Anda di halaman 1dari 11

A.

Definisi Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana
rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan
dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami
gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara
lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang),
sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono,
2004).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu
itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien
yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)

2. Tanda dan Gejala Halusinasi


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
3. Tahapan/Tingkatan Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), terdiri dari 4 fase :
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini
klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.

Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama
jika akan berhubungan dengan orang lain.

Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

4. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b.Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penciuman:
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah,
urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.

f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Menurut Stuart, 2007)

B. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu
yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
- Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
- Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di
luar dirinya.
- Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
- Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
- Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
- Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
- Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau
kurang.
- Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang
berlaku.
- Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang
berlaku.
- Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.
- Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

B. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

C. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:


1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

E. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. (Stuart, 2007).

II. Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian


Konsep Dasar Keperawatan
Menurut Carpenito (1998) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan
proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga
atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah
atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam
menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian
proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:

a. Identitas klien dan penanggung


Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat.

b. Alasan masuk rumah sakit


Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah
sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

c. Faktor predisposisi
1). Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.

2). Faktor komunikasi dalam keluarga


a. Komunikasi peran ganda.
b. Tidak ada komunikasi.
c. Tidak ada kehangatan.
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan.
e. Komunikasi tertutup.
f. Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik
orang tua.

3). Faktor sosial budaya


Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.

4). Faktor psikologis


Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri
rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5). Faktor biologis


Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan
bentuk sel korteks dan limbik.

6). Faktor genetik


Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

d. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi
di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.

e. Faktor Pemicu
1. Kesehatan : Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.

2. Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja),
stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.

3. Sikap : Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal
(kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi),
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual),
bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan
sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak
adekuatan penanganan gejala.

4. Perilaku : Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak
nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila
perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian
selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a). Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika
halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau
apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan
apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b). Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa
kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat
penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu
perhatian saat mengalami halusinasi.
c). Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.

d). Respon Klien


Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,
tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1). Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4). Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5). Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6). Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7). Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.
8). Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
9). Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10). Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11). Memori
a. Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung
sederhana.
13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.

Kebutuhan persiapan pulang


yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.

Mekanisme koping
1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan
dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:
- Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
- Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
- Isolasi sosial : menarik diri.
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
- Intoleransi aktifitas.
- Defisit perawatan diri.

III. Diagnosa Keperawatan


- Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
- Isolasi Sosial : Menarik Diri
- Resti Perilaku Kekerasan
- Resti Mencederai diri (BD)

IV. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan
Pasien mampu :
- Mengenali halusinasi yang dialaminya
- Mengontrol halusinasinya
- Mengikuti program pengobatan

Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan, pasien SP I
dapat menyebutkan : - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya,
- Isi, waktu, frekuensi, situasi frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi)
pencetus, perasaan - Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
- Mampu memperagakan cara Tahapan tindakannya meliputi :
dalam mengontrol halusinasi - Jelaskan cara menghardik halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan, pasien SP 2
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
- Menyebutkan kegiatan yang- Latih berbicara / bercakap dengan orang lain saat
sudah dilakukan halusinasi muncul
- Memperagakan cara - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
bercakap-cakap dengan orang
lain
Setelah ….x pertemuan pasien SP 3
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Menyebutkan kegiatan yang- Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
sudah dilakukan dan Tahapannya :
- Membuat jadwal kegiatan - Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
sehari-hari dan mampu halusinasi
memperagakannya. - Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
- Latih pasien melakukan aktivitas
- Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih (dari bangun pagi sampai tidur malam)
Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang (+)

Setelah ….x pertemuan, pasien SP 4


mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
- Menyebutkan kegiatan yang- Tanyakan program pengobatan
sudah dilakukan - Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
- Menyebutkan manfaat dari - Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program
program pengobatan - Jelaskan akibat bila putus obat
- Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat
- Jelaskan pengobatan (5B)
- Latih pasien minum obat
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan SP 1
keluarga mampu menjelaskan - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
tentang halusinasi - Jelaskan tentang halusinasi :
- Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang dialami pasien
- Tanda dan gejala halusinasi
- Cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian
obat & pemberian aktivitas kepada pasien)
- Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau
- Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ….x pertemuan SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
- Menyelesaikan kegiatan - Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
- Memperagakan cara
merawat pasien
Setelah ….x pertemuan SP 3
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
- Menyebutkan kegiatan yang- Latih keluarga merawat pasien
sudah dilakukan - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
- Memperagakan cara
merawat pasien serta mampu
membuat RTL
Setelah ….x pertemuan SP 4
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga
- Menyebutkan kegiatan yang- Evaluasi kemampuan pasien
sudah dilakukan - RTL Keluarga :
- Melaksanakan Follow Up - Follow Up
rujukan - Rujukan

DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,
2000

Anda mungkin juga menyukai