Anda di halaman 1dari 11

IMPLEMENTASI TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK DAN UJI KESESUAIAN

PESAWAT SINAR-X TERKAIT DENGAN INFORMASI DOSIS ATAU LAJU DOSIS


RADIASI YANG DITERIMA PASIEN

Oleh

RUSMANTO

Staf Bidang Pengkajian Kesehatan, P2STPFRZR - BAPETEN

Pendahuluan
Pada era sekarang ini BAPETEN sedang giat-giatnya memberikan pembinaan kepada
para pengguna atau pemegang izin terkait dengan proteksi pasien terhadap bahaya radiasi atau
dalam bahasa peraturannya adalah proteksi dan keselamatan radiasi pada paparan medik.
Proteksi terhadap paparan medik menjadi isu yang besar ketika mulai diberlakukannya
kewajiban uji kesesuaian pada pesawat sinar-X untuk radiologi diagnostik dan intervensional.
Selain itu, pemegang izin melalui para praktisi mediknya juga diwajibkan untuk
menggunakan tingkat panduan paparan medik saat melakukan prosedur radiologi diagnostik
dan intervensional.
Keterkaitan hal tersebut dapat dilihat pada PP No. 33 Tahun 2007 [1] Pasal 39 dan 40
yang menyatakan bahwa praktisi medik wajib menggunakan tingkat panduan paparan medik
untuk mengoptimumkan proteksi terhadap pasien dan untuk memastikan tingkat panduan
paparan medik dipatuhi maka wajib dilakukan uji kesesuaian untuk pesawat sinar-X radiologi
diagnostik dan intervensional.
Pada Penjelasan PP No. 33 Tahun 2007 [1], dapat diketahui bahwa yang dimaksud
dengan “Tingkat Panduan” (Guidance Level) adalah nilai panduan yang hendaknya dicapai
melalui pelaksanaan kegiatan medik dengan metode yang teruji. Nilai panduan untuk kegiatan
radiologi diagnostik dinyatakan dalam “nilai dosis atau laju dosis”, sedangkan untuk
kegiatan kedokteran nuklir dinyatakan dalam aktivitas sumber radioaktif.
Sedangkan pada Peraturan Kepala (PERKA) BAPETEN No. 9 Tahun 2011 tentang
Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional [2], Pasal 5,
menyatakan bahwa yang termasuk salah satu parameter uji yang secara langsung

1
mempengaruhi dosis radiasi pasien dan menentukan kelayakan operasi Pesawat Sinar-X
terhadap pasien adalah “informasi dosis atau laju dosis radiasi yang diterima pasien”.
Dari uraian tersebut, dapat diindikasikan adanya keterkaitan erat antara tingkat
panduan dan uji kesesuaian. Keterkaitan itu memunculkan isu mengenai, bagaimana
mendeskripsikan secara jelas hubungan keduanya sehingga dapat berguna untuk pemegang
izin khususnya para praktisi medik dan untuk BAPETEN dalam memastikan pemegang izin
sudah mematuhi tingkat panduan paparan medik. Tulisan ini diharapkan mampu menjawab
isu yang muncul tersebut.

Terminologi Informasi Dosis Pasien


Sesuai dengan Undang Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik [3], mendefinisikan informasi sebagai keterangan, pernyataan, gagasan,
dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai
kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik ataupun nonelektronik.
Makna kata “informasi dosis atau laju dosis” pada PERKA BAPETEN No. 9/2011
[2] yang dijelaskan dalam Lampiran-nya adalah satu nilai dosis atau laju dosis pada
pemeriksaan tertentu. Seperti: pada pengujian pesawat sinar-X radiografi umum atau
mobile, hanya diperlukan perkiraan nilai ESD (Entrance Skin Dose) udara pada pemeriksaan
AP abdominal projection atau jenis pemeriksaan lainnya.
Hal itu menunjukkan salah satu bentuk informasi, namun ada bentuk informasi lain
sebagaimana definisi informasi di atas yang memberikan panduan secara umum yaitu sebagai
tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai
kemasan dan format. Oleh karenanya, pada bahasan ini diusulkan format dan kemasan lain
dari informasi dosis atau laju dosis yang diterima pasien.

Terminologi dan Kalkulasi dosis radiasi


Pemegang izin, sesuai dengan rekomendasi IAEA GSR Part 3 [4] wajib melakukan
dosimetri pasien dan mendokumentasikannya (dengan supervisi fisikawan medik) dengan
menggunakan dosimeter yang terkalibrasi dan mengikuti protokol yang diterima secara
nasional maupun internasional. Dosimetri pasien tersebut meliputi penyinaran radiologi

2
diagnostik, radiologi intervensional, dan terapi. Dosimetri pasien merupakan penentuan
kuantitas dosis radiasi yang diterima oleh pasien ketika diekspos dengan radiasi.
Menurut definisi IAEA dalam Glossary-nya [5], Dosis atau Dose adalah besarnya
(ukuran) energi radiasi yang didepositkan atau disimpan dalam suatu target atau medium
tertentu. Selain istilah Dosis, kita juga sering mendengar kata KERMA (Kinetic Energy
Released in MAtter). Kerma menurut definisi IAEA adalah jumlah seluruh energi kinetik
awal dari semua partikel bermuatan (elektron) yang dibebaskan oleh partikel tak bermuatan
(foton) dalam suatu material dengan massa tertentu. Terminologi Kerma yang sering kita
jumpai adalah air kerma atau kerma udara yaitu kerma dalam medium atau material udara.
Pada radiologi diagnostik dan intervensional, ada beberapa terminologi mengenai
dosis radiasi untuk pasien yaitu [6] : Incident Air Kerma (INAK), Entrance Surface Air
Kerma (ESAK), dan Dosis Serap (Absorbed Dose). Incident Air Kerma (INAK) merupakan
kerma udara yang diukur pada jarak 100 cm dari titik fokus ke detektor tanpa hamburan balik
(backscatter). Untuk lebih mudahnya, jika menggunakan detektor kamar ionisasi maka
detektor dipasang sekitar ± 23 cm s/d 40 cm di atas meja pasien, hal tersebut untuk
mereduksi/menghindari adanya hamburan balik. Istilah lain dari INAK adalah kerma udara
tanpa backscatter.
Entrance Surface Air Kerma (ESAK) adalah kerma udara dengan koreksi backscatter
factor (BSF) yaitu mengalikan INAK dengan faktor hamburan balik yang tergantung pada
tegangan potensial tabung, total filtrasi, ukuran kolimasi. Terminologi ESAK ini sama dengan
Entrance Skin Dose (ESD) [7].

( )

dengan:
FDD = Focus to Detector Distance (jarak titik fokus ke detektor)
FFD = Focus to Film Distance (jarak titik fokus ke kaset film)
tp = Tebal pasien
Dosis serap (absorbed dose) adalah jumlah energi radiasi (dari semua jenis radiasi
pengion) yang diserap oleh satu satuan massa bahan atau medium yang dilewatinya.
Satuannya J/kg atau Gray (Gy).
̅

dengan ̅ energi radiasi rata-rata yang diserap dan dm massa bahan atau medium yang
dilewatinya.
3
Penentuan besarnya dosis yang diserap oleh organ ataupun besarnya dosis efektif yang
diterima oleh pasien untuk setiap kali menerima paparan radiasi karena pemeriksaan dengan
pesawat sinar-X dapat dikalkulasi dengan bantuan software seperti Caldose ataupun PCXMC.
Pada ulasan di makalah ini, penulis hanya menitikberatkan ke terminologi INAK dan ESAK.
Gambaran detail mengenai terminologi dosis pasien dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ilustrasi dosis radiasi pada pasien radiologi diagnostik dan intervensional [6]

Penentuan INAK dan Informasi Dosis Pasien


Penentuan keluaran berkas radiasi (INAK) dari pesawat sinar-X dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu dengan pengukuran lansung dan pengukuran tidak langsung.
Pengukuran langsung dilakukan dengan menggunakan dosimeter (detektor radiasi),
sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan
perangkat lunak (software).
Pengukuran INAK secara langsung dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut [8, 9,
10]:
1. sediakan alat ukur yang akan digunakan yaitu detektor kamar ionisasi dan
elektrometernya atau digital multi dosimeter, alat penyangga, dan plester perekat.
2. Catat Total Filtrasi (TF, Filtration Total) yang ada di tabung pesawat sinar-X. TF (mmAl)
= inherent filter + added filter. Misal: inherent filter-nya 0,7 mmAl, added filter = 0,5
mmAl. Atau bisa juga pada pesawat sinar-X tersebut sudah mencantumkan total filternya
yaitu Filtration = 1,2 mmAl.

4
3. Lakukan setting peralatan sebagaimana Gambar 2. Jarak fokus ke detektor adalah 100
cm.
4. Lakukan pengukuran dengan chamber pada penyinaran dengan kondisi operasi sebagai
berikut: variasi kVp dengan mAs tetap, catat paparan radiasinya.
5. Variasi kVp mulai dari kVp minimal yang biasa digunakan sampai kVp maksimal yang
biasa digunakan, misal dari 50 - 110 kVp.
6. Lakukan analisis dari data yang diperoleh sebagaimana Tabel 1.
7. Dari Tabel 1 kemudian dibuat grafik di Excel antara kVp dan INAK (µGy/mAs). Pilihlah
trendline “power”, kemudian di centang pada “display equation on chart” dan “Display
R-squared value on chart”. Sebagaimana Gambar 3.
8. Sehingga muncul persamaan y=0.0058x^2.1083 atau dapat ditulis INAK(µGy/mAs @1
m) = 0.0058 x kVp^2.1083, hal tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
paparan radiasi pada sinar-X diagnostik itu proporsional dengan kuadrat dari nilai kV.
Paparan radiasi ≈ kV^2. Grafik dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 1. Hasil pengukuran INAK


Kondisi Penyinaran Hasil Pengukuran Analisis
INAK INAK
kVp mAs kVp
µGy µGy/mAs
50 5 49.64 109 21.8
60 5 59.09 166.5 33.3
70 5 69.50 231.3 46.26
81 5 81.63 309.9 61.98
90 5 90.27 376.3 75.26
Gambar 2. Setting peralatan
untuk pengukuran INAK

5
100

INAK (µGy/mAs @ 1 m)
y = 0.0058x2.1083
80 R² = 0.9982
60
Series1
40
20 Power
(Series1)
0
40 60 80 100
kVp

Gambar 3. Pilihan trendline untuk Gambar 4. Grafik keluaran radiasi dari salah satu
mencari persamaan grafik pesawat sinar-X radiologi diagnostik

Diskusi
Pada Tabel 1 dan Gambar 4 menunjukkan informasi mengenai INAK dan disebut
dengan tabel dan grafik keluaran radiasi pesawat sinar-X diagnostik. Setiap pesawat sinar-X
memiliki grafik keluaran radiasi yang berbeda dengan pesawat sinar-X lainnya. Keunikan ini
dikarenakan tiap pesawat sinar-X dapat memiliki filtrasi, HVL, kVp, dan mAs yang berbeda.
Sebagaimana dipahami bahwa INAK adalah kerma udara tanpa hamburan balik.
Sehingga untuk memperoleh nilai ESAK atau ESD, nilai INAK harus dikoreksi dengan faktor
hamburan balik. Menurut IAEA Technical Report Series No. 457 Tahun 2007 [11], faktor
hamburan balik untuk radiografi itu memiliki nilai rentang antara 1,24 – 1,67. Asumsi umum
yang digunakan di internasional terkait faktor hamburan balik dari pasien adalah ~ 1,35 [11,
12].
Persamaan INAK(µGy/mAs @1 m) = 0.0058 x kVp^2.1083, dapat digunakan jika
parameter yang ada dalam persamaan tersebut dipenuhi yaitu nilai kVp, mAs, dan jarak
pasien dengan fokus pesawat sinar-X. Misalnya, pemeriksaan thoraks dewasa menggunakan
parameter teknis 110 kVp, 10 mAs, dan jarak pasien dengan fokus 180 cm. Nilai INAK yang
diperoleh adalah 0,36 mGy, sehingga ESD atau ESAK-nya sebesar 0,49 mGy dengan asumsi
faktor hamburan baliknya 1,35. Sesuai dengan perhitungan tersebut, pasien diperkirakan
menerima dosis sebesar 0,49 mGy.

6
Pada bagian pendahuluan sudah disampaikan bahwa makalah ini akan menyajikan
bentuk lain dari informasi dosis pasien yang ada pada Perka BAPETEN No. 9 Tahun 2011.
Bentuk informasi dosis pasien yang dimaksud adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1
dan Gambar 4. Data yang ada pada Tabel 1 dan Gambar 4 untuk selanjutnya digunakan untuk
menghitung perkiraan ESD atau ESAK yang diterima oleh pasien. Pada contoh perhitungan di
atas dapat diketahui bahwa informasi pada Tabel 1 dan Gambar 4 tidak akan bermakna jika
informasi mengenai parameter teknis yang digunakan untuk penyinaran (seperti nilai kVp,
mAs, jarak pasien dengan fokus pesawat sinar-X, dan tebal pasien) tidak ada.

Gambar 5. Bentuk dan format rekaman penyinaran radiasi pada pasien diagnostik

Informasi mengenai parameter teknis penyinaran dapat diperoleh pada rekaman atau
logbook penyinaran pasien. Permasalahan selanjutnya adalah logbook penyinaran yang ada di
tiap pelayanan radiologi di Indonesia belum memuat informasi tersebut. Oleh karenanya
penting untuk dilakukan penyeragaman bentuk dan format dari rekaman penyinaran yang ada
di logbook seperti pada Gambar 5.
Informasi dosis pasien dapat diperkirakan jika tiap pesawat sinar-X diagnostik
memiliki 2 komponen penting yaitu data keluaran radiasi (sebagaimana Tabel 1 dan Gambar
4) dan logbook rekaman penyinaran yang memuat informasi parameter teknis penyinaran
(sebagaimana Gambar 5).
Data keluaran radiasi dapat diperoleh dari hasil uji kesesuaian yang dilakukan oleh
penguji berkualifikasi. Pada uji kesesuaian untuk pesawat sinar-X radiografi umum dan
mobile, terdapat salah satu parameter uji yaitu akurasi tegangan. Pengukuran INAK untuk
memperoleh data keluaran radiasi di atas memiliki metode pengukuran yang sama untuk uji
akurasi tegangan pada uji kesesuaian. Pada pengujian akurasi tegangan, dilakukan
7
pengukuran keluaran radiasi untuk tiap variasi nilai tegangan, mulai dari tegangan yang paling
rendah sampai yang paling tinggi sesuai kondisi penggunaan klinis. Hasil pengukuran akurasi
tegangan selanjutnya dianalisis sehingga diperoleh data sebagaimana Gambar 4. Sesuai
dengan yang disampaikan tersebut, maka untuk pesawat sinar-X yang sudah dilakukan dan
lolos uji kesesuaian akan memiliki data keluaran radiasi (Tabel 1 dan Gambar 4). Selanjutnya,
data keluaran radiasi tersebut dapat ditempel di dekat ruang operator.
Persamaan matematik yang ada pada Gambar 4 adalah y=0.0058x2.1083 atau dapat
ditulis K(µGy/mAs @1 m) = 0.0058 x kV2.1083. Persamaan tersebut sesuai dengan literatur
[13] yang menyatakan bahwa paparan radiasi pada diagnostik itu proporsional dengan kuadrat
dari nilai kV atau paparan radiasi ≈ kV2. Contoh penggunaan: penyinaran thorax PA dengan
kondisi penyinaran 100 kV, 4 mAs dan jarak fokus ke pasien 150 cm. Nilai INAK dari
persamaan K(µGy/mAs @1 m) = 0.0058 x kV2.1083 adalah 382.02 µGy @ 1 m. Pada jarak
penyinaran 150 cm dengan inverse square law maka K @ 1.5 m = (1/1.5)2 x 382.02 = 169.79
µGy.
Nilai tersebut adalah nilai INAK (Incidence air kerma), untuk menjadi ESAK
(entrance surface air kerma) atau yang sering disebut dengan ESD (entrance surface dose)
maka nilai INAK harus dikoreksi dengan BSF (backscatter Factor). Misal BSF-nya 1.35 [11,
12] maka ESAK = 169.79 x 1.35 = 229.21 µGy = 0.229 mGy. Artinya, perkiraan nilai ESAK
yang diterima pasien adalah 0.229 mGy. Nilai tersebut selanjutnya dapat dibandingkan
dengan nilai tingkat panduan dosis untuk pemeriksaan Thorak PA yang ada pada Perka
BAPETEN No. 8 Tahun 2011.
Perkiraan dosis pasien yang menjalani penyinaran radiasi dengan menggunakan
persamaan INAK akan terasa susah karena harus melakukan perhitungan yang sedikit tidak
mudah. Terkait dengan hal tersebut, saat ini sudah tersedia sebuah perangkat lunak yang dapat
digunakan untuk memudahkan mengetahui perkiraan dosis pasien. Perangkat lunak tersebut
dapat di unduh di web www.caldose.org [14]. Setelah di download dan diinstall di perangkat
computer, maka program tersebut dapat dijalankan untuk memprediksikan dosis INAK
maupun ESAK.
Pada program Caldose juga memberikan fasilitas data masukan keluaran radiasi sesuai
dengan kondisi keluaran radiasi pesawat yang ada. Caranya, pada saat dipilih “Calculate
INAK?” dengan pilihan “Yes” akan keluar kotak dialog “Select an output Curve” kemudian
pilih “Add New Curve” dan klik “OK” (lihat Gambar 6).

8
(a) (b)

(d)
(c)
Gambar 6. Kotak dialog untuk membuat inputan data keluaran radiasi

Selanjutnya akan aktif jendela “X-RAY TUBE OUTPUT”, isi jumlah data yang akan
diinput pada kolom “Number of Points” dan isi kolom “X-Ray Tube Identification” sesuai
dengan spesifikasi pesawat yang ada. Klik pada tombol “Fill in Output Curve…” dan
masukkan data yang ada di Tabel 1 ke kolom yang tersedia di “Air KERMA x Potential”
(Lihat Gambar 6.c). Selanjutnya klik “Calculate INAK, ESAK and BSF (Output)” dan
hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6.d.

Kesimpulan
Informasi dosis pasien pada pemeriksaan menggunakan pesawat sinar-X radiografi
umum maupun mobile dapat dibuat dari hasil uji kesesuaian. Ini merupakan makna dari
amanah peraturan bahwa “untuk memastikan tingkat panduan paparan medik dipatuhi maka

9
wajib dilakukan uji kesesuaian untuk pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan
intervensional”.

Harapan
Informasi dosis pasien dengan format dan kemasan sebagaimana telah dibahas dapat
diaplikasikan untuk seluruh pesawat sinar-X radiografi umum dan mobile di seluruh
Indonesia sehingga setiap pesawat sinar-X yang telah dilakukan uji kesesuaian dapat memiliki
sebuah grafik dan persamaan keluaran radiasi.
Grafik dan data keluaran radiasi tersebut ditempel di dekat ruang operator dan
ditopang dengan pencatatan / logbook yang memuat parameter pemeriksaan seperti kV, mAs
dan jarak pasien dengan fokus maka setiap pemeriksaan dengan menggunakan pesawat
sinar-X tersebut akan dapat dengan mudah diprediksi berapa dosis yang diterima oleh
pasien.

Pustaka
1. Pemerintah Republik Indonesia, PP No. 33 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah No. 33
Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif,
2007.
2. Peraturan kepala BAPETEN No. 9 Tahun 2011 Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X
Radiologi Diagnostik dan Intervensional
3. Undang Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
4. International Atomic Energy Agency, IAEA Safety Standards, “Radiation Protection
and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards, Interim
Edition”, General Safety Requirements Part 3, No. GSR Part 3 (Interim), Vienna,
2011.
5. International Atomic Energy Agency, IAEA Safety Glossary, “Terminology Used in
Nuclear Safety and Radiation Protection”, 2007 Edition, Vienna, 2007
6. United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation, “Sources
and Effects of Ionizing Radiation”, UNSCEAR 2008 Report, Volume I, New York,
2010
7. European Commission, Guidance on Diagnostic Reference Levels (DRLs) for Medical
Exposures, Radiation Protection 109, 1999

10
8. FOOD AND DRUG ADMINISTRATION (FDA), “Routine Compliance Testing
Procedures For Diagnostic X-Ray Systems or Components of Diagnostic X-Ray
Systems to which 21 CFR Subchapter J is applicable”, Center For Devices And
Radiological Health (CDRH), Rockville, Maryland, 2000.
9. New South Walles Environment Protection Authority, “Registration Requirements &
Industry Best Practice For Ionising Radiation Apparatus Used in Diagnostic Imaging”,
Test Protocols For Part 2 – 5 of Radiation Guideline 6, Department of Environment
and Conservation, Sydney South, 2004.
10. RADIATION SAFETY ACT 1975, “Workbook 3 : Major Radiographic Equipment”,
Diagnostic X-Ray Equipment Compliance Testing, Health Department of Western
Australia, Australia, 2000.
11. International Atomic Energy Agency, “Dosimetry in Diagnostic Radiology: An
International Code of Practice”, Technical Reports Series No. 457, 2007
12. Th. Theiler, B. Ott, R. Treier, Ph. R. Trueb, “Diagnostic Reference Levels (DRLs) in
projection radiography”, Federal Office of Public Health, Bern,
http://www.sgsmp.ch/2009/01_full-paper.pdf, diakses Tanggal 19 Februari 2014
13. Bushberg JT, Seibert JA, Leidholdt EM, Boone JM., “The Essential Physics of
Medical Imaging”, Second Edition, Lippincott, Williams and Wilkins, Baltimore, MD
2002.
14. Program Caldose_X, http://www.caldose.org/CaldoseEng1.aspx

11

Anda mungkin juga menyukai