Anda di halaman 1dari 4

4.

Wajib Pajak Yayasan yang bergerak dibidang pendidikan (sekolah) secara umum mempunyai kewajiban
sebagai berikut :

Wajib Pajak mempunyai kewajiban menyetor dan melaporkan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
sebesar 10 % x 20 % x Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan gedung/bangunan apabila
membangun sendiri gedung dengan luas bangunan paling sedikit 200 m2 (sejak 22 Nopember 20112).

Wajib Pajak mempunyai kewajiban memotong dan menyetor serta melaporkan PPh Pasal 4 (2) atas
kegiatan pembangunan gedung yang dilakukan oleh kontraktor atau pihak lain dan atas semua kegiatan
jasa kontruksi lainnya.

Wajib Pajak mempunyai kewajiban memotong dan menyetor serta melaporkan PPh Pasal 21 atas
kegiatan yang merupakan objek PPh Pasal 21 termasuk gaji guru dan karyawan lain serta PPh Pasal 21
atas Jasa Arsitek pembanguan gedung tersebut.

Wajib Pajak mempunyai kewajiban memotong dan menyetor serta melaporkan PPh Pasal 23 atas
kegiatan yang merupakan objek PPh Pasal 23 antara lain atas sewa kendaraan, jasa katering, dan jasa lain
objek PPh Pasal 23.

Wajib Pajak mempunyai kewajiban menyetor serta melaporkan PPh Pasal 25 bulanan apabila ada PPh
Pasal 25 yang harus disetor, kalau tidak ada hanya wajib melaporkan tiap bulan. Batas Waktu penyetoran
Tanggal 15 dan Pelaporan Tanggal 20 bulan berikut.

Wajib Pajak mempunyai kewajiban menyetor serta melaporkan SPT Tahun PPh Badan terhadap sisa lebih
laba yayasan yang berasal dari objek pajak setelah dalam jangka waktu empat tahun tidak digunakan
untuk pembangunan gedung dan sarana prasarana

3. PPh Pasal 21 : PKP / Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh 21 bagi wajib pajak penerima penghasilan berbeda-beda. Tergantung
dari status kepegawaian (pegawai tetap, pegawai tidak tetap atau bukan pegawai). Berikut ini tarif PKP
(Penghasilan Kena Pajak) tersebut.

PENGERTIAN PKP ATAU PENGHASILAN KENA PAJAK

PKP (Penghasilan Kena Pajak) PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-
32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar penghasilan neto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP terbaru.

Pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena
Pajak/PTKP terbaru.

Bagi bukan pegawai seperti tercantum dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015
Pasal 3 huruf c, PKP yang dikenakan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto
dikurangi PTKP per bulan.

pph pasal 21

Manfaat fitur PPh Pasal 21 di OnlinePajak

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) PEGAWAI TETAP

Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh
penghasilan bruto dikurangi dengan:

Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,- sebulan atau Rp
6.000.000,- setahun;

Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun atau jaminan hari tua
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) PENERIMA PENSIUN BERKALA

Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

Seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun.

Sebesar 5% dari penghasilan bruto.

Setinggi-tingginya Rp 200.000,- sebulan atau Rp 2.400.000,- setahun.

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) BUKAN PEGAWAI / KONSULTAN


Bila bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-
32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c namun ia memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26, maka:

Bila pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah
dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat
dipisahkan dengan bagian gaji atau upah pegawai tersebut maka besar penghasilan bruto adalah sebesar
jumlah yang dibayarkan;

Bila ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah penghasilan bruto
hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan
antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk
pemberian jasa dan material atau barang.

PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) JASA DOKTER

Untuk jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah sakit
dan/atau klinik, maka jumlahnya adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien sebelum dipotong
biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

3. Karakteristik

1. Pajak Merupakan kontribusi wajib dan bersifat memaksa

Karakteristik pertama dari pajak ini akan menarik jika kita lihat dari teori kontrak sosialnya John Locke.
Menurut John Locke, ada tiga pihak dalam kontrak sosial yaitu pencipta kepercayaan (the trustor), yang
diberi kepercayaan (the trustee), dan yang menerima manfaat dari pemberian kepercayaan tersebut (the
beneficiary). Pencipta kepercayaan atau the trustor dan yang menerima manfaat dari pemberian
kepercayaan atau the beneficiary adalah masyarakat. Sehingga masyarakat berperan penting dalam
pembuatan kontrak sosial karena mereka juga yang merasakan dampak baik/buruk dari kepercayaan
tersebut. Sedangkan pihak yang diberi kepercayaan atau the trustee adalah pemerintah atau pemegang
kekuasaaan dimana ia harus bertanggung jawab kepada masyarakat atas kewenangannya tersebut.

2. Pemungutan Pajak Dilakukan Berdasarkan Undang-Undang

Pemungutan pajak secara eksplisit terdapat pada pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi, ”Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Pasal ini
memberikan amanat bahwa pemerintah dalam melaksanakan pemungutan pajak haruslah berdasarkan
undang-undang. Oleh karena itu, dibentuk Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan dibentuknya paket undang-undang perpajakan
tersebut bukanlah tanpa konsekuensi. Konsekuensi yang harus dihadapi oleh warga negara sebagai wajib
pajak adalah timbulnya hutang pajak apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa kewajiban membayar pajak timbul akibat adanya undang-undang.

3. Pajak Tidak Memberikan Kontraprestasi Secara Langsung

Pemerintah menggunakan pajak yang dipungut untuk kebutuhan belanja seperti belanja bunga hutang,
belanja subsidi, belanja kementrian/lembaga, transfer ke daerah, dana desa, dan belanja lainnya. Pajak
juga dapat menjadi instrumen untuk mencapai kemakmuran rakyat. Contohnya, pembebasan hasil
pertanian dan atau perkebunan dari Pajak Pertambahan Nilai. Pemerintah memiliki keinginan agar petani
tidak terbebani pajak sehingga dapat meraup keuntungan yang maksimal. Atau dalam rangka
meningkatkan ekspor ke luar negeri, pemerintah memberikan insentif dengan memberlakukan tarif 0%.

Anda mungkin juga menyukai