Anda di halaman 1dari 14

DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

A. Definisi
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh (Suhendro, Nainggolan:
2009)
DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.(
Hendarwanto; 417; 2014 ).
Dengue Hemorrhagic Fever atau DBD adalah penyakit infeksi yang disebakan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leucopenia, ruam, limfadeopati, trombositopenia dan ditesis hemoragic. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh (Sudoyo Aru,dkk 2009).

B. KLASIFIKASI DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, ( 120/80
mmHg, 120/100 mmHg, 120/110 mmHg, 90/70 mmHg, 80/70 mmHg)
4. Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur ( denyut jantung ³ 140x/mnt ) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

C. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang temasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak
mempunyai imunitas silang. Serotipe virus dengue tersebut yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak(Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In:
Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2773-79. )
D. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Manifestasi klinis infeksi virus
dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam
Dengue (DD), atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Sindrom Syok Dengue (SSD).
Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan
(flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam dengue,
seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala, dan nyeri pada otot dan sendi. Pada beberapa
pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan ditemukan faring hiperemis.

Gejala / tanda utama DBD adalah sebagai berikut:


a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung
2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan antipiretik. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi sampai 40C dan dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam
merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung menurun dan
pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal
kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis
yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi
perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (<20.000/μl).
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis
perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Torniquet (uji Rumple
Leed/uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva.
Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada
hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis. Tanda perdarahan ini tidak terjadi pada semua pasien DBD .
c. Hepatomegali
Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi
dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga
kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan
perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya
penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati, berhubungan dengan adanya
perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.
d. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi
dan tekanan darah, akral (ujung) ekstremitas dingin, disertai dengan kongesti kulit.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari
perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien biasanya akan
sembuh spontan dengan pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus berat, keadaan
umum atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda
kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,
sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi pasien tampak sangat lemah, dan
sangat gelisah. Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok
ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun. Syok merupakan
tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian serius oleh karena bila tidak diatasi
dengan sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat
dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shockI. Pada saat
itu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi di dalam waktu
yang sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat
setelah mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera
diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolic, perdarahan
saluran cerna atau perdarahan lain.
Berdasarkan derajatnya
1. Derajat I ( ringan ) : demam mendadak 2 – 7 hari, uji tourniquet positif, kepala
pusing, badan mulai pegal – pegal, batuk, muntah, suhu tubuh 38 – 39 C.
2. Derajat II ( sedang ) : perdarahan gusi, hematemesis / melena, ujung jari dan hidung
teraba dingin, gelisah, muntah, gangguan aliran darah perifer, ganguan rasa aman dan
nyaman.
3. Derajat III ( berat ) : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun ( kurang dari 20 mmHg ) atau hipotensi disertai kulit
yang dingin dan lembab, gelisah.
4. Derajat IV ( syok ) : anak syok dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak
dapat diukur. ( Hendarwanto; 423; 2004 )
Menurut WHO ( 1986 ) :
Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam
disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah nyeri pada punggung, tulang,
persendian, kepala:
1. Manifestasi perdarahan :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekia, purpura, ekimosis
c. Epitaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis, melena
e. Pembesaran hati yang nyeri tekan tanpa ikterus
f. Dengan / tanpa renjatan
Renjatan biasanya terjadi saat demam menurun. Renjatan yang terjadi pada saat
demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
g. Kenaikan nilai hematokrit / hemokonsentrasi
E. PATOFISIOLOGI
Fenomona patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstraseluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
verimia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal – pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik – bintik merah pada kulit (petekie),
hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limpa
(splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20%) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage) sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu
pada penerita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk
mengetahui berapa persen hemikonsentrasi yang terjadi.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apanila tidak seger adiatasi dengan baik. Gangguan
hemostatis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopenia
dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda – tanda perdarahan hampir diseluruh
alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Hati umumnya
membesar denga perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau parasentral
lobulus hati (Effendy; 1; 1995).
F. PATHWAY

Arbovirus (melalui nyamuk Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue
aedes aegypti) (Viremia)

PGE2 Hipotalamus Membentuk & melepaskan zat Mengaktifkan system


C3a, C5a komplemen

hipertermi Peningkatan reabsorbsi Na+ Permeabelitas membrane


dan H2O meningkat

Agregrasi trombosit Kerusakan endotel pembuluh Resiko syok hipovolemik


darah

Trombositopeni Merangsang dan Renjatan hipovolemik


mengaktifkan factor dan hipotensi
pembekuan
Kebocoran plasma
DIC

Resiko perdarahan Perdarahan

Resiko perfusi jaringan tidak


efektif

Asidosis metabolic Hipoksia jaringan

Resiko syok (hipovolemik) Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomegali Ascites

Mual, muntah
Ketidakefektifan pola
Penekanan intra abdomen
nafas
Ketidakseimbangan
Nyeri nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium bersama pemeriksaan klinis merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan untuk menegakkan diagnosis infeksi dengue.
1. Hematologi
a. Jumlah leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45%
dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total
leukosit) yang pada fase syok meningkat.11 Hitung leukosit ini cukup penting untuk
diperhitungkan dalam menentukan prognosis pada fase-fase awal infeksi leucopenia
(<5000 sul/μl) merupakan pertanda bahwa dalam 24 jam ke depan demam akan turun
dan penderita akan memasuki fase kritis.
b. Jumlah trombosit
Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan
terjadi sebelum suhu turun. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μl)
biasanya ditemukan pada hari ke 3-8.1,11
c. Nilai hematokrit
Peningkatan hematokrit mengambarkan hemokonsentrasi dan merupakan indikator
yang peka akan terjadinya perembesan plasma. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh
penggantian cairan atau perdarahan.1,11
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitas kanan
(pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
3. Diagnosis serologis
Dikenal 5 uji serologis yang dipakai untuk menentukan adanya virus dengue, yaitu:
a. uji hemaglutinasi inhibisi ((Haemagglutination Inhibition test = HI test).
b. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test = CF test).
c. Uji netralisasi (Neutralization test= NT test).
d. IgM Elisa (Mac. Elisa)
e. IgM Elisa
4. Isolasi virus
Bahannya adalah darah pasien, jaringan – jaringan baik dari pasien hidup melalui biopsi
dari pasien yang meninggal melalui otopsi ( Hendarwanto; 422; 2004 )

H. PENATALAKSANAAN
a. Tirah baring
b. Makanan lunak. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5
– 2 liter dalam 24 jam ( susu, air dengan gula atau sirop ) atau air tawar ditambah
dengan garam saja.
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberi
kompres, antipiretik golongan asetaminofen, eukinia atau diperon dan jang
diberikan asetosal karena bahaya pendarahan.
d. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan :
a. Pemasangan infuse dan dipertahankan selama 12 – 48 jam setelah renjatan diatasi.
b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam, serta
Hb dan Ht tiap 4 – 6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.

I. ASUHAN KEPERAWATAN DHF


A. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi yang berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan vascular yang berhubungan dengan pindahnya
cairan dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular
c. Risiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan perdarahan
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat
e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Kebutuhan pembelajaran mengenai kondisi, prognosis dan program pengobatan
mengenai penyakit DHF yang berhubungan dengan kurangnya pemajanan informasi
B. Rencana Keperawatan
a. Hipertermi yang berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : hipertermi dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh normal (36-37C)
2) Pasien mengatakan tidak panas lagi
Rencana tindakan :
1) Observasi TTV : suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
Rasional : keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan
pasien di rumah sakit
3) Beri kompres hangat di daerah ketiak dan dahi
Rasional : kompres hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui pori-pori
4) Anjurkan klien banyak minum ± 1-2 liter / hari
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
5) Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur / tirah baring
Rasional : mencegah terjadinya peningkatan metabolisme tubuh dan membantu
proses penyembuhan
6) Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
Rasional : pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
7) Monitor dan catat intake dan output dan berikan cairan intravena sesuai program
medik
Rasional : karena IWL meningkat 10 %setiap peningkatan suhu tubuh 10C,
maka peningkatan intake cairan perlu untuk mencegah dehidrasi
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik
Rasional : antipiretik berfungsi dalam menurunkan suhu tubuh
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan vascular yang berhubungan dengan pindahnya
cairan dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak mengalami kekurangan volume cairan vaskuler yang ditandai
dengan TTV stabil dalam batas normal
2) Produksi urine 1 cc/KgBb/jam
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Rencana tindakan :
1) Observasi TTV : suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Kaji tanda dan gejala kurang volume cairan (selaput mukosa kering, rasa haus
dan produksi urine menurun)
Rasional : deteksi dini kurang volume cairan
3) Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar
Rasional : mengetahui keseimbangan cairan yang masuk dan keluar
4) Beri minum yang cukup dan sesuaikan dengan jumlah cairan infuse
Rasional ; minum cukup untuk menambah volume cairan dan sesuaikan dengan
cairan infuse untuk mencegah kelebihan cairan
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena
Rasional : program cairan intravena sangat penting bagi pasien yang mengalami
deficit volume cairan dengan keadaan umum yang jelek karena cairan yang
masuk langsung ke pembuluh darah
6) Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan trombosit,
hematokrit dan hemoglobin
Rasional : mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
c. Risiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1) TTV stabil dalam batas normal
2) Hematokrit dalam batas normal ( L : 40-52 %, P : 35-47 % )
3) Hemoglobin dalam batas normal ( L : 11,5-16,5 g/dL, P : 13-17,5 g/dL )
4) Trombosit dalam batas normal (150.000-400.000 /mm3 )
5) Tidak terjadi tanda-tanda syok

Rencana tindakan :

1) Observasi TTV : suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan


Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor tanda-tanda perdarahan
Rasional : perdarahan yang tepat diketahui dapat segera diatasi sehingga pasien
tidak sampai ke tahap hipovolemik akibat perdarahan hebat
3) Observasi perkembangan bintik-bintik merah di kulit, keringat dingin, kulit lembab
dan dingin serta tanda-tanda sianosis
Rasional : mengetahui tanda-tanda terjadinya syok sehingga dapat menentukan
intervensi secepatnya
4) Bila terjadi syok hipovolemik, baringkan pasien dalam posisi datar
Rasional : menghindari kondisi yang lebih buruk
5) Segera puasakan pasien bila terjadi perdarahan saluran pencernaan
Rasional : mengistirahatkan saluran pencernaan untuk sementara selama perdarahan
dari saluran cerna
6) Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda
perdarahan
Rasional : keterlibatan keluarga sangat membantu tim perawatan untuk segera
melakukan tindakan yang tepat
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tranfusi dan cairan parenteral
Rasional : untuk menggantikan volume dan komponen darah yang hilang dan untuk
memenuhi keseimbangan cairan tubuh
8) Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan trombosit, hematokrit
dan hemoglobin
Rasional : mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hsil:
1) Klien mengalami peningkatan selera makan dan mampu menghabiskan 1 porsi
makanan yang disediakan
2) Mual, ¬muntah hilang
3) Berat badan dalam batas normal

Rencana tindakan :
1) Kaji keluhan mual, muntah dan anoreksia yang dialami pasien
Rasional : untuk menentukan intervensi yang sesuai dengan kondisi pasien
2) Kaji pola makan pasien, catat porsi makan yang dihabiskan setiap hari
Rasional : mengetahui masukan nutrisi pasien
3) Timbang berat badan pasien setiap hari
Rasional : mengetahui kecukupan nutrisi pasien
4) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makan dalam porsi kecil tetapi
sering
Rasional : mencegah pengosongan lambung
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy antiemetik dan vitamin
Rasional : antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah, vitamin untuk
meningkatkan selera makan dan daya tahan tubuh pasien
e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : pasien mampu untuk beraktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hsil:
1) Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya
2) Klien dapat mandiri untuk mandi, makan, eliminasi dan berpakaian

Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas
Rasional : mengetahui kemampuan pasien dalam beraktivitas
2) Libatkan keluarga/orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien
Rasional : memberikan dorongan kepada pasien dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari
3) Anjurkan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien
Rasional : agar klien berpartisipasi dalam perawatan diri
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari jika pasien belum mampu
sendiri
Rasional : bantuan yang tepat perlu dilakukan agar pasien tidak memaksakan diri
beraktivitas sementara dirinya belum mampu sehingga kelelahan pasien dapat
dihindari
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF edisi 1. Jakarta : EGC

Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. 2009 In:
Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi
keempat.Jakarta : Internal Publishing.

Anda mungkin juga menyukai