Anda di halaman 1dari 14

BAB III

DESKRIPSI PROSES

3.1. Persiapan Bahan


Unit Ammonia pabrik Kujang merupakan unit proses pembuatan ammonia yang
menggunakan desain Kellog dalam prosesnya. Bahan baku yang digunakan adalah gas alam,
steam dan udara.
3.1.1. Gas Alam
Gas alam merupakan sumber gas hidrogen (H2). Gas hidrogen (H2) ini diperoleh
melalui proses reforming gas alam. Gas alam yang digunakan untuk proses pembuatan
ammonia diperoleh dari L. Parigi dilepas pantai Cilamaya, dan sebagai cadangan dari
Mundu di Indramayu. Komposisi gas umpan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi Gas Alam
Komponen Satuan % (Volume)
CH4 % 80,570
CO2 % 7,350
N2 % 4,770
Ar % 0,000
H2S Ppm 1,03x10-5
C2 % 2,930
C3 % 2,490
i-C4 % 0,530
n-C4 % 0,620
i-C5 % 0,230
n-C5 % 0,150
C6+ % 0,360
TOTAL 100,000
(Laboratorium Kontrol Ammonia 1A PT Pupuk Kujang, 2018)
3.1.2. Udara
Udara merupakan sumber gas nitrogen (N2) dalam proses pembuatan ammonia.
Udara sebagai bahan baku diambil dari udara bebas sekitar pabrik. Untuk mengambil
udara ini, digunakan sebuah kompresor yang dilengkapi dengan filter udara untuk
menyaring kotoran di udara. Komposisi udara dapat dilihat pada Tabel 10.

38
39

Tabel 10. Komposisi Udara


%
No. Komponen Udara Kering
(Volume)
1. Nitrogen (N2) 78,040
2. Oksigen (O2) 20,990
3. Argon (Ar) 0,940
4. Karbondioksida (CO2) 0,030
Jumlah 100,000
(Proses Engineering 1A PT Pupuk Kujang, 2018)
3.1.3. Uap Air (Steam)
Steam yang digunakan di unit ammonia dihasilkan oleh Waste Heat Boiler
(WHB) dan Package Boiler di unit utilitas dengan kapasitas 3.919,120 kg/jam. Steam
yang dihasilkan berupa uap dengan tekanan tinggi (105 kg/cm2), uap bertekanan
menengah (45 kg/cm2), dan uap bertekanan rendah (3,5 kg/cm2).
Steam yang diperoleh berasal dari air yang diambil dari Sungai Cikao yang
berjarak kurang lebih 20 km dari pabrik dan delapan kolam emergency yang bertempat
di sekitar kawasan pabrik merupakan cadangan sumber air bila pabrik mengalami
masalah kekurangan air.
3.2. Tahapan Proses
Unit ammonia adalah unit yang bertugas memproduksi ammonia dengan
menggunakan bahan baku gas alam, steam dan udara karena unit ammonia di PT Pupuk
Kujang menggunakan proses Kellog. Produk utama yang dihasilkan adalah 178.000
ton/tahun ammonia dengan kemurnian 99,95% dan 511.000 ton/tahun gas
karbondioksida. Selain itu dihasilkan juga produk samping berupa gas hidrogen dengan
kemurnian 99% sebanyak 1000 m3/jam dan gas karbon monoksida sebanyak 600 m3/jam.
Produk ammonia panas dengan temperatur 30oC dan gas karbondioksida dikirim
ke unit urea sebagai bahan baku pembuatan urea. Produk ammonia dingin dengan
temperatur -33oC dikirim ke tangki penyimpanan ammonia sebagai cadangan. Tahapan
proses pembuatan ammonia dibagi menjadi 5 yaitu :
1. Proses pemurnian gas alam
2. Proses pembuatan gas sintesa
3. Proses pemurnian gas sintesa
4. Proses sintesa ammonia
5. Proses pemisahan dan pemurnian produk
40

3.2.1. Proses Pemurnian Gas Alam


3.2.1.1. Pemisahan fraksi berat
Hidrokarbon fraksi berat dapat mengganggu jalannya proses, maka perlu
dihilangkan. Gas alam yang akan masuk pabrik, mula – mula dimasukkan ke
Feed Gas Knock Out Drum (116-F) pada tekanan 14,7 kg/cm2 dan temperatur
32oC, agar fraksi berat dapat terpisah. Pemisahan ini terjadi berdasarkan
perbedaan berat jenis dan dibantu oleh demister yang terdapat di dalam drum.
Fraksi berat ini dikeluarkan dari bagian bawah drum, kemudian dikirim ke
burning pit untuk dibakar. Gas alam yang keluar dari bagian atas drum pada
tekanan 14,7 kg/cm2 dan temperatur 32oC dibagi menjadi dua aliran, sebagian
digunakan sebagai bahan bakar di fuel gas system sebanyak 3% dan sisanya
mengalami pemurnian lebih lanjut di Mercury Guard Chamber (109-D).
3.2.1.2. Penghilangan Mercury
Mercury (Hg) yang terkandung dalam gas alam meskipun sangat kecil (±
10-7 % mol) namun harus dihilangkan karena merupakan racun bagi katalis pada
proses berikutnya. Proses penghilangan kadar mercury dapat dilakukan dengan
mereaksikannya dengan sulfur. Sulfur yang digunakan untuk mengikat mercury
diimpregnasikan pada karbon aktif. Gas alam masuk ke Mercury Guard Chamber
(109-D) pada tekanan 14,7 kg/cm2 dan temperatur 32oC. Reaksinya yang terjadi
adalah sebagai berikut :
Karbon aktif
Hg + S → o HgS
32 C ; 14,7 kg/cm2

Gas alam keluar dari Mercury Guard Chamber pada tekanan 14,7 kg/cm2
dan temperatur 32oC. Sebelum memasuki tahap penghilangan sulfur, gas harus
dinaikan tekanan dan temperaturnya agar memenuhi kondisi operasi pada proses
desulfurisasi. Gas dikompresi oleh Feed Gas Compressor (102-J) dari tekanan
14,7 kg/cm2 menjadi 43 kg/cm2 dan temperaturnya menjadi 146oC. Kompresor ini
digerakkan oleh turbin uap dengan penggerak steam bertekanan 41 kg/cm2
(medium steam). Feed Gas Compressor dilengkapi dengan kick back system yang
berfungsi untuk mendinginkan dan merecycle kembali gas alam ke Feed Gas
Compressor (102-J) pada laju operasi kurang dari 100%. Setelah melalui tahap
kompresi, gas alam dilewatkan terlebih dahulu di Feed Preheat Coil Primary
Reformer untuk dinaikan temperaturnya menjadi 399oC.
41

3.2.1.3. Desulfurisasi
Sulfur yang terkandung dalam gas alam merupakan racun bagi katalis di
Primary Reformer dan Secondary Reformer. Penghilangan sulfur terjadi di
Cobalt-Moly Hidrotreater (101-D) dan ZnO Guard Chamber (108-D).
Tahap desulfurisasi diawali dengan mengubah sulfur organik menjadi
sulfur anorganik dengan cara mereaksikan gas alam yang mengandung sulfur
(RSH) dengan gas hidrogen di dalam Cobalt-Moly Hidrotreater (101-D). Gas
hidrogen (H2) sebagai reaktan diperoleh dari recycle gas sintesa. Hidrotreater
terdiri dari 2 buah packed bed berisi katalis cobalt-molybdenum sebanyak 28,3
m3. Gas masuk pada tekanan 41 kg/cm2 dan temperatur 399oC. Reaksi yang
terjadi pada hydrotreater adalah :
Co-Mo
RSH + H2 → RH + H2 S
399o C ; 41 kg/cm2

Adapun reaksi samping yang terjadi akibat kadar CO2 yang melebihi 5%,
reaksi tersebut bersifat eksotermis dan panas yang dihasilkan mampu merusak
katalis.
CO2 + H2 → CO + H2 O

CO + 3H2 → CH4 + H2 O

Gas keluar pada tekanan 41 kg/cm2 dan temperatur 399oC dan kemudian
masuk ke ZnO Guard Chamber (108-D) yang berisi katalis ZnO sebanyak 28,3
m3. Disini terjadi reaksi antara H2S dan ZnO sebagai berikut :
H2 S + ZnO → ZnS ↓ +H2 O
399o C ; 41 kg/cm2

Gas keluar dari ZnO Guard Chamber pada tekanan 39 kg/cm2 dan
temperatur 371oC. Di dalam ZnO Guard Chamber dilengkapi dengan sulfur
analyzer untuk mengetahui kadar sulfur yang mungkin lolos sedangkan kadar
sulfur yang diperbolehkan keluar dari ZnO Guard Chamber sebesar 0,01 ppmv.
3.2.2. Proses Pembuatan Gas Sintesa
3.2.2.1. Proses Steam Reforming
Proses steam reforming adalah suatu proses yang mengubah gas alam
menjadi gas sintesa dengan cara mereaksikan gas alam dengan steam dan dibantu
oleh katalis nikel oksida (NiO). Proses ini terjadi di Primary Reformer (101-B)
dan Secondary Reformer (103-D).
42

Sebelum memasuki bagian dari Primary Reformer (101-B), gas alam


dengan tekanan 39 kg/cm2 dan temperatur 371oC diinjeksikan medium steam (42
kg/cm2). Gas alam dan steam yang akan masuk ke Primary Reformer diatur
supaya perbandingan steam dengan karbon antara (3,4 : 1) – (3,7 : 1).
Perbandingan ini bertujuan agar hidrokarbon fraksi berat yang lolos dari Feed
Gas Knock Out Drum (116-F) dapat terkonversi menjadi gas sintesa. Selain itu
juga bertujuan agar tidak terjadi reaksi samping cracking gas metana. Reaksinya
sebagai berikut :
CH4(g) → C(s) + 2H2(g)

2CO(g) → C(s) + CO2(g)


Karbon yang terbentuk dapat melapisi permukaan katalis sehingga


keaktifannya berkurang, selain itu juga dapat mengganggu perpindahan panas
pada tube yang dapat menyebabkan overheating.
Selanjutnya gas yang bercampur dengan steam, dilewatkan terlebih dahulu
dalam Mixed Feed Preheat Coil di seksi konveksi Primary Reformer untuk
dinaikan temperaturnya dari 371oC menjadi 500oC dengan memanfaatkan panas
buang hasil pembakaran fuel gas di dalam burner. Kenaikan temperatur ini
bertujuan agar sesuai dengan kondisi operasi dalam tube katalis di seksi radiasi
Primary Reformer.
Setelah dipanaskan dalam koil, gas yang bercampur dengan steam masuk
ke dalam tube katalis. Di Primary Reformer ini terdapat 9 baris tube katalis yang
masing-masing terdiri dari 42 tube. Temperatur di dalam tube katalis sebesar
799oC dan temperature di luar tube katalis sebesar 1000oC. Katalis yang
digunakan adalah nikel oksida (NiO). Umpan dimasukan dari bagian atas Primary
Reformer melewati katalis NiO dan kemudian membentuk gas CO, H2 dan CO2.
Reaksi yang terjadi di tube katalis adalah sebagai berikut :
NiO
CH4(g) + H2 O(g) → CO(g) + 3H2(g) ∆H = +49,3 kkal/mol

37 kg/cm2 ; 500o C

CO(g) + H2 O(g) → NiO CO2(g) + H2(g) ∆H = −9,8 kkal/mol



37 kg/cm2 ; 500o C

Gas yang bereaksi dalam tube katalis akan keluar melalui bagian bawah
tube dan disatukan dalam sebuah pipa besar untuk masing-masing baris yang
disebut bottom header dan riser. Dari riser, gas dikirim ke Secondary Reformer
43

(103-D) melalui suatu pipa besar yang disebut transfer line yang menghubungkan
aliran Primary Reformer (101-B) dan ke inlet gas proses Secondary Reformer
(103-D). Temperatur gas keluar 799oC dan tekanan 37 kg/cm2. Untuk melindungi
transfer line, dipasang jacket water sebagai pendingin. Gas metana yang lolos
dari primary reformer sebesar 12% mol dry basis.
Reaksi yang terjadi di dalam Primary Reformer bersifat sangat
endotermis. Panas yang dibutuhkan, disuplai dari panas pembakaran fuel gas di
luar tube katalis. Pembakaran dilakukan secara vertikal dari bagian atas di antara
barisan tube. Terdapat 10 baris burner yang masing-masing terdiri dari 20 burner.
Reaksi pembakaran tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2 O(g) ∆H = −191,7 kkal/mol

Oksigen (O2) yang digunakan untuk pembakaran diperoleh dari udara. Gas
buang hasil pembakaran (flue gas) dihisap oleh induced draft fan (ID fan) sampai
tekanan reformer menjadi vakum, sehingga api dapat mencapai bagian bawah
tube katalis. Flue gas yang terhisap melewati koil-koil terlebih dahulu. Kemudian
flue gas keluar melalui cerobong dengan temperatur maksimal 200oC.
Gas keluaran Primary Reformer (101-B) dengan temperature 799oC dan
tekanan 37 kg/cm2 masuk ke dalam Secondary Reformer (103-D) bersama dengan
udara melalui bagian atas Reformer namun dalam saluran yang terpisah. Udara
yang akan dimasukkan ke dalam Secondary Reformer, sebelumnya dilewatkan
sebuah filter udara agar terbebas dari debu dan partikel padat yang terkandung di
dalam udara. Kemudian udara dikompresi menggunakan Air Compressor (101-J)
lalu diinjeksikan medium steam dan selanjutnya dipanaskan di dalam koil di seksi
konveksi Primary Reformer, sehingga udara masuk Secondary Reformer pada
temperatur 454oC dan tekanan 36 kg/cm2. Udara yang masuk ke Secondary
Reformer juga berfungsi sebagai pensuplai gas nitrogen (N2), maka perbandingan
udara dan gas alam harus diatur supaya gas H2 dan N2 yang keluar mempunyai
perbandingan yang tepat untuk umpan Ammonia Converter (105-D) yaitu 3 : 1.
Secondary Reformer terbagi atas 2 bagian, yaitu bagian atas yang disebut
mixing zone atau combustion zone dan bagian bawah yang disebut reaction zone.
Fungsi Secondary Reformer adalah melanjutkan reaksi reforming. Reaksi yang
terjadi sama dengan reaksi di Primary Reformer (101-B), tetapi panas yang
44

diperlukan diperoleh dari pembakaran langsung gas dengan udara di mixing zone.
Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2 O(g) ∆H = −191,7 kkal/mol

2H2(g) + O2(g) → 2H2 O(g) ∆H = −57,8 kkal/mol


Panas yang dihasilkan dari reaksi pembakaran ini digunakan untuk reaksi
reforming dalam bed katalis di reaction zone. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
NiO
CH4(g) + H2 O(g) → CO(g) + 3H2(g) ∆H = +49,3 kkal/mol

31 kg/cm2 ; 1000o C
NiO
CO(g) + H2 O(g) → CO2(g) + H2(g) ∆H = −9,8 kkal/mol

31 kg/cm2 ; 1000o C

Kadar gas metana yang keluar dari Secondary Reformer (103-D) ini
tinggal 0,5%. Gas sintesa yang keluar dari Secondary Reformer (103-D) dengan
temperatur 1000oC, dimanfaatkan untuk memproduksi steam bertekanan tinggi
(109 kg/cm2) di Primary Waste Heat Boiler (101-CA/CB) dan di Secondary
Waste Heat Exchanger (102-C), sehingga temperatur gas keluar turun menjadi
371oC dengan tekanan 31 kg/cm2.
3.2.2.2. Proses Shift Conversion
Untuk memproduksi urea, diperlukan bahan baku NH3 dan gas CO2,
karena itu gas CO yang ada perlu diubah menjadi gas CO2. Shift Converter (104-
D) adalah alat yang berfungsi untuk mengkonversi gas CO menjadi gas CO2. Shift
Converter (104-D) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu High Temperature Shift
Converter (HTSC) dan Low Temperature Shift Converter (LTSC). Katalis yang
digunakan di HTSC adalah Fe-Cr dengan volume 54,9 m3. Gas sintesa masuk ke
HTSC pada tekanan 31 kg/cm2 dan temperatur 371oC. Reaksi yang terjadi di
HTSC sebagai berikut :
Fe-Cr
CO(g) + H2 O(g) → CO2(g) + H2(g) ∆H = −9,8 kkal/mol

31 kg/cm2 ; 371o C

Reaksi ini bersifat eksotermis sehingga reaksi konversi gas CO menjadi


gas CO2 akan bertambah konversinya apabila temperatur diturunkan, tetapi
kecepatan molekul yang bertumbukan akan berkurang. Oleh karena itu, adanya
HTSC berfungsi untuk mempercepat reaksi.
Gas sintesa keluar dari HTSC pada tekanan 30 kg/cm2 dan temperatur
432oC. Kondisi ini masih belum memenuhi syarat operasi di LTSC, oleh karena
itu sebelum memasuki LTSC, panas dari gas keluaran HTSC dimanfaatkan
45

terlebih dahulu untuk membangkitkan steam di Primary Shift Effluent WHB (103-
C) dan untuk memanaskan gas umpan Methanator (106-D) di Methanator Feed
Heater (104-C) kemudian dilewatkan di Condensat Drum (117-F) untuk
dipisahkan kondensatnya. Temperatur gas turun menjadi 241oC dengan kadar CO
3,4%.
Selanjutnya gas sintesa memasuki Low Temperature Shift Converter
(LTSC). LTSC ini berfungsi untuk memperbesar konversi karena bekerja dalam
temperatur yang lebih rendah dari HTSC. Katalis yang digunakan adalah Cu-
ZnO-Alumina dengan volume 66 m3. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Cu-ZnO-Al
CO(g) + H2 O(g) → CO2(g) + H2(g) ∆H = −9,8 kkal/mol

31 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 ; 241C

Gas keluar dari LTSC dengan tekanan 29 kg/cm2 dan temperatur 254oC.
Kemudian gas diturunkan temperaturnya dengan melewatkan di tiga exchanger
yaitu di Converter Effluent Cooler (1114-CA/CB), CO2Gas Stripper Reboiler
(1105-C) dan CO2 Stripper Condensat Reboiler (1113-C) lalu dilewatkan di Raw
Gas Separator (102-F) untuk dipisahkan dari kondensatnya. Temperatur gas turun
menjadi 127oC dengan tekanan 27,5 kg/cm2 dan selanjutnya dikirim ke unit
pemurnian gas sintesa.

3.2.3. Proses Pemurnian Gas Sintesa


3.2.3.1. Proses Pengambilan CO2 (CO2 removal)
Unit ini berfungsi mempersiapkan bahan baku untuk Ammonia Converter
(105-D), yang berupa gas N2 dan gas H2 sehingga gas – gas lain yang ada harus
dipisahkan terlebih dahulu. Gas CO2 diperlukan dalam pembuatan urea, sehingga
gas ini diambil dengan cara diserap bersama larutan penyerap, kemudian
distripping sehingga diperoleh gas CO2 yang siap dikirim ke unit urea.
Larutan penyerap yang digunakan adalah larutan Benfield dengan
komposisi sebagai berikut :
a. Kalium karbonat (K2CO3) yang berfungsi sebagai absorbent dan desorbent
CO2 dengan kadar (24 – 30)% berat
b. Diethanolamin (DEA) untuk membantu absorbs dan desorbsi CO2 dan
menurunkan tekanan. Kadar DEA sebesar (3 – 4)% berat
c. Kalium vanadat (KVO3) sebagai pelapis permukaan menara absorber dan
sebagai inhibitor korosi dengan kadar sebesar (0,9 – 1,3)% berat
46

d. Ucon sebagai anti foam sebanyak (1 – 2) ppm


Larutan benfield yang digunakan ada dua macam, yaitu larutan lean
benfield yang masuk dari puncak menara dan larutan semilean benfield yang
masuk dari bagian tengah menara. Larutan lean benfield adalah larutan yang sama
sekali tidak mengandung CO2. Larutan ini berasal dari dasar CO2 Stripper (1102-
E) yang telah diturunkan temperaturnya di Lean Carbonat BFW Exchanger
(1107-C) lalu dipompa oleh Lean Carbonat Circulation Pump (1110-J) dan
diturunkan lagi temperaturnya di Lean Solution Cooler (1151-C) kemudian
dilewatkan di Mechanical Filter (1106-F) sebelum akhirnya memasuki menara
Absorber bagian atas dengan kapasitas 370 ton/jam.
Sedangkan larutan semilean benfield adalah larutan yang masih
mengandung CO2. Larutan ini berasal dari bagian tengah CO2 Stripper (1102-E)
yang dilewatkan dalam Single Stage Flash Drum (1116-F) yang dilengkapi
sebuah ejector (1116-FL) sebelum akhirnya dipompa oleh Semi Lean Carbonat
Circulation Pump (1107-JA/JB/JC) ke bagian tengah menara absorber.
CO2 absorber ini tersusun dari empat buah packed bed berisi tumpukan
slotted ring. Gas sintesa dengan tekanan 27,5 kg/cm2 dan temperatur 127oC
setelah dilewatkan di tiga buah heat exchanger dan Raw Gas Separator (102-F),
masuk ke CO2 Absorber (1101-E) melalui bagian bawah menara dan akan kontak
dengan larutan semilean benfield pada bed 3 dan 4 yang akan menyerap sebagian
besar gas CO2 yang ada. Kemudian sisa CO2 dalam gas sintesa akan diserap oleh
larutan lean benfield pada bed 1 dan 2. Pada proses absorbsi, mula-mula gas CO2
bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat dan kemudian bereaksi dengan
K2CO3 membentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia yang terjadi dapat dituliskan
sebagai berikut :

CO2(g) + H2O (l) → H2CO3(l)


H2CO3(l) + CO3(l) → 2HCO3(l)


2HCO3(l) + 2K (l) → 2KHCO3(l)


CO2 (g) + H2O (l) + K2CO3 (l) → 2KHCO3(l)



27,5kg/cm2 ; 127o C

Reaksi absorbsi ini adalah reaksi eksotermis. Gas yang keluar dari bagian
atas CO2 absorber diharapkan memiliki kadar CO2 dibawah 0,1%volume.
47

Temperatur gas ini sebesar 71oC dan tekanan 27,1 kg/cm2. Larutan yang telah
banyak mengandung CO2 (larutan rich benfield) keluar dari dasar absorber pada
tekanan 25,7 kg/cm2 dan temperatur 123oC. Karena larutan rich benfield masih
mempunyai tekanan yang besar, maka tekanan ini dimanfaatkan untuk
menggerakan turbin hidrolik Carbonat Circulation Pump (1107-JA) kemudian
mengalir menuju bagian atas CO2 stripper pada tekanan 3,7 kg/cm2 dan
temperatur 114oC.
CO2 Stripper (1102-E) terdiri dari tiga buah packed bed berisi tumpukan
slotted ring. Untuk proses stripping, digunakan low pressure steam dari tiga buah
reboiler, yaitu CO2 Gas Stripper Reboiler (1105-C), CO2 Stripper Condensat
Reboiler (1113-C) dan CO2 Stripper Steam Reboiler (1111-C). Dengan tekanan
0,7 kg/cm2 dan temperatur 135oC dan dorongan steam ke atas, maka gas CO2
dalam larutan rich benfield akan terpisah. Reaksi yang terjadi merupakan
kebalikan reaksi absorbs, yaitu:
2KHCO3 (l) → K2CO3 (l) + CO2 (g) + H2O (l)

0,63kg/cm2 ; 117o C

Setelah melewati bed 2, larutan ditampung dalam trap out pan pertama,
dimana sebagian larutan dikeluarkan sebagai larutan semilean benfield yang
menuju ke bagian tengah menara absorber, dan sebagian lagi mengalir menuju
bed 3 lalu ditampung di trap out pan kedua untuk dialirkan ke reboiler 1105-C
dan 1111-C. Steam yang terbentuk, dimasukan ke bagian bawah CO2 stripper,
sedangkan steam dari reboiler 1113-C dan motive steam untuk ejector berasal dari
trap out pan di atas bed 1.
Larutan lean benfield yang keluar dari dasar CO2 stripper dialirkan ke
puncak menara absorber, sedangkan gas CO2 keluar dari puncak CO2 stripper.
Uap air yang terkandung dalam gas ini cukup tinggi sebesar 45%, sehingga
sebelum masuk ke unit urea perlu dikurangi kadar uap airnya. Maka gas
dimasukan ke CO2 Stripper Overhead Condensor (1110-C) untuk diturunkan
temperaturnya, kemudian dipisahkan kondensatnya di CO2 Stripper Reflux Drum
(1103-F). Kondensat ini dimasukan ke bagian atas CO2 stripper menggunakan
CO2 Stripper Reflux Pump (1108-J) sedangkan gas CO2 yang keluar siap dikirim
ke unit urea.
48

3.2.3.2. Proses Pembentukan Metana (Metanasi)


Gas yang keluar dari CO2 Absorber masih mengandung gas CO dan gas
CO2 sisa yang merupakan racun katalis di Ammonia Converter (105-D), sehingga
perlu diubah menjadi gas CH4 dalam Methanator (106-D). Methanator berisi
katalis NiO sebanyak 19,8 m3. Gas yang masuk Methanator dibatasi kadar CO
dan CO2 nya yaitu maksimum 0,3% dan 0,1% karena setiap 1% CO2 mampu
menaikan temperatur sebesar 72oC sedangkan reaksi pembentukan metana adalah
reaksi eksotermis.
Gas sintesa sebelum memasuki Methanator dilewatkan di CO2 Absorbent
Overhead KO Drum (1113-F) lalu dinaikan temperaturnya di Synthesis Gas
Methanator Feed Exchanger (136-C) dari 71oC menjadi 113oC. Kemudian
dinaikan temperaturnya lagi di Methanator Feed Heater (104-C) menjadi 316oC
dan akhirnya memasuki Methanator. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
NiO
CO(g) + 3H2(g) → CH4(g) + H2 O(g) ∆H = −49,3 kkal/mol

27kg/cm2 ; 316o C
NiO
CO2(g) + 4H2(g) → CH4(g) + 2H2 O(g) ∆H = −39,5 kkal/mol

27kg/cm2 ; 316o C

Reaksi yang terjadi sangat eksotermis sehingga Methanator dilengkapi


dengan sistem interlock yang akan menghentikan aliran gas bila terjadi kenaikan
temperatur hingga 400oC. Gas keluar dari Methanator dengan tekanan 27 kg/cm2
dan temperatur 360oC dengan kadar CO dan CO2 maksimum 10 ppm. Panas dari
gas ini dimanfaatkan untuk pembentukan steam di Methanator Effluent BFW
Heater (114-C) sehingga temperatur turun menjadi 149oC. Kemudian diturunkan
lagi temperaturnya di Methanator Effluent Cooler (115-C) dan Synthesis Gas
Compressor Exchanger Chiller (137-C) menjadi 38oC dan dilewatkan di
Synthesis Gas Compressor Suction Drum (104-F) untuk dipisahkan kondensatnya.
3.2.4. Proses Sintesa Ammonia
Gas keluaran dari Methanator memiliki tekanan 27 kg/cm2. Tekanan ini belum
cukup tinggi untuk reaksi di Ammonia Converter (105-D), oleh karena itu gas perlu
dinaikan tekanannya menggunakan Synthesis Gas And Recovery Compressor (103-J)
yang terdiri dari Low Pressure Case dan High Pressure Case. Gas sintesa masuk ke LP
case untuk dikompresi sehingga tekanannya menjadi 67 kg/cm2 dan temperaturnya
menjadi 177oC. Sebelum ditekan dalam HP case, gas ini diturunkan temperaturnya
dalam Synthesis Gas Methanator Feed Exchanger (136-C) menjadi 123oC, kemudian
diturunkan temperaturnya di Synthesis Gas Compressor Inter Stage Cooler (116-C)
49

menjadi 41oC dan dilewatkan di Synthesis Gas Compressor Interstage Chiller (129-C)
sehingga temperaturnya turun menjadi 8oC. Lalu dilewatkan di Synthesis Gas
Compressor First Stage Separator (105-F) untuk dipisahkan kondensatnya.
Gas keluaran separator dimasukan ke HP case bersama dengan recycle gas dari
Ammonia Converter dan keluar dengan tekanan 151,2 kg/cm2 dengan temperaturnya
66oC. Gas ini mengandung ammonia karena bercampur dengan recycle gas dari
Ammonia Converter. Gas sintesa dari HP case diturunkan temperaturnya di Synthesis
Gas Compressor After Cooler (124-C), Feed And Recycle Gas First Stage Chiller (117-
C), Feed And Recycle Gas Second Stage Chiller (118-C), Feed And Recycle Gas Third
Stage Chiller (119-C) dan Ammonia Converter Feed Gas And Recycle Exchanger (120-
C) sehingga temperaturnya turun menjadi -23oC. Pada temperatur -23oC, komponen
ammonia akan mencair dalam Secondary Ammonia Separator (106-F). Disini ammonia
terpisah dari gas sintesa sehingga kadar ammonia dalam gas sintesa turun dari 9%
menjadi 2% mol dan selanjutnya ammonia dialirkan ke seksi pemurnian ammonia.
Sedangkan gas sintesa dinaikan temperaturnya di Ammonia Converter Feed Gas And
Recycle Exchanger (120-C) dan di Ammonia Converter Feed Effluent Exchanger (121-
C) sehingga temperaturnya naik menjadi 141oC.
Gas sintesa masuk ke Ammonia Converter (105-D) dari bagian atas dan bagian
bawah Converter. Ammonia Converter terdiri dari empat buah bed katalis promoted
iron dengan ukuran (1,5 – 3) mm, dipisahkan oleh ruang antar bed untuk keperluan
quenching. Dinding Ammonia Converter dibuat rangkap dengan ruang antara yang
disebut anulus.
Gas umpan yang masuk dari bagian bawah, mengalir dalam anulus menuju ke
puncak converter sambil menyerap panas hasil reaksi sintesis ammonia di dalam bed
dan masuk dalam bed katalis melalui shell exchanger. Selanjutnya gas mengalir pada
tiap-tiap bed katalis, sedangkan aliran dari atas converter digunakan untuk keperluan
quenching sebelum gas masuk ke bed selanjutnya. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
promoted iron
N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g) ∆H = −92,44 kJ/mol

147,6 kg/cm2 ; 450o C

Reaksi tersebut bersifat eksotermis dan konversi yang dicapai saat kesetimbangan
adalah 14,7%, dengan adanya quenching berulang maka temperatur dapat dikontrol
sehingga konversi dapat optimal.
Gas hasil reaksi keluar dari bed keempat melalui pipa di tengah converter dan
naik ke puncak converter. Temperatur gas ini sebesar 284oC dengan tekanan 142
50

kg/cm2. Panas gas ini dimanfaatkan untuk pembentukan steam di Ammonia Converter
Effluent BFW Exchanger (123-C) dan dilewatkan di Ammonia Converter Feed Effluent
Exchanger (121-C) sehingga temperaturnya turun menjadi 43oC. Untuk mengurangi
kadar inert seperti CH4 dan Ar, sebagian gas di purging di Purge Gas Separator (108-
F) yang sebelumnya telah diturunkan temperaturnya di Purge Gas Chiller (125-C)
kemudian gas di recycle melalui HP Case Synthesis Gas And Recycle Compressor
(103-J). Tujuan pengurangan kadar inert supaya tidak merubah kesetimbangan reaksi
maupun meracuni katalis.
3.2.5. Proses Pemisahan dan Pemurnian Produk
Adanya produk ammonia dalam aliran recycle gas akan mempengaruhi
kesetimbangan reaksi sehingga konversi ammonia akan berkurang, oleh karena itu
ammonia yang ada perlu dipisahkan dari recycle gas. Pemisahan dilakukan dengan
mengembunkan ammonia melewati Feed And Recycle Gas First Stage Chiller (117-C),
Feed And Recycle Gas Second Stage Chiller (118-C), Feed And Recycle Gas Third
Stage Chiller (119-C).
Mula-mula gas diturunkan temperaturnya dengan cooling water di Synthesis Gas
Compressor After Cooler (124-C), kemudian aliran dibagi menjadi dua, aliran pertama
dilewatkan di chiller 117-C dan 118-C, sedangkan aliran kedua diturunkan
temperaturnya di Ammonia Converter Feed Gas And Recycle Exchanger (120-C) yang
sekaligus pemanas gas umpan Ammonia Converter (105-D). Kedua aliran bergabung
menuju chiller 119-C. Temperatur gas keluar dari 119-C yaitu -23oC dengan tekanan
151,2 kg/cm2.
Selanjutnya gas dimasukan ke Secondary Ammonia Separator (106-F) untuk
memisahkan ammonia cair dari gas sintesa. Gas sintesa kemudian dinaikan
temperaturnya di 120-C dan 121-C lalu dikirim ke Ammonia Converter (105-D),
sedangkan ammonia cairnya dikirim ke Primary Ammonia Separator (107-F).
Dalam Primary Ammonia Separator ini juga ada penambahan sebagian kecil
ammonia cair dari Purge Gas Separator (108-F). Tekanan di 107-F yaitu 17,2 kg/cm2
sehingga gas inert yang masih ada, akan keluar dari bagian atas separator dan dikirim
ke fuel gas system. Ammonia cair keluar melalui bagian bawah separator 107-F
menuju ke Third Stage Refrigerant Flash Drum (112-F) dan Second Stage Refrigerant
Flash Drum (111-F).
Pemisahan kandungan inert dalam ammonia juga dilakukan dengan cara flashing
dalam tiga buah flash drum yaitu First Stage Refrigerant Flash Drum (110-F) pada
51

tekanan 6 kg/cm2, Second Stage Refrigerant Flash Drum (111-F) pada tekanan 2,3
kg/cm2 dan Third Stage Refrigerant Flash Drum (112-F) pada tekanan 0,04 kg/cm2.
Uap yang terbentuk dikompresi di Refrigerant Compressor (105-J) sehingga tekanan
menjadi 2,3 kg/cm2. Uap ammonia dari LP Case Refrigerant Compressor, Flash Drum
111-F dan Flash Drum 110-F diumpankan ke HP Case Refrigerant Compressor. Keluar
dari HP Case Refrigerant Compressor, gas sudah bertekanan 17,9 kg/cm2 yang
selanjutnya diturunkan temperaturnya di Refrigerant Condensor (127-C) dan
dipisahkan di Refrigerant Receiver (109-F).
Dalam Refrigerant Receiver, pada tekanan 16,5 kg/cm2 kandungan inert dan
sedikit ammonia akan menguap dan menuju ke Flash Gas Chiller (126-C). Di dalam
Flash Gas Chiller, ammonia yang menguap dapat terkondensasi kemudian
dikembalikan ke Flash Drum 110-F, sedangkan gas inertnya akan dikirim ke fuel gas
system.
Sebagian ammonia cair dari refrigerant receiver dikembalikan ke Flash Drum
110-F dan sebagian lagi dipompa dengan Hot Ammonia Product Pump (125-J) menuju
ke unit urea pada tekanan 20 kg/cm2 dan temperatur 30oC. Sedangkan ammonia yang
tertampung di flash drum 110-F dan 111-F digunakan sebagai pendingin chiller –
chiller 117-C, 118-C, 119-C, 125-C, 126-C, dan 129-C. Ammonia cair keluaran dari
flash drum 110-F dan 111-F ditampung di 112-F. Dari 112-F sebagian besar ammonia
dipompa menggunakan Cold Ammonia Product Pump (124-J) menuju ke ammonia
storage pada tekanan 3,7 kg/cm2 dan temperatur -33oC.
3.3. Diagram Alir Proses Pembuatan Ammonia
Diagram alir proses pembuatan ammonia PT Pupuk Kujang dapat dilihat pada
Gambar 3.

Anda mungkin juga menyukai