Lingkungan Hidup
BAB I
1.1 Pendahuluan
Sampah mengandung berbagai bahan beracun seperti logam berat, insektisida, dan se-
bagainya, sehingga manusia yang kontak langsung dengan sampah dapat berisiko mengala
mi gangguan pencernaan kronik. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas
manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau
volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang/material
yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari
jenis material yang dikonsumsi. Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup
sangat berpengaruh pada volume sampah yang akan dihasilkan Oleh karena itu, perlu
berhati-hati terhadap sampah yang banyak dan menumpuk terutama pengangkut sampah
yang memegang atau mengalami kontak langsung dengan sampah Pengelolaan sampah
merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai salah satu bentuk pelayanan publik..
Pemanfaatan dan perlindungan lingkungan sudah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan UU No. 18 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
1.2 Latar Belakang
Berdasarkan data DKKP pada tahun 2015, produksi sampah kawasan perkotaan
sebanyak 1.700 m3 perhari, namun yang dapat diangkut ke TPA Pinyungan-Bantul baru
sekitar 1300 m3 perhari, sehingga terjadi penumpukan sampah sebanyak 400 m3 per hari
dan tidak terangkut ke TPS atau TPA Piyungan. Dengan berbagai kondisi persampahan
yang ada seperti tersebut di atas, terdapat berbagai dampak negatif yang kemungkinan akan
muncul dan berpotensi menimbulkan resiko. Dari beberapa dampak negatif yang
kemungkinan akan terjadi, maka diperlukan suatu penilaian (assessmen) terhadap resiko
lingkungan dari kegiatan yang dilakukan. Hal ini salah satunya dapat disebabkan oleh sifat
leachate yang mengandung zat-zat kimia berbahaya dan dapat menyebar pada beberapa
komponen lingkungan seperti tanah, air tanah dan air permukaan. Sedangkan
dimungkinkan air yang sudah tekontaminasi zat-zat kima leachate akan dikonsumsi oleh
masyarakat ataupun penggunaan lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian resiko
total dari beberapa aspek yang ada. Secara umum resiko total merupakan fungsi dari
faktorfaktor: peluang terjadinya dampak, besaran dampak, frekuensi kejadian, luasan
dampak, keseriusan resiko, peluang terjadinya resiko, dan waktu pemaparan.
TPA Piyungan terletak di dukuh Bendo Ngablak dan dukuh Watu Gender desa
Sitimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, ± 16 km
sebelah tenggara pusat Kota Yogyakarta, dengan luas lahan 12,5 Ha. TPST Piyungan
didirikan pada tahun 1995 dan mulai beroperasi pada tahun 1996.TPST Piyungan dikelola
oleh Sub Dinas Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pada tahun 1996 s/d 1999. Namun, dengan adanya Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah, sejak tahun 2000 sampai tahun 2017 pengelolaan TPAS / TPST
Piyungan dilakukan bersama oleh Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Bantul dalam wadah kerjasama Sekretariat Bersama Kartamantul TPST Piyungan terletak
pada cekungan dengan kemiringan bervariasi, curam, dan mendatar. Lokasi tempat TPST
Piyungan berdiri terbentuk atas tanah ledok dengan jurang yang cukup dalam sebesar 40 m.
Kedalaman airtanah berkisar antara 2-5 meter dengan lapisan tanah mengandung gamping.
Luas keseluruhan TPST Piyungan sebesar 12,5 Ha dengan kapasitas volume sampah 2.7
juta m3 . Saat ini TPST Piyungan merupakan tempat pembuangan akhir regional dari tiga
Kabupaten yaitu Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Sampah yang masuk ke TPST
Piyungan berkisar antara 400-500 ton/hari dengan sistem pengelolaan sampah control
landfill.
BAB II
2.1 Dasar Teori
2. Risiko mental (mental risk), yaitu aneka risiko kerusakan mental akibat perlakuan
buruk pada tatanan psikis
3. Risiko sosial (social risk), yaitu aneka risiko yang menggiring pada rusaknya
bangunan dan lingkungan sosial (eco-social).
Tiga macam resiko yang dirtimbulkan diatas, dapat menimblkan suatu keadaan yang tidak
baik, dimana resiko tersebut dapat enimbulkan keadaan yang berupa ketakutan, ancaman,
paranoia,. Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus, untuk itu diperlukan
adanya upaya analisis lingkungan untuk menncegah atau mengurangi kerusakan
lingkungan adapun tahapan tahapannya yaitu :
Pasal 47 UU No. 32 Tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan
yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib
melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko
LH diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU No. 32
Tahun 2009, meliputi:
a. Pengkajian risiko
b. Pengelolaan risiko
c. Komunikasi risiko
3.1 Kasus
Timbulan sampah di wilayah perkotaan Yogyakarta sampai saat ini dilakukan di
TPA Piyungan Kabupaten Bantul. Meskipun hal ini merupakan metode yang paling
konvesional dan tidak sesuai dengan beberapa alternative yang lebih baik dalam
rangkaian teknologi manajemen sampah perkotaan. Dampak negatif dengan adanya
TPA adalah dihasilkan timbulan gas dan lindi yang sangat berpotensi merusak
lingkungan. Risiko lingkungan ini muncul jika Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) tidak mampu mengolah lindi sehingga melebihi standard baku mutu serta
lapisan dasar TPA yang tidak memenuhi syarat sehingga lindi merembes kedalam
tanah.
Lahan TPA semakin sempit, faktor jarak mengakibatkan pengangkutan sampah
kurang efektif, teknologi pengolahan tidak optimal, terbatasnya tempat penampungan
sampah sementara (TPS), kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai
pengelolaan sampah serta minimnya edukasi dan manajemen diri pengelolaan
sampah.. Pengelolaan tersebut mulai dari penarikan retribusi, pengumpulan sampah
dari sumber, pengumpulan di TPS atau depo sampah dan pengangkutan serta
pengumpulan di TPA. Kota Yogyakarta, Kabupatan Bantul dan Kabupaten Sleman
menggunakan TPA Piyungan. Adapun usia teknis TPST berdasarkan AMDAL adalah
17 tahun terhitung sejak terbangun dan beroperasi pada tahun 1995. Masalah yang
ada yaitu tren volume sampah yang terus meningkat sejak beroperasi penuh pada
tahun 1996 sampai sekarang.
TPST Piyungan terbatas pada pengelolaan sampah semata dimana sampah yang
diangkut ke TPST ini dikelola dengan proses penimbangan, penumpukan, pengurugan
dan penimbunan sebagaimana sistem Control Landfill. Pengurangan volume sampah
di TPST Piyungan terfokus pada pembusukan alami dan pengambilan sampah
bernilai ekonomi oleh pemulung. Aturan yang berlaku menyatakan bahwa lokasi
badan sampah harus steril dari pihak eksternal namun kenyatannya sekitar 400
pemulung setiap harinya dibebaskan untuk mengambil sampah di lokasi tersebut.
3.2 Analisis dan Pembahasan
Dari uraian rona lingkungan yang dijelaskan dan penjelasan tentang aktifitas TPA
sebagaimana disebutkan sebelumnya maka dapat diidentifikasi hazard dan
diperkirakan resiko terhadap komponen lingkungan sebagai berikut:
a. Tata guna lahan (tanah)
Prakiraan resiko terhadap tata guna lahan yang mungkin terjadi yaitu
resiko berasal dari buangan limbah terutama lindi yang mencemari air tanah
dan air permukaan.
b. Kualitas udara
Resiko berasal dari bau gas yang timbul dari proses degradasi sampah
yang semakin lama semakin tidak sedap. Akibat pencemaran tersebut warga
khususnya masyarakat disekitar TPA Piyungan merasa kurang nyaman akibat
terhisapnya bau ke dalam pernafasan.
c. Kualitas air permukaan
Prakiraan resiko terhadap air permukaan yaitu berasal dari pengolahan
limbah cair, yang dibuang ke sungai. Resiko yang timbul pada flora, fauna,
dan manusia, yang memanfaatkan sungai. Resiko terbesar yang mungkin
terjadi adalah matinya biota air, tumbuhan air, dan hewan air. Resiko yang
muncul bersifat negatif.
d. Kualitas air tanah
Prakiraan resiko terhadap air tanah yaitu berasal dari pengolahan lindi dan
rembesan lindi pada lapisan dasar TPA. Resiko yang timbul pada manusia,
yang memanfaatkan air tanah untuk keperluan sehari-hari.
e. Flora darat
Prakiraan resiko terhadap flora darat berasal dari pengolahan limbah cair
kemudian kemudian dibuang ke sungai lalu dihisap oleh tumbuhan yang
hidup di sekitar sungai. Selain itu gangguan terhadap flora air adanya gas
Methan. Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya kemampuan
tumbuhan dalam berfotosintesis sehingga menyebabkan tumbuhan tersebut
mati serta bersifat negatif. Tetapi bobotnya sedang karena effluen dari IPAL
telah mengalami pengenceran air sungai sehingga konsentrasi pencemar juga
menurun.
f. Flora air
Prakiraan resiko terhadap flora air berasal dari pengolahan limbah cair
kemudian kemudian dibuang ke sungai lalu dihisap oleh tumbuhan yang
hidup di sekitar sungai. Selain itu gangguan terhadap flora air juga dari
adanya gas Methan.
i. Tingkat kesehatan masyarakat
Prakiraan resiko terhadap tingkat kesehatan masyarakat berasal dari
buangan pengolahan limbah cair yang masuk ke dalam air permukaan/sungai,
di mana masyarakat sekitar tinggal dan memanfaatkan sungai. Disamping itu
masyarakat juga mengkonsumsi air tanah yang terkontaminasi lindi yang
meresap melalui lapisan dasar TPA. Resiko yang mungkin timbul berupa
munculnya penyakit kulit, perut, dan sebagainya serta bersifat negatif.
Bobotnya adalah besar karena berkaitan secara langsung dengan kehipuan
manusia.
j. Estetika lingkungan
Prakiraan resiko terhadap estetika lingkungan berasal dari limbah cair
yang dari kolam pengolahan yang masuk ke dalam air permukaan/sungai,
limbah padat yang ditumpuk dan timbulnya gas yang menimbulkan bau tidak
enak. Resiko yang mungkin terjadi berupa penurunan estetika lingkungan
dan bersifat negatif serta bobotnya besar.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Morenne, Andra. 2008. Modul Hukum Lingkungan. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh
November
www.epa.gov/iris/: Integrated Risk Information System, diakses pada tanggal 10 Mei 2018,
pukul 19.08