Anda di halaman 1dari 42

STEP 7

1. Apa saja struktur cranium yang peka terhadap nyeri ?


-intrakranial : sinus kranialis dan V aferen, arteri arteri duramater,arteri
di basis kranii yg membentuk sirkulasi wilis yg merupkan anastomosis dri
sirkulasi otak anterior ( dibentuk dari a,carotis communis )dan posterior
(a.vertebralis)
-ekstrakranial :telinga luar dan dalam ,gigi geligi,arteri
ekstrakranial,mukosa sinus,paranasalis dan cavum nasi
-saraf : N.trigeminus,N fascialis,N glosoaringeus, n vagus,saraf spinal
cervical
2. Bagaimana proses terjadinya nyeri kepala ?
3. Mengapa nyeri dirasakan pada mata kanan yg menjalar kekepala,leher
dan bahu kanan pada pasien ?
Peningkatan Sensitivitas dari Jalur Saraf

Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di sekitar mata, di suatu daerah
yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur nyeri utama. Rangsangan pada saraf ini
menghasilkan reaksi abnormal dari arteri yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan
berdilatasi dan menyebabkan nyeri.

Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung tersumbat dan atau berair, serta
kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan sistem saraf otonom. Saraf yang merupakan bagian dari
sistem ini membentuk suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi, menyebabkan
nyeri pada mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi dengan apa yang disebut refleks trigeminal
otonom. Para peneliti percaya bahwa masih ada proses yang belum diketahui yang melibatkan
peradangan atau aktivitas pembuluh darah abnormal pada daerah ini yang mungkin terlibat
menyebabkan sakit kepala

4. Mengapa nyeri dirasakan sejak malam kemudian pasien terbangun


mendadak karena nyeri kepala ?
Impuls saraf lambat (paleospenotalamikus )
Impuls saraf cepat (neosplenotalamikus) langsung ke talamus ,nyeri
cepat dan akan cepat diproses
Bermielin besar : A alfa dan a beta, jika lebih banyak maka substansia
gelatinosa tertutup  nyeri tidak dirasakan (membawa informasi raba
dan persepsis dari perifer )
Bemielin kecil : jika lebih banyak substansia gelatinosa terbuka 
dihantarkan ke otak

Substansi gelatinosa (transimis dan medulasi )


5. Mengapa didapatkan injeksi konjungtiva,pupil miosis,oedem
palpebra,lakrimasi dan kongesti nasal ipsi lateral ?
Lakrimasi : ada stimulasi psikis,rangsang N V parasimpatis granula
lakrimalis,peradangan pada hidung
Injeksi konjungtiva :
Pupil miosos : N III  parasimpatis  pupil mengecil
Oedem palpebra :
Kogesti nasal ipsi lateral :
(semua sama)
Patogenesis oedem
6. Apa hubungan pasien seorang perokok dengan keluhan ?
Aseton
Aseton merupakan produk buangan dari asap kendaraan, asap rokok dan
zat yang banyak dihasilkan di lokasi pembuangan sampah. Orang yang
bernapas di lingkungan yang tingga kandungan aseton, dalam jangka waktu
singkat dapat menyebabkan iritasi hidung, tenggorokan, paru-paru, mata,
sakit kepala, kebingungan, denyut nadi meningkat, mual, muntah, pingsan
dan mungkin koma. Ini juga menyebabkan pemendekan pada siklus
menstruasi wanita.

Piridin
Terbuat dari tar batubara mentah atau dari bahan kimia lainnya dan
digunakan untuk melarutkan zat-zat. Campuran piridin dalam rokok dapat
menyebabkan sakit kepala, pusing, mempercepat denyut nadi dan napas
cepat dan tersengal-sengal.
Stres
Stres membuat tubuh memproduksi hormon adrenalin lebih banyak, sehingga
menimbulkan ketegangan. Kepala, leher, dan otot bahu berkontraksi dan
menyebabkan sakit kepala.

Sylvia and Lorraine. (2006) Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.


Edisi 6, volume 2. Jakarta : EGC.
Pencetus diet mempengaruhi patofisiologi fase proses serangan migren dengan
terjadinya pelepasan serotonin dan norepinefrin. Hal ini mengakibatkan
vasokonstriksi atau vasodilatasi maupun dengan stimulasi langsung ganglia
trigeminal, talamus, batang otak dan jalur neuronal korteks. Mekanisme potensial
dan mediator kimia dari pemicu ini mengakibatkan beberapa reaksi. Reaksi tersebut
yaitu pelepasan norepineprin yang diperantarai oleh tyramin dan phenylethylamine,
pelepasan nitritoksida oleh nitrat dan nitrit serta pengaruh histamin dan reseptor
glutamat oleh histamin dan MSG. Pemicu kimia ini menstimulasi neuroreseptor
mengakibatkan pelepasan neurotransmiter atau pengaruh langsung terhadap
neuron dalam jalur migren trigeminovaskular.
Serangan migren terjadi setelah mengkonsumsi keju, dimana kandungan tiramin
yang tinggi dari keju bersama dengan konjugasi enzim dan monoamin oksidase yang
diserap dari usus ke dalam sirkulasi. Pengaruh vasokonstriktor bisa timbul dengan
pelepasan norepineprin dari ujung saraf simpatis.
Unsur coklat yang terlibat dalam mekanisme migren yang dipicu oleh diet
meliputi phenylethylamine, theobromine, kafein dan katekin. Phenylethylamine
merupakan biogenik amino yang dimetabolisme oleh enzim monoamino oksidase,
theobromine dan kafein merupakan methilxantin dan katekin adalah senyawa
phenolik. Kimia ini memulai reaksi terhadap nyeri kepala dengan perubahan aliran
darah serebral dan pelepasan norepinefrin dari sel saraf simpatis.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24357/4/Chapter%20II.pdf

7. Mengapa pasien sudah menonsumsi paracetamol tetapi nyeri tidak


berkurang ?
PARASETAMOL

Farmakologi

Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Sifat
antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek
sentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat
antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per
oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma
dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.

Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Paracetamol; suatu obat NSAID ----analgesik yg efektif ---
-tp kurang efektif untuk inflamasi, obat ini menghambat enzym cox 3.

• Nyeri akut yg kuat diobati dg analgesik opioid ku-at (morfin, fentanyl) melalui injeksi.

• Nyeri inflamasi sedang diobati dg NSAID (ibupro-fen) atau dg paracetamol ditambah opioid
lemah (codein).

• Nyeri kuat (cancer) diberi opioid kuat p.o. (slow release), intrathecal, epidural atau s.c.

• Nyeri neuropati kronis tak mempan thd opioid dan diobati dg antidepressant tricyclic
(amitrip-tyline) atau anti convulsant (carbamazepin, gaba-pentin).
8. Apa diagnosis dan dd ?
CLUSTER HEADACHE
adalah suatu cara penggambaran mengenai sifat lebih daripada
keparahan nyeri yang dirasakan. Suatu gambaran dari serangan cluster
headache adalah bahwa serangan tersebut terjadi dengan suatu pola
siklus yang berkelompok sehingga, dinamakan cluster headache.
Penderitaan dari serangan yang sering, dari apa yang diketahui sebagai
periode cluster dapat berlangsung dari beberapa minggu sampai
beberapa bulan, diikuti dengan periode remisi ketika serangan sakit
kepala berhenti seluruhnya. Meskipun polanya bervariasi satu orang
terhadap yang lain, kebanyakan orang mengalami satu atau dua periode
cluster dalam satu tahun. Selama remisi, tidak ada sakit kepala yanga
terjadi beberapa bulan sampai terkadang beberapa tahun.
Cluster headache adalah salah satu tipe sakit kepala yang sangat
menyakitkan. Untungnya cluster headache sangat jarang, hanya terjadi
satu persen dari seluruh penduduk di Amerika. Kondisi tersebut lebih
sering terjadi pada pria. Cluster headache dapat terjadi pada semua
umur namun yang paling sering antara dewasa muda dan usia
pertengahan.
Serangan dimulai mendadak, rasa nyeri biasanya dibelakang atau di
sekitar salah satu mata dan sangat berat. Mata dan hidung pada sisi
yang sama rasa nyeri dirasakan bisa menjadi kemerahan, bengkak dan
berair. Cluster headache juga menyebabkan kegelisahan.
Definisi
Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari
serangan yang jelas dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral
yang mendadak dan parah. (2)
Patofisiologi
Patofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti.
Periodisitasnya dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus
(terutama nukleus suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging
fungsional dengan positron emision tomografi (PET) dan pencitraan
anatomis dengan morfometri voxel-base telah mengidentifikasikan
bagian posterior dari substansia grisea dari hipotalamus sebagai area
kunci dasar kerusakan pada cluster headache.
Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat
kompleks perikarotid/sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls
simpatis dan parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai
terjadinya fenomena otonom pada saat serangan. Peranan pasti dari
faktor-faktor imunologis dan vasoregulator, sebagaimana pengaruh
hipoksemia dan hipokapnia pada cluster headache masih
kontroversial. (2)
Penyebab
Penyebab cluster headache masih belum diketahui. Cluster headache
sepertinya tidak berkaitan dengan penyakit lainnya pada otak. (3)
Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi,
international headache society telah mengklasifikasikan cluster
headache menjadi dua tipe :
 Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama
satu minggu sampai
satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.
 Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama >1
tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri
berlangsung kurang dari dua minggu.(1)
Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe
kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu
periode serangan episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa
di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya. Beberapa orang
mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian.
Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk
menjelaskan karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat
riwayat keluarga dengan cluster headache pada penderita, yang berarti
ada kemungkinan faktor genetik yang terlibat. Beberapa faktor dapat
bekerja sama menyebabkan cluster headache. (1)
Pemicu Cluster Headache
Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster headache
umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan
hormonal atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster
headache adalah merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah
periode cluster dimulai, konsumsi alkohol dapat memicu sakit kepala
yang sangat parah dalam beberapa menit. Untuk alasan ini banyak orang
dengan cluster headache menjauhkan diri dari alkohol selama periode
cluster. Pemicu lainnya adalah penggunaan obat-obatan seperti
nitrogliserin, yang digunakan pada pasien dengan penyakit jantung.
Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur
yang normal, seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan
baru atau jam kerja yang baru. Beberapa orang dengan cluster headache
juga mengalami apnea pada saat tidur, suatu kondisi dimana terjadinya
kolaps sementara pada dinding tenggorokan sehingga menyumbat jalan
nafas berulang kali pada saat tidur. (1)
Peningkatan Sensitivitas dari Jalur Saraf
Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di
sekitar mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus,
suatu jalur nyeri utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi
abnormal dari arteri yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah
itu akan berdilatasi dan menyebabkan nyeri.
Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung
tersumbat dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat
melibatkan sistem saraf otonom. Saraf yang merupakan bagian dari
sistem ini membentuk suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf
trigeminus di aktivasi, menyebabkan nyeri pada mata, sistem saraf
otonom juga diaktivasi dengan apa yang disebut refleks trigeminal
otonom. Para peneliti percaya bahwa masih ada proses yang belum
diketahui yang melibatkan peradangan atau aktivitas pembuluh darah
abnormal pada daerah ini yang mungkin terlibat menyebabkan sakit
kepala. (1)
Fungsi Abnormal dari Hipotalamus
Serangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti jam 24 jam
sehari. Siklus periode cluster seringkali mengikuti pola musim dalam satu
tahun. Pola ini menunjukkan bahwa jam biologis tubuh ikut terlibat.
Pada manusia jam biologis terletak pada hipotalamus yang berada jauh
di dalam otak. Dari banyak fungsi hipotalamus, bagian ini mengontrol
siklus tidur bangun dan irama internal lainnya. Kelainan hipotalamus
mungkin dapat menjelaskan adanya pengaturan waktu dan siklus pada
cluster headache. Penelitian telah menemukan peningkatan aktivitas di
dalam hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan
aktivitas ini tidak ditemukan pada orang-orang dengan sakit kepala
lainnya seperti migraine.
Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai
tingkat hormon tertentu yang abnormal, termasuk melatonin dan
testoteron, kadar hormon tersebut meningkat pada periode cluster.
Perubahan hormon-hormon tersebut dipercayai karena ada masalah
pada hipotalamus. Peneliti lainnya menemukan bahwa orang-orang
dengan cluster headache mempunyai hipotalamus yang lebih besar
daripada mereka yang tidak memiliki cluster headache. Namun masih
belum diketahui mengapa bisa terjadi kelainan-kelainan semacam
itu. (1)
Tanda dan Gejala
Cluster headache menyerang dengan cepat, biasanya tanpa peringatan.
Dalam hitungan menit nyeri yang sangat menyiksa berkembang. Rasa
nyeri tersebut biasanya berkembang pada sisi kepala yang sama pada
periode cluster, dan terkadang sakit kepala menetap pada sisi tersebut
seumur hidup pasien. Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain
kepala pada periode cluster selanjutnya. Jauh lebih jarang lagi rasa nyeri
berpindah-pindah setiap kali terjadi serangan.
Rasa nyeri pada cluster headache seringkali digambarkan sebagai suatu
nyeri yang tajam, menusuk, atau seperti terbakar. Orang-orang dengan
kondisi ini mengatakan bahwa rasa sakitnya seperti suatu alat pengorek
yang panas ditusukkan pada mata atau seperti mata di dorong keluar
dari tempatnya. (1)
 Gelisah
Orang-orang dengan cluster headache tampak gelisah, cenderung untuk
melangkah bolak-balik atau duduk sambil menggoyang-goyangkan
badannya ke depan dan ke belakang untuk mengurangi rasa sakit.
Mereka mungkin dapat menekan tangannya pada mata atau kepala atau
meletakkan es ataupun kompres hangat pada daerah yang sakit.
Berlawanan dengan orang-orang dengan migraine, orang-orang dengan
cluster headache biasanya menghindari untuk berbaring pada masa
serangan karena sepertinya posisi ini hanya menambah rasa sakit.
Banyak orang dengan cluster headache memilih untuk sendirian. Mereka
mungkin tetap berada di luar rumah bahkan pada cuaca yang sangat
dingin, selama masa serangan. Mereka mungkin berteriak,
membenturkan kepala ke dinding atau melukai dirinya sendiri untuk
mengalihkan perhatian dari sakit yang tidak tertahankan. Beberapa
orang menyatakan pengurangan rasa sakit dengan berlatih, seperti lari
di tempat atau melakukan shit-up atau push-up. (1)
 Mata Berair dan Hidung Tersumbat
Cluster headache selalu dipicu oleh respon sistem saraf otonom. Sistem
ini mengontrol banyak aktivitas vital tanpa disadari dan kita tidak harus
memikirkan apa yang dilakukannya. Contohnya, sistem saraf otonom
mengatur tekanan darah, denyut jantung, keringat dan suhu tubuh.
Respon tersering sistem otonom pada cluster headache adalah
keluarnya air mata berlebihan dan mata merah pada sisi yang sakit.

Tanda dan gejala lainnya yang mungkin bersamaan dengan cluster


headache antara lain :
 Lubang hidung tersumbat atau berair pada sisi kepala yang terserang.
 Kemerahan pada muka.
 Bengkak di sekitar mata pada sisi wajah yang terkena.
 Ukuran pupil mengecil.
 Kelopak mata sulit untuk dibuka.
Tanda dan gejala tersebut hanya terjadi selama masa serangan. Namun
demikina pada beberapa orang kelopak mata yang sulit ditutup dan
mengecilnya ukuran pupil tetap ada lama setelah periode serangan.
Beberapa gejala-gejala seperti migraine termasuk mual, fotofobia dan
fonofobia, serta aura dapat terjadi pada cluster headache.
Karakteristik Periode Cluster
Suatu periode cluster umumnya berlangsung antara 2 sampai 12
minggu. Periode cluster kronik dapat berlanjut lebih dari satu tahun.
Tanggal permulaan dan jangka waktu dari tiap-tiap periode cluster
seringkali dengan sangat mengagumkan konsisten dari waktu ke waktu.
Untuk kebanyakan orang, periode cluster dapat terjadi musiman, sperti
tiap kali musim semi atau tiap kali musim gugur. Adalah biasa untuk
cluster bermula segera setelah salah satu titik balik matahari. Seiring
dengan waktu periode cluster dapat menjadi lebih sering, lebih sulit
untuk diramalkan, dan lebih lama.
Selama periode cluster, sakit kepala biasanya terjadi tiap hari, terkadang
beberapa kali sehari. Suatu serangan tunggal rata-rata berlangsung 45
sampai 90 menit. Serangan terjadi pada waktu yang sama dalam tiap 24
jam. Serangan pada malam hari lebih sering daripada siang hari,
seringkali berlangsung 90 menit sampai 3 jam setelah tertidur. Waktu
tersering terjadinya serangan adalah antara jam satu sampai jam dua
pagi, antara jam satu sampai jam tiga siang dan sekitar jam sembilan
malam.
Cluster headache dapat menakutkan penderita serta orang-orang di
sekitarnya. Serangan yang sangat membuat lemah sepertinya tak
tertahankan. Namun nyerinya seringkali hilang mendadak sebagaimana
ia di mulai, dengan intensitas yang menurun secara cepat. Setelah
serangan, kebanyakan orang bebas sepenuhnya dari rasa sakit namun
mengalami kelelahan. Kesembuhan sementara selama periode cluster
dapat berlangsung beberapa jam sampai sehari penuh sebelum
serangan selanjutnya. (1)
Diagnosis
Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan.
Suatu diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk
nyeri, lokasi dan keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang
terkait. Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit kepala juga
merupakan faktor yang penting. (1)
Keterlibatan fenomena otonom yang jelas adalah sangat penting pada
cluster headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan
hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva,
diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial
atau komplit, takikardia juga sering ditemukan. (2)
Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-
tanda dari cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau
palpebra terjatuh bahkan diantara serangan.
Cluster headache adalah suatu diagnosis klinis, pada kasus-kasus yang
jarang lesi struktural dapat menyerupai gejala-gejala dari cluster
headache, menegaskan perlunya pemeriksaan neuroimaging. Uji yang
dilakukan adalah CT- Scan dan MRI. (1,2)
Terapi
Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari
pengobatan adalah menolong menurunkan keparahan nyeri dan
memperpendek jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan
untuk cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat simtomatik dan
profilaktik. Obta-obat simtomatik bertujuan untuk menghentikan atau
mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan cluster headache,
sedangkan obat-obat profilaktik digunakan untuk mengurangi frekuensi
dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.
Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat pengobatan
simtomatik harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat
diberikan segera, biasanya menggunakan injeksi atau inhaler daripada
tablet per oral. (1,2)
Pengobatan simtomatik termasuk :
 Oksigen.
Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7
liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 %
orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar
dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif aman, tidak mahal,
dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15 menit. Kerugian utama
dari penggunaan oksdigen ini adalah pasien harus membawa-bawa
tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini
menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang
oksigen mungkin hanya menunda daripada menghentikan serangan dan
rasa sakit tersebut akan kembali.
 Sumatriptan.
Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga
efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan
penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih
lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan keefektifannya.
 Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot
polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan
inhaler, penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler
dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama
mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.
 Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf
sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini
mencegah pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga
menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan
secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-
hati jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi
pernafasan, atau bradikardi. (1,2)
Obat-obat profilaksis :
Anti konvulsan.
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache telah
dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-
obat ini untuk mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja
dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri.
Kortikosteroid.
Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache
dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selam
beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja
kortikosteroid pada cluster headache masih belum diketahui. (2)
Pembedahan
Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster
headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan
atau pada orang-orang yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan
yang digunakan. Seseorang yang akan mengalami pembedahan hanyalah
yang mengalami serangan pada satu sisi kepal saja karena operasi ini
hanya bisa dilakukan satu kali. Orang-orang yang mengalami serangan
berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko
kegagalan operasi.
Pencegahan
Karena penyebab dari cluster headache masih belum diketahui dengan
pasti kita belum bisa mencegah terjadinya serangan pertama. Namun
kita dapat mencegah sakit kepala ulangan yang lebih berat. Penggunaan
obat-obat preventif jangka panjang lebih menguntungkan dari yang
jangka pendek. Obat-obat preventif jangka panjang antara lain adalah
penghambat kanal kalsium dan kanal karbonat. Sedangakan yang jangka
pendek termasuk diantaranya adalah kortikosteroid, ergotamin dan
obat-obat anestesi lokal. (1,2,3)
Menghindari alkohol dan nikotin dan faktor resiko lainnya dapat
membantu mengurangi terjadinya serangan. (1,2)
Prognosis
80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk
mengalami serangan berulang.
Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada
4 sampai13 % penderita.
Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita,
terutama pada cluster headache tipe episodik.
Umumnya cluster headache adalah masalah seumur hidup.
Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster
headache tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cluster Headache Available at : www.mayoclinic/disease_&
_condition/topic/cluster_headache.htm
2. Cluster Headache Available at : www.emedicine/topic209.htm
3. Cluster Headache Available at : www.familydoctor.org

MIGREN
 Definisi :
Nyeri kepala vascular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72
jam. Nyeri biasanya unilateral berisfat berdenyut, intensitas nyerinya berat,
dpt disertai mual & muntah.
Patofisiologi Sylvia
Suatu nyeri kepala berulang yang idiopatik dengan serangan nyeri
yangberlangsung 4-72 jam, sesisi, sifatnya berdenyut, indesitas nyeri
darisedang ² berat diperhebat dengan aktivitas fisik yang berat dapatdisertai
nausea, fotofobia dan fonofobia
Kapita selekta kedokteran UI

 Etiologi :
Idiopatik
Etiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%),
penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal
siklus menstruasi, (2) makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti
pada anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti
pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), (3) stress
(79,7%), (4) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang
menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan
maupun tidak menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang
berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur, (6) perubahan
lingkungan (53,2%), (7) alkohol (37,8%), (7) merokok (35,7%).
Faktor risiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,
wanita, dan usia muda.

 Faktor Pencetus
 Hormonal
 Fluktuasi hormon mrpkn faktor pemicu pada 60% wanita
 14% wanita hanya mendapat serangan selama haid
 Nyeri kepala migren dipicu oleh turunnya kadar 17-β estradiol
plasma saat akan haid.
 Serangan berkurang saat kehamilan krn kadar estrogen yg relatif
tinggi dan konstan.
 Minggu 1 postpartum 40% paisen mengalami serangan hebat krn
turunnya kadar ekstradiol.
 Menopause
 Meningkat pada saat menjelang menopause
 Beberapa kasus membaik setelah menopause
 Makanan
 Alkohol krn efek vasodilatasinya
 Makanan yg mengandung tiramin yg berasal dari asam amino
tirosin : keju, makanan yg diawetkan atau diragi, hati, anggur
merah, yogurt, dll.
 Coklat (mengandung feniletilamin), telur, kacang, bawang, piza,
alpokat, pemanis buatan, buah jeruk, pisang, daging babi, teh,
kopi, dan coca-cola yg berlebihan.
 Monosodium glutamat
 Obat2an
 Nitrogliserin, nifedipin sublingual, isosorbid-dinitrat, tetrasiklin,
vitamin A dosis tinggi, fluoksetin, dll.
 Aspartam
 Pemanis buatan, pada orang tertentu
 Kafein
 Yg berlebihan (> 350 mg/hari) atau penghentian mendadak
 Lingkungan
 Rangsang sensorik
 Cahaya yg berkelip2, cahaya silau, cahaya matahari yg terang
atau bau parfum, zat kimia pembersih, rokok, suara bising dan
suhu yg ekstrim.
 Stress fisik dan mental
 Faktor pemicu lain : aktivitas seksual, trauma kepala, kurang atau
kelebihan tidur

Kapita Selekta Kedokteran

 Patofisilologi :
Cutaneous allodynia(CA) adalah nafsu nyeri yang ditimibulkan oleh
stimulus non noxious terhadap kulit normal 14.27 Saatserangan/migren
79% pasien menunjukkan cutaneus allodynia(CA) di daerah kepala
ipsilateral dan kemudian dapat menyebar kedaerah kontralateral dan
kedua lengan.27
Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang
menandakan sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal
sentral(second-order) yang menerima input secara konvergen. Jika
allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan karena adanya kenaikan
sementara daripada sensitivitas third order neuron yang menerima
pemusatan input dari kulit pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya
dengan dari duramater maupun kulit yang sebelumnya.14
Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migren yaitu:27
 Pada migren yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi neuron ganglion
trigeminal sensoris yang meng inervasi duramater
 Pada migren yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah referred
pain, berarti terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meninggal(first
order) dan sensitisasi sentral dari neuron komu dorsalis medula
spinalis(second order) dengan daerah reseptifperiorbital.
 Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred pain,
terdiri atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron
talamik(third order) yang meliputi daerah reseptif seluruh tubuh.
Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga
disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren
diduga bukan hanya adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di
pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan
sensitisasi set safar sentral terutama pada sistem trigeminal, yang
memproses informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit27
Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura, pada
saat paling awal serangan migren diketemukan adanya penurunan
cerebral blood flow(CBF) yang dimulai pada daerah oksipital dan meluas
pelan2 ke depan sebagai seperti suatu gelombang ("spreading oligemia';
dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan 2-3 mm per menit.
hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses
hiperemia. Pembuluh darah vasodilatasi, blood flow berkurang,
kemudian terjadi reaktif hiperglikemia dan oligemia pada daerah
oksipital, kejadian depolarisasi set saraf menghasilkan gejala scintillating
aura, kemudian aktifitas set safar menurun menimbulkan gejala
skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical spreading
depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia(peningkatan jml drh)
yang berlama didalam duramater, edema neurogenik didalam
meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC (trigeminal nucleus
caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migren tersebut
mempunyai kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan
timbulnya nyeri kepala 9.16 Pada serangan migren, akan terjadi fenomena
pain pathway pada sistem trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi
reseptor NMDA, yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai
penghantar yang menaikkan aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-
HT, bradykinine, prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzym NOS.
Proses tersebutlah sebagai penyebab adanya penyebaran nyeri,
allodynia dan hiperalgesia pada penderita migren
Fase sentral sensitisasi padamigren, induksi nyeri ditimbulkan oleh
komponen inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium,
protons, histamin, 5HT(serotonin), bradikin, prostaglandin Edi pembuluh
darah serebral, dan serabut safar yang dapat menimbulkan nyeri kepala.
Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap reseptor C fiber di
meningens dapat dihambat dengan obat2an NSAIDs(non steroid anti
inflammation drugs) dan 5-HT 1B/1D agonist, yang memblokade reseptor
vanilloid dan reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan
melepaskan unsur protein inflamator)27
Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor
presinap NMDA purinergic yang mengikat adenosine
triphosphat(reseptor P2X3) dan reseptor 5-HT IB/ID pada terminal sentral
dari nosiseptor C tiber. Nosiseptor C-fiber memperbanyak pelepasan
transmitter. Jadi obat2an yang mengurangi pelepasan transmitter
seperti mu-opiate, adenosine dan 5-HT IB/ID reseptor agonist, dapat
mengurangi induksi daripada sensitisasi sentral.
Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler mengakibatkan
hipersensitivitas intrakranial dengan manifestasi sebagai perasaan nyeri
yang ditimbulkan oleh berbatuk, rasa mengikat dikepala, atau pada saat
menolehkan kepala. Sedangkan sensitivitas pada sentral neuron
trigeminal menerangkan proses timbulnya nyeri tekan pada daerah
ektrakranial dan cutaneus allodynia. Sehingga ada pendapat bahwa
adanya cutaneus allodynia (CA) dapat sebagai marker dari adanya
sentral sensitisasi pada migren.
Pada pemberian sumaptriptan maka aktivitas batang otak akan stabil
dan menyebabkan gejala migrenpun akan menghilang sesuai dengan
pengurangan aktivasi di cingulate, auditory dan visual association
cortical. Hal itu menunjukkan bahwa patogenesis migren sehubungan
dengan adanya aktivitas yang imbalance antara brain stem nuclei
regulating antinoception dengan vascular control. Juga diduga bahwa
adanya aktivasi batang otak yang menetap itu berkaitan dengan durasi
serangan migren dan adanya serangan ulang migren sesudah efek obat
sumatriptan terse but menghilang.15
Kruit MC34 dalam laporan penelitiannya yang dimuat pada The Journal of
American Medical Association Januari 2004 vot 291 mengenai gambaran
MRI yang supersensitif pada 161 pasien migren dibandingkan dengan
141 orang tanpa migren. Temuan ini telah mengubah pandangan
terhadap migren yang selama ini dianggap sebagai suatu episodic
disorder dengan gejala transient menjadi suatu chronic progressive
disorder yang mengakibatkan perubahan permanen dari parenkhim
otak. Pada subyek kontrol tanpa migren didapati 38% adanya tiny brain
lesion. Peneliti mendapatkan adanya lesi diotak yang lebih banyak dan
lebih luas pada pasien wanita migren 2 kali banyak dibandingkan dengan
laki2 secara signifikan. Pasien yang lebih sering mendapat serangan
migren dan juga disertai aura lebih banyak menunjukkan lesi infark
dibandingkan tanpa aura
Serotonin dan nor-epinefrin
Serotonin(5-HT) dan nor-epinefrin(NE) adalah neurotransmitter yang
berperan dalam proses nyeri maupun depresi, yang mengurus mood dan
depresi terletak di korteks prefrontal dan sistem limbik, sedangkan yang
mengurus painmodulating circuit terletak di amygdala, periaquaductal
gray(PAG), dorsolateral pontine tegmentum(DLPT), dan rostroventral
medulla(RVM). Modulasi efek serotonin di otak menunjukkan efek
impulsif, modulasi sexual behaviour; appetite dan agresi. Sedang NE
sistem menunjukkan modulasi waspada, sosialisasi, energi, dan motivasi.
Kalau keduanya bersamaan maka ia akan memodulasi ansietas,
iritabilitas, nyeri, mood, emosi dan fungsi kognitif. Pada penderita
depresi dijumpai adanya defisit kadar serotonin dan norad renalin di
otaknya20.22.23
Platelet mempunyai kemiripan fungsi, bentuk, biokimiawi maupun
farmakologikal dengan serotonergic nerve ending. Platelet sendiri tidak
mensintesa 5HT, akan tetapi hanya tempat menumpuknya 5HT yang
berasal dari sirkulasi di plasma dan terutama yang berasal dati
enterochromaffin tissue daripada traktusgastrointestinal 28
Serotonin platelet (Platelet 5HT) disimpan dalam bentuk granul padat
yang akan berubah secara lambat sekali jikalau sifat farmakologikalnya
tidak aktif. Sebaliknya pada plasma 5HT ekstraselular sangat cepat
berubah dan farmakologikalnya aktif. Kadar 5HT di platelet dan plasma
mengekspresikan kandungan 5HT di serotonergic nerve ending dan
sinaps. Banyak laporan penelitian mengenai metabolisme dan kadar 5HT
pada TTH, yang mendapatkan hasil yang berbeda beda secara tidak
konsisten. Akan tetapi pada dasarnya disimpulkan bahwa pasien dengan
Episodik TTH menunjukkan platelet 5 HT uptake akan berkurang, dan
terdapat peninggian kadar platelet 5HT dan plasma 5HT. Sedangkan
pada TTH kronik didapati kadar platelet 5HT ataupun plasma 5HT adalah
normal atau menurun
5HT adalah suatu neurotransmitter penting yang berperan dalam
modulasi nyeri secara kompleks. Yaitu sebagai antinociceptive pathway
ascending maupun descending dari brain stem ke spinal cord. Efek
antinoseptif dari 5 HT dimediasi oleh beberapa macam subtipe reseptor
5 HT J, 5-HT 2, 5-HT 3 yang diikuti oleh dengan peninggian sensitifitas
nyeri pada penderita TTH kronik.23 Serotonin reseptor juga berperanan
penting pada sistem trigeminovaskuler. Begitu kompleksnya peran 5 HT,
seperti misalnya jika terjadi aktifivasi reseptor 5HT1A mempunyai efek
aksi fasilitasi dan inhibisi proses nosiseptif spinal. Reseptor2 5HT
tersebar di meningens, beberapa lapis korteks, struktur otak bagian
dalam, dan paling banyak di inti2 di batang otak.
Neurotransmitter maupun neurokimiawi lain yang berperanan pada
proses nyeri kepala maupun migren adalah jenis katekolamin seperti
misalnya noradrenalin /norepinefrin & dopamin yang terutama banyak
dijumpai di locus ceruleous. Yang berperanan sebagai media proses
vasokonstriksi maupun vasodilatasi dan pelepasan asam lemak bebas
yang berguna sebagai signal kepada platelet untuk melepaskan
serotonin.
Norepinefrine dan serotonin berperan sangat penting dalam fungsi
endogen pain-supressing descending projection. Stress yang kronik
memproduksi peninggian aktivitas tyrosine hydroxylase, yaitu suatu
enzym yang terlibat dalam biosintesa NE di LC. Pada suatu penelitian
terhadap pasien depresi ternyata didapati pengurangan kadar NE dan
metabolitnya, dan homovanilic acid(metabolit dari dopamin) di darah
venoarteriai.Komponen Dorsal Raphe Nucleus (DRN) didalam PAG
mengirim pancaran serotonergik ke korteks serebri dan pembuluh
darah, yang dapat melancarkan neuron excitability dan vasomotor
kontrol. Aktivitas metabolik yang abnormal dari PAG dapat
menyebabkan area ini menjadi lebih peka dan mudah rusak
terhadap modulasi reseptor sesudah penggunaan obat2an abortif
maupun analgetikum yang terlampau sering .15
Stimulasi dari perbagai reseptor analgesik di batang otak mempunyai
efek terhadap 5 HT dan mempunyai efek yang unik bagi penderita
migren. Penggunaan analgesik seperti acetaminophen, memacu
pelepasan 5HT dari raphe spinal pathway yang melakukan upregulation
dari 5HT2A receptor. 5HT2A reseptor sebagai mediator bagi neuronal
excitability dan memperkuat transmisi nosiseptif. Lebih banyak 5HT 2A
reseptor maka otak lebih excitable, , dan jatuh dalam keadaan
hiperalgesi, nilai ambang nyeri kepala turun, dan frekwensi maupun
derajad keparahan nyeri kepala akan bertambah
Kapita Selekta Kedokteran

 Manifestasi klinis
Migren merupakan suatu penyakit kronis, bukan sekedar sakit kepala.
Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua penderita
migren mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut adalah : fase
prodromal, aura, serangan, dan postdromal.

A. Fase Prodromal
Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang dapat
mendahului serangan migren. Fase ini dapat berlangsung selama
beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan. Gejalanya
antara lain:
o Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang
berlebihan), banyak bicara (talkativeness), sensitif / iritabel,
gelisah, rasa mengantuk atau malas.
o Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia &
fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif
terhadap bau (hiperosmia)
o Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau
nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban,
sering buang air kecil.
B. Aura
Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren. Secara
visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita
migren dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan.
Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk
berpendar yang menutupi tepi lapangan pengelihatan. Fenomena ini
disebut juga sebagai scintillating scotoma (scotoma = defek lapang
pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya menutupi seluruh
lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk seperti garis-garis
zig-zag, atau bintang-bintang.
Aura negatif tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik hitam
yang menutupi lapangan pengelihatannya. Dapat pula berbentuk seperti
tunnel vision; dimana lapang pandang daerah kedua sisi menjadi gelap
atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya pada bagian
tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong).

Gambar 01. Contoh aura positif berupa bentuk berpendar pada salah
satu bagian lapang pandang (= scintillating scotoma)

Gambar 02. Contoh aura negatif berupa bayangan gelap yang menutupi
kedua sisi lapang pandang (dilihat dari 1 mata), fenomena ini disebut
juga “tunnel vision”

Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan timbulnya


aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara; kesemutan; rasa baal;
rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah; gangguan persepsi
pengelihatan seperti distorsi terhadap ruang; dan kebingungan
(confusion).
C. Fase Serangan
Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung antara 4-72 jam.
Migren yang disertai aura disebut sebagai migren klasik. Sedangkan migren
tanpa disertai aura merupakan migren umum (common migraine). Gejala-
gejala yang umum adalah:
o Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau
ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai
terasa di seluruh bagian kepala
o Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas
o Mual, kadang disertai muntah
o Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi
o Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan
o Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan
fonofobia)
o Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin
o Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang
berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri
kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada saat yang
bersamaan.
D. Fase Postdromal
Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa prodromal, dimana
pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti
berkabut.

 Penegakan diagnosis
KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN TANPA AURA
A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasukB-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati
atau
pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari
karakteristik
sebagai berikut:
 Lokasi unilateral
 Sifatnya berdenyut
 Intensitas sedang sampai berat
 Diperberat dengan kegiatan fisik
D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut
di bawah ini: Mual atau dengan muntah Fotofobia atau dengan
fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:
o Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik
o Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan
tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelainan.
KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURA
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalamB
B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah
ini:
 Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan
disfungsi hemisfer dan/atau batang otak
 Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit,
atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama
 Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih
Dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama
 Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri
kurang
Dari 60 menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
 Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan
 adanya kelainan organik
 Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya
kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan
tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelainan
(Buku ajar kapita selekta kedokteran Jilid II)

TENSION
TENSION TYPE HEADACHE
Sakit kepala tipe-ketegangan adalah sakit kepala spesifik, yang bukan
vaskular atau migrain, dan tidak berkaitan dengan penyakit organik.
Bentuk yang paling umum pada sakit kepala, yang mungkin terkait
dengan pengetatan otot di bagian belakang leher dan/atau kulit kepala.
Ada dua klasifikasi umum, sakit kepala tipe-ketegangan: episodik dan
kronis, dibedakan oleh frekuensi dan keparahan gejala. Keduanya
dicirikan sebagai sakit dan nyeri tak berdenyut tumpul, dan
mempengaruhi kedua sisi kepala. (2)
Gejala untuk kedua jenis adalah serupa dan mungkin mencakup: (2)
v Otot antara kepala dan leher berkontraksi
v Sebuah sensasi seperti ikatan-pita di sekitar leher dan/atau kepala
yang merupakan nyeri “viselike”
v Nyeri terutama terjadi di dahi, pelipis atau bagian belakang kepala
dan/atau leher
DEFINISI
Sakit kepala tension-type biasanya digambarkan sebagai sebuah sakit
kepala tekanan seperti terikat tanpa gejala yang terkait. Internasional
Headache Society (IHS) mendefinisikan sebagai sesuatu yang bilateral
dan memiliki kualitas tekanan atau pengetatan dengan keparahan ringan
sampai sedang. Bagaimanapun, lebih penting daripada kualitas spesifik
sakit kepala, adalah bahwa hal tersebut tidak disertai dengan gejala-
gejala yang terkait. Tidak seperti migrain, sakit kepala tension-type tidak
diperparah oleh aktivitas fisik, dan tidak pula terkait dengan muntah.
Sensitivitas baik terhadap cahaya atau suara mungkin ada, tapi tidak
kedua-duanya. Sakit kepala tension-type dapat episodik atau kronis. (4,5,6)
 Episodik
Sakit kepala tension-type episodik terjadi secara acak dan biasanya
dipicu oleh stres sementara, kegelisahan, kelelahan atau kemarahan.
Jenis ini adalah apa yang paling kita anggap sebagai “sakit kepala stres”.
Sakitnya dapat hilang dengan penggunaan analgesik bebas, menjauhi
sumber stres atau waktu yang relatif singkat untuk relaksasi. (2)
Untuk jenis sakit kepala ini, obat bebas pilihannya adalah aspirin,
acetaminophen, ibuprofen atau natrium naproxen. Kombinasi produk
dengan kafein dapat meningkatkan aksi analgesik. (2)
 Kronis
Sakit kepala tension-type kronik menurut definisi terjadi setidaknya 15
hari setiap bulan selama setidaknya 6 bulan, meskipun dalam praktek
klinis biasanya terjadi setiap hari atau hampir setiap hari. Meskipun sakit
kepala ini tidak disertai dengan gejala-gejala, pasien dengan sakit
kepala tension-typekronis sering memiliki keluhan somatik lainnya.
Misalnya, pada sakit kepala tension-type kronis, namun bukan sakit
kepala tension-type episodik, pasien mungkin mengalami mual. Mereka
juga sering konstan melaporan sakit kepala, mialgia generalisata dan
artralgia, kesulitan tidur dan tetap terjaga, kelelahan kronis, sangat
membutuhkan karbohidrat, penurunan libido, lekas marah, dan
gangguan memori dan konsentrasi. Oleh karena itu, gangguan ini mirip
dengan depresi; namun, pada sakit kepala tension-
type kronik, anhedonia tidak muncul, gangguan mood kurang
diperhatikan atau bahkan mungkin absen, dan gejala utama adalah sakit
kepala nyeri. Hal ini juga mirip fibromialgia, nyeri miofasial generalisata
dan gangguan tidur. (4)
GEJALA
Tanda dan gejala sakit kepala tension meliputi: (3,5,6)
v Nyeri kepala tumpul
v Sensasi rasa sesak atau tekanan di dahi atau di samping dan
belakang kepala
v Perih pada kulit kepala, leher dan otot bahu
v Sesekali, kehilangan nafsu makan

Sakit kepala ketegangan bisa dialami dari 30 menit hingga satu minggu.
Sakit kepala mungkin hanya dialami kadang-kadang, atau hampir setiap
saat. Jika sakit kepala terjadi 15 hari atau lebih dalam sebulan untuk
paling tidak tiga bulan, maka dianggap kronis. Jika sakit kepala yang
terjadi kurang dari 15 kali dalam sebulan, sakit kepala dianggap episodik.
Namun, orang dengan sakit kepala episodik sering berada pada risiko
yang lebih tinggi menjadi sakit kepala kronis. (3)
Sakit kepala biasanya digambarkan sebagai intensitas ringan sampai
sedang. Tingkat keparahan nyeri bervariasi dari satu orang ke orang lain,
dan dari satu sakit kepala ke sakit kepala lainnya pada orang yang
sama. (3)
Sakit kepala ketegangan kadang-kadang sulit dibedakan dari migrain,
tetapi tidak seperti beberapa bentuk migrain, sakit kepala ketegangan
biasanya tidak terkait dengan gangguan visual (bintik buta atau cahaya
lampu), mual, muntah, sakit perut, lemah atau mati rasa pada satu sisi
tubuh, atau berbicara melantur. Dan, sementara aktivitas fisik biasanya
memperparah nyeri migrain, hal itu tidak membuat sakit kepala
ketegangan bertambah parah. Peningkatan sensitivitas terhadap cahaya
atau suara dapat terjadi dengan sakit kepala ketegangan, namun ini
bukan gejala umum. (3)
PENYEBAB
Patofisiologi sakit kepala tension-type kurang dipahami, sakit
kepala tension-type episodik mungkin terutama akibat gangguan
mekanisme perifer, sementara sakit kepala tension-type kronis
mencerminkan gangguan sakit di pusat. (4)
Nama sebelumnya untuk sakit kepala tension-type mencerminkan
penyebab dugaannya, termasuk sakit kepala kontraksi otot, sakit kepala
psikogenik, sakit kepala stres, dan sakit kepala harian kronis. Istilah
“sakit kepala kontraksi otot” telah ditinggalkan karena bukti
elektromiografi gagal menunjukkan perubahan yang konsisten pada
tonus otot pasien yang terkena. Selanjutnya, diusulkan mekanisme
patofisiologis sakit kepala yang belum pernah terbukti. (4)
Konsep bahwa sakit kepala tension-type adalah psikogenik juga telah
dipertanyakan. Pasien dengan sakit kepala tension-type kronis, seperti
halnya pasien dengan gangguan sakit kronis lainnya, memiliki sekitar
25% kemungkinan berkembangnya depresi sekunder. Setengah dari
pasien mengalami depresi bersamaan dengan rasa sakit, sedangkan
pada semester lain, depresi berkembang lebih tersembunyi. Sakit
kepala tension-type mungkin muncul pada hampir semua gangguan
kejiwaan. Namun tidak seharusnya diduga, bahwa sebagian besar sakit
kepala tension-type berhubungan dengan gangguan psikologis atau
kejiwaan. (4)
Sakit kepala tension-type kronis, seperti gangguan nyeri kronis lainnya,
dikaitkan dengan hipofungsi sistem opioid pusat. Penelitian sedang
berlangsung untuk menentukan kontribusi relatif
sensitisasi nociceptor perifer, sensitisasi neuronal sentral (nukleus kaudal
trigeminal), dan cacat
sistem pusat antinosiseptif pada patogenesisnya. (4)
Perubahan kimiawi otak

Para peneliti kini menduga bahwa sakit kepala tension dapat diakibatkan perubahan
antara bahan kimia otak tertentu – serotonin, endorfin dan banyak bahan kimia lainnya
– yang membantu saraf berkomunikasi. Meskipun tidak jelas mengapa tingkat kimia
berfluktuasi, prosesnya diduga mengaktifkan jalur nyeri ke otak dan mengganggu
kemampuan otak untuk menekan nyeri. (3)

Pemicu

Tampaknya faktor lain mungkin juga memberikan kontribusi bagi berkembangnya sakit
kepala tension. Potensi yang mungkin memicu termasuk: (3,5)

 Stres
 Depresi dan kecemasan
 Postur rendah
 Bekerja dalam posisi canggung atau bertahan pada satu posisi untuk waktu yang
panjang
 Cengkeraman rahang

FAKTOR RESIKO

Faktor risiko untuk sakit kepala tension meliputi: (3)

 Menjadi seorang wanita. Satu studi menemukan bahwa hampir 90 % wanita dan
sekitar 70 % pria mengalami sakit kepala tension sepanjang hidup mereka.
 Menjadi setengah baya. Kejadian sakit kepala tension memuncak pada usia 40-
an, meskipun orang-orang dari segala usia dapat terkena jenis sakit kepala ini.

TES DAN DIAGNOSIS

Dokter dapat mencoba menentukan jenis dan penyebab sakit kepala menggunakan
pendekatan ini: (3)

 Deskripsi sakit. Dokter dapat belajar banyak tentang sakit kepala dari deskripsi
pasien akan jenis rasa sakit, termasuk beratnya, lokasi, frekuensi dan durasi, dan
tanda-tanda dan gejala lain yang mungkin ada.
 Tes pencitraan. Jika sakit kepala tidak biasa atau rumit, dokter mungkin
melakukan tes untuk menyingkirkan penyebab sakit kepala serius, seperti tumor
atau aneurisma. Dua tes yang umum digunakan untuk menggambarkan otak
adalah computerized tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
scan.
 Sebuah kalender sakit kepala. Salah satu hal yang paling bermanfaat yang dapat
dilakukan adalah memperhatikan kalender sakit kepala. Setiap kali mendapatkan
sakit kepala, tuliskan keterangan tentang rasa sakit, antara lain seberapa parah,
di mana letaknya dan berapa lama berlangsung. Juga perhatikan semua obat
yang diminum. Sebuah kalender sakit kepala dapat memberikan petunjuk yang
berharga yang dapat membantu dokter mendiagnosis jenis khusus sakit kepala
dan menemukan mungkin pemicu sakit kepala.

PENGOBATAN PROFILAKSIS

Meskipun sakit kepala tension-type umum dan berdampak besar pada masyarakat,
sangat sedikit studi yang terkontrol-baik dari pengobatannya yang telah dilakukan.
Banyak percobaan sebelumnya termasuk pasien dengan gabungan-tipe tension dan
migrain tanpa aura dan pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan berlebihan-
pengobatan. (4)

Tidak ada obat baru yang disetujui oleh FDA khususnya untuk pengobatan sakit
kepala tension. Namun, mengingat sifat kronis gangguan ini dan risiko penggunaan
berlebihan-obat-obatan sakit kepala pada pasien dengan sakit kepala sering, terapi
profilaksis tampaknya terjamin untuk kebanyakan pasien. Sejak sakit kepala tension-
type kronis adalah sebuah gangguan pengolahan nyeri sentral, obat dengan sentral efek
modulasi nyeri cenderung paling efektif. (4)

 Obat antidepresan

Antidepresan trisiklik obat pilihan untuk mencegah sakit kepala tension-type kronis, dan
beberapa daripadanya juga efektif sebagai profilaksis migrain. Antidepresan diuji pada
studi double-blind, dikontrol plasebo yang mencakup amitriptyline, doxepin, dan
maprotiline. (4)

Amitriptyline mengurangi jumlah sakit kepala harian atau durasi sakit kepala sekitar
50% pada sekitar sepertiga pasien dalam beberapa studi, meskipun studi lain
menemukan ini tidak lebih baik daripada placebo. (4)

Pada anak dan pasien tua, dosis awal biasa amitriptyline (atau obat serupa) adalah 10
mg pada waktu tidur. Pada dewasa, dosis awal biasa adalah 25 mg pada waktu tidur.
Dosis dapat ditingkatkan sampai hasil terapeutik diperoleh atau efek samping tidak
dapat ditoleransi. Antidepresan biasanya diberikan dari 4 sampai 6 minggu untuk bisa
menunjukkan efek menguntungkan. (4)

Antidepresan trisiklik lainnya mungkin juga efektif, sebagaimana disarankan oleh


pengalaman klinis, meskipun belum diteliti pada sakit kepala tension-typekronis. (4)
SSRI: fluoxetine, paroxetine, dan citalopram belum menunjukkan efikasi studi-
terkontrol. Obat ini sering digunakan, namun, karena mereka memiliki insiden efek
samping lebih rendah. (4)

 Relaksan otot

Cyclobenzaprine adalah relaksan otot struktural terkait dengan amitriptyline. Pada 1972
studi double-blind, 10 dari 20 pasien menerima
cyclobenzaprine mengalami 50 % atau lebih perbaikan pada sakit kepala tension-type,
dibandingkan dengan 5 dari 20 pasien yang menerima plasebo. Dosis biasa
cyclobenzaprine adalah 10 mg pada waktu tidur. (4)

Tizanidine, sebuah penghambat alfa-adrenergik, dilaporkan efektif untuk sakit


kepala tension-type kronis pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal. Dosis biasanya
dititrasi dari 2 mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari, dibagi menjadi tiga dosis.
Sedasi adalah efek samping paling umum
dari agen ini. (4)

 Valproate

Valproate, antikonvulsi agonis asam gamma-aminobutyric (GABA), telah dievaluasi


untuk keberhasilannya pada migraine, dan “sakit kepala harian kronis”. Mathew dan Ali
mengevaluasi kemanjuran valproate 1.000 hingga 2.000 mg per hari pada 30 pasien
dengan
sakit kepala harian kronis membandel (migrain tanpa aura dan sakit kepala tension-
type kronis) dalam percobaan open-label. Level darah dipertahankan antara 75 dan 100
mg/mL. Pada bulan ketiga terapi, dua pertiga
pasien telah membaik secara signifikan. Efek samping yang paling sering dilaporkan
adalah berat bertambah, gemetaran, rambut rontok, dan mual. (4)

 Obat anti-inflamasi non steroid

Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) secara luas diresepkan baik sebagai terapi
tambahan sakit kepala tension-type dan untuk profilaksis dari migraine. Tidak ada acak
percobaan terkontrol acak akan efikasi mereka
pada profilaksis sakit kepala tension-type kronis, meskipun mereka sering digunakan
untuk tujuan ini. (4)

 Toksin botulinum

Suntikan toksin botulinum pada otot kepala dan leher ditemukan efektif untuk
meredakan sakit kepala tension-type kronis pada seri kecil pasien. Hasil dari uji klinis
kecil telah dicampur, dan dua uji terkontrol-plasebo besar saat ini sedang dilakukan. (4)

TERAPI AKUT
Pengobatan akut sakit kepala tension-type harian sulit.

NSAID mungkin berguna sebagai analgesik untuk sakit kepala harian dan mengurangi
potensi penyebab sakit kepala dipicu-obat. (4)

Relaksan otot seperti chlorzoxazone, orphenadrine sitrat, carisoprodol, dan metaxalone


umumnya digunakan oleh pasien dengan sakit kepala tension-typekronis, tetapi belum
terbukti efektif untuk melegakan nyeri akut. (4,6)

Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi sakit kepala tension-type. Obat ini
tidak lebih efektif daripada plasebo untuk serangan akut pada pasien dengan sakit
kepala tension-type kronis; namun, sakit kepala tension-type episodik berat pada pasien
bersama dengan migrain tampaknya merespon terhadap agen ini. (4)

Agen untuk mencegah. Benzodiazepine, kombinasi butalbital, kombinasi kafein, dan


narkotika harus dihindari, atau gunakanlah obat-obatan tersebut dengan kontrol yang
cermat, karena risiko habituasi dan sakit kepala diinduksi-pengobatan. (4)

PENGGUNAAN OBAT BERLEBIHAN

Sebuah kondisi yang sangat penting berkontribusi bagi berkembangnya sakit kepala
dalam pola harian kronis adalah penggunaan obat berlebihan. Ini paling mungkin terjadi
pada pasien dengan sakit kepala sering, terutama sakit kepala tension-type kronis. (4)

Obat-obatan yang paling umum dihubungkan dengan sakit kepala rebound-analgesik


adalah preparat ergotamin, kombinasi analgesik butalbital, opiat, dan kafein-
mengandung kombinasi analgesik. Analgesik sederhana seperti aspirin, asetaminofen,
dan NSAID mungkin tidak menginduksi sakit kepala rebound-analgesik. (4)

Diagnosis penggunaan berlebihan obat-obatan tergantung pada riwayat cermat


konsumsi obat, termasuk obat over-the-counter. Pengobatan efektif membutuhkan
penghentian menyinggung-agen. (4)

TERAPI NON FARMAKOLOGI

Banyak studi klinis telah mendukung kegunaan relaksasi dan


terapi biofeedback elektromielografik pada sakit kepala tension-type kronis. (4)

Studi tidak menemukan satu pun teknik (relaksasi, biofeedback, atau kombinasi
tersebut) yang akan lebih baik daripada yang lain. Rata-rata hasil dari 37 percobaan
yang menggunakan sakit kepala harian, direkam untuk mengevaluasi relaksasi atau
terapi biofeedback elektromielografik, Holroyd menemukan bahwa setiap terapi atau
kombinasinya mengurangi aktivitas sakit kepala tension-type sekitar 50%.(4)
Manajemen stres dengan menggunakan terapi perilaku-kognitif sama efektif dengan
menggunakan relaksasi atau biofeedback dalam mengurangi sakit kepala tension-type.
Terapi kognitif bisa jadi paling mungkin untuk meningkatkan efektivitas relaksasi
atau biofeedback ketika stres kronis, depresi, atau masalah penyesuaian memperburuk
sakit kepala pasien. (4)

Kombinasi terapi non-farmakologi dengan terapi farmakologi menyediakan manfaat


lebih besar dari terapi jika terapi digunakan sendiri-sendiri. Selain itu
pencitraan guided untuk terapi farmakologis menghasilkan perbaikan yang signifikan
baik dalam kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan dan sakit kepala
yang berhubungan cacat. Dalam percobaan placebo-terkontrol pengobatan antidepresan
trisiklik dengan terapi manajemen stres, Holroyd dkk menemukan bahwa keduanya
secara sederhana efektif dalam mengobati sakit kepala tension-type kronis, namun
terapi kombinas lebih baik dari monoterapi. (4)

VERTIGO
A. DEFINISI VERTIGO
Vertigo merupakan sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar yang dapat disertai
gejala-gejala tertentu, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo
mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing.

B. ETIOLOGI VERTIGO
1. Lesi vestibular: Fisiologik, Labirinitis, Menière, Obat (quinine, salisilat), Otitis media, “Motion
sickness”, “Benign post-traumatic positional vertigo”
2. Lesi saraf vestibularis: Neuroma akustik, Obat (streptomycin, Neuronitis vestibular)
3. Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal: Infark atau perdarahan pons, Insufisiensi vertebro-
basilar, Migraine arteri basilaris, Sklerosi diseminata, Tumor, Siringobulbia, Epilepsy lobus temporal.
Berikut ini berbagai penyakit atau kelainan yang dapat menyebabkan vertigo
a. Labirin, telinga dalam
b. Vertigo Posisional paraksimal benigna (kupulolitiasis)
c. Pasca trauma
d. Penyakit Meniere : Gangguan telinga dalam
e. Labirintitis (Viral, Bakterial)
f. Toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
g. Obstruksi peredaran darah dilabirin
h. Fistula labirin
- Saraf Otak ke VIII
i. Neuritis Iskemik (misalnya pada din)
j. Infeksi, Inflamasi (misalnya oleh sifilis, herpes zoster)
k. Neuronitis Vestibular
l. Neuroma Akustik
m. Tumor lainnya disudut serebels pontin (misalnya meningioma, metasfase)

C. KLASIFIKASI VERTIGO
1. Vertigo paroksismal: Vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau
hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara
serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi:
a. Disertai keluhan telinga. Termasuk kelompok ini adalah: Morbus Meniere, Arakhnoiditis
pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/
odontogen.
b. Tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini adalah: Serangan iskemi sepintas arteria
vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L’enfance), Labirin picu
(trigger labyrinth).
c. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, termasuk di sini adalah : Vertigo posisional
paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis: Vertigo kronis yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan akut,
dibedakan menjadi:
a. Disertai keluhan telinga: Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi
labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
b. Tanpa keluhan telinga: Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra,
siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan
kardiovaskuler, kelainan endokrin.
c. Vertigo yang dipengaruhi posisi: Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan
menjadi:
a. Disertai keluhan telinga: Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan
labirin, neuritis N.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
b. Tanpa keluhan telinga: Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis
vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior
posterior.

D. TANDA DAN GEJALA VERTIGO


Mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi
lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah
tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
- Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia, perubahan serisibilitas dan
fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah, gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan
pronasi tanyanye secara berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan
kaseimbangan. Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan kemudian
menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat adanya ataksia. Namun pada pasien
dengan vertigo perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung sacara normal. Penyebab vaskuler labih
sering ditemukan dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh gangguan disentral
(batang otak, serebelum) yang dapat menyebabkan vertigo adalah iskemia batang otak, tumor difossa
posterior, migren basiler.
– Vertigo Perifer
Lamanya vertigo berlangsung:
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB). Pencetusnya adalah
perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur atau menengadah mengambil barang dirak yang
lebih tinggi. Vertigoberlangsung beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna
adalah trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular prognosisnya baik gejala akan
menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias
gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60
tahun pada permulaan munculnya penyakit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam berjalan “Tandem”
dengan mata tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan, jika menapak
tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa terdapat penurunan
fungsi vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah terdapat kelompok
serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi. Terdapat kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti
tidak kambuh lagi pada sebagian terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat pendengaran berupa tuli
dan timitus dan sewaktu penderita mengalami disekuilibrium (gangguan keseimbangan) namun bukan
vertigo. Penderita sifilis stadium 2 atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa dengan penyakit
meniere jadi kita harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap penderi penyakit meniere.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit ini mulanya vertigo, nausea,
dan muntah yang menyertainya ialah mendadak. Gejala ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Sering penderita merasa lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia berbaring
diam.
Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak terganggu kemungkinannya disebabkan oleh virus.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar amplitudonya. Jika pandangan
digerakkan menjauhi telinga yang terkena penyakit ini akan mereda secara gradual dalam waktu beberapa
hari atau minggu.
Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan total pada beberapa penyakit namun
pada sebagian besar penderita didapatkan gangguan vertibular berbagai tingkatan. Kadang terdapat
pula vertigo posisional benigna. Pada penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri
kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang jika dilakukan viksasi visual
yaitu mata memandang satu benda yang tidak bergerak dannigtamus dapat berubah arah bila arah
pandangan berubah. Pada nistagmus perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita
suatu benda contoh penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu mabok kendaraan,
penyakit meniere, vertigo pasca trauma

E. PATOFISIOLOGI VERTIGO
Dalam kondisi fisiologi/normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat keseimbangan tubuh yang
berasal dariresptor vestibular, visual dan propioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya
sinkron dan wajar akan diproses lebih lanjut secara wajar untuk direspon. Respon yang muncul beberapa
penyesuaian dari otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala
kegawatan (alarm reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.
Namun jika kondisi tidak normal/tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan tubuh dibagian tepi
atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi
yang wajar tidak berlangsung dan muncul tanda-tanda kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari
jaringan otonomik. Di samping itu respon penyesuaian otot-otot menjadi tidak adekvat sehingga muncul
gerakan abnormal dari mata disebut nistagnus.
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran.
Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang
secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV
dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler,
visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 %
disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik. Dalam kondisi
fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor
vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan
sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata
dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan
tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam
kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu,
respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa
nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG VERTIGO

1. ENG elektronistagmografi
2. Audiometri dan BAEP
3. Psikiatrik
4. Laboratorium
5. Radiologik dan Imaging
6. EEG, EMG, dan EKG.
keteranganya sebagai berikut :
1. Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal
mampu berdiri dengan sikap yang romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih
2. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah. Kedudukan akhir
dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat
3. Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai fertikal) kemudian kembali
kesemula
4. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike
Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala bergantung dipinggir tempat tidur
dengan sudut 300 kepala ditoleh kekiri lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada
keadaan abnormal akan terjadi nistagmus
5. Tes Kalori = dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga penderita
6. Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul
7. Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular dan somatosensorik.

G. PENATALAKSANAAN VERTIGO
Terdiri dari: Terapi kausal, Terapi simtomatik, dan Terapi rehabilitatif
a. Vertigo posisional Benigna (VPB)
- Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian besar penderita VPB.
Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk
dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo
posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang kembali
sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak
didapatkan lagi respon vertigo.
- Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat digunakan sebagai terapi
simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan
rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari
vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda
sendiri maka dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
b. Neuritis Vestibuler
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika dan terapi
simtomatik.Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi
telinga yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau
benda.
c. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere. Tujuan dari terapi medik yang diberi
adalah:
- Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat dilakukan upaya : tirah baring, obat
untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan
jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau toleransi terhadap serangan berikutnya.
- Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih jarang. Untuk mencegah
kambuh kembali, beberapa ahli ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberidiuretic. Obat
anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan yang baik.
- Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan oleh obat atau tindaka
konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
d Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan vestibular dengan dosis
rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita
ini latihanvertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri
meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.
e Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena terdapat ketidaksesuaian antara
rangsang vestibulerdan visual yang diterima otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.
f Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)
x TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya pulih sempurna dalam kurun waktu
24 jam
x RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan sempurna terjadi lebih dari 24 jam.
Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi atau penanganan yang efektif sebab
kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika kambuh bisa meninggalkan cacat.

9. Jelaskan definisi,klasifikasi,etiologi dari nyeri kepala ?


Klasifikasi :
Primer : tidak didahului penyakit lain
Sekunder : didahalui penyakut lain ( ada tumor dll)
10.Apa pemeriksaan penunjang ?
TTH :darah rutin,elektrolit,kadar ula darah,radiologi
Cluster : darah rutin,radioligi ( ct scan )
Gold standart : IHS
11.Apa penatalaksanaan ?
• Obat cluster headache yaitu Nyeri akut yg kuat diobati dg analgesik opioid ku-
at (morfin, fentanyl) melalui injeksi.

• Nyeri inflamasi sedang diobati dg NSAID (ibupro-fen) atau dg paracetamol ditambah opioid
lemah (codein).

• Nyeri kuat (cancer) diberi opioid kuat p.o. (slow release), intrathecal, epidural atau s.c.

• Nyeri neuropati kronis tak mempan thd opioid dan diobati dg antidepressant tricyclic
(amitrip-tyline) atau anti convulsant (carbamazepin, gaba-pentin).

 Sumatriptan.
Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga efektif
digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan penggunaan
sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan
untuk menentukan keefektifannya.
 Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh
darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intra vena bekerja lebih
cepat daripada inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping
terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.
 Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf
menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan
penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal
dapat digunakan secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati
jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau
bradikardi. (1,2)

Obat-obat profilaksis :

Anti konvulsan.
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache telah dibuktikan pada
beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster
headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri.
Kortikosteroid.
Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache dan
mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selam beberapa hari
selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache
masih belum diketahui. (2)

12.Apa pencegahan ?
Menghindari faktor pemicu : rokok,alkohol,

Anda mungkin juga menyukai