Anda di halaman 1dari 24

1

A. PENDAHULUAN

Nervus fasialis mempunyai peran penting dalam fungsi gerak otot-otot


wajah dan fungsi sensorik. Tiap Nervus mengkoordinir satu sisi wajah, termasuk
otot-otot yang menggerakan kelopak mata juga otot-otot untuk ekspresi wajah.
Selain itu nervus fasialis menginervasi glandula lacrimal, saliva dan otot
pendengaran yang mengatur tulang pendengaran. Indra pengecapan juga diwakili
oleh serabut saraf ini.1,2
Bell‘s palsy adalah gangguan neurologis yang paling sering menyerang
nervus fasialis dan penyebab kelumpuhan wajah paling sering di dunia. Sekitar
60-75% serangan akut lumpuh sebelah wajah adalah Bell‘s Palsy. Bell‘s palsy
juga dikenal sebagai Idiopatic Facial Paralysis (IFP) termasuk paralisis Lower
Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer, unilateral. Kesembuhan
sempurna tanpa terjadi defisit neurologis hampir didapatkan pada semua
pasien.1,2,3
Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau
keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita
menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai
merasa takut, malu, rendah diri, menganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya
tertekan terutama pada wanita dan penderita yang memiliki profesi yang
mengharuskan ia tampil di muka umum.4
Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang berbagai
kelompok usia. Namun ditemukan bahwa penderita diabetes melitus, wanita
hamil dan wanita usia 10-19 tahun mempunyai angka kejadian lebih tinggi
dibandingkan pria dengan usia yang sama.4
Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s palsy diperlukan dengan tujuan
membantu memperlancar vascularisasi, pemulihan kekuatan oto fasialis dan
mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis
sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan
bersosialisasi dengan masyarakat.4

2
B. LAPORAN KASUS

a. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An. NI Jenis kelamin : Laki-laki


Umur : 8 Tahun Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Tanggal MRS : 16/11/2017
Alamat : Bengkalis RM :024620

b. ANAMNESIS

Keluhan utama :
Bibir mencong ke kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang dengan keluhan mulut
mencong ke kanan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan dirasakan muncul tiba-tiba dan
membuat pasien merasa sulit mengunyah dan menelan makanan. Lima hari
SMRS pasien memiliki riwayat sakit Mumps. Nyeri kepala (-). Mual (-), muntah
(-), demam (-), riwayat trauma sebelumnya (-), gangguan pendengaran (-), mata
kering (-), gangguan pengecapan (-) . BAB biasa, dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :


o Tidak pernah memiliki riwayat penyakit ini sebelumnya.

Riwayat Sosial Kebiasaan :

- Tidur biasa menghidupkan kipas angin.

c. PEMERIKSAAN FISIK

a) Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,5oC

3
Pernafasaan : 20 x/menit
Berat badan : 52 Kg

Kepala : Normocephal,terdapat pembengkakan di daerah


submandibula kiri dan kanan
Mata : kering (-), pucat (-), ikterik (-), pupil bulat isokor
3mm/3mm.
Telinga : mendengar biasa, tidak ada gangguan
Leher : dalam batas normal
Thorak : dalam batas normal
Paru – Paru : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : Akral Teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).

b) Status Psikiatri
o Perasaan hati : Normal
o Proses berpikir : dalam batas normal
o Kecerdasan : Sesuai tingkat pendidikan
o Memori : Baik
o Psikomotor : Tenang

4
c) Status Neurologis
GCS : E4M6V5

1) Kepala
o Bentuk : Normocephal
o Penonjolan :-
o Posisi : Normal
o Pulsasi :-
2) Leher
o Sikap : Normal
o Pergerakan : dalam batas normal
o Kaku kuduk : Tidak ada
3) Nervus Kranialis
N.I ( Olfaktorius )

Subjektif TidakDilakukan

N. II ( Optikus )

Tajam penglihatan Normal normal


Lapang penglihatan Normal normal
Melihat warna Normal normal
Ukuran Isokor, Ø 3mm Isokor,Ø 3mm
Fundus Okuli Tidak dilakukan

N.III, IV, VI ( Okulomotorik, Trochlearis, Abduscen )

1. Celah kelopak mata


- Ptosis - -
- Exoftalmus - -
- Nistagmus - -
2. Pupil
- Bentuk/ukuran Bulat / 3 mm Bulat / 3 mm
- Isokor / anisokor Isokor Isokor
- RCL + +

5
- Refleks konsensiul + +
- Refleks akomodasi + +
3. Gerakan bola mata
- Paresis ke arah - -

N.V (Trigeminus)

Sensibilitas wajah + +
Menggigit terganggu terganggu
Mengunyah terganggu terganggu
Refleks masseter + +
Refleks kornea + +

N. VII ( Fasialis )

Pengecap lidah ( 2/3 anterior ) Tidak Dilakukan


Mengerutkan dahi Parese Baik
N.VII
Menutup mata Terganggu baik
Gerakan mimik Terganggu Baik
Bersiul Terganggu Terganggu

N.VIII ( Vestibulokoklearis )

Suara berbisik Tidak dilakukan


Tes rinne Tidak dilakukan
Tes webber Tidak dilakukan
N. IX

Pengecapan 1/3 lidah belakang Tidak dievaluasi


Sensibilitas faring Tidak dievaluasi

6
N. X ( Vagus )

Arcus faring Deviasi (D)


Berbicara Sedikit pelo
Menelan Terganggu
Nadi Reguler

N.XI (Assesorius)

Mengangkat bahu dalam batas normal

Memalingkan kepala dalam batas normal

N.XII ( Hipoglosus )

Pergerakan Lidah Deviasi (S)


Tremor lidah Tidak
Atrofi lidah -
Fasikulus -

Artikulasi Terganggu

7
4) Badan dan anggota gerak

a. Badan

a) Bentuk kolumna vertebralis : dalam batas normal

b) Pergerakan kloumna vertebralis : Tidak dievaluasi

c) Sensibilitas :

o Taktil : dalam batas normal

o Nyeri : dalam batas normal

o Suhu : dalam batas normal

b. Anggota gerak

a) Ekstremitas

Kanan Kiri
Ekstremitas Atas
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Tidak ada Tidak ada
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 5 5

Kanan Kiri
Ekstremitas Bawah
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Tidak ada Tidak ada
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 5 5

8
Refleks

Pemeriksaan Kanan Kiri


Refleks Fisiologis
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +

Pemeriksaan Kanan Kiri


Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddok - -
Oppenheim - -
Gordon - -

Klonus - -
Hoffman Tromer - -

9
c. Sensibilitas

 Eksteroseptif
o Taktil : dalam batas normal
o Nyeri : dalam batas normal
o Suhu : dalam batas normal
 Proprioseptif :
o Rasa Sikap : dalam batas normal
o Rasa nyeri dalam : dalam batas normal

 Fungsi kortikal
o Rasa diskriminasi : dalam batas normal
o Stereognosis : dalam batas normal

b) Kordinasi, Gait dan Keseimbangan :


o Cara berjalan : tidak dievaluasi
o Tes romberg : tidak dievaluasi
o Disdiadokokinesis : tidak dievaluasi
o Ataksia : tidak dievaluasi
o Rebound phenomena : tidak dievaluasi
o Dismetri : tidak dievaluasi

c) Gerakan-gerakan abnormal :
o Tremor :-
o Athetosis :-
o Mioklonus :-
o Khorea :-

d) Alat vegetatif :
o Miksi : Lancar
o Defekasi : Lancar
o Ereksi : Tidak dievaluasi
5) Fungsi Luhur :
o Memori : baik

10
o Fungsi bahasa : baik
o Visuospasial : baik
o Praksia : baik
o Kalkulasi : baik

d. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang dengan keluhan mulut
mencong ke kanan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan dirasakan muncul tiba-tiba dan
membuat pasien merasa sulit mengunyah dan menelan makanan. Lima hari
SMRS pasien memiliki riwayat sakit Mumps. Nyeri kepala (-). Mual (-), muntah
(-), demam (-), riwayat trauma sebelumnya (-), gangguan pendengaran (-), mata
kering (-), gangguan pengecapan (-). BAB biasa, dan BAK lancar.
Pembengkakan di daerah submandibular kiri dan kanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
KEADAAN UMUM
Kesadaran Compos mentis
Tensi 120/80 mmHg
Nadi 84 x/menit
Pernapasan 22 x/menit
Suhu 36,5oC
Berat badan 52 kg
STATUS NEUROLOGIS
GCS E4 M6 V5
Koordinasi dan keseimbangan Normal

Saraf otonom Parese N VII tipe perifer (D)


REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps Normal / Normal
Triceps Normal / Normal
REFLEKS PATOLOGIS
Babinsky -/-

KEKUATAN MOTORIK
5 5
5 5

11
e. ASSESSMENT (DIAGNOSA KERJA)

o Diagnosis Klinis : Bell’s palsy


o Diagnosis Topis : parese N.VII tipe perifer dextra
o Diagnosis Etiologi : Sequele mumps

f . PLANNING (RENCANA AWAL)

A. Non Medikamentosa:
o Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatan
yang diberikan.
o Kompres air hangat pada bagian yang sakit +/- 20 menit
o Massage wajah.
o Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi.
o Mata ditutup saat tidur

B. Medikamentosa :
o Isoprunasin Syr 3 X 1 cth (250mg)
o Metilprednisolon 3 x 16 mg  tapering off

g. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT-SCAN : Tidak ada kelainan
HB : 13,1 g%
Leukosit : 15.600 /mm3
Trombosit : 492.000 /mm3
Ht : 39,9 %

h. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

12
i. FOLLOW UP
Tanggal 16.11.2017

S : Kelemahan wajah sebelah kanan (+), kelemahan anggota gerak (-), nyeri
kepala (-), mual muntah (-), penurunan kesadaran (-)

O : Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : CM, GCS : E4M6V5

Tekanan darah : 120/100 mmHg Respirasi : 22x/menit

Frekuensi nadi : 84x/menit Suhu : 36,6oC

Status generalis dalam batas normal

Status neurologis

- N. cranialis : parese N.VII perifer dekstra


- Motorik : 5 5

5 5
- Sensorik : dalam batas normal
- Refleks fisiologis : + +

+ +
- Refleks patologis : tidak ditemukan
A : Bell’s palsy

P : Isoprunasin Syr 3 x 1 cth (250mg)

Prednison 3 x 2 tab (16mg)  tapering off

Konsul fisioterapi

Tanggal 30.11.2017

S : Kelemahan wajah sebelah kanan (-), tidak ada keluhan

O : Keadaan umum : baik

Kesadaran : CM, GCS : E4M6V5

13
Tekanan darah : 120/70 mmHg Respirasi : 20x/menit

Frekuensi nadi : 88x/menit Suhu : 36,2oC

Status generalis dalam batas normal

Status neurologis

- N. cranialis : dalam batas normal


- Motorik : 5 5

5 5
- Sensorik : dalam batas normal
- Refleks fisiologis : + +

+ +
- Refleks patologis : tidak ditemukan
A : Bell’s palsy (dengan perbaikan)

P : tatalaksana lanjut mengikut fisioterapi

14
C. ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinis yang dialami pasien adalah


pasien mengalami bibir mencong ke kanan sejak kurang lebih 2 hari yang lalu,
tanpa penurunan kesadaran dan dengan gejala yang menetap dan tanpa
diketahui sebabnya. Kemungkinan yang mengalami gangguan pada pasien ini
adalah adanya kelumpuhan nervus facialis perifer, sehingga dapat mengerucutkan
ke beberapa sebab yaitu Bell’s Palsy dan tumor yang menekan ke tulang
temporal. Kelumpuhan nervus facialis dapat disebabkan oleh bawaan lahir
(kongenital), neoplasma, trauma, infeksi, paparan toksik ataupun penyebab
iatrogenik. Yang paling sering menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah
adalah Bell’s palsy. Bell’s palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama
Charles Bell (1821). Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau
kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.1,2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan parese wajah bagian kanan yang
timbul secara mendadak serta tidak ditemukan kelumpuhan pada daerah lain
sehingga memberikan gambaran gangguan pada N.VII perifer. Dengan demikian
diagnosis bisa lebih mengerucut ke arah Bell‘s Palsy.2

Gejala – gejala tersebut timbul dikarenakan gangguan pada N.VII yang


mempersarafi wajah untuk fungsi motorik dan sensorik. Gangguannya bersifat
unilateral dan ipsilateral dimana N.VII mempersarafi otot oblikularis okuli,
oblikularisorim temporal, servikal, bukal dan zygomatik yang berfungsi sebagai
penggerak wajah. Pada pasien tampak mulut mencong pada sisi yang terkena.

Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti


anatomi dan fungsi saraf. Nervus kranialis ketujuh berasal dari batang otak,
berjalan melalui tulang temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya
ada lima cabang utama. Selain mengurus persarafan otot wajah, Nervus kranialis
ketujuh juga mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga
tengah, sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap.3
Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut
motorik, somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering

15
mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-
kelok, berada di dalam saluran tulang yang sempit dan kaku.2,3

Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu2,3 :

1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi
otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang
lebih tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen
somatis
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan
lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui
saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan
kemudian ke nukleus traktus solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius
superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus
ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan
diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan
glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal
dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion
submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.
Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang
tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan
bagian luar membran timpani.
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan
keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons
di antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki
meatus akustikus internus. Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet
berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke
atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis
meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat
16
motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa
melubangi glandula parotis.2,3

Gambar 1.Nervus Fasialis.2

Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan


saraf VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus.
Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen,
yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid.2,3

Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatum, panjang segmen ini 2-4 milimeter. Segmen timpani (segmen
vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum dan berjalan ke
arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra
ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal
semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.2,3

Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior

kavum timpani. Perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,

disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling

posterior dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.

Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid.2,3

17
Gambar 2. Persarafan Nervus VI.3

Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan


yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada
hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem
piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau
hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).2,3
Diagnosis topis ditegakkan dari gambaran klinis dimana pada pasien ini
hanya didapatkan gangguan pada otot ekspresi wajah, tidak didapatkan
hiperakusis, gangguan perasa dan gangguan pendengaran. Namun didapatkan
hipestesi sehingga topis pada kasus ini bias diperkirakan setelah melewati
foramenstylomastoideus.

18
Bell‘s Palsy sendiri merupakan sebuah kelainan yang digambarkan dengan
kelumpuhan N.VII perifer (unilateral). Sifatnya idiopatik, akut dan tidak disertai
gangguan neurologis lain. Berdasarkan penyebab Bell‘s palsy masih belum
diketahui dengan pasti namun ada beberapa hipotesis yang berkembang seperti
infeksi pada Herpes Simpleks Virus yang menyebabkan inflamasi pada ganglion
genikulatum, penyakit autoimun, penyakit mikrovaskuler dan juga dikaitkan
dengan paparan udara dingin.3,4
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik
vaskuler dan teori infeksi virus, teori kombinasi.

Teori iskemik vaskuler. Teori ini dikemukakan oleh Mc. Groven pada
tahun 1955 yang menyatakan bahwa adanya ketidakstabilan otonomik
dengan respon simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan spasme
pada arteriol dan statis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis.
Vasospasme ini menyebabkan iskemik dan terjadinya oedem. Hgasilnya
adalah paralisis flaksid perifer dari semua otot yang melayani ekspresi
wajah.3,4
Teori infeksi virus. Teori ini menyatakan bahwa beberapa penyebab
infeksi yang dapat ditemukan pada kasus saraf fasialis adalah otitis media,
meningitis bakteri, penyakit limfe, infeksi HIV, dan lainnya. Pada tahun
1972 Mc Cromick menyebutkan bahwa pada fase laten HSV tipe 1 pada
ganglion genikulatum dapat mengalami reaktivasi saat daya tahan tubuh

19
menurun. Adanya reaktivasi infeksi ini menyebabkan terjadinya reaksi
inflamasi dan edema saraf fasialis, sehingga saraf terjepit dan terejadi
kematian sel saraf karena sel saraf tidak mendapatkan suplai oksigen yang
cukup.3,4
Teori kombinasi, teori ini dikemukakan oleh Zalvan yang menyatakan
bahwa kemungkinan Bell’s palsy disebabkan oleh suatu infeksi atau
reaktivitas virus Herpes Simpleks dan merupakan reaksi imunologis
sekunder atau karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi
dan penekanan saraf perifer ipsilateral.3,4

Pada pasien ini kemungkinan penyebab terjadinya Bell‘s Palsy adalah


karena komplikasi dari penyakit mumps yang dialami sebelumnya. Adanya
infeksi ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi dan edema pada kelenjar
parotis, Sehingga saraf terjepit dan terejadi kehilangan fusngsi sel saraf karena sel
saraf tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup.
Lesi yang terjadi pada Bell‘s palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk
anatomi dari tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama
apabila terjadi inflamasi dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita
Bell‘s palsy dapat sembuh dengan sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh
sempurna). Pemberian kortikosteroid ditemukan dapat mempercepat
penyembuhan, dan perlu tappering off untuk penggunaan steroid. Obat antiviral
dapat diberikan apabila memang ada arah kecurigaan terjadinya infeksi virus,
studi membuktikan bahwa untuk pasien penderita Bell‘s palsy yang mendapatkan
terapi antivirus disertai dengan steroid pada masa akut (<72 jam onset)
memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan dengan terapi steroid
tunggal, namun pada pasien dengan onset yang sudah lama pemberian antivirus
tidak efektif.3,4
Prednisone 1 mg/kg PO selama 6
hari
Dosis diikuti tappering off dengan total
pemakaian 10-14 hari.
Hipersensitivitas, diabetes berat
yang tak terkontrol, infeksi
Kontraindikasi
jamur, ulkus peptikum, TBC,
osteoporosis.

Tabel 3 : Dosis Prednisone3

Proteksi mata dianjurkan saat pasien mengalami lagophtalmus untuk


menghindari iritasi pada kornea. Pemberian obat tetes mata untuk menjaga
kelembaban mata, juga salep mata saat pasien tidur.3,4

Tujuan penatalaksanaan Bell’s palsy adalah untuk mempercepat


penyembuhan, mencegah kelumpuhan parsial menjadi kelumpuhan komplit,
meningkatkan angka penyembuhan komplit, menurunkan insidensinkinesis dan
kontraktur serta mencegah kelainan pada mata. Pengobatan seharusnya dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah pengaruh psikologi pasien terhadap
kelumpuhan saraf ini. Disamping itu kasus Bell’s palsy membutuhkan fisioterapis
dan kontrol rutin.3,4

Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-anak.


Penyembuhan komplit dapattercapai pada 85 % kasus, penyembuhan dengan
asimetri otot wajah yang ringan sekitar 10% dan 5% penyembuhan dengan gejala
sisa berat. Bell’s palsy biasanya dapat sembuh tanpa deformitas. Hanya 5% yang
mengalami deformitas. Deformitas pada Bell’s palsy dapat berupa3,4 :

 Regenerasi motorik inkomplitIni merupakan deformitas terbesar dari


kelumpuhan saraf fasialis. Dapat terjadi akibat penekanan saraf motorik
yang mensarafi otot-otot ekspresi wajah. Regenerasi saraf yang tidak
maksimal dapat menyebabkan kelumpuhan semua atau beberapa otot

21
wajah. Manifestasi dari deformitas ini dapat berupa inkompetensi oral,
epifora dan hidung tersumbat.
 Regenerasi sensorik inkomplit Manifestasinya dapat berupa disgeusia,
ageusia atau disesthesia.
 Regenerasi Aberrant Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada
beberapa serabut saraf yang tidak menyambung pada jalurnya tapi
menyambung dengan serabut saraf yang ada didekatnya. Regenerasi
aberrant ini dapat menyebabkan terjadinya gerakan involunter yang
mengikuti gerakan volunter (sinkinesis)

D. KESIMPULAN

Bell‘s palsy adalah gangguan neurologis yang paling sering menyerang


nervus fasialis dan penyebab kelumpuhan wajah paling sering di dunia. Sekitar
60-75% serangan akut lumpuh sebelah wajah adalah Bell‘s Palsy. Bell‘s palsy
juga dikenal sebagai Idiopatic Facial Paralysis (IFP) termasuk paralisis Lower
Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer, unilateral. Kesembuhan
sempurna tanpa terjadi defisit neurologis hampir didapatkan pada semua pasien.
Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi
yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari. Dengan atau
tanpa disertai gangguan pendengaran, dan sensorik.
Lesi yang terjadi pada Bell‘s palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk
anatomi dari tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama
apabila terjadi inflamasi dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita
Bell‘s palsy dapat sembuh dengan sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh
sempurna). Pemberian kortikosteroid ditemukan dapat mempercepat
penyembuhan, dan perlu tappering off untuk penggunaan steroid. Selain itu dapat
pula dilakukan fisioterapi
Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-anak.
Penyembuhan komplit dapattercapai pada 85 % kasus, penyembuhan dengan

22
asimetri otot wajah yang ringan sekitar 10% dan 5% penyembuhan dengan gejala
sisa berat.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Baugh,FR; et all. Clinical Practice Guideline: Bells Palsy executive


summary.otolaryngology-head and neck surgery. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24190889. accesed on: 10 January
2018
2. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Bell‘s palsy. In: Kasper DL, editor.
Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-
Hill; 2005. p. 2372-93.
3. Bell‘s Palsy epidemology. Medscape. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-epidemiology#showall.
Accesed on 10 January 2018.
4. Bells Palsy Fact sheet. National Institute Of Neurological Disorder and
Stroke. Available at:
http://www.ninds.nihgov/disorder/bella/detail_bella.htm. accesed on: 10
January 2018.
5. Murthy,JM; Saxena, AB; Bell‘s Palsy : Treatment guidelines. Available
at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3152161/. Accesed on
10 January 2018.

24

Anda mungkin juga menyukai