Anda di halaman 1dari 25

Identitas Pasien

Nama : An. Ismail


Umur : 1 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin :Laki-laki
No. RM : 598349
Jaminan : Jamkesmas
Tanggal MRS :05.04.13
Kamar : Lontara 2 Atas Depan Kamar 12
Anamnesis
KU: perut membesar
AT: Diperhatikan sejak anak berusia 5 bulan. Riwayat BAB tidak lancar sejak
lahir.Biasanya pasien buang air besar setelah 3 hari dengan konsistensi keras kadang
ibu sering memancing dengan memasukkan jari ke pantat anak setelah itu anak dapat
BAB.Ada riwayat keterlambatan pengeluaran meconium pada waktu lahir.Mekonium
keluar pada hari ketiga setelah kelahiran.Muntah (-) riwayat muntah (+) 4x sewaktu
dirawat di RSU Tenriawaru Bone 3 hari yang lalu.Riwayat muntah setelah lahir
(+).Anak malas makan dan minum. Demam (-) BAK: kesan lancer, warna kuning.
Riwayat kehamilan: ibu control secara teratur. Ibu tidak pernah merasa sakit tapi
pernah sakit perut pada usia kehamilan 8 bulan. Minum vitamin dan penambah darah.
Riwayat persalinan: lahir ditolong oleh bidan di rumah. Segera menangis. BBL: 2,5kg
PBL: lupa. Riwayat meconium 3 hari setelah lahir.
Riwayat imunisasi: tidak lengkap. Hanya BCG dan HBO
Pemeriksaan Fisis
Status Generalis: sakit sedang/ gizi kurang/ compos mentis
Status Vitalis:
TD: 120/80 mmHg
N : 80×/menit, regular, kuat angkat
P :20×/menit
S : 36,6oC per axilla

1
BB : 8 Kg
PB : 73 cm
Status lokalis
Regio Abdomen
I :distended (+) darm contur (+) darm steifung (+) massa tumor (-) warna kulit
sama dengan sekitar, venektasi (-)
P: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
P: hipertimpani, metallic sound (-)
A: peristaltic (+) kesan normal

Rectal Touche : sphincter mencekik, mukosa licin, ampulla berisi feses


(+), pada handschoen : feses (+), lender (-), darah (-)

Status Regional
Kepala:
 Rambut : hitam, lurus, sulit dicabut
 Mata : kedua konjungtiva tidak anemis. Sclera tidak tampak
ikterik
 Hidung : tidak ada rhinorrhea, tidak ada epistaksis
 Bibir : tidak tampak sianosis
Leher:
 Inspeksi : warna kulit sama dengan sekitar
 palpasi : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan nyeri
tekan tidak ada
Thorax:

2
 Inspeksi : bentuk dada simestris kiri dan kanan, gerakan dada
simetris kiri dan kanan
 Palpasi : nyeri tekan tidak ada, massa tidak teraba
 Perkusi : sonor kiri sama dengan kanan
 Auskultasi : bunyi pernafasan vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada
wheezing
Jantung:
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : pekak, batas kanan jantung pada linea parasternal dextra,
batas kiri jantung pada linea midclavikularis sinistra, batas atas jantung
pada ICS II sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni regular, bising tidak ada
Ekstremitas:
 Ekstremitas Atas:
Regio Kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Region Kiri : akral hangat, tidak terdepat oedem
 Ektremitas Bawah:
Regio Kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio Kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem

Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan 19/04/2013
PEMERIKSAAN HASIL

WBC 22.20 103 /uL

RBC 5.21 103/uL

HCT 35.5 %

3
HB 11.4 g/dl

PLT 806 103/uL

GDS 91 mg/dl

Ur 18

Cr 0.2

GOT 42

GPT 27

Na 135 mmol/l

K 44.7 mmol/l

Cl 107 mmol/l

Albumin 2,8

Waktu bekuan 8 menit


Waktu pendarahan 2 menit 30 detik
PT 11,0 cntrl 12,5
APTT 26,3 cntrl 26,1

Foto Abdomen 3 posisi

4
(a) Foto Abdomen posisi tegak (b) Foto Abdomen posisi Obliq

(c) Foto Abdomen posisi supine

Hasil Pemeriksaan Foto Abdomen 3 Posisi:

- Overdistended loop-loop usus yang berisi udara dengan distribusi yang


minimal pada distal

5
- Tampak gambaran ground glass pada region bawah rongga abdomen
- Tidak tampak gambaran hearing bone, air fluid level dan udara bebas
subdiagfragma
- Kedua psoas line sulit dievaluasi
- Kedua preperitoneal fat line intak
- Tulang-tulang intak
KESAN: Susp. Hirschsprung

Foto Colon in Loop

(a) Foto BNO

6
(b) Foto Colon in Loop. Saat kontras dimasukkan dan beberapa menit setelah kontras dimasukkan

(c) Foto Colon in Loop. 24 jam setelah kontras dimasukkan

Hasil Pemeriksaan Foto Colon in Loop:

Foto BNO

 Distribusi udara usus sampai ke distal colon descendens


 Tampak dilatasi loop-loop usus, tidak tampak gambaran hearing bone dan
air fluid level
 Psoas line tidak tervisualisasi
 Pre peritoneal fat line intak
 Tulang-tulang intak

Colon in Loop

7
 Kontras iodine sebanyak 200cc dimasukkan lewat anus
 Tampak kontras mengisi rectosigmoid, colon descendens, colon
transversum dan colon ascendens
 Tampak penyempitan (aganglionik) pada bagian distal rectosigmoid
dengan over distended bagian proksimal dari lesi

Foto 24 jam post evakuasi

 Tampak masih banyak sisa kontas pada colon terutama pada rectosigmoid
dan colon descendens

KESAN :Sesuai gambaran Hirschsprung Disease

RESUME

Seorang Anak laki-laki umur 1 tahun 2 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan
perut membesar.Diperhatikan sejak anak berusia 5 bulan.Riwayat BAB tidak lancer
sejak lahir.Biasanya pasien buang air besar setelah 3 hari dengan konsistensi keras
kadang ibu sering memancing dengan memasukkan jari ke pantat anak setelah itu
anak dapat BAB.Riwayat keterlambatan pengeluaran meconium (+) pada hari ketiga
kelahiran.Riwayat muntah (+) 4x sewaktu dirawat di RSU Tenriawaru Bone 3 hari
yang lalu.Riwayat muntah setelah lahir (+).Anak malas makan dan minum. Riwayat
kehamilan: ibu control secara teratur. Riwayat persalinan: lahir ditolong oleh bidan di
rumah. Segera menangis. BBL: 2,5kg PBL: lupa. Riwayat meconium 3 hari setelah
lahir. Riwayat imunisasi: tidak lengkap.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit,
suhu 36,6oC dan pernafasan 20x/menit.Berat badan sekarang 8kg dan panjang badan
73cm. Pada pemeriksaan status lokalis abdomen didapatkan abdomen distended (+)
peristaltic (+) kesan normal.Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan sphincter
mencekik, mukosa licin, ampulla berisi feses (+), pada handschoen : feses (+), lender
(-), darah (-). Pada pemeriksaan BNO 3 posisi didapatkan kesan susp Hirschprung

8
disease sehingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan colon in loop.Pada colon
in loop didapatkan gambaran sesuai dengan hirschsprung disease.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien di
diagnosis hirschsprung disease.

DIAGNOSIS

Hirschsprung disease

PENATALAKSANAAN

Spooling NaCl 0,9% pagi dan sore

PSRHD ( Postero Sagital Repair Hirschsprung Disease)

9
HIRSCHSPRUNG DISEASE

I. PENDAHULUAN
Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai
pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%)
terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh
usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini
mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional
dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih
proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick
Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald
Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886.Namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938,
dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada
kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat
defisiensi ganglion.
HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit
Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran
35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit

10
Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk
setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan
peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan
diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis

II. DEFINISI
Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di
pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s).1

III. INSIDENS
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi
terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat
keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down
Syndrome.1,4 Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis
atau colon transversum pada 17% kasus.1
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko
terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5
sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi
pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan
oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien
mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu
laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang
kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.2

IV. ETIOLOGI

11
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf
parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal.Sehingga sel ganglion selalu tidak
ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.

V. ANATOMI DAN FISIOLOGI COLON


Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,
berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh
sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum
ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan .
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis (N.
hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N.
splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus.Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis.Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N.
sakralis III dan IV.Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan
m.puborektalis.Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.Defekasi sepenuhnya
dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis).Akibatnya kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).
Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ketiga
pleksus tersebut. 5

VI. PATOGENESIS

12
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan
sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang
normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu
terdapt dibagian distal rectum. 1
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan
aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar. 2

a. Hipoganglionosis2
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis.Area tersebut dapat juga merupakan
terisolasi.Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang
dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah
normal.Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari
normal.Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada
pula yang mengenai seluruh colon.
b. Imaturitas dari sel ganglion 2
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase).Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf
lainnya.Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH).Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama
kehidupan.Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang
memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun.Hipogenesis
adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.
c. Kerusakan sel ganglion 2

13
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari
vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah
infeksi Trypanosoma cruzi(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi
kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran
darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull
through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.

VII. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Diagnosis penyakit ini dapat dibut berdasarkan adanya konstipasi pada
neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya
mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi
gejala ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang
biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor
feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia
lebih tua maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang
harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi pada
neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus mencurigai
adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan
sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik
adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan
barium enema akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan
tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau minggu awal
kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung
klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal
intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal. 4

14
b. Gejala klinik:
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious
emesis. Tidak keluarnya mekonium padsa 24 jam pertama kehidupan
merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada
beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan
adanya enterocolitis. 1
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami
kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat
konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala
lainseperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam,
hematochezia dan peritonitis. 1
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi
intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala
kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama
kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat
konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap
kasus.Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan
lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan
pertama kehidupan. 2
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada
pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau
makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena
adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti
tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat
terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa
waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur
sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.2

15
Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung
yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala
enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius dari aganglionosis.
Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan
enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat
bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan. 2
Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit
hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal
dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin
dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya
aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium
difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa
pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis
yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang
ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot,
distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik
pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi.
Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit
hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion
dengan perforasi. 2
c. Pemeriksaan penunjang :
Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:
1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal
rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika
dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi
dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. 1 Segmen aganglion
biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang
mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran

16
radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus
memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi
yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai
macam stadium distensi usus kecil dan besar.

(a) Hirschsprung Disease. Barium Enema. foto ini memperlihatkan mengecilnya kaliber rektum
dan terjadi dilatasi pada usus dengan mukosa usus yang irregular 11

Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan


pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona
transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat
dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24
jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak
spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto
polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari
kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase
dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan
barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit

17
Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu
dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih
tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long
segmen , sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian
besar kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula
pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari
hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang
tidak dapat dijelaska.Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit
hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai
bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil
dengan appendicitis selama 1 tahun. 6

(b) Barium enema menunjukkan berkurang kaliber dan panjang usus besar, tanpa zona transisi
yang jelas (jumlah aganglionosis kolon)11

2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit


hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi
sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon.
Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa

18
langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum.Metode ini
lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada
neonatus. 1
3. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit
hirschprung. 1,4 Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan
morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy
rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea
dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal
ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus
menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa
rectal lebih tebal. 1

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan
obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:
Obstruksi mekanik
 Meconium ileus
 Simple
 Complicated (with meconium cyst or peritonitis)
 Meconium plug syndrome
 Neonatal small left colon syndrome
 Malrotation with volvulus
 Incarcerated hernia
 Jejunoileal atresia
 Colonic atresia
 Intestinal duplication
 Intussusception
 NEC

19
Obstruksi fungsional
 Sepsis
 Intracranial hemorrhage
 Hypothyroidism
 Maternal drug ingestion or addiction
 Adrenal hemorrhage
 Hypermagnesemia
 Hypokalemia

IX. TATALAKSANA
Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari
diagnosis yang tepat dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk melakukan
Pulltrough ketika diagnosis ditegakkan tergantung dari kondisi anak dan respon dari
terapi awal.. Decompresi kolon dengan pipa besar, diikuti dengan washout serial, dan
meninggalkan kateter pada rektum harus dilakukan. Antibiotik spektrum luas
diberikan, dan mengkoreksi hemodinamik dengan cairan intravena. Pada anak dengan
keadaan yang buruk, perlu dilakukan colostomy

Step 1: The diseased segment Step 2: The healthy intestine is


is removed. moved to an opening in the
abdomen where a stoma is
created.
Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan
pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini termasuk
kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif setelah berat
badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap
prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi dari usus di mana
zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik

20
dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah ganglionik ke anus atau bantalan
mukosa rektum. 3
Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan
secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip terapi
yang sama seperti pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur
pembedahan tambahan. Banyak dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal
menggunakan laparoskop. Cara ini terutama banyak pada periode neonatus yang
dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi usus
yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode dekompresi
menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada anak-
anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan
dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pull-
through. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-
through. 3
Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung
yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik diseksi
pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis ke anus
melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi
terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat
di atas anus. Dinding anterior dari kolon ganglionik dan dinding posterior dari rektum
aganglionik dianastomosis menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini
sangat efektif, namun keterbatasannya adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf
parasimpatis yang menempel pada rektum. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur
Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari
mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan
dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah. Dalam
banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus yang
ganglionik. Banyak ahli bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan
setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari

21
dilakukannya pull-through pada zona transisi yang berhubungan dengan tingginya
angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan segmen usus yang
aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-throughpada zona transisi akan
membutuhkan reoperasi. 3
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif,
konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil
jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum
berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga
dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum digunakan sebagai
segmen yang dipull-through. 3
Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit
hirschsprung:
· Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen kemudian
dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy seromuskuler.
· Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode:
1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani
interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum

(c) Teknik Operasi Swenson

22
2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang
ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler
GIA kemudian dimasukkan melalui anus.

(d) Teknik operasi Duhamel

3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal


aganglioner.

23
(e) Teknik operasi Soave

Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik,


walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala
tersering pada pascaoperasi. 1

DAFTAR PUSTAKA
1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON
TEXTBOOK of SURGERY.17th edition.Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page
2113-2114
2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft
Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468
3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:
Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition.McGraw-Hill. New York.
Page 1496-1498
4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease
In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640
5. Snell Anatomy
6. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of
The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10 th edition.
Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153
7. NIDDK (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease). What I
need to Know About Hirschsprung Disease. [Online]. 2004. [Cited: 20 Juny
2013]. Available from
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungs_ez/
8. http://www.geisinger.kramesonline.com/3,S,88669
9. Anonymous. [cited: 20 July 2013]. Available from:
www.ptolemy.ca/members/archives/2005/Neonatal/60.pdf

24
10. Anonymous. [cited: 21 July 2013]. Available from:
http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/peds_digest/images/ei_0064.gif
11. Hirschsprung Disease Imaging.[Cited: 05 sept 2013]. Available from:
www.emedicine.medscape.com/article/409150-overvie#419

25

Anda mungkin juga menyukai