Anda di halaman 1dari 17

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

DAN
DEWAN PENGAWAS SYARI’AH

1. Pendahuluan
Industri perbankan syari’ah seharusnya dijalankan berdasarkan prinsip dan sistem
syari’ah. Karena itu, kesesuaian operasi dan praktek bank syariah dengan syari’ah
merupakan landasan dasar dalam perbankan syari’ah. Untuk tujuan itulah semua perbankan
yang beroperasi dengan sistem syari’ah wajib memiliki institusi internal yang independen,
yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut berjalan sesuai syariah Islam,
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Perbankan No: 10 tahun 1998 yang menyebutkan
bahwa bank syari’ah mesti memiliki Dewan Pengawas Syari’ah.
Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air
akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syari’ah pada setiap lembaga keuangan,
dipandang perlu didirikan Dewan Syari’ah Nasional yang akan menampung berbagai
masalah atau kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya
dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah.
Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para
ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi atau
keuangan. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan
ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
Dengan demikian dalam makalah ini akan dibahas mengenai Dewan Syari’ah
Nasional dan Dewan Pengawas Syari’ah, beserta tugas dan wewenangnya di Lembaga
Keuangan Syari’ah.

1
2. Pembahasan
2.1 Dewan Syari’ah Nasional
2.1.1 Dasar Hukum Terbentuknya Dewan Syari’ah Nasional
Dewan Syari’ah Nasional dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dengan tugas
mengawasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syari’ah untuk mendorong
penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam kegiatan perekonomian dan keuangan.1
Sebagaimana dalam Keputusan Dewan Syari’ah Nasional No: 01 tahun 2000
tentang Pedoman Dasar Dewan Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI), atas pedoman
Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia Periode 1995-2000, dan
Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indosesia No : Kep-754/MUI/II/99
tentang pembentukan Dewan Syari’ah Nasional. Maka dibentuklah Dewan Syari’ah
Nasional dengan dasar pemikiran sebagai berikut :
a. Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air
akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap lembaga keuangan,
dipandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional yang akan menampung berbagai
masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam
penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga
keuangan syariah.
b. Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi
para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah
ekonomi/keuangan.
c. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan
ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
d. Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan
masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidangn ekonomi dan keuangan.2
Otoritas syari’ah tertinggi di Indonesia berada pada Dewan Syari’ah Nasional –
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang merupakan lembaga independen dalam

1
Tim Penulis Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional, (Jakarta: Pointermasa, 2003), Cet 2., hlm. 279.
2
Ibid., 281.

2
mengeluarkan fatwa yang berhubungan dengan semua masalah syari’ah, baik masalah
ibadah maupun mu’amalah, termasuk masalah ekonomi, keuangan dan perbankan.3
Keberadaan Dewan Syari’ah Nasional (DSN) di luar struktur Bank Sentral
membuat otoritas fatwa ini independen, dan diakui secara nasional dalam mengeluarkan
keputusan dan fatwa yang berkaitan dengan masalah-masalah syari’ah yang dihadapi oleh
perbankan dan Lembaga Keuangan Syari’ah lainnya. Namun demikian, karena
beragamnya urusan yang ditangani oleh DSN dan tidak adanya spesialisasi khusus di
bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan syari’ah, tanggapan DSN terhadap masalah
yang dihadapi oleh Lembaga Keuangan Syari’ah menjadi kurang responsif dan terlambat
memenuhi kebutuhan pasar.

2.1.2 Kedudukan, Status dan Anggota


Adapun kedudukan, status dan anggota yang dimiliki oleh Dewan Syari’ah
Nasional adalah sebagai berikut :
a. Dewan Syari’ah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia.
b. Dewan Syari’ah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departement Keuangan,
Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk Lembaga
Keuangan Syari’ah.
c. Anggota Dewan Syari’ah Nasional terdiri dari para ulama, praktisi dan para pakar
dalam bidang yang terkait dengan muamalah syari’ah.
d. Anggota Dewan Syari’ah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti
4 (empat) tahun.4
Dalam Keputusan Dewan Syari’ah Nasional No: 02 tahun 2000 tentang Pedoman
Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (PRTD SN-MUI)
pada pasal 1, juga dimuat mengenai kedudukan dan status Dewan Syari’ah Nasional,
diantaranya :
(1) DSN berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari keberadaan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
(2) DSN merupakan satu-satunya badan yang berwenang dan mempunyai tugas utama
untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan

3
Ascarya, ed, Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)., hlm. 206.
4
Op.cit., hlm 283.

3
syari’ah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga
keuangan syari’ah di Indonesia.5
Secara jelasnya mengenai Keanggotaan, Hak dan Kewenangan, dinyatakan pada
pasal 2 Keputusan Dewan Syari’ah Nasional No: 02 tahun 2000, diantaranya :6
(1) DSN beranggotakan para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait
dengan perekonomian dan mu’amalah syari’ah serta memiliki akhlak karimah.
(2) a. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat) tahun.
b. Setelah jangka waktu tersebut, yang bersangkutan dapat diperimbangkan untuk
diangkat kembali selama-lamanya dua periode.
(3) a. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DSN dibantu oleh suatu badan yang
dinamakan Badan Pelaksana Harian Dewan Syari’ah Nasional, disingkat BPH-
DSN.
b. Anggota BPH-DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI.
(4) a. Anggota DSN berhak mendapat bantuan transport rapat.
b. Anggota BPH-DSN diberi bantuan transport bulanan.
(5) Bantuan transport anggota DSN dan BPH-DSN dibebankan pada anggaran tahunan
DSN.
(6) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2)
diatas, DSN mempunyai kewenangan untuk:
a. memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai
anggota Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada suatu Lembaga Keuangan
Syari’ah, dengan memperhatikan pertimbangan dari BPH-DSN.
b. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di setiap Lembaga Keuangan Syari’ah
dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
c. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM.
d. Memberikan peringatan kepada Lembaga Keuangan Syari’ah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.

5
Ibid., hlm. 286.
6
Ibid., hlm. 286-288

4
Sebagaimana yang telah dilihat dalam pasal-pasal keputusan Dewan Syari’ah
Nasional diatas, tergambarlah suatu cakupan mengenai kedudukan dan peran DSN dalam
kelembagaan yang independen dalam memutuskan perkara-perkara yang berkaitan
dengan kegiatan pada Lembaga Keuangan Syari’ah. Disamping itu DSN juga dibantu
oleh BPH-DSN dalam mengimplementasikan dan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis
kegiatan, produk, dan jasa keuangan syari’ah, serta mengawasi penerapan fatwa
dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syari’ah. Kemudian memberikan atau
mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota Dewan Pengawas
Syari’ah (DPS) pada suatu Lembaga Keuangan Syari’ah.

2.1.3 Tugas dan Wewenang


a) Dewan Syariah Nasional bertugas:
1. Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.7
b) Dewan Syariah Nasional berwenang:
1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing
lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank
Indonesia.
3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan
duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.
4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam
pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam
maupun luar negeri.

7
Majelis Ulama Indonesia. 2009. Tentang Dewan Syari’ah Nasional.
http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:tentang-dewan-syariah-
nasional&catid=39:dewan-syariah-nasional&Itemid=58. 2 Juni 2011

5
5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila
peringatan tidak diindahkan.8

2.1.4 Mekanisme Kerja


Dalam menerapkan kerjanya, maka Dewan Pengawas Syari’ah harus
memperhatikan aspek-aspek sebagaimana yang telah ditetapkan oleh MUI, diantaranya:
a. Dewan Syariah Nasional mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan
Pelaksana Harian DSN.
b. Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga
bulan, atau bilamana diperlukan.
c. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan
(annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak
memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional.9

2.2 Dewan Pengawas Syari’ah


2.2.1 Dasar Hukum Terbentuknya Dewan Pengawas Syari’ah
Dewan Pengawas Syari’ah adalah bagian dari Lembaga Keuangan Syari’ah yang
bersangkutan, yang menempatkannya atas persetujuan Dewan Syari’ah Nasional.10
Sebagaimana dalam Keputusan Dewan Pengawas Syari’ah No: 03 tahun 2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syari’ah Pada Lembaga
Keuangan Syari’ah, bahwa kehadiaran Dewan Pengawas Syari’ah pada Lembaga
Keuangan Syari’ah mutlak diperlukan, sebagai wakil DSN yang ditempatkan pada
Lembaga Keuangan Syari’ah. Oleh karena itu, DSN perlu menetapkan keputusan tentang
petunjuk pelaksanaan penetapan anggota Dewan Pengawas Syari’ah pada Lembaga
Keuangan Syari’ah.11

8
Ibid.
9
Tim Penulis Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Op.cit., hlm. 283
10
Ibid., hlm. 294.
11
Ibid., hlm. 293.

6
Dewan Pengawas Syariah (DPS) berkewajiban secara langsung melihat
pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan
yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia
(MUI). DPS melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi harus
sesuai dengan syari’ah, dan yang paling utama sekali mengesahkan dan mengawasi
produk-produk perbankan syari’ah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-
undang yang berlaku.
Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ayat 2 dan 3 pasal 19 tanggal 12
Mei 1999, disebutkan bahwa :12
“Bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di
kantor pusat bank (Head Office). Persyaratan sebagai anggota Dewan
Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional.”

Salah satu perbedaan yang mendasar dalam struktur organisasi Bank


konvensional dan Bank Syari’ah adalah kewajiban memposisikan Dewan Pengawas
Syariah (DPS) pada perbankan syari’ah. Demikian juga halnya di Indonesia,
sedangkan di Bank konvensional tidak ada aturan yang demikian. Dewan Pengawas
Syari’ah merupakan satu dewan pakar ekonomi dan ulama yang menguasai bidang
fiqh mu’amalah yang berdiri sendiri dan bertugas mengamati dan mengawasi
operasional Bank dan semua produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan-
ketentuan syariat Islam. Dewan pengawas Syari’ah mesti melihat secara teliti
bagaimana bentuk-bentuk perikatan atau akad yang dilaksanakan oleh institusi
keuangan syariah.

2.2.2 Kedudukan Dewan Pengawas Syariah


Di indonesia, otoritas masalah keagamaan berada dibawah Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Dengan berkembangnya lembaga keuangan Islam di Indonesia, maka
berkembang pula jumlah DPS. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kebingungan
dikalangan umat akibat banyak dan beragamnya DPS, MUI sebagai payung dari lembaga
dan organisasi keislaman di Indonesia menganggap perlu dibentuknya suatu Dewan
Syari’ah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan. Pada bulan

12
Heri Sudarsono, “Hukum Islam,” Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (Shari’a Supervisory
Board) Dalam Perbankan Syariah di Indonesia. Vol. IV. No. 2, Desember 2005., hlm. 161.

7
Juli 1997 dalam acara Lokakarya Reksadana Syari’ah dihasilkan rekomendasi
pembentukan Dewan Syari’ah Nasional (DSN). Lembaga ini didirikan pada tahun yang
sama dan merupakan badan otonom MUI yang diketuai secara eks-oficio oleh Ketua
MUI. Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari DSN dilaksanakan oleh Badan Pelaksana
Harian DSN. Bagi perusahaan yang akan membuka Bank Islam atau cabang syari’ah dari
Bank konvensional atau lembaga keuangan syari’ah lainnya, mereka harus mengajukan
rekomendasi anggota DPS kepada DSN.13
DPS biasanya diletakkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris pada
setiap Bank. Ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang dikeluarkan oleh DPS.
Karena itu biasanya penetapan anggota DPS dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham, setelah para anggota DPS itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syari’ah
Nasional.14
Dengan demikian, kedudukan DPS sangat diperlukan pada suatu Lembaga
Keuangan Syari’ah, agar praktek-praktek yang dilakukan oleh perbankan dalam
menerapkan prinsip Islam dapat diawasi dan dimonitoring oleh DPS. Begitupun dengan
jabatan yang dimiliki DPS, sehingga DPS diletakkan setingkat dengan Dewan Komisaris
pada setiap Bank yang memakai konsep Islami, baik itu Bank konvensional maupun
lembaga-lembaga keuangan syari’ah lainnya. Posisi yang demikian bertujuan agar Dewan
Pengawas Syariah lebih berwibawa dan mempunyai kebebasan pandangan dalam
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua direksi di Bank tersebut
dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan aplikasi produk perbankan syari’ah.
Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) di perbankan syari’ah memiliki peran penting
dan strategis dalam penerapan prinsip syari’ah di Bank syari’ah. DPS bertanggung jawab
untuk memastikan semua produk dan prosedur Bank syari’ah sesuai dengan prinsip
syari’ah. Karena pentingnya peran DPS tersebut, maka dua Undang-Undang di Indonesia
mencantumkan keharusan adanya DPS tersebut di perusahaan syari’ah dan lembaga
perbankan syari’ah, yaitu Undang-Undang UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Dengan demikian,

13
Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2003) cet I., hlm. 28-29.
14
Budi Setyanto, et al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 1., hlm. 295.

8
secara yuridis, Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) di lembaga perbankan menduduki posisi
yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis.
Menurut UU No 40 Tahun 2007 Pasal 109 :
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah selain
mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syari’ah.
(2) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang
ahli syari’ah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai
dengan prinsip syari’ah.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap perusahaan yang berbadan hukum
Perseroan Terbatas wajib mempunyai Dewan Pengawas Syari’ah. Sejalan dengan itu,
Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :
(1) Dewan Pengawas Syari’ah wajib dibentuk di Bank Syari’ah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS.
(2) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat
Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar
sesuai dengan Prinsip Syari’ah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syari’ah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Berdasarkan kedua Undang-Undang tersebut kedudukan DPS sudah jelas dan
mantap serta sangat menentukan pengembangan bank syariah dan perusahaan syari’ah.

9
2.2.3 Peranan, Fungsi dan Tugas Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peranan yang sangat penting
dalam perbankan atau institusi keuangan syariah yaitu:15
a. Membuat persetujuan garis panduan operasional produk perbankan syariah
tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disusun oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN).
b. Membuat pernyataan secara berkala pada setiap tahun tentang bank syariah yang
berada dalam pengawasannya bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai
dengan ketentuan syariah. Dalam laporan tahunan (annual report) institusi syariah,
maka laporan dari Dewan Pengawas Syariah mesti dibuat dengan jelas.
c. Dewan Pengawas Syariah wajib membuat laporan tentang perkembangan dan
aplikasi sistem keuangan syariah di institusi keuangan syariah khususnya bank
syariah yang berada dalam pengawasannya, sekurang-kurangnnya enam bulan
sekali.16 Laporan tersebut diberikan kepada Bank Indonesia yang berada di Ibu kota
provinsi dan atau Bank Indonesia di Ibu kota negara Indonesia-Jakarta.
d. Dewan Pengawas Syariah juga berkewajiban meneliti dan membuat rekomendasi
jika ada inovasi produk-produk baru dari bank yang diawasinya. Dewan inilah
yang melakukan pengkajian awal sebelum produk yang baru dari bank syariah
tersebut diusulkan, diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN).
e. Membantu sosialisasi perbankan atau institusi keuangan syariah kepada
masyarakat.
f. Memberikan masukan (input) bagi pengembangan dan kemajuan institusi kewangan
syariah.
Dalam Keputusan Dewan Syari’ah Nasional No: 02 tahun 2000 tentang Pedoman
Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (PRTD SN-MUI)
pada pasal 4 mengenai fungi dan tugas DPS, diantaranya:17
(5) DPS pada setiap Lembaga Keuangan mempunyai tugas poko sebagai berikut:

15
Ibid., hlm. 161-162.
16
Surat Edaran dari Bank Indonesia kepada Bank-bank syariah di Indonesia pada bulan Februari 2005.
17
Tim Penulis Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Op.cit., hlm. 290-291.

10
a. Memberikan nasehat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan
pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan aspek syari’ah.
b. Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif, teruma dalam
pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan pengarahan/pengawasan atas
produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari’ah.
c. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syari’ah dengan DSN dalam
mengkomunikasi usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga
keuangan syari’ah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
(6) DPS berfungsi sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga keuangan
syari’ah wajib:
a. Mengikuti fatwa DSN.
b. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN.
c. Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan syari’ah yang
diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.
(7) Setiap calon anggota DPS dipilih dari para ulama, praktisi dan pakar di bidangnya
masing-masing yang berdomisisli dan tidak berjauhan dengan lokasi lembaga
keuangan syari’ah yang bersangkutan.
(8) Calon DPS dapat diajukan oleh lembaga keuangan syari’ah bersangkutan, sekurang-
kurangnya satu orang disertai rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia untuk
mendapat pengukuhan DSN.
(9) Untuk mngefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsi DPS pada lembaga keuangan
syari’ah, setiap anggota DPS diberikan bantuan uang transport yang dibebankan pada
lembaga keuangan syari’ah yang bersangkutan.

2.2.4 Posisi Dewan Pengawas Syari’ah pada Bank Syari’ah


Masing-masing Bank atau institusi keuangan syariah mempunyai struktur
organisasi yang tersendiri sesuai dengan kebutuhan dari institusi tersebut dalam
menjawab tantangan ke depan. Posisi Dewan Pengawas Syariah (DPS) secara garis
besar dapat dilihat pada tabel berikut:

11
STRUKTUR ORGANISASI BANK UMUM SYARIAH

*Note : Inilah adalah struktur organisasi yang sederhana, untuk lebih


lengkapnya bisa dilihat pada masing-masing Bank Syariah yang memiliki cirri-ciri khas
tersendiri

STRUKTUR ORGANISASI BANK SYARIAH


(BANK SYARIAH MANDIRI)

*SUMBER: Annual Report Bank Syariah Mandiri Tahun 2002

12
STRUKTUR ORGANISASI BPRS

*Sumber data: BPRS Hasanah, Pekanbaru, Riau, tahun 2002.

STRUKTUR ORGANISASI
UNIT USAHA SYARIAH DI BANK KONVENSIONAL

13
Berdasarkan struktur organisasi perbankan syari’ah diatas, maka dapat diketahui
bagaimana kedudukan Dewan Pengawas Syariah dalam satu perbankan syariah,
Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS). Dewan pengawas syariah dalam struktur organisasi Bank Syari’ah
diletakkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap Bank Syari’ah.
Posisi yang demikian bertujuan agar Dewan Pengawas Syariah lebih berwibawa dan
mempunyai kebebasan opini dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
semua direksi di bank tersebut dalam hal-hal yang berhubungan dengan aplikasi
produk perbankan syariah. Oleh sebab itu penetapan anggota Dewan Pengawas
Syariah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham perseroan dari suatu Bank
Syariah setelah nama-nama anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut mendapat
mengesahan dari Dewan Syariah Nasional.

2.3 Hubungan Antara Dewas Syari’ah Nasional dengan Dewan Pengawas Syari’ah
Dengan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap Bank Umum Syariah
yang berpusat di ibu kota negara Indonesia-Jakarta, maka tidak menolak
kemungkinan timbulnya berbagai perbedaan pendapat tentang beberapa produk
perbankan syariah antara satu Bank Syariah dengan Bank Syariah yang lain. Hal in
akan membingungkan para nasabah untuk menyatukan persepsi umat Islam terhadap
perbankan syariah di Indonesia. Oleh sebab itu didirikanlah Dewan Syariah Nasional
yang mengetuai semua institusi keuangan syariah di Indonesia.
Berdasarkan peraturan yang diberlakukan di negara Indonesia, Bank Umum
syariah, Unit Usaha Syariah (UUS) dan BPRS wajib mempunyai dewan pengawas
syariah yang berkedudukan di kantor pusat Bank Umum Syariah, UUS dan BPRS.
Syarat-syarat anggota Dewan Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan
Syariah Nasional. Dewan ini berfungsi mengawasi kegiatan usaha BPRS agar sesuai
dengan prinsip syariah dengan berpedoman kepada fatwa Dewan Syariah Nasional.18
Disisi lain, Dewan Syariah Nasional dapat memberikan teguran kepada institusi
keuangan syariah jika suatu institusi keuangan syariah telah menyimpang dari garis

18
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR, tentang Bank Perkreditan Rakyat
Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia. No. 32/34/KEP/DIR,
tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Lihat Pasal 19 dan 20, Bab V.

14
panduan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional setelah terlebih dahulu
menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah di institusi keuangan syariah tersebut.
Jika institusi keuangan syariah tidak mempedulikan teguran yang diberikan oleh Dewan
Syariah Nasional, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai kuasa untuk
memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen atau Jabatan Keuangan
Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut
tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

3. Kesimpulan
Dewan Syari’ah Nasional dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dengan tugas
mengawasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syari’ah untuk mendorong
penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam kegiatan perekonomian dan keuangan. Otoritas
syari’ah tertinggi di Indonesia berada pada Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI), yang merupakan lembaga independen dalam mengeluarkan fatwa
yang berhubungan dengan semua masalah syari’ah, baik masalah ibadah maupun
mu’amalah, termasuk masalah ekonomi, keuangan dan perbankan.
Dewan Pengawas Syari’ah adalah bagian dari Lembaga Keuangan Syari’ah yang
bersangkutan, yang menempatkannya atas persetujuan Dewan Syari’ah Nasional. Peranan
Dewan Pengawas Syari’ah sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga
perbankan syariah. Menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-
98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI bahwa DSN memberikan tugas
kepada DPS untuk (1) melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan
syariah, (2) mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN; (3) melaporkan perkembangan
produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-
kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran; (4) merumuskan permasalahan yang
memerlukan pembahasan dengan DSN.
Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi
keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam
modern. Kesalahan besar perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat DPS karena
kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di
bidang ekonomi dan perbankan syari’ah.

15
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ascarya, ed, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Majelis Ulama Indonesia. 2009. Tentang Dewan Syari’ah Nasional.


http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:tentang-dewan-
syariah-nasional&catid=39:dewan-syariah-nasional&Itemid=58. 2 Juni 2011

Setyanto, Budi, et al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2006. Cet. 1.

Sudarsono, Heri. “Hukum Islam,” Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (Shari’a
Supervisory Board) Dalam Perbankan Syariah di Indonesia. Vol. IV. No. 2, Desember
2005.

Surat Edaran dari Bank Indonesia kepada Bank-bank syariah di Indonesia pada bulan Februari
2005.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR, tentang Bank Perkreditan
Rakyat Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia. No. 32/34/KEP/DIR, tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.

Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan
Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2003. Cet I.

Tim Penulis Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional, Jakarta: Pointermasa, 2003. Cet 2.

16
MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
Tentang

DEWAN SYARI’AH NASIONAL


DAN
DEWAN PENGAWAS SYARI’AH
Dipresentasikan Pada Mata Kuliah Lembaga Keuangan Syari’ah

Oleh :

Husnal Prima
NIM : 088101385

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. Amiur Nuruddin, MA

KOSENTRASI EKONOMI ISLAM


PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1432 H/ 2011 M

17

Anda mungkin juga menyukai