam.
Eliminasi : Dieliminasi tidak berubah dalam urin pada
individu dengan fungsi ginjal normal
6 Aspilet Absorbsi : BA 80%
Onset : 1-2 jam  Perasaan tidak nyaman pada lambung
Durasi : 10 jam dan sekitar ulu hati
Distribusi : 98%  Perasaan mual dan muntah Pada
T½ : 3-5 jam pemakaian jangka panjang dapat
Eliminasi : Alkalinasi urine meningkat laju ekskresi menyebabkan terjadinya tukak lambung,
salisilat bebas dan konjugatnya yang larut  Pendarahan lambung
dalam air  Efek samping lainnya seperti gangguan
pada fungsi hati dan gangguan pada
fungsi ginjal.
64

7 Micardis Absorbsi : BA 50%  Alergi


Onset : 3 jam  Tekanan darah rendah
Durasi : 10 jam
Distribusi : 98%
T½ : 3-5 jam
Eliminasi : Telmisartan sebagian besar diekskresikan
dalam feses, dan melalui urin 2%.

8 Atorvastatin Absorbsi : BA 50%  Hipoglikemik


Onset : 1-2 jam  Miopati
Durasi : 10 jam  Rabdomyolysis
Distribusi : 98%
Metabolisme : Enzym CYP3A4
T½ : 14 jam.
Eliminasi : diekskresikan terutama pada kotoran <2%
dari dosis yang diekskresikan dalam urin
9 Pantoprazole Absorbsi : BA 77%  Pusing
Onset : 30 menit  Gangguan tidur
Durasi : 3 jam  Mulut terasa kering
Distribusi : 98%
Metabolisme : Enzym CYP2C19
T½ : 0,5-1 jam
Eliminasi : sekitar 71 % metabolit diekskresi melalui
urin dan sisanya melalui feses 18%
65

10 Levemir Onset : ½ hingga 1 jam Hipoglikemia dan Reaksi alergi umum mungkin
Durasi : 6 hingga 8 jam termasuk ruam kulit, kulit gatal, gangguan
Distribusi : 98% saluran cerna, penurunan tekanan darah.
Eliminasi : sekitar 80 % metabolit diekskresi
melalui urin dan sisanya melalui feses

11 Novorapid Onset : 1-2 jam Hipoglikemia dan Reaksi alergi umum mungkin
Durasi : 20-24 termasuk ruam kulit, kulit gatal, gangguan
Distribusi : 98% saluran cerna, penurunan tekanan darah.
Eliminasi : sekitar 80 % metabolit diekskresi melalui
urin dan sisanya melalui feses
66

7. Uraian kasus
Dari tabel diperoleh data, pasien atas nama Bapak UJ umur 55 tahun, merupakan
pasien baru dengan keluhan utama sesak dan nyeri dada. Dari wawancara yang
dilakukan, pasien juga mengatakan bahwa pasien tidak tahu mengenai
penyakitnya dan juga tidak mengetahui riwayat penyakit dalam keluarga dan
apabila merasakan gejala nyeri pasien hanya membeli obat bodrex di warung dan
tidak pernah berobat ke rumah sakit. Pasien memiliki riwayat merokok selama 5
tahun dan mulai berhenti satu tahun terakhir tetapi sampai saat ini pasien masih
mengkonsumsi alcohol serta suka mengkonsumsi makanan manis dan berlemak.
Dari hasil pemeriksaan, dokter mendiagnosa bahwa bapak UJ menderita DM Tipe
II dan CAD sebagai diagnosis utama dan juga menderita penyakit jantung lainnya
yaitu HHD sebagai penyakit penyerta.
Selama pengobatan, bapak UJ diberikan terapi farmakologi :
a. Terapi untuk mengatasi CAD dan HHD
1. Concor 1 X 2,5 Concor mengandung bisoprolol digunakan untuk
mengurangi frekuensi detak jantung dan tekanan otot jantung saat
berkontraksi. Dengan begitu, bisoprolol mengurangi beban jantung dan
tekanan darah tubuh.
2. Furosemid 1x40 mg digunakan untuk menurunkan edema pada kasus
hipertensi dan gangguan jantung lainnya diakibatkan karena adanya
retensi cairan dalam tubuh
3. Atorvastatin 1x40 mg untuk menghambat pembentukan kolesterol yang
dapat menyumbat pembuluh darah
4. Amiodaron 3x200 mg antiaritmia untuk mengobati gangguan irama
jantung serius. Obat ini berfungsi mengembalikan irama jantung normal
dan mempertahankan detak jantung yang stabil.
5. Micardis 1x40 mg mengandung telmisartan yang menyebabkan dinding
pembuluh darah lebih rileks sehingga tekanan darah menurun
6. Aspilet 1x 80 mg Untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah
diakibatkan karena kadar glukosa yang tinggi dan juga kolestrol pasien
yang tinggi yang dapat menyumbat pembuluh darah dan mengakibatkan
aliran ke jantung terhambat
67

7. Arixtra adalah obat yang mengandung Fondaparinux Sodium digunakan


untuk perawatan bekuan darah (tromboemboli) di kaki atau paru-paru
dan kondisi lainnya.
8. Brilinta yaitu antiplatelet dengan komposisi ticagrelor untuk pencegahan
dan pengobatan penyakit kardiovaskular (kematian atau serangan
jantung) akibat trombosis pada pasien dengan sindrom koroner akut
(angina tidak stabil dan infark miokard)
b. Terapi untuk mengatasi DM
3. Levemir insulin kerja panjang dengan dosis 0-0-10 injeksi sub kutan
dengan tujuan untuk mengendalikan glukosa darah puasa dikombinasi
dengan novorapid insulin kerja cepat dengan dosis 4-4-4 dengan tujuan
untuk mengendalikan glukosa darah post prandial atau setelah makan hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk segera menurunkan kadar glukosa
darah pasien yang sangat tinggi sehingga diharapkan glukosa darah
pasien dapat segera turun dan terkontrol. Levemir adalah insulin kerja
panjang yang dapat menurunkan kadar glukosa secara bertahap dan
efeknya dapat bertahan hingga 24 jam.
4. Novorapid adalah insulin kerja cepat yang mulai bekerja dalam 15 menit
dan bekerja maksimal sekitar satu jam dan efeknya dapat bertahan
hingga 4 jam.
c. Terapi lainnya
1. Pantoprazole diindikasikan mengatasi nyeri perut pasien dan mencegah
perdarahan yang kemungkinan terjadi akibat pemberian dari aspilet
brilinta dan arixtra. Mekanisme kerja dari pantoprazole adalah dengan
menghambat kerja pompa proton di sel parietal sehingga dapat
menghambat produksi asam lambung dan mencegah kerusakan lambung
akibat asam lambung yang berlebih.
68

2.3.5 Plan
1. Rekomendasi
a. Indikasi yang tidak diobati
Dari pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh Bapak UJ, terlihat
kadar asam uratnya melebihi batas normal yaitu 3,49-7,19. Dengan kadar
asam urat yang tinggi ny. I belum mengeluhkan adanya nyeri, oleh karena
itu kami merekomendasikan penggunaan allopurinol sebagai terapinya
dengan dosis 1x100 mg/hari pada malam hari setelah makan. Selain itu
dilakukan diet makanan yang mengandung purin, kurangi berat badan dan
perbanyak minum air putih.
b. Kejadian interaksi obat
1 Concor vs aspilet : monitor
2 Micardis vs concor : monitor
3 Micardis vs atorvastatin : monitor
4 Brilinta vs Arixtra : monitor
5 Arixtra vs aspilet : monitor
6 Amiodaron vs atorvastatin : monitor
7 Aspilet vs furosemid : minor
Untuk menghindari adanya interaksi dilakukan pemberian obat dengan
memberikan jeda waktu untuk obat-obat yang saling berinteraksi adanya
penyesuaian dosis ataupun kalau perlu dilakukan penggantian obat jika efek
samping obat lebih besar dibandingkn dengan manfaat terapi yang
diinginkan.
69

2. KIE (Konseling, Edukasi Dan Informasi)

Tabel II.17 Konseling, Edukasi dan Informasi

KIE kepada dokter  Memberikan informasi mengenai interaksi obat yang


mungkin terjadi serta merekomedasikan untuk
memantau pasien kemungkinan terjadinya efek dari
interaksi obat-obat tersebut
 Merekomendasikan untuk melakukan pengukuran
INR/APTT/PT untuk menghindari adanya efek
berlebih dari aspilet,brilinta dan arixra yaitu
perdarahan.
 Merekomendasikan untuk memeriksa hasil EKG
secara rutin serta memantau status vital pasien
terutama denyut jantung atau nadi pasien untuk
mengetahui kondisi jantung pasien dalam terapi
penggunaan obat amiodaron, micardis, dan concor
 Merekomendasikan untuk memeriksa kadar ureum
dan kreatinin untuk mengetahui kondisi ginjal pasien
setelah penggunaan zat kontras dan memantau fungsi
ginjal pasien selama penggunaan obat.
 Merekomendasikan untuk pemeriksaan nilai
HBA1C(Hemoglobin A1c atau HbA1c) adalah
komponen minor dari hemoglobin yang berikatan
dengan glukosa semakin tinggi nilai HBA1C maka
kadar glukosa dalam tubuh semakin meningkat) dan
nilai HBA1C juga berfungsi untuk mengetahui
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat apabila
nilai HBA1C meningkat dari hasil pengukuran
sebelumnya maka dapat dipastikan bahwa pasien
tidah patuh dalam mengkonsumsi obat

KIE kepada perawat  Memberikan informasi tentang penggunaan obat


yang dapat menyebabkan interaksi untuk diberi jeda
waktu pemberiannya.
 Cara penggunaan masing-masing obat berupa cara
pakai, dosis, dan waktu pemberian.
 Merekomendasikan untuk memantau keadaan vital
pasien secara rutin.
 Memberikan informasi mengenai potensi efek
samping yang terjadi dan gejala interaksi obat yang
mungkin terjadi
KIE kepada ahli gizi Untuk menyajikan makanan yang rendah natrium, gula,
makanan berlemak, usahakan makanan yang berserat
buah-buahan dan nasi merah
KIE kepada pasien  Menginformasikan indikasi, cara penggunaan obat
dan efek samping yang mungkin terjadi.
70

 Menghimbau untuk segera memberi informasi


kepada tenaga medis jika merasakan adanya keluhan
setelah menggunakan obat-obatan yang diberikan.
 Memotivasi pasien untuk teratur dan patuh dalam
mengkonsumsi obat
 Lakukan diet makanan yang berlemak dan yang
manis, usahakan mengkonsumsi beras merah
sebanyak gumpalan tangan dan makanan yang
mengandung serat
 Kurangi aktivitas berat
 Olahraga ringan seperti jalan santai
 Diet rendah garam, kurangi berat badan
 Hindari stres, mengkonsumsi alkohol dan merokok
71

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Rumah
Sakit Umum Daerah Cibabat Cimahi periode Oktober 2017, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker di RSUD Cibabat Cimahi adalah
pelayanan klinik dan non klinik. Apoteker dalam melakukan kegiatan
pelayanan farmasi klinik diantaranya melakukan pelayanan resep, pengkajian
resep, pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat, monitoring efek
samping obat, evaluasi penggunaan obat dan visite. Sedangkan untuk kegiatan
pelayanan farmasi non klinik yaitu dalam kegiatan manajerial berupa
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
2. Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit, seorang apoteker
harus mampu memiliki pengetahuan dibidang manajerial dan farmasi klinik.
3. Strategi dan kegiatan dalam pengembangan praktek farmasi komunitas di
rumah sakit adalah dengan mengutamakan kepuasan pasien, meminimalkan
waktu tunggu obat dan melaksanakan promosi kesehatan.
4. Sebagai tenaga kefarmasian yang profesional seorang apoteker harus
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi.
5. Permasalahan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit dapat berupa kesalahan
dalam farmasi klinik seperti salah obat yang dapat disebabkan karena
ketidakterbacaan tulisan pada resep.

8.2 Saran
Dalam rangka meningkatkan dan menyempurnakan kualitas pelayanan farmasi
kepada pasien di RSUD Cibabat, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:

71
72

1. Untuk meningkatkan mutu pelayanan, disarankan adanya penambahan sumber


daya manusia baik apoteker maupun asisten apoteker di beberapa depo farmasi
untuk meningkatkan efisiensi kerja dan peningkatan produktivitas.
2. Meningkatkan pelayanan farmasi kerrjasama antar tenaga kesehatan di RSUD
Cibabat untuk meningkatkan ketelitian dalam pemberian pelayanan sehingga
medication error dapat terhidari.
73

DAFTAR PUSTAKA

1. Aberg JA. (2009). Drug Information Handbook 17 th Edition.

2. Dipiro Joseph., Wells Barbara., Schwinghammer Terry., Dipiro Cecily.


(2008). Pharmacoterapy Handbook. 7th Edition.

3. DINKES, (2013). Data Riset Kesehatan Dasar Badan Litbangkes


Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran Pusdatin
Kementerian Kesehatan RI:Jakarta

4. Gerald (2011). AHFS Drug Information.

5. Herman M.J., Rini S.H. dan Selma A.S (2012). Kajian Praktik
Kefarmasian Apoteker pada Tatanan Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 2013 : Vol. 7. No. 8

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor


1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta.

7. Katzung.G.Bertram., Masters.B.Susan., Trevor.J.A. (2012). Vol.1 dan II


Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran; EGC.
Jakarta

8. Lacy,Charles dkk.(2005). Drug Information Hanbook. Lexi com Canada

9. Medscape.com

10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016


tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
74

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang


Kesehatan

12. Priyanto, (2009).Farmakoterapi dan Terminolog Medis: Penerbit Leskonfi


, Jakarta

13. Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat. (2012). (Diakses 09 November 2016).
Dari: http://www.rsudcibabat.com

14. Tandra H. (2008). Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes


dengan Cepat dan Mudah. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit.

16. WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance


Geneva.Definition, (1999). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus and its Complications. Report of a WHO Consultation Part 1:
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus .
75

LAMPIRAN 1
DENAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBABAT RSUD CIBABAT

Gambar II.1 Denah RSUD Cibabat


76

LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBABAT

Gambar II.2 Struktur Organisasi RSUD Cibabat


77

LAMPIRAN 3
STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI RSUD CIBABAT

WADIR PELAYANAN

KETUA PFT KEPALA IFRS

ADMINISTRASI

KOORDINATOR KOORDINATOR
KOORDINATOR
PENGELOLAAN MANAJEMEN
PELAYANAN
PERBEKALAN PENINGKATAN
KEFARMASIAN
FARMASI MUTU

PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA


TEKNIS TEKNIS FARMASI TEKNIS DIKLAT
PENYIMPANAN KLINIK
PF

PELAKSANA
PELAKSANA PELAKSANA TEKNIS
TEKNIS TEKNIS R.INAP, R. PENINGKATAN
DISTRIBUSI PF JALAN, IGD MUTU

Gambar II.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Cibabat


78

LAMPIRAN 4
PENGADAAN PERBEKALAN FARMASI RSUD CIBABAT

User/Pengguna

Diusulkan bila terjadi kekosongan obat di gudang


farmasi

Kepala IFRS

Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)

Pejabat Pengadaan

Surat Pesanan / SP

Distributor

Gambar II.4 Alur Pengadaan Sediaan Farmasi RSUD Cibabat


79

LAMPIRAN 5
PENERIMAAN BARANG GUDANG FARMASI RSUD CIBABAT

Distributor/PBF

Pemeriksaan barang oleh pejabat pemeriksa barang RS

Barang Sesuai Pesanan Barang tidak sesuai pemesanan (retur)

Laporan barang retur dalam buku retur

Penandatanganan Faktur

Petugas Penyimpanan Barang

Pengecekan item barang + Penyimpanan barang

Entri Data

Buku Penerimaan Barang

Gambar II.5 Alur Penerimaan Barang Gudang Farmasi RSUD Cibabat


80

LAMPIRAN 6
PENYIMPANAN BARANG GUDANG FARMASI RSUD CIBABAT

Perbekalan Farmasi (Barang masuk)

Gudang Farmasi

Bentuk sediaan Stabilitas sediaan AHP BHP

Solid Semi Solid


Suppos Vaksin Insulin
Bilayer Lemari Khusus

Lemari Pendingin
Generik Non Generik

Berdasarkan Alfabetis Berdasarkan FEFO/FIFO

Gambar II.6 Alur Penyimpanan Barang Gudang Farmasi RSUD Cibabat

Keterangan: AHP : Alat habis pakai


BHP : Bahan habis pakai
81

LAMPIRAN 7
PENGELUARAN BARANG (DISTRIBUSI) GUDANG FARMASI RSUD
CIBABAT

Depo/Unit Pelayanan

Defekta

Pengeluaran Perbekalan Farmasi sesuai Ketersediaan di Gudang Farmasi

Obat Terlayani Obat Tidak Terlayani

SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) Buku Ekspedisi

Kartu Stock Kordinator PF

Buku Pengeluaran Barang

Gambar II.7 Alur pengeluaran barang gudang farmasi RSUD Cibabat


82

LAMPIRAN 8
SISTEM DISTRIBUSI OBAT PASIEN UMUM
DAN KONTRAKTOR RAWAT JALAN

Pasien
Petugas Farmasi
resep

Kasir

Petugas Farmasi

Resep dikaji/ disiapkan/


diracik

Cek, lihat, PIO


Sediaan Farmasi

Gambar II.8 Sistem Distribusi Obat Pasien Umum dan Kontraktor Rawat Jalan
RSUD Cibabat
83

LAMPIRAN 9
SISTEM DISTRIBUSI OBAT PASIEN RAWAT JALAN BPJS
RSUD CIBABAT

Pasien

Resep

Cek Persyaratan
dan diberi no.urut

Petugas farmasi
Dikaji, disiapkan, diracik

Obat

Pengecekan Penyerahan + PIO

Gambar II.9 Sistem Distribusi Obat Pasien Rawat Jalan BPJS RSUD Cibabat
84

LAMPIRAN 10
SISTEM DISTRIBUSI OBAT PERSEDIAAN LENGKAP
PASIEN RAWAT INAP, OK, dan ICU RSUD CIBABAT

Pasien

Konsumsi
oleh Perawat
Interpretasi oleh Dikendalikan
KOP
perawat Apoteker

Dikendalikan Persediaan Persediaan


Perawat di ruang IFRS

Penyiapan oleh Kereta Obat


Petugas Farmasi

Gambar II.10 Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang pasien


rawat inap RSUD Cibabat
85

LAMPIRAN 11
SISTEM DISTRIBUSI OBAT SISTEM KARTU OBAT PASIEN (KOP)
RAWAT INAP RSUD CIBABAT

Pasien

Interpretasi oleh
apoteker dan Kartu Obat Pasien
asisten apoteker

Dikendalikan oleh Disiapkan,


apoteker dan IFRS Konsumsi
Diracik
asisten apoteker oleh perawat

Pengendalian
Ruang Perawat
Perawat

Perawat Penyiapan Konsumsi,


Kereta Obat

Gambar II.11 Sistem distribusi obat Sistem Kartu Obat Pasien (KOP)
pasien rawat inap RSUD Cibabat
86

LAMPIRAN 12
SISTEM DISTRIBUSI OBAT KOMBINASI RESEP INDIVIDUAL
DAN PERSEDIAAN LENGKAP DI RUANG IGD RSUD CIBABAT

Pasien

Resep Dikendalikan
Perawat Dikendalikan
IFRS

Dikendalikan Dispensing IFRS Persediaan di Persediaan


IFRS ruang IFRS

Dikendalikan Lemari di ruang


Perawat

Kereta Obat

Gambar II.12 Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan


persediaan lengkap di ruang IGD RSUD Cibabat
87

LAMPIRAN 13
ALUR PEMAKAIAN OBAT DAN BMHP
TROLI EMERGENSI RSUD CIBABAT

CODE BLUE
AKTIF

SEGEL TROLI
KEADAAN RESUSITASI
EMERGENSI
DARURAT DI (INSTALASI
DIBUKA OLEH
RUANG GAWAT
PETUGAS CODE
PERAWATAN DARURAT)
BLUE

PERMOHONAN
PENGGANTIAN OBAT DAN
BMHP YANG TERPAKAI

PENGANTIAN OBAT DAN


BMHP YANG TERPAKAI OLEH
IFRS

MEMBERI SEGEL DAN NOMOR


SERTA MENGUNCI TROLI
EMERGENSI OLEH PETUGAS
FARMASI

PENGECEKAN TROLI EMERGENSI


SECARA BERKALA OLEH
PETUGAS IFRS

Gambar II. 13 Alur Pemakaian Obat dan BMHP Troli Emergensi RSUD Cibabat
88

LAMPIRAN 14
ALUR KONSELING RSUD CIBABAT

Pasien

Rawat Inap Rawat Jalan

Langsung Tidak langsung


Ruangan Pasien/Visite
Ruangan
konseling
Resep Petugas Farmasi instalasi farmasi

Cek item obat

Cek item obat Resep

Konseling Konseling Cek item obat

Konseling

Gambar II.14 Alur Konseling RSUD Cibabat


89

LAMPIRAN 15
ALUR PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) RSUD CIBABAT

Pasien

Rawat Jalan Rawat Inap

Resep Ruangan Pasien

Apoteker
Kasir PIO

Cek persyaratan + item obat

Penyerahan obat

PIO

Gambar II.15 Alur Pemberian Informasi Obat (PIO) RSUD Cibabat


90

LAMPIRAN 16
COPY RESEP DAN ETIKET

Gambar II. 16 Copy Resep dan Etike


91

LAMPIRAN 17
KARTU STOK

Gambar II.17 Kartu stok


92

LAMPIRAN 18
KARTU PENGAMBILAN OBAT (KARTU OBAT PASIEN)

Gambar II. 18 Kartu pengambilan obat (kartu obat pasien)


93

LAMPIRAN 19
PANITIA FARMASI DAN TERAPI

PANITIA FARMASI DAN TERAPI


RSUD CIBABAT KOTA CIMAHI TAHUN 2016 – 2018

DIREKTUR UTAMA

KETUA
Dr. Dewi mulyani I., Sp.A.M.Kes

SEKRETARIS
Branes Ary Wardhani, M.Farm.,Apt

ANGGOTA

1. Semua Ka. SMF


2. Ka. Keperawatan
3. Ka. Instalasi UTDRS
4. Anggota IFRS (Apoteker)

Gambar II. 19 Panitia Farmasi Dan Terapi RSUD Cibabat Tahun 2016-2017

Anda mungkin juga menyukai

  • Antiseptik
    Antiseptik
    Dokumen1 halaman
    Antiseptik
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Tugas Humaniora
    Tugas Humaniora
    Dokumen10 halaman
    Tugas Humaniora
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • POTENSI ANTIBIOTIK
    POTENSI ANTIBIOTIK
    Dokumen14 halaman
    POTENSI ANTIBIOTIK
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Tugas Humaniora
    Tugas Humaniora
    Dokumen10 halaman
    Tugas Humaniora
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Laporan Mikfar Uji Fenol
    Laporan Mikfar Uji Fenol
    Dokumen27 halaman
    Laporan Mikfar Uji Fenol
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Isbd 2
    Isbd 2
    Dokumen7 halaman
    Isbd 2
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Laporan Mikfar Perhitungan Mo
    Laporan Mikfar Perhitungan Mo
    Dokumen4 halaman
    Laporan Mikfar Perhitungan Mo
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • MOULD DAN KHAMIR
    MOULD DAN KHAMIR
    Dokumen5 halaman
    MOULD DAN KHAMIR
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Isbd 1
    Isbd 1
    Dokumen25 halaman
    Isbd 1
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Mikroorganisme Pengecatan
    Mikroorganisme Pengecatan
    Dokumen29 halaman
    Mikroorganisme Pengecatan
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Isbd 3
    Isbd 3
    Dokumen17 halaman
    Isbd 3
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Final Word
    Final Word
    Dokumen1 halaman
    Final Word
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • FARMASI
    FARMASI
    Dokumen2 halaman
    FARMASI
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Ddif 3
    Ddif 3
    Dokumen9 halaman
    Ddif 3
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • FARMASI
    FARMASI
    Dokumen4 halaman
    FARMASI
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Ddif 2
    Ddif 2
    Dokumen22 halaman
    Ddif 2
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Sampul Sukma
    Sampul Sukma
    Dokumen8 halaman
    Sampul Sukma
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • FARMASI
    FARMASI
    Dokumen4 halaman
    FARMASI
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Judul Karya Ilmiah
    Judul Karya Ilmiah
    Dokumen1 halaman
    Judul Karya Ilmiah
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • F
    F
    Dokumen28 halaman
    F
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Pemanfaatan Tapak Dara untuk Leukimia
    Pemanfaatan Tapak Dara untuk Leukimia
    Dokumen19 halaman
    Pemanfaatan Tapak Dara untuk Leukimia
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Sampul Laporan
    Sampul Laporan
    Dokumen6 halaman
    Sampul Laporan
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Sampul Sukma
    Sampul Sukma
    Dokumen8 halaman
    Sampul Sukma
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • F
    F
    Dokumen28 halaman
    F
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Laboratorium Fisika Farmasi
    Laboratorium Fisika Farmasi
    Dokumen1 halaman
    Laboratorium Fisika Farmasi
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Sampul Kimia
    Sampul Kimia
    Dokumen10 halaman
    Sampul Kimia
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Lanjutan Agama
    Lanjutan Agama
    Dokumen3 halaman
    Lanjutan Agama
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Sampul Resli
    Sampul Resli
    Dokumen8 halaman
    Sampul Resli
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Sampul Laporan Pribadi Leny
    Sampul Laporan Pribadi Leny
    Dokumen8 halaman
    Sampul Laporan Pribadi Leny
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat
  • Sampul Paul
    Sampul Paul
    Dokumen8 halaman
    Sampul Paul
    Muriaty Muchlis R
    Belum ada peringkat