KAJIAN PUSTAKA
ligamen kolateral berperan terhadap stabilitas valgus/varus. Setiap ligamen crutiate memiliki dua
buah bundel. Ligamen crutiate anterior (ACL) memiliki bundle anteromedial dan posterolateral,
sedangkan ligamen crutiate posterior (PCL) memiliki bundel anterolateral dan posteromedial.
PCL berada di antara ligamen Humprey (anterior) dan ligamen Wrisberg (posterior). Ligamen
cruciatum menghubungkan femur dan tibia, meyilang di dalam kapsul sendi tapi berada diluar
celah artikular. Ligamen cruciate melintang satu sama lain secara oblique seperti huruf X. Selama
rotasi medial dari tibia pada femur, ligamen cruciatum berputar satu sama lain sehingga jumlah
rotasi medial terbatas sekitar 10°. Karena mereka terlepas satu sama lain selama rotasi lateral,
hampir 60° rotasi lateral yang mungkin ketika lutut fleksi > 90°. Titik persimpangan dari ligamen
cruciatum berfungsi sebagai poros gerakan berputar di sendi lutut. (Moore,K et al. 2007)
Ligamen cruciatum anterior berada di dalam kapsular tapi di luar synovial. Suplai
pembuluh darah dari ACL berasal dari middle genicular artery, yang berasal dari arteri popliteal.
Arteri genikulata lateral dan medial inferior juga memvaskularisasi ACL via fat pad.(Larson, RI
et all, 1994) Ligamen cruciatum anterior (ACL), yang lebih lemah muncul dari daerah
interkondilaris anterior tibia, di posterior perlekatan meniskus medial. Ligamen ini meluas ke
superior, posterior, dan lateral untuk melekat ke bagian posterior dari sisi medial kondilus lateral
femur. ACL memiliki suplai darah yang relatif6sedikit dan membatasi rotasi posterior kondilus
femoral di tibial plateau selama fleksi, mengubahnya menjadi berputar. Hal ini juga mencegah
5
perpindahan posterior dari femur pada tibia dan hiperekstensi dari sendi lutut. Ketika sendi lutut
fleksi pada sudut yang benar, tibia tidak dapat ditarik ke anterior karena dipegang oleh ACL.
Ligamen cruciatum anterior merupakan stabilisator utama dari struktur sendi lutut. Origo
dari ACL berada pada aspek posterior dari femur yang berjalan secara medial dan akan berinsersi
pada aspek anterior dari tibia. Ligamen ini termasuk intrakapsular tapi masih berada di luar cairan
synovial. ACL berguna untuk penahan utama translasi anterior dari tibia dan juga rotasi tibia
internal.
6
2.2 Cedera pada ACL
Stabilitas dinamis sendi lutut dipengaruhi oleh tahanan pasif (ligament) dan aktif
(neuromuscular). ACL berkontribusi sebagai tahanan primer terhadap translasi anterior dari tibia
terhadap femur, selain itu berfungsi sebagai tahanan rotasional pada bidang frontal dan transversal.
Cedera ACL memiliki kemampuan yang buruk untuk sembuh dengan kegagalan sekitar 40-100%
bahkan bila sudah dilakukan repair. ACL repair merupakan suatu gold standar yang dipakai untuk
cedera ACL terutama pada usia muda dan atlet yang bertujuan segera kembali ke aktivitas.
(Kiapour and Murray, 2014). Studi di Selandia Baru menyebutkan insiden cedera ACL sekitar
36,9 persen per 100.000 orang pertahun. Cedera ACL terjadi melalui kontak pada ekstremitas
bawah yang terfiksir dengan torsi yang cukup meinimbulkan cedera. (Cimino, Volk and Setter,
2010). Sedangkan di Amerika Serikat, insiden cedera ACL meningkat antara 40%-60% per
100.000 pada tahun 2014. Cedera pada ACL terjadi melalui mekanisme nonkontak yaitu fleksi-
valgus-eksternal rotasi, fleksi-varus internal rotasi, dan external rotasi atau hiperekstensi
Cedera ACL merupakan cedera yang sering terjadi di negara berkembang. Cedera ACL
biasanya terjadi pada individu muda, dan aktif beraktivitas. Cedera ACL biasanya terjadi pada
trauma olahraga. Cedera ACL dapat berkembang menjadi osteoarthritis pada dekade pertama dan
kedua setelah cedera. Osteoarthritis post-traumatik didiagnosis berdasarkan adanya keluhan klinis
dan pemeriksaan radiologis yang menunjukkan adanya osteofit dan penyempitan celah sendi.
Banyak macam biomarker yang dievaluasi untuk mendeteksi osteoarthritis secara dini dan
menghambat progresifitasnya. Tetapi tidak ada biomarker yang valid untuk mendeteksi perubahan
awal dari jaringan setelah cedera ACL. Berdasarkan penelitian pada minggu pertama setelah
cedera ACL, terdapat peningkatan konsentrasi IL-1, IL-6, IL-8 dan TNF-α. Pada kelompok dengan
7
ACL deficit terdapat tanda kerusakan dari cartilage yang ditandai dengan adanya enzim yang
bertanggung jawab dalam degradasi proteoglikan dan kolagen (MMP-1 dan MMP-3). (Harkey et
al., 2015)
Secara umum pada pasien dengan cedera ACL akut dan kronis menunjukkan konsentrasi
IL-1α, bFGF, TGF-β, GM-CSF, IL-6 dan IL-8 yang konsisten dengan reaksi inflamasi. Level
sitokin ini sama pada pasien 4 minggu paska cedera dan pada pasien kronik yang menunjukkan
bahwa reaksi inflamasi persisten paska efusi akut. TNF-α merupakan suatu sitokin dari makrofag
yang juga menyebabkan degradasi cartilage dan mensupresi sistensi dari matriks. TNF- α juga
menyebabkan sekresi IL-6 dari kondrosit serta IL-1 dan metalloprotease dari sel synovial. Hasil
penelitian menunjukkan level yang tinggi dari IL-6 dan IL-8 sebelum 3 minggu awal dan tendensi
semakin menurun setelahnya. IL-1 beta dan TNF-α bervariasi dan terdapat penurunan selama 3
Penelitian oleh Batta, ditemukan peningkatan kadar IL-6, MMP-3, dan TIMP-1 pada lutut
dengan cedera ACL. TNF-α tidak terdeteksi pada lutut yang normal, namun terdeteksi 10.4 pg/ml
pada lutut dengan cedera ACL. IL-6 merupakan sitokin yang merangsang diferensiasi dan
proliferasi sel-B serta menginduksi produksi antibodi. IL-6 merupakan sitokin pre-inflamasi yang
konsentrasinya tinggi sampai 50 minggu paska cedera ACL kemudian mulai menurun setelahnya.
(Batta, 2016)
Penelitian oleh Higuchi dan kolega juga menyebutkan bahwa konsentrasi IL-6, MMP-3
dan TIMP-1 akan lebih tinggi pada individu dengan cedera ACL dibandingkan dengan sendi lutut
yang normal. TNF-α dan IL-1β juga terdeteksi pada individu dengan cedera ACL. Pada cedera
8
ACL konsentrasi MMP-3 pada cairan synovial berkorelasi postif dengan IL-6 dan TIMP-1.
Konsentrasi TIMP akan cenderung menurun walaupun kadarnya meningkat saat trauma.
Konsentrasi IL-6 akan tetap tinggi selama 50 minggu paska cedera ACL kemudian akan cenderung
1,232.2±955.2 ng/ml untuk TIMP-1, and 1,057.5±1,435.0 ng/ml pada IL-6. Untuk mencegah
perkembangan kerusakan cartilage setelah cedera ACL, penting untuk memulai terapi cedera ACL
karena IL-6 dan MMP-3 menginduksi destruksi cartilage. (Higuchi et al., 2006)
Pada cedera ACL, synoviosit kondrosit, dan jaringan intra-artikular lain akan teraktivasi
untuk memproduksi beberapa mediator inflamasi seperti IL-1β, IL-6, IL-8, IL-10 and tumor
necrosis factor-α (TNF-α). IL-1 akan memodulasi keseimbangan metabolik cartilage yaitu dengan
cara menurunkan produksi dari komponen matriks cartilage dan merangsang ekspresi MMPs
meliputi MMP-1, MMP-3, MMP-9, MMP-10 and MMP-13. Aktivasi dari faktor transkripsi seperti
NF-κB dan aktivasi dari activator protein-1 akan menginduksi MMPs. MMPs akan berinteraksi
dengan protein secara katabolik. Lin dkk menemukan bahwa ekspresi dari MMP-3 meningkat
secara konsisten pada zona cartilage permukaan. MMP-3 dapat mengaktivasi prokolagenase yang
akan menginduksi degradasi cartilage dan mempengaruhi perbaikannya. (Li, Chen and Chen,
2014)
Cedera yang dilakukan pada sendi lutut kelinci meningkatkan ekspresi synovial dari IL-1
β, IL-6, dan IL-8 2 sampai 3 kali dalam 72 jam pasca cedera, tapi akan berkurang dalam 3 minggu.
Sedangkan studi oleh Cuellar dan kolega yang memeriksa profil sitokin paska cedera ACL akut
hanya menunjukkan 4 spesifik sitokin yang meningkat secara konsisten yaitu IL-6, IFN-γ, MCP-
9
Cedera akut ACL menimbulkan reaksi inflamasi yang berlangsung kronis setelah resolusi
efusi akut. Sitokin inflamasi sendi-lutut dapat mendorong katabolisme tulang rawan melalui
sintesis radikal bebas dan metaloprotease dan membentuk OA. Sitokin IL-6, IL-8, dan IL-1β
meningkatkan aktivitas osteoklastik dan dapat berkontribusi pada resorpsi tulang. IL-6 dan IL-8
adalah sitokin proinflamasi yang memiliki peran penting dalam kerusakan tulang rawan dan
tulang. IL-6 di lingkungan sendi mengurangi produksi kolagen tipe II, meningkatkan produksi
MMPs, dan dianggap sebagai sitokin kunci dalam degradasi tulang subchondral. IL-6 memiliki
kemampuan untuk meningkatkan produksi kemokin inflamasi, seperti IL-8 pada sinoviosit dan
monosit. Tingkat TNF-α dan IL-1β dalam cairan sinovial mengikuti pola temporal yang berbeda,
karena tidak meningkat setelah cedera ACL akut dan tetap tidak berubah dalam waktu meskipun
Witkowski dan kolega melakukan studi dengan mengukur migrasi sel dan penyembuhan
ligamen, TNF-α menurunkan recovery pada cedera ACL dan MCL yang dibuat secara
Manajemen dari cedera ACL meliputi banyak faktor. Keputusan untuk melakukan
tindakan konservatif atau operatif bergantung pada individu penderita meliputi usia, aktivitas
pasien, derajat instabilitas, dan derajat cedera ACL. Terapi konservatif pada jaman dahulu
dianggap sebagai suatu alternatif dari gold standar, namun dengan outcome fungsional yang
buruk. Kandidat primer untuk tindakan operatif pada cedera ACL yaitu pasien cedera ACL akut
dengan lifestyle yang aktif dan pasien cedera ACL kronik dengan instabilitas fungsional. (Larson
10
Dalam teknik rekonstruksi ACL masih terdapat perdebatan mengenai waktu untuk repair
dan rehabilitasi, serta tipe graft yang akan dipakai. Berdasarkan timing atau waktu untuk intervensi
operasi, terdapat tiga macam faktor yang harus dipertimbangkan. Peningkatan insiden cedera
meniscus dan chondral akan meningkat apabila dilakukan delayed rekonstruksi ACL, risiko
terjadinya arthrofibrosis yang berhubungan dengan rekonstruksi ACL dini, serta hubungan
hilangnya kekuatan otot karena inaktivitas jika operasi terlambat. Jumlah pasien yang mengalami
robekan meniscus paska cedera ACL berkisar antara 10%-50%, sedangkan untuk lesi chondral
Salah satu komplikasi dari tindakan operatif pada cedera ACL adalah kekakuan sendi.
Istilah Arthrofibrosis telah digunakan untuk mendeskripsikan kekakuan sendi yang terjadi setelah
rekonstruksi ACL. Patofisiologi yang dianggap memegang peranan yaitu proses inflamasi yang
terjadi pada fat pad dan synovium, diikuti dengan penebalan kapsul yang menghilangkan
suprapatellar pouches serta medial dan lateral gutters. Tendon patella akan menjadi memendek
sehingga terjadi patella baja dan kerusakan cartilage lebih lanjut. (Larson and Tailon, 1994)
Predisposisi cedera ACL pada wanita meningkat 2 – 8 kali lipat dibandingkan dengan pria.
Hal ini berhubungan dengan laxity dari sendi, pengaruh hormonal, dimensi intercondylar notch,
dan ukuran ligament. Keputusan untuk manajemen terapi pada ACL ruptur dibuat berdasarkan
status pasien, level aktivitas, instabilitas sendi, dan cedera lain yang berhubungan. Studi dari Fu
dan kolega menyebutkan indikasi untuk ACL rekonstruksi yaitu 1) Pasien yang aktif secara atletis
yang ingin kembali beraktivitas segera, 2) Pasien dengan cedera meniscus yang dapat direpair, 3)
Pasien dengan robekan Grade III (PCL, MCL, LCL), 4) Pasien dengan instability yang menggangu
11
kehidupan sehari-hari. Studi dari Harner menyebutkan operasi rekonstruksi yang terlalu dini dapat
Waktu optimum untuk ACL rekonstruksi (ACLR) merupakan keputusan klinis penting
yang dapat mempengaruhi hasil akhir dan sampai saat ini masih dalam perdebatan. Pemilihan
waktu untuk tindakan ACLR multifaktorial mencakup faktor-faktor seperti status pre-operatif dari
lutut, maupun faktor sosioekonomik seperti keluarga, sekolah dan kewajiban kerja serta persiapan
mental. Berikut adalah tinjauan bukti yang ada mengenai definisi operasional dari early vs delayed
ACL
Tabel 2.1. Definisi early dan delayed ACLR dari beberapa studi
Penelitian oleh Shelbourne dan kolega menunjukkan pasien yang menjalani rekonstruksi
pada minggu awal cedera memiliki peningkatan kejadian artrofibrosis dibandingkan yang
dilakukan pembedahan setelah 21 hari. Studi dari Almekinders dan kolega juga menunjukkan
12
bahwa pasien yang menjalani rekonstruksi kurang dari 1 bulan paska cedera memiliki keterbatasan
dalam gerakan sendi lutut baik setelah operasi atau satu tahun setelahnya. Studi dari Passler juga
menunjukkan terjadinya arthrofibrosis pada 18% pasien yang menjalani operasi dalam 7 hari
pertama pasca cedera dibandingkan dengan 6% pasien bila dilakukan 4 minggu pasca cedera.
Sedangkan studi dari Bottoni dan kolega menunjukkan tidak ada perbedaan range of motion pada
pasien yang menjalani rekonstruksi pada tahap awal cedera dibandingkan dengan 6 minggu pasca
cedera.
Studi dari Church dan Keating menunjukkan 183 pasien terjadinya peningkatan yang
signifikan kejadian robekan meniscus pada pasien yang menjalani operasi delayed sampai 1 tahun
pasca cedera menggunakan French Society of Arthroscopy (SFA) system. Studi ini juga didukung
oleh studi oleh Kennedy dan kolega yang menunjukkan hubungan timing ACLR dengan prevalensi
Walaupun tidak ada konsensus dalam literatur yang menunjukkan waktu yang tepat untuk
timing ACL rekonstruksi , beberapa penulis menyarankan agar ACLR dilakukan sebelum 3
minggu setelah cedera untuk menghindari arthrofibrosis. Selain dari waktu, kriteria objektif seperti
bengkak saat operasi, edema, hyperthermia dan ROM merupakan indikator penting untuk
menentukan kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan operasi. Opsi untuk intervensi bedah
beberapa hari setelah injury mungkin bermanfaat untuk atlit professional atau individual yang
menginginkan untuk dapat kembali ke level fungsional secepatnya. Sedangkan, opsi untuk
delayed intervensi akan lebih menarik untuk mereka yang tidak mempunyai batas waktu atau
meinginkan waktu yang lebih banyak untuk persiapan operasi (Evans, Shaginaw and Bartolozzi,
2014)
13
Rekonstruksi akut memiliki tingkat kekakuan lutut pasca operasi yang lebih tinggi
sehingga kebutuhan untuk operasi ulangan. Namun banyak pasien ini tidak menjalani program
rehabilitasi yang menekankan pemulihan awal untuk hiperekstensi penuh, dan dalam banyak kasus
pasien tidak bergerak untuk jangka waktu tertentu. Akan tetapi, beberapa penulis juga telah
menunjukkan bahwa rekonstruksi akut dapat dilakukan tanpa peningkatan risiko kekakuan
pascaoperasi. Hunter dan kolega mengevaluasi pasien yang dioperasi pada jam ke-48, antara 3 dan
7 hari pasca-cedera, antara 1 dan 3 minggu pasca cedera, dan lebih dari 3 minggu pasca-cedera.
Meskipun hasil setara untuk pengujian KT-1000 dan fleksi pasif dan ekstensi pada follow-up 1
tahun di antara keempat kelompok, pasien yang dioperasi lebih dari 3 minggu pasca-cedera
menghasilkan lebih banyak range of motion dan lebih cepat daripada tiga kelompok lainnya.
Selanjutnya, tidak ada pasien 3 minggu pasca cedera yang memerlukan operasi berulang untuk
permasalahan gerak atau operasi revisi, sedangkan 11 pasien pada tiga kelompok lainnya
memerlukan prosedur tambahan. Manfaat teoritis untuk rekonstruksi akut adalah untuk mencegah
adanya trauma tambahan pada lutut yang bisa terjadi. Tidak ada penelitian yang dapat
menunjukkan manfaat untuk rekonstruksi akut sebelum pasien mendapatkan kembali pergerakan
penuh, risiko masalah gerak, dan kemungkinan kebutuhan untuk operasi berulang untuk mengatasi
keterbatasan gerak tetap lebih tinggi. Protokol saat ini adalah waktu operasi ketika pasien telah
kembali mendapatkan range of motion yang penuh, memiliki efusi minimal, dan telah
mendapatkan gerakan control quadriceps. Tidak ada batas waktu untuk pasien. Beberapa pasien
akan mendapatkan kembali gerakan dalam beberapa minggu, dan yang lainnya mungkin
Meighan dan kolega meneliti 1 tahun setelah pembedahan, tidak ditemukan adanya
perbedaan antara rekonstruksi cepat dan lambat pada fungsi otot, luas gerak sendi, dan fungsional
14
outcome. Terdapat peningkatan angka komplikasi pada group dengan rekonstruksi cepat. Tidak
terdapat perbedaan angka insidensi robekan meniscus antara kedua grup. Disimpulkan bahwa tidak
adanya keuntungan dan kelebihan dari penggunaan rekonstruksi cepat pada robekan ACL yang
Pembedahan Rekonstruksi lambat berhubungan dengan pemulihan yang lebih cepat dari fungsi
Etiologi dari loss of motion multifaktorial, meliputi kombinasi dari faktor mekanik dan
faktor biologis. Faktor risiko mayor meliputi kesalahan teknis selama intra-operatif, keparahan
cedera, waktu operasi, delay rehabilitasi pasca operasi, heterotopic ossification, infeksi, dan
imobilisasi yang lama. Arthrofibrosis mewakili suatu gangguan yang meliputi seluruh
kompartemen dari sendi lutut dan jaringan lunak ekstra articular baik secara lokal dan menyeluruh.
Delay surgery akan memberikan waktu untuk jaringan lunak sembuh, kembali ke kekuatan
normalnya, dan kembali ke range gerak normalnya. Pasien yang menjalani rekonstruksi ACL
transforming growth factor-β (TGF- β). Adanya cedera menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi
yang akan menginisiasi produksi reactive oxygen species (ROS). Produksi dari ROS akan
menyebabkan pelepasan dari sel mast dan proliferasi Fibroblast Growth Factor (FGF).
15
Gambar 2. Gambar progresi Arthrofibrosis
TGF- β dan growth factor dari platelet lainnya akan menginisiasi kaskade yang
menghasilkan protein matriks ekstraseluler dan protease inhibitor, serta inhibisi produksi enzim
proteolitik. Autoregulasi dari TGF- β menghasilkan mekanisme umpan balik. Overekspresi dari
TGF-β akan menyebabkan deposisi matriks dan fibrosis jaringan sehingga menyebabkan fibrosis.
Respon inflamasi yang berlebihan berkontribusi pada arthrofibrosis yang menyebabkan aktivasi
dan proliferasi sel fibroblas,yang akan memproduksi peningkatan level kolagen tipe VI dan protein
16
Gambar 3. Pathogenesis Arthrofibrosis
Pada studi yang dilakukan oleh Skutek dan kolega didapatkan bahwa IL-6 dapat
menyebabkan proliferasi berlebih dari fibroblast dan sel synovial seperti yang terjadi pada
rheumatoid arthritis dan arthrofibrosis. (Skutek et al., 2001) Kemungkinan Arthrofibrosis dapat
dicegah dengan menghindari rekonstruksi pada minggu pertama cedera, dan memulai protokol
rehabilitasi pre-operatif yang tepat. Rekonstruksi dini dari ACL juga mempengaruhi recovery dari
otot kuadrisep. Setelah evaluasi selama 6 bulan, pada pasien dengan delay rekonstruksi ACL
memiliki kekuatan otot 80% dibandingkan dengan early rekonstruksi yaitu 47%. (Paschos and
Howell, 2016)
Produk teh biasanya terbuat dari pucuk muda daun teh (Camellia Sinensis). Daun teh
terbagi menjadi tiga golongan besar berdasarkan tingkat fermentasinya yaitu teh hitam, teh oong,
dan teh hijau. Teh hijau sendiri tidak mengalami fermentasi dan sering dikonsumsi masyarakat
Teh hijau mengandung banyak komponen biologis aktif seperti saponin, flavonoid,
vitamin, tannin. Polyphenol dalam teh hijau meliputi (–)-epicatechin, (–)-epigallocatechin, (–)-
Efek antioksidan dari daun teh didapatkan dari derivat katekin EGCG (Epigallocatechin
gallate). EGCG dapat menghambat oksidasi lemak, protein, dan DNA oleh radikal bebas di dalam
17
sel. Kadar rata-rata EGCG dalam daun teh adalah 1,09 pada teh basah dan 4,53% pada daun teh
kering.
Beberapa studi terakhir banyak menyebutkan bahwa teh hijau menunjukkan mekanisme
inhibisi pada mediator inflamasi pada sel model. Sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α dan IL-6
merupakan sitokin utama yang terlibat pada patologi osteoarthritis. Sitokin ini menyebabkan
Publikasi pertama dari kegunaan EGCG sebagai polifenol utama yaitu pada tahun 1985.
Struktur pyrogallol pada cincin B menginduksi apoptosis dan memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi. Galloyl moiety pada cincin D merupakan struktur yang berguna untuk menghambat sintase
Efek EGCG terhadap ekspresi IL-1β yang diinduksi dari 18 gen terpilih diverifikasi oleh
real time-PCR dan efek pada produksi IL-6, IL-8 dan tumor necrosis-alpha (TNF-α) ditentukan
dengan menggunakan ELISA tertentu. Western Imunoblotting digunakan untuk menganalisis efek
18
EGCG terhadap interleukin-1 receptor-associated kinase 1 (IRAK-1) dan protein TNF receptor-
associated factor 6 (TRAF-6) pada kondrosit IL-1β. Peran nuclear factor kappa-B (NF-κB) dan
mitogen activated protein kinases (MAPKs) dalam pengaturan gen yang dipilih dan mekanisme
yang terlibat dalam modulasi dimediasi EGCG dari gen ini ditentukan dengan menggunakan
inhibitor spesifik untuk NF-κB (MG132) dan MAPKs (p38-MAPK, SB202190; JNKMAPK,
Dari 80 protein yang hadir pada array, ekspresi konstitutif dari 14% protein diubah oleh
perlakuan EGCG. Tidak ada efek stimulasi signifikan yang diamati pada protein yang terkait
dengan respon anabolik kartilago. Stimulasi dengan IL-1β meningkatkan ekspresi 29 protein.
Ekspresi semua 29 protein yang diatur oleh IL-1β ditemukan dapat ditekan oleh EGCG. EGCG
juga menghambat ekspresi TRAF-6 perantara pensinyalan pada konsentrasi 50 dan 100 uM (P
<0,05). Hasil penelitian dapat diidentifikasi beberapa target baru EGCG, termasuk epithelial
(GM-CSF), growth- related oncogene (GRO), GRO-a, IL-6, IL-8, monocyte chemotactic protein-
assembly protein-2 (NAP-2) dan leukemia inhibitory factor (LIF). Efek penghambatan EGCG
terutama dimediasi dengan menghambat aktivasi NF-κB dan c-Jun N-terminal Kinase (JNK) -
Studi multipel menunjukkan efek polyphenol dalam teh hijau pada hewan coba tikus
melalui cara oral dengan mencampurkannya dalam minuman. Polyphenol yang dikonsumsi secara
19
oral akan dimetabolisme di usus dan enzim hati. Polyphenol yang diberikan secara oral dapat
mereduksi COX-2 dan TNF-α pada tikus. Pada studi in vitro didapatkan EGCG menghambat IL-
1β dan ekspresi COX-2 serta menghambat produksi NO dan prostaglandin E2 pada kondrosit.
Reduksi dari mediator inflamasi seperti IL-1β dan TNF-α menunjukkan efek protektif
Konsentrasi mikromolar dari EGCG efektif menghambat MMP-1 dan MMP-13 pada
kondrosit manusia. Efek inhibisi MMP-1 dan MMP-13 diobservasi pada konsentrasi 100 uM
EGCG. Walaupun konsentrasi EGCG ini tidak bisa didapatkan fisiologis secara oral, tapi
didapatkan secara lokal. Pada studi ini menunjukkan bahwa matrix metalloproteinase yaitu MMP-
13 lebih sensitif memberikan efek inhibisi pada konsentrasi EGCG yang lebih rendah melalui
metode ELISA.
Scoring histomorfologi dari articular cartilage menunjukkan reduksi yang signifikan dari
degradasi cartilage yang mengindikasikan injeksi intraarticular dari polyphenol berikatan dengan
cartilage articular dan membuatnya resisten terhadap degradasi walaupun masih dalam proses
EGCG telah banyak dilaporkan dapat menghambat produksi mediator inflamasi seperti
nitric oxide (NO), prostaglandin E2 (PGE2), Cyclooxygenase-2 (COX-2), induclible nitric oxide
synthase (iNOS) dan IL-8 pada kondrosit manusia in vitro. Studi tersebut juga menunjukkan
EGCG menghambat mRNA dan ekspresi protein dari MMP-1 dan MMP-12 dan supresi IL-1β
(ADAMTS1), ADAMTS4, dan ADAMTS 5. Cathecin dalam teh hijau juga menghambat
20
degradasi proteoglikan dan kolagen tipe 2 pada cartilage manusia dan bovin. Penambahan
polyphenol teh hijau pada air minum mereduksi insiden arthritis yang diinduksi kolagen dan
Model yang digunakan dalam percobaan teh hijau yang telah dilakukan adalah tikus
dewasa berumur 5 – 6 bulan yang dilakukan transeksi pada medial meniscotibial ligament
(MMTL) pada ekstrimitas kanan. Segera setelah pembedahan, 100 ul EGCG (25mg/kg) dilarutkan
dalam salin buffer phospat dan diberikan melalui injeksi peritoneal sekali sehari selama 4 dan 8
minggu. Pada minggu 4 dan 8 post pembedahan grup control dan grup terapi diseleksi untuk
analisis. Dosis 25mg/kg dipilih berdasarkan eksperimen respon dosis menggunakan 10mg/kg –
50mg/kg.
tipe 2 pada matriks cartilage artikular. Pada studi in vitro ini didapatkan bukti bahwa EGCG
menyebabkan erosi cartilage yang lebih sedikit dan kehilangan proteoglikan yang lebih sedikit,
peningkatan jumlah kolagen tipe 2 dan aggrecan yang bertahan, serta penurunan level MMP-13
EGCG menghambat ekspresi iNOS yang diinduksi IL-1β, dan produksi NO melalui
inhibisi aktivasi dari NF-κB pada kondrosit. EGCG juga menginhibisi produksi dari prostaglandin
E2 (PGE2) melalui blok aktivitas COX-2 pada kondrosit manusia. Demonstrasi oleh Rasheed dan
kolega menyimpulkan EGCG tidak toksik terhadap kondrosit manusia dan memiliki efek inhibisi
terhadap ekspresi TNF-α dan MMP-13 melalui supresi p38-MAPK dan aktivasi JNK. EGCG juga
menghambat aktivitas phosporilasi dari IKKβ kinase dan menghambat aktivitas pengikatan DNA
oleh NF-κB melalui supresi degradasi protein inhibisi IκBα pada sitoplasma. Studi investigator
lain juga menyebutkan EGCG menghambat degradasi kolagen tipe 2 dan proteoglycan cartilage
21
serta inhibisi selektif pada A disintegrin dan metalloproteinase dengan thrombospondin motifs
EGCG berfungsi sebagai antioksidan yang kuat, mencegah kerusakan oksidatif pada sel
sehat, agen antiangiogenic dan antitumor, serta sebagai modulator respon sel tumor pada
kemoterapi. EGCG adalah cathechin mayor pada teh hijau dan memiliki jumlah 50%-80% pada
200-300 mg/brewed cup teh hijau. EGCG juga didemonstasikan telah memiliki benefit pada
diabetes, Parkinson, Alzheimers, stroke, dan obesitas. (Singh, Shankar and Srivastava, 2011)
Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk produksi kolagen, diferensiasi menjadi
myofibroblas dan remodeling matriks ekstrasel melalui produksi MMPs. Pada studi yang
dilakukan oleh Klass dan kolega menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara fibroblast
yang diberikan TGF-β1 saja dengan fibroblast yang diberikan TGF-β1 dan EGCG. Tapi pada
waktu yang berbeda setelahnya, menunjukkan EGCG secara statistik menurunkan diferensiasi
Pada studi yang dilakukan oleh Hung, EGCG dapat mempengaruhi adhesi dan migrasi
fibroblast ke beberapa matriks protein. EGCG secara signifikan dapat menginhibisi adhesi
fibroblast ke kolagen, fibronectin, dan fibrinogen. Efek inhibisi dari EGCG berhubungan dengan
interaksi integrin α2β1 dengan kolagen tipe I kemungkinan berhubungan dengan penurunan kadar
mediasi fase akut, dan metabolism tulang. Pada studi binatang defisiensi IL-6 akan menyebabkan
resisten terhadap arthritis. Walaupun memiliki peran yang penting, overproduksi disregulasi dari
IL-6 bertanggung jawab terhadap kejadian inflamasi. Pada studi oleh Ahmed, konsentrasi dari IL-
6 pada serum mencapai puncaknya pada hari ke-16 dan koinsidensi dengan kerusakan yang terjadi
22
pada sendi. EGCG memiliki efek inhibisi terhadap level IL-6 serum dan pada homogeny sendi.
Penurunan IL-1β juga terjadi tapi hanya pada sendi. Sebaliknya TNF-α tetap tidak berubah dengan
23