Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebuah datang organisasi tidak bisa dilepaskan dari pemimpin. Dalam konteks
perjalanan dan eksistensi organisasi, pemimpin bisa diibaratkan sebagai pemegang kemudi
yang menentukan arah dan tujuan organisasi sekaligus eksistensinya pada masa yang akan
datang. Organisasi sebagai wadah merupakan tempat berkumpulnya individu-individu yang
secara bersama-sama bekerja untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Tugas mengarahkan organisasi, yang di dalamnya berisi manusia dengan berbagai
latar belakang, karakter dan kepentingan bukan hal mudah yang harus dijalankan oleh
seorang pemimpin.
Untuk mendekati, mengarahkan dan membawa organisasi ke tujuan akhir diperlukan
pemimpin yang bisa melakukan berbagai pendekatan dengan dan melalui gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan konteks dan kondisi organisasi yang dipimpinnya.
Kemampuan pemimpin untuk mendekati organisasinya dengan gaya kepemimpinan tertentu
akan mengarahkan untuk bisa mencapai visi, misi dan tujuan organisasi.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang hendak dibahas dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kepemimpinan visioner?
2. Bagaimana kepemimpinan karismatik?
3. Bagaimana teori dan kepemimpinan atribusi?

1.3. Tujuan Makalah


Pembahasan makalah ini dimaksudkan untuk:
1. Mengetahui kepemimpinan visioner
2. Mengetahui kepemimpinan karismatik

1
BAB II
PEMBAHASAN

Jenis atau tipe kepemimpinan, organisasi dan perilaku organisasi adalah hal yang
tidak bisa dipisahkan. Tipe kepemimpinan adalah gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin
untuk, tidak hanya, mengendalikan organisasi tetapi juga menginspirasi dan menciptkan
kultur organisasi di organisasi yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sekaligus menjaga keberlangsungan organisasi pada masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pada bagian ini secara berututan dibahasa mengenai (teori) kepemimpinan
visioner, kepemimpinan kharismatik dan teori atribusi dalam kepemimpinan serta aplikasi
dari masing-masing teori di lingkup organisasi.

2.1 Kemimpinan Visioner


Kepemimpinan visioner sangat diperlukan untuk memajukan sebuah organisasi.
dalam dunia pendidikan, khususnya dalam konteks school based management kepemimpinan
tipe ini sangatlah diperlukan. Bukan hanya diperlukan, kepemimpinan visioner sangat relevan
dan didambakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Kepemimpinan visioner bisa dipahami sebagai pola kepemimpinan yang ditujukan
untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para
anggota perusahaan dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan
berdasarkan visi yang jelas (Kertanegara, 2003 dalam Suprayitno, 2007).
Selain mengandung unsur kemampuan untuk memberi makna atau arti pada kerja dan
usaha bawahan dengan memberikan arahan, seorang pemimpin yang visioner haruslah
seorang yang bisa menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi
yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing
bawahannya untuk bisa bekerja secara professional seperti yang diharapakan.
Untuk bisa menjadikan organisasi dan seluruh elemen yang ada di dalamnya bisa
bekerja secara maksimal sesuai dengan yang diharapakan, maka seorang pemimpin yang
visioner dituntut untuk mampu menjalankan empat peran. Nanus (1992, dalam Suprayitno,
2007:6) mengungkapkan keempat peran yang harus bisa dijalankan oleh seorang pemimpin
yang visioner adalah:

2
1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini adalah peran dimana seorang pemimpin
menyajikan sauatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna
diraih pada masa depan, dengan melibatkan orang-orang yang ada dalam organisasi.
Sebagai penentu arah, pemimpin harus bisa menyampaikan visi, mengomunikasikannya,
memotivasi pekerja dan rekan,serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan adalah
hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap
usaha menuju masa depan.
2. Agen perubahan (agent of change). Peran ini adalah peran penting kedua. Pemimpin yang
efektif harus mampu secara konstan menyesuaikan organisasi untuk bisa beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi di lingkungan luar baik perubahan dalam bidang ekonimi,
sosial, teknologi dan politik yang sifatnya dinamis. Selain itu, dengan mengacu kepada
perubahan-perubahan yang selalu terjadi, poemimpin harus mampu berpikir dalam
kerangka waktu masa depan mengenai perubahan potensial dan yang dapat diubah.
3. Juru bicara (spokeperson). Pemimpin sebagai juru bicara visi harus mengomunikasikan
suatu pesan yang mengikat semua orang untuk melibatkan diri dan menyentuh visi
organisasi baik secara internal dan eksternal. Efektivitas pemimpin pada tataran ini sangat
ditentukan oleh kecakapannya untuk mengetahui dan menghargai segala bentuk
komunikasi yang ada kemudian mendayagunakannya untuk menjelaskan dan membangun
dukungan bagi visi masa depan organisasi.
4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus bisa menjadi pelatih yang baik.
Artinya, pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang
telah dikemukakan dan mengoptimalkan kemampuan seluruh “pemain” untuk
bekerjasama, mengoordinir aktivitas atau usaha para “pemain”, untuk mencapai
“kemenangan” atau mencapai visi organisasi. sebagai pelatih, pemimpin harus bisa
membuat dan menjaga supaya semua “pemainnya” bisa fokus untuk merealisasikan visi
dengan memberikan pengarahan, membarikan harapan dan membangun kepercayaan di
antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan.

2.2 Kompentensi Pemimpin Visioner


Efektifitas peran seorang pemimpin visioner bisa dijalankan secara maksimal apabila
ia memiliki kompetensi. Mengenai kompetensi, Nanus (1992 dalam Suprayitno, 2007:5)
menyatakan empat kompetensi yang harus dimiliki pemimpin visioner. Yang pertama adalah
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam
organisasi.

3
Kemampuan memahami lingkungan luar dan bereksi secara cepat terhadap potensi
ancaman dan peluang adalah kompetensi kedua yang wajib dimiliki oleh pemimpin yang
visioner. Dalam kemampuan bereaksi ini tercakup komponen bisa melakukan relasi secara
cakap dengan orang-orang kunci di luar organisasi yang memiliki pengaruh signifikan
terhadap organisasi.
Kompetensi ketiga adalah kemampuan pemimpin untuk membentuk dan
memengaruhi praktik organisasi, prosedur, produk, dan jasa. Dalam konteks ini pemimpin
harus terlibat untuk menghasilkan dan memertahankan kesempurnaan pelayanan, sembari
memersiapkan dan memandu jalannya organisasi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.
Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan untuk mengembangkan ceruk guna
mengantisipasi masa depan. Yang dimaksud dengan ceruk adalah sebuah bentuk imajinatif,
yang didasarkan pada kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen,
teknologi dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumberdaya
organisasi guna memersiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan.
Berbeda dari Nanus (1992) yang hanya menyajikan empat kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin visioner, Brown (dalam Ardi, 2011) mengemukakan sepuluh
kompetensi berikut ini:

1. Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang
hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
2. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis
pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang
akan datang.
3. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan
masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin
dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain
yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.
4. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik
untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau
mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk
menanggulangi rintangan itu
5. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha
mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan
masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.

4
6. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap
kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
7. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan
sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan
tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
8. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai
sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam
maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan
berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu.
9. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil
bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam
maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi,
negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu
mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat
memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan
imajinasi.
10. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu
bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan
perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan
aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Dari kompetensi-kompetensi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada
rekayasa masa depan yang penuh tantangan dan ditandai oleh kemampuan dalam membuat
perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya akan tergambar sasaran yang hendak
dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan
pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut dikenal dengan sasaran bidang hasil
pokok. Di samping itu, kemampuan visioner pemimpin dimaknai sebagai kemampuan untuk
mencipta, merumuskan, mengomunikasikan mensosilisasikan/ dan
mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial diantara anggota organisasi dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang
diyakini sebagai cita-cita organisasi pada masa yang akan datang yang harus diraih atau
diwujudkan melalui semua personel (Kuntho, 2011).

5
2.3 Kepemimpinan Visioner Ala Ki Hajar Dewantara
Konsep kepemimpinan visioner ala Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan
Indonesia, menarik sangat menarik. Melalui konsepnya Ing ngarso sungtulodo, Ing madyo
mangun karso, Tut wuri handayani (yang di depan member teladan, yang di tengah
menciptakan peluang untuk berprakarsa, dan yang di belakang memberi dorongan) mampu
memerbarui konsep kepemimpinan visioner dan menghapus konsep-konsep yang salah
terkait kepemimpinan.
Konsep-konsep keliru yang diperbarui oleh Ki Hajar Dewantara melalui semboyan
ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani adalah pemahaman
bahwa pemimpin harus sepenuhnya demokratis terhadap keinginan rakyatnya; pemimpinn
harus selalu memiliki jabatan pemimpin; dan konsep bahwa pemimpin harus dikenal sebagai
pemimpin (Sianipar, 2010).
Melalui semboyan ing ngarso sung tuladha, Ki Hajar mengajarkan bahwa seorang
pemimpin harus menjadi conth dan panutan bagi para pengikutnya. Namu kenyataannya,
dalam berbagai kasus, justru hal ini tidak tercapai. Pemimpin banyak tidak bisa menjadi
panutan bagi pengikutnya. Dalam konteks kepemimpinan visioner, pemimpin harus mampu
melakukan prinsip greater good dengan berani berkorban (untuk sementara) guna mencapai
hasil yang lebih baik. Pemimpin tidak hanya berani menuntut pengikutnya untuk berkorban
tetapi dia sendiri harus melakukannya.
Ing madya mangun karso yang artinya yang di tengah menciptakan peluang untuk
berprakarsa. Dalam konteks kepemimpinan visioner, semboyan ini dioperasionalkan dalam
wujud konsep bahwa pemimpin tidak selamanya harus memiliki suatu jabatan
kepemimpinan. Perspektif semboyan ini adalah ketika sesorang tidak memiliki jabatan atau
validitas sebagai pemimpin, ia memiliki keleluasaan untuk memimpin. Namun demikian,
operasionalisasi konsep ini bukan tanpa kendala. Pertanyaan yang bisa muncul adalah,
apakah seseorang yang tidak memiliki validitas sebagai pemimpin bisa dianggap pemimpin
dan dijadikan panutan bagi orang banyak?
Slogan yang terakhir adalah tut wuri handayani. Yang di belakang memberikan
dorongan. Ini adalah esensi penting dari seorang pemimpin visioner. Pemimpin visioner
harus mengerti bahwa ada kalanya tidak memimpin sama sekali justru merupakan tindakan
memimpin. Dalam konteks semacam ini, yang perlu dipersiapkan adalah pengikut, bukan
pemimpin. Apakah pengikut bisa menerima dorongan yang diberikan oleh seorang pemimpin
yang tidak memimpin? Dalam kasus semacam inilah kedewasaan dan kematangan individu
dan organisasi bisa diketahui. Apakah dorongan dilakukan karena faktor otoritas dan
6
kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin. Atau, apakah pengikut bisa dan mau menerima
dorongan ketika seorang pemimpin tidak sedang menjalankan tampuk kepemimpinannya?
Tut wuri handayani sejatinya jauh lebih dalam dari sekedar memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk menjadi ketua atau pemimpin (Sianipar, 2010). Tafsiran mendalam
tut wuri handayani dalam makna kepemimpinan adalah bahwa untuk menjadi pemimpin, kita
tidak perlu pengakuan orang lain bahwa kita adalah pemimpin.
Semboyan Ki Hajar Dewantara kalau dilebur dalam konsep kepemimpinan akan
menghasilkan konsep kepemimpinan visioner yang ideal karena di dalamnya tercakup
pemimpin yang berani dan rela berkorban karena memiliki visi yang baik untuk orang yang
dipimpinnya dan tidak gila jabatan.
Harus diakui bahwa, tidak mudah untuk mewujudkan dan mengoperasionalisaskan
konsep kepemimpinan visioner ala Ki Hajar Dewantara yang akarnya tertanam kuat dan
dalam dalam budaya bangsa Indonesia. Diperlukan lebih dari sekedar pengetahuan untuk bisa
mengaplikasikan konsep ini. Namun demikian, konsep ini tidak mustahil untuk dilakukan
manakala kita memiliki tekad dan pandangan jauh ke depan sebagai seorang pemimpin
visioner dalam arti yang sesungguhnya.
Selain Robert House, Conger dan Kanungo (dalam Yukl, 2001) pun mengusulkan
teori tentang kepemimpinan karismatik berdasarkan pada asumsi bahwa karisma merupakan
sebuah fenomena yang berhubungan (atribusional). Menurut teori ini, atribusi pengikut dari
kualitas karismatik bagi seorang pemimpin bersama-sama ditentukan oleh perilaku,
keterampilan pemimpinnya dan aspek situasi. Ada tiga asumsi yang digunakan dalam
menarik para pengikut pemimpin karismatik, yaitu: (1) daya tarik dan keanggunan
merupakan modal yang dibutuhkan untuk menarik pengikut, (2) rasa percaya diri adalah
kebutuhan dasar dari seorang pemimpin, dan (3) pengikut akan mengikuti orang-orang yang
mereka kagumi.

2.4 Peran Pemimpin Visioner


Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan oleh
pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu:
1. Peran penentu arah (direction setter).
Peran ini merupakan peran di mana seorang pemimpin menyajikan suatu visi,
meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa
depan. Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi
dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi,
7
mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa
apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh
tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.

2. Agen perubahan (agent of change).


Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam
konteks perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan
perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan
yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan
berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan parastakeholders. Para pemimpin yang
efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan
tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin
disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam
kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan. Akhirnya,
fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang
berubah.
Tiga macam taktik untuk menentukan perubahan :
1. Anticipatory Change (Perubahan Antisipatif)
Ini merupakan antisipasi terhadap kebutuhan perubahan. Dalam anticipatory change
dituntut untuk melihat ke depan lebih dahulu dengan melihat tanda-tanda yang
menunjukkan perubahan. Tantangan yang dihadapi adalah merumuskan terlebih
dahulu bagaimana seharusnya wujud peta baru yang benar.
2. Reactive Change (Perubahan Reaktif)
Reactive change merupakan reaksi kerena terlihatnya tanda-tanda bahwa akan
menjadi perubahan.
3. Crisis Change (Perubahan Krisis)
Crisis change merupakan tanda-tanda untuk perubahan sudah sedimikian besar dan
intensif pada suatu tingkatan yang tidak dapat dielakkan lagi.
Memahami adanya tiga pendekatan perubahan ini penting karena bersifat
langsung secara intuitif. Pada dasarnya, terdapat kolerasi antara tingkatan kesulitan
perubahan dengan besarnya biaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dasar-
dasar memimpin perubahan strategis bekerja sama baiknya dalam reactive
change dan crisis change maupun dengan anticipatory change. Anticipatory
change merupakan perubahan yang paling sulit dilakukan karena harus
8
memperkirakan antisipasi terhadap perubahan yang mungkin akan terjadi. Crisis
changemerupakan perubahan yang masalahnya sudah jelas terjadi sehingga biaya
yang timbul sebagai konsekuensi relatif paling murah. Reactive change berbeda dari
keduanya, karena memiliki tingkat kesulitan maupun biaya yang sedang.
4. Juru bicara (spokesperson).
Memperoleh pesan ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu
bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin
efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk
komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi
masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan
suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi
organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus
bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi.
5. Pelatih (coach).
Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini berarti
bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai
visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh
pemain untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah
pencapaian kemenangan, atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin,
sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan
pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang
penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal
tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk
ditunjuk sebagai player-coach.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan visioner bisa dipahami sebagai pola kepemimpinan yang ditujukan
untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para
anggota perusahaan dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan
berdasarkan visi yang jelas. Seorang pemimpin yang visioner haruslah seorang yang bisa
menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang memahami
prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing bawahannya untuk bisa
bekerja secara professional seperti yang diharapakan
Jenis atau tipe kepemimpinan, organisasi dan perilaku organisasi adalah hal yang
tidak bisa dipisahkan. Tipe kepemimpinan adalah gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin
untuk, tidak hanya, mengendalikan organisasi tetapi juga menginspirasi dan menciptkan
kultur organisasi di organisasi yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sekaligus menjaga keberlangsungan organisasi pada masa yang akan datang. Oleh
karena itu, pada bagian ini secara berututan dibahasa mengenai (teori) kepemimpinan
visioner, kepemimpinan kharismatik dan teori atribusi dalam kepemimpinan serta aplikasi
dari masing-masing teori di lingkup organisasi.

10

Anda mungkin juga menyukai