Anda di halaman 1dari 17

Analisa Produktifitas Peledakan Untuk Mencapai Target

Produksi Peledakan
Peledakan pada kegiatan penambangan merupakan salah atu cara yang efektif untuk
pemberaian batuan yang secara fisik bersifat keras dan peledakan dilakukan agar proses
pemberaian batuan penutup terjadi secara singkat dan waktu yang digunakan pun cukup
cepat.

Dalam suatu kegiatan peledakan (blasting), fragmentasi dan pelemparan batuan (flyrock)
adalah merupakan dua akibat mendasar dari kegiatan peledakan yang harus diperhatikan.
Salah satu penilaian terhadap keberhasilan suatu operasi peledakan pada areal tambang
adalah tercapainya suatu tingkat fragmentasi batuan sesuai dengan yang direncanakan. Pada
perusahaan tambang fragmentasi batuan hasil peledakan yang dibutuhkan harus sesuai
dengan kapasitas alat muat dan alat angkut yang akan digunakan setelah proses peledakan
tersebut.

Analisa Produktifitas Peledakan

Landasan Teori dan Metodologi Pemecahan Masalah


Landasan Teori
A. Klasifikasi batuan

1. Batuan Beku ~ terjadi dari pembekuan magma yang mengalami proses pendinginan
dan membentuk kristal sacara perlahan-lahan.
2. Batuan Sedimen ~ terbentuk dari proses pengendapan material-material hasil
pelapukan yang tersusun secara berlapis menurut urutan waktu pengendapan.
3. Batuan Metamorf ~ Terjadi dari suatu proses rekristalisasi yang terjadi pada
temperatur dan tekanan yang tinggi. Sifat-sifat dari batuan yang dihasilkan tergantung
pada batuan yang terkena metamorfosa dan seberapa jauh deformasi yang
berhubungan dengan prosesnya.

B. Sifat-sifat teknis batuan


Sebelum melakukan kegiatan peledakan, seorang juru ledakharus mengetahui sifat-sifat
teknis batuan yang akan dilakukan peledakan karena hal tersebut akan mempengaruhi
kegiatan pemboran untuk lubang ledak tersebut. Sifat-sifat teknis batuan itu terdiri dari :

1. Kekerasan ~ merupakan daya tahan dari suatu bidang permukaan halus abrasinya.
Kekerasan batuan dapat juga digunakan untuk menyatakan besarnya tegangan yang
menyebabkan kerusakan batuan. ciri-cirinya yaitu : padat, kuat, dan tak mudah pecah
2. Tekstur ~ Dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat looseness, density, porositas, dan
ukuran butir.
3. Abrasivitas ~ yaitu Pengikisan oleh gesekan antara dua material yang mempunyai
daya hancur, atau merupakan parameter yang mempengaruhi keausan mata bor ( dril
bit) dan batang bor (drill dtell). Untuk mengukur dan mengukur keausan mata bor
abrasivitas tergantung pada komposisi batuan yang terkandung didalam batuan
tersebut.
4. Rock Drill Ability ~ Adalah kecepatan penetrasi mata bor kedalam batuan.
5. Rock blast ability ~ Merupakan tahanan terhadap peledakan yang sangat dipengaruhi
oleh keadaan batuan. Batuan yang keras dan padat pada kegiatan peledakan dapat
dikontrol dengan baik. Sedangkan batuan yang banyak terdapat celah, sebagian energi
dari dahan peledak akan hilang kedalam rekahan dan proses peledakan akan sulit
dikontrol. adapun Faktor yang mempengaruhi "Rock Blast Ability" antara lain
patahan, jenis batuan, bidang pelapisan, dan strike-dip formasi batuan.

C. Mekanisme Pecahnya Batuan Akibat Peledakan


Konsep yang dipakai adalah konsep pemecahan dan reaksi-reaksi mekanik dalam batuan
homogen. Sifat mekanis dalam batuan yang homogen akan berbeda dari batuan yang
mempunyai rekahan-rekahan heterogen seperti yang dijumpai dalam pekerjaan peledakan.
Proses pecahnya batuan akibat dari peledakan dibagi dalam tiga proses yaitu : Dynamic
loading, Quasi-static loading, dan release of loading.

1. Proses pemecahan tingkat I ( Dynamic Loading) ~ Pad saat bahan peledak meledak,
tekanan tinggi menghancurkan batuan didaerah sekitar lubang ledak. Gelombang
kejut yang mengakibatkan lubang ledak merambat dengan kecepatan 9000 - 17000
ft/det akan mengakibatkan tegangan tangensial, yang menimbulkan rekahan yang
menjalar dari daerah lubang ledak. rekahan pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 -
2 ms. pada tahap ini terjadi penghancuran batuan disekitar lubang tembak dan energi
ledakan diteruskan ke segala arah.
2. Proses Pemecahan tingkat II (Quasi-static loading) ~ Tekanan sehubungan dengan
gelombang kejut yang meninggalkan lobang ledak pada proses pemecahan tinggkat I
adalah positif. Apabila mencapai bidang bebas akan dipantulkan, tekanan akan turun
dengan cepat, kemudian berubah menjadi negatif dan timbul gelombang tarik.
Gelombang tarik ini merambat kembali didalam batuan. Oleh karena itu batuan lebih
kecil ketahananya terhadap tarikan dari pada tekanan, maka akan terjadinya rekahan-
rekahan primer yang disebabkan karena tegangan tarik dari gelombang yang
dipantulkan. apabila tegangan renggang cukup kuat, akan menyebabkan slambing
atau spalling pada bidang bebas. dalam proses pemecahan tingkat I dan II, fungsi dari
gelombang kejut adalah menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan-rekahan
kecil...... Secar teoritis energi gelombang kejut jumlahnya berkisar antara 5 - 15% dari
energi total bahan peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk
proses pemecahan tingkat akhir. Pada tahap ini energi peledakan yang bergerak
sampai bidang bebas menghancurkan batuan pada dinding jenjang tersebut.
3. Proses pemecahan tingkat III (release of loading) ~ Dibawah pengaruh tekanan yang
sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan maka rekahan radial primer (tingkat II)
akan diperlebar secara cepat oleh kombinasi efek dari tegangan tarik yang disebabkan
kompresi radial dan pembagian (pneumetic wedging). Apabila massa batuan didepan
lubang ledak gagal dalam mempertahankan posisinya bergerak kedepan maka
tegangan tekan tinggi yang berada dalam batuan akan dilepaskan. Efek dari
terlepasnya batuan adalah menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam massa batuan
yang akan melanjutkan pemecahan hasil yang telah terjadi pada proses pemecahan
tingkat II. Rekahan hasil dalam pemecahan tingkat II menyebabkan bidang-bidang
lemah untuk memulai reaksi- reaksi fragmentasi utama pada proses peledakan. Pada
tahapan terakhir ini energi yang dipantulkan oleh bidang bebas pada tahap
sebelumnya akan menghancurkan batuan dengan lebih sempurna.
Gambar 1. Proses Pecahnya Batuan akibat peledakan
D. Fragmentasi Batuan
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukan ukuran setiap bongkah hasil
peledakan. Ukuran fragementasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu
ukuran fragmentasi batuan yang besar 9boulder) diperlukan, misalnya disusun sebagai
penghalang ditepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang
kecil karena penanganan pada kegiatan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi
terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali 9 excavator / shovel) yang akan
memuatnya ke dump truk.
Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak :

1. Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, oleh
karena itu harus dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat.
2. Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak akan menghasilkan
lemparan yang jauh.
3. Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit
dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan fragmentasi kecil.

E. Pengaruh Ledakan Terhadap Batuan


Pengaruh ledakan yang dilakukan menyebabkan timbulnya : daerah hancuran, daerah
retakan, getaran tanah (ground vibration), Dan air blast.

1. Daerah hancuran (crushed zone) ~ terdapat disekitar lubang ledak, dimana batuan
padat akan berubah menjadi butiran-butiran halus berupa serbuk. hal ini dikarenakan
tingginya temperatur dan tekanan gas-gas hasil reaksi peledakan serta tingginya
tekanan detonasi. Ukuran daerah ini tergantung pada jenis bahan peledak dan material
yang akan diledakan.
2. Daerah retakan (fracture zone) ~ terjadi jika tegangan yang ditimbulkan oleh ledakan
lebih besar dari tegangan yang dapat diterima batuan. retakan-retakan yang terbentuk
pertama kali disebabkan oleh tekanan detonasi yang kemudian diperbesar oleh
tekanan peledakan. ukuran daerah ini dipengaruhi oleh jenis batuan dan bahan
peledak. Untuk batuan sedimen ukuran daerah retakan dapat mencapai 40 kali
diameter lubang ledak.
3. Getaran tanah (ground vibration) ~ terjadi pada daerah elastic ( Elastic Zone). Di
daerah ini tegangan yang diterima batuan lebih kecil dari kekuatan batuan sehingga
menyebabkan perubahan bentuk dan volume. Sesuai dengan sifat elastic batuan maka
bentuk dan volumenya akan kembali kekeadaan semula setelah tak ada tegangan yang
bekerja. Perambatan tegangan pada daerah elastic akan menimbulkan gelombang
elastic yang dikenal juga sebagai gelombang seismic.
4. Air Blast ~ adalah gelombang tekanan yang dirambatkan di atmosfer dengan
kecepatan suara. Ada 2 macam air blast : ~ Yang dapat didengar (audible sound)

~ Yang tidak dapat didengar ( subaudible sound)


audible air blast mempunyai frekuensi dibawah 29 Hz.

F. Faktor Yang Mempengaruhi Frakmentasi Batuan


1. Karekteristik batuan , berupa :

 Kekuatan (strenght), Merupakan kekuatan batuan untuk menahan beban atau gaya
yang bekerja pada batuan tanpa terjadi kerusakan pada batuan. Gaya-gaya tersebut
berupa gaya tarik dan gaya tekan.
 Kekerasan, adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap abrasi.
kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material batuan dan dapat
juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk
menyebabkan kerusakan pada batuan.
 Kerapatan (Density), batuan yang mempunyai kerapatan yang tinggi berarti
mempunyai butiran rapat dan padat sehingga memungkinkan penyebaran energi
dalam batuan lebih cepat dan mudah. Batuan yang paling rapat mempunyai
kehilangan energi yang lebih kecil dan cenderung dapat hancur lebih baik.
 Kecepatan Penyebaran Energi (velocity), dapat diartikan sebagai waktu yang
diperlukan energi tekan sampai kebidang bebas dan kemudian kembali lagi.
 Elastisitas, Sifat elastisitas batuan dapat dinyatakan dalam modulus elastisitas, yang
merupakan faktor kesebandingan antara tegangan normal dan tegangan relativnya.
Modulus elastisitas sangat terggantung pada komposisi mineralnya, porositas, jenis
perpindahan dan beban yang diterapkan.
 Plastisitas, merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasitetap setelah
tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum hancur.

2. Struktur Geologi
Struktur Geologi batuan dapat mempengaruhi kelurusan lubang ledak dan kecepatan
pemboran. Sedangkan pda proses peledakan struktur geologi dapat melemahkan gelombang
kejut dan melepaskan serta membuat ketidak simbangan dalam distribusi isian bahan peledak.

3. Pengaruh Air Tanah


Kondisi air tanah juga dapat mempengaruhi hasil dari peledakan. adanya air tanah dapat
memyebabkan terjadinya pendinginan reaksi dan larutnya unsur-unsur bahan peledak oleh
air.
Bahan peledak ANFO (Amonium Nitrat-Fuel Oil) memiliki tingkat ketahanan yang buruk
terhadap air, sehingga apabila ANFO yang digunakan terkontaminasi oleh air maka akan
mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan bahkan bisa menyebabkan terjadinya
gagal ledak.

4. Geometri Pemboran
Geometri pemboran dan pola pemboran dirancang secara terpadu dalam rancangan
peledakan. Geometri pemboran meliputu : Diameter lubang bor, Burden, spasi, kedalaman
lubang bor dan kemiringan.
Geometri pemboran juga meliputi arah pemboran. arah pemboran ada dua yaitu : arah
pemboran tegak dan arah pemboran miring.
Lunang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian jenjang menerima gelombang tekan
yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan (toe) pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan
gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan
diteruskan pad bagian bawah lantai jenjang. Dan energi pada peledakan ini juga tidak cukup
untuk memberikan dorongan untuk melepas batuan dari batuan induknya.
Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk bidang bebas yang
lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang tekan
yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang akan
lebih kecil. Kemiringan lobang tembak sebenarnya tergantung pada lokasi peledakan
dilapangan.

Gambar 2. Arah Pemboran


5. Pola Pemboran
Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas yang
mencukupi. Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan
mendapatkan lobang-lobang tembak secara sistematis. Pola pemboran yang bisa diterapkan
pada tambang terbuka biasanya ada tiga macam pola pemboran yaitu :

 Pola Bujur Sangkar (square pattern) ~ Pola pemboran ini adalah dimana jarak antara
burden dan spasi nya sama panjang yang membentuk bujur sangkar.
 Pola Persegi Panjang (rectangular pattern) ~ dimana ukuran spacing dalam satu baris
lebih besar dari jarak burden yang membentuk pola persegi panjang. umtuk
mendapatkan fragmentasi yang baik , pola ini kurang tepat karena daerah yang tidak
terkena pengaruh peledakan cukup besar.
Gambar 3. Pola pemboran square pattern dan rectangular pattern

 Pola selang-seling ( Staggered pattern) ~ dalam Pemboran ini lobang tembak dibuat
seperti Zi-zag sehingga terbentuk pola segitiga. Dimana jarak spacing besar sama atau
lebih besar dari pada jarak burden. Pada Pola ini daerah yang tidak terkena pengaruh
peledakan cukup kecil dibandingkan dengan pola yang lainya. Namun pada penerapan
dilapangan pola ini cukup sulit melakukan pemboran dan pengaturan lebih lanjut .
Tetapi untuk memperbaiki fragmentasi batuan hasil peledakan maka pola ini lebih
cocok digunakan. Untuk mendapatkan fragmentasi hasil peledakan yang baik , pola
pemboran juga harus diperhatikan. Karena terlihat pada gambar 4 area tidak terkena
peledakan lebih kecil dibandingkan pola pemboran sejajar. Dimana pada area tidak
terkena energi peledakan, batuan tersebut akan berukuran besar atau dapat dikatakan
fragmentasi hasil peledakan berukuran besar (boulder).

Gambar 4. Keuntungan pola pemboran selang seling


G. Peledakan
Peledakan pada perusahaan tambang dilakukan yntuk memberaikan batuan dari batuan
induknya. Dan dilakukan untuk menunjang operasi penggalian yang dilakukan excavator,
karena tujuan dari peledakan itu sendiri membuat fragmentasi sehingga dapat menghasilkan
rekahan pada batuan, yang dapat memudahkan dalam proses penggalian batuan tersebut.

1. Geometri peledakan, merupakan suatu hal yang sangat menentukan hasil peledakan dari
segi fragmentasi yang dihasilkan, rekahan yang diharapkan maupun dari segi jenjang yang
terbentuk. Dalam kegiatan peledakan yang termasuk geometri peledakan adalah : burden,
spasi, stemming, subdrilling, kedalaman lubang ledak, panjang kolom isian, diameter lubang
ledak dan tinggi jenjang.

Gambar 5. Geometri Peledakan

 Burden (B) ~ Merupakan jarak tegak lurus antara lubang tembak terhadap bidang
bebas yang paling dekat. Burden merupakan dimensi yang paling penting dalam
kegiatan peledakan, karena burden digunakan untuk menentukan geometri peledakan
lainya. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara
maksimal dapat bergerak dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan
kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga
akan terjadi penghancuran. Apabila peledakan dilakukan penerapan jarak burden yang
terlalu kecil maka akan mengakibatkan energi ledakan dengan mudah bergerak
menuju bidang bebas dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang (Flying rock).
Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan mengakibatkan energi tidak cukup
kuat untuk mencapai bidang bebas sehingga pecahnya batuan akan terbentuk
bongkahan atau boulder
 Spasi (S) ~ Adalah Jarak antara lubang tembak dalam suatu baris dan diukur sejajar
terhadap dinding teras (jenjang). Dalam memperkirakan panjang spasi, yang perlu
diperhatikan adalah apakah ada interaksi antara charges yang berdekatan. Apabila
masing-masing lubang bor diledakan sendiri-sendiri dengan interval waktu yang
cukup panjang dan untuk memungkinkan setiap lubang bor meledak dengan
sempurna, maka tidak akan terjadi interaksi sehingga akan menyebabkan terjadinya
efek yang kompleks.
 Stemming (T) ~ atau collar merupakan suatu kolom untuk tempat material penutup
didalam lubang tembak yang terletak diatas kolom isian. Stemming digunakan untuk
menentukan stress balance (tegangan untuk memecah batuan agar dapat meledak
keatas secara serentak). Stemming juga berguna untuk mengurung gas-gas yang
timbul dari hasil peledakan sehingga dapat merekahkan batuan dengan energi yang
maksimal. Ada 2 hal yang berhubungan dengan stemming antara lain :

1. Ukuran Panjang Stemming, Pada umumnya sama dengan burden apabila peledakan
dilakukan pada batuan kompak, untuk mendapatkan hasil peledakan yang maksimal
sesuai dengan yang diharapkan. Apabila didalam proses peledakan menggunakan
panjang stemming yang terlalu pendek maka energi ledakan yang dihasilkan
cenderung lebih cepat mencapai bidang bebas sehingga menimbulkan batuan terbang
(fly rock) dan energi yang menekan batuan tidak maksimal. Stemming yang pendek
juga akan menghasilkan fragmentasi batuan yang kurang baik (begitu juga
sebaliknya).
2. Ukuran material stemming, ini sangat mempengaruhi terhadap hasil peledakan,
apabila bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus dari pemboran (cutting),
kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang bertekanan
tinggi akan mudah mendorong material stemming tersebut. sehingga energi yang
seharusnya menghancurkan batuan, banyak hilang melalui rongga stemming. Untuk
mencegahnya banyak menggunakan bahan yang berbutir kasar dan keras.

Gambar 6. Stemming

 Subdrilling (J) ~ Merupakan penambahan kedalaman pada lubang ledak dengan


tujuan supaya batuan dapat meledak secara full face sebagaimana yang diharapkan
dan batuan yang terbongkar hanya sebatas lantai jenjang saja. Subdrilling yang terlalu
pendek dapat mengakibatkan terjadinya tonjolan (toe) sehingga dapat menyulitkan
proses kegiatan selanjutnya.
 Kedalaman lubang ledak (H) ~ merupakan kedalaman lobang yang akan diledakan
yang merupakan penjumlahan antara tinggi jenjang dengan subdrilling. kedalaman
lobang ledak yang dibuat tidak boleh lebih kecil dari pada burden. Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya (everbreak) dan (flyrock) kedalam lobang ledak
biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas produksi yang diinginkan.
Gambar 7. Kedalaman lubang ledak

 Tinggi jejak (L) ~ Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang diambil berdasarkan
kedalaman lobang tembak dan subdrilling. Jika tinggi jenjang melebihi kedalaman
lubang tembak, maka sering terbentuknya tonjolan (toe) dibagian bawah jenjang. Hal
ini disebabkan karena energi ledak dari bahan peledak tidak mampu memcapai bagian
bawah jenjang.
 Panjang Kolom isian (PC) ~ merupakan panjang kolom lobang tembak yang akan
diisi bahan peledak. panjang kolom ini merupakan kedalaman lobang tembak
dikurangi stemming yang digunakan. Semakin banyak bahan peledak yang digunakan
dalam proses peledakan maka akan memerlukan panjang kolom isian yang cukup
panjang sehingga juga akan berpengaruh kepada ukuran panjang stemming.

Gambar 8. Panjang Kolom isian (PC)


2. Pola Peledakan, Secara umumpola peledakan menunjukan urutan peledakan berarti
terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut waktu tunda (delay
time). Berikut adalah keuntunganyang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada
sistem peledakan antara lain :
 Mengurangi getaran
 Mengurangi Over break dan batuan terbang (fly rock)
 Mengurangi gegaran akibat air blast dan suara (noise)
 Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan.
 Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :

 Box cut, adalah pola peledakan yang arah runtuhanya kedepan dan membentuk kotak.
 Corner cut, adalah pola peledakan yang arah runtuhan batuanya ke salah satu sudut
dari bidang bebas.
 V cut, adalah pola peledakan yang arah runtuhan batuanya kedepan dan membentuk
huruf V

H. Klasifikasi Bahan Peledak


Bahan peledak pada industri pertambangan pada umumnya terbuat dari campuran bahan-
bahan kimia, sehingga disebut bahan peledak kimia.
Definisi dari bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran
berbentuk padat, cair, gas atau campuranya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan
atau ledakan awal akan bereaksi dengan sangat cepat dan bersifat panas (eksotermis) yang
hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas bertekanan tinggi dan temperatur
sangat panas.
Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung
pada kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kwalitas bahan
kimia pembentuk bahan peledak yang menimbulkan pembakaran, dilanjutkan dengan
deflagrasi dan terakhir detonasi.
Proses dekomposisi bahan peledak dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pembakaran ~ adalah reaksi kimia yang bersifat panas pada permukaan objek yang
terbakar dan dijaga keberlangsungan proses pembakaranya oleh panas yang
dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan produknya berupa gas-gas. Reaksi pembakaran
memerlukan unsur oksigen baik yang terdapat di alam bebas maupun dari ikatan
molekul bahan ataupun material yang terbakar.
2. Deflagrasi ~ adalah reaksi pembakaran dengan kecepatan sangat tinggi dan
menghasilkan gas-gas bertekanan yang tekananya meningkat (ekspansi) selama proses
pembakaran berlangsung sehingga menimbulkan ledakan. Akibat dari tekanan ini,
maka terjadi efek pengangkatan yang besarnya sebanding dengan proses pembakaran
yang terjadi.
3. Ledakan ~ adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi bervolume lebih
besar dan diiringi suara keras serta efek mekanis yang merusak. Dari definisi tersebut
tersirat bahwa ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculanya disebabkan
oleh transfer energi ke gerakan massa yang menimbulkan efek mekanis yang merusak
disertai panas dan bunyi yang keras.
4. Detonasi ~ adalah proses kimia-fisika dengan kecepatan reaksi yang sangat tinggi
yang menghasilkan gas dan temperatur sangat besar serta membangun ekspansi gaya
yang sangat besar pula. Kecepatan reaksi tersebut menyebarkan tekanan panas ke
seluruh zona peledakan dalam bentuk gelombang tekan kejut (shock compression
wave) dan proses ini berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi sehingga
berakhir dan memberikan efek merusak (shattering effect). Bahan peledak
diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan peledak mekanik,
kimia, dan nuklir. Jenis bahan peledak secara garis besar diklasifikasikan menjadi 3
golongan (JJ Manon 1978) :

 Bahan peledak mekanis


 Bahan peledak kimia : ~ High explosive : primary explosive dan secondary explosive

~ Low explosive : permissible explosive dan non permissible


explosive

 bahan peledak nuklir

I. Sifat Fisik Bahan Peledak


Sifat fisik bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari sifat bahan peledak
ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. kenempakan nyata inilah yang
harus diamati dan diketahui tanda-tandanya oleh seorang juru ledak untuk mengidentifikasi
suatu bahan peledak yang rusak, rusak tapi masih bisa dipakai, dan tidak rusak. Sifat fisik
bahan peledak yang harus diperhatikan adalah :

1. Densitas ~ secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan berat per
volume.
2. Sensitivitas ~ adalah sifat yang menunjukan tingkat kemudahan atau kerentanan suatu
bahan peledak untuk terinisiasi (meledak) akibat adanya dorongan dari luar dalam
bentuk benturan (impact), gelombang kejut (show wave), panas (flame), atau gesekan
(friction).
3. Ketahanan terhadap air (water resistance) ~ adalah ukuran kemampuan suatu bahan
peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan sensitivitas. apabila suatu
bahan peledak larut dalam air dalam waktu yang pendek berarti bahan peledak
tersebut mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk, sebaliknya bila tidak larut
dalam air disebut dengan baik (exellent): contoh bahan peledak yang mempunyai
ketahanan terhadap air yang buruk adalah emulsi, watergel, slurries.
4. Kestabilan kimia (chemical stability) ~ adalah kemempuan untuk tidak berubah secara
kimia dan tetap mempertahankan sensitivitas selama dalam penyimpanan didalam
gudang dengan kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempercepat ketidakstabilan
kimiawi antara lain panas, dingin, kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi,
pengepakan dan fasilitas gudang bahan peledak.
5. Karakteristik gas (fumes characteristic) ~ Detonasi bahan peledak akan menghasilkan
fume, yakni gas hasil peledakan yang mengandung racun (toxic), apabila proses
pencampuran ramuan bahan peledak tidak sempurna yang menyebabkan terjadinya
kelebihan atau kekurangan oksigen selama proses dekomposisi kimia bahan peledak
berlangsung. Gas hasil peledakan yang tergolong fume antara lain nitrogen
monoksida (NO), Nitrogen Oksida (NO2), dan karbon monoksida (CO). Sangat
diharapkan dari detonasi suatu bahan peledak komersial tidak menghasilkan gas-gas
beracun , namun kenyataanya dilapangan hal tersebut sulit dihindari akibat beberapa
faktor antara lain :

 Pencampuran ramuan bahan peledakan yang meliputi unsur oksida dan bahan bakar
tidak seimbang, sehingga tidak mencapai zero oxygen balance.
 Letak primer tidak tepat
 Kurang tertutup karena pemasangan stemming kurang padat dan kuat
 Adanya air dalam Lubang ledak
 Sistem waktu tunda (delay time system) tidak tepat kemungkinan adanya reaksi antar
bahan peledak dengan batuan

Analisa Produktifitas pledakan Untuk Mencapai Target Produksi Peledakan

Metedologi Pemecahan Masalah

A. Pengisian Bahan Peledak

1. Powder Faktor (PF) ~ merupakan suatu bilangan untuk menyatakan jumlah material
yang diledakan atau dibongkar oleh sejumlah bahan peledak yang dapat dinyatakan
dalam kg/ton. PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil
dari beberapa penelitian sebelumnya dan juga karna berbagai pertimbangan.

2. Panjang kolom isian (PC) ~ adalah kedalaman lubang ledak dikurangi stemming. PC
= H-T keterangan : PC = Panjang kolom isian (m), H = Kedalaman lubang (m), T
= Stemming (m).
3. Bahan Peledak ANFO ~ dalam penggunaan ANFO sesuai dengan ketentuan zero
oxygen balance maka perbandingan yang digunakan adalah 94,5 % Amonium Nitrat
(AN) dan 5,5 % Fuel Oil (FO).

4. Loading Density ~ merupakan banyaknya bahan peledak untuk setiap panjang kolom
lubang ledak yang dinyatakan dalam kg/m.
B. Perhitungan Volume Hasil Peledakan dari Geometri Peledakan
Pada tambang terbuka atau Quary, yang umumnya menerapkan peledakan jenjang atau
bench blasting, volume batuan yang akan diledakan tergantung pada burden, spasi, tinggi
jenjang, dan jumlah lubang.
Volume peledakan perlubang = B x S x H
Total volume peledakan = (B x S x H) x Jumlah lubang
Panjang kolom Isian = Berat handak perlubang
Loading density

Analisa Produktifitas Peledakan Untuk mencapai Target Produksi peledakan

D. Data Dan Pengolahan Data


1. Data
Adapun data-data yang didapat pada area peledakan berupa : pola pemboran , arah
pemboran dan data spesifikasi dari alat bor, misal merk Furukawa dengan diameter mata bor
5,5 inch dan panjang batang bor 6 meter.
2. Pengolahan Data
a. Geometri Peledakan ~ pada satu bulan geometri peledakan adalah
b. Volume Peledakan

V = B x S x H
= 4,5 x 5,5 x 5
= 123,75 m3 (BCM)
Sementara pada perhitungan perhari terdapat 62 lubang, maka :
Volume peledakan = volume batuan x jumlah lubang
V = (B x S x H) x 62
V = 123,75 x 62
V = 7672,5 m3 (BCM)

Misal pengerjaan dalam februari dan terdapat 28 hari, maka :


= volume peledakan perhari x 28
= 7.672,5 m3 x 28
= 214.830 m3

c. Panjang Kolom PC = H - T
keterangan :
PC = Panjang kolom isian
H = Kedalaman lubang ledak
T = Stemming

T (stemming) yang digunakan di perusahaan X adalah sebesar 2 m (ketentuan perusahaan)


jadi,
PC = H - T
= 5m -2m
= 3m

d. Pemakaian Bahan peledak


Loading Density merupakan banyaknya bahan peledak untuk setiap panjang kolom lubang
ledak :

Berat isian ANFO untuk setiap lubang


E = de x Pc
= 12,13 kg/m x 3m
= 36,39 kg

f. Kebutuhan ANFO untuk setiap lubang


Pemakaian bahan ammonium Nitrat (AN) peledak untuk setiap lubang dapat diuraikan
menggunakan rumus, yakni :
Berat AN = Berat Total bahan peledak per lubang x 95,5
100
= 36,39 x 95,5
100
= 37,75 kg
Kebutuhan fuel Oil (FO) untuk setiap lubang juga dapat diuraikan menggunakan rumus,
yakni :

Jumlah pemakaian AN untuk jumlah lubang ledak perhari


= Jumlah bahan peledak perlubang x jumlah lubang ledak
= 34,75 kg x 62
= 2154,5 kg AN

Jumlah pemakaian FO untuk jumlah lubang ledak perhari


= Jumlah FO perlubang x jumlah lubang ledak
= 2,50 liter x 62
= 155 liter FO

3. Penyelesaian Masalah
Berdasarkan data aktual dilapangan dengan menggunakan burden 4,5m, spasi 5,5m dan
kedalaman lubang ledak 5 kita mendapatkan voleme sebesar 123,75 m3.
Maka, dari planing peledakan sebesar 300.000 BCM per bulan, kita dapat menghitung :
data aktual = target produksi peledakan
jml lubang ledak x

214.830 m3 (BCM) 300.000 BCM =


62 x
214.830 m3 x = 300.000 x 62

214.830 m3 x = 18.600.000

x = 18.600.000
214.830

x = 86,5 lubang

Total kebutuhan ANFO setelah terjadi penemabahan jumlah lubang ledak perhari adalah :
Ammonium Nitrat (AN) = jumlah kebutuhan AN perlubang x jumlah lubang
AN = 34,75 kg x 86
AN = 2988 kg/hari

Fuel Oil (FO) = jumlah FO x jumlah lubang


FO = 2,50 liter x 86
FO = 215 liter/hari

Anda mungkin juga menyukai