Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari


berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita
yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan
intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada
prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan
mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan
persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi
terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta
perawatan pasca anestesi.1
Istilah anestesi umum dipakai jika pemberian analgesic sistemik
menghilangkan rasa nyeri (the loss of feeling) disertai hilangnya kesadaran. Istilah
analgesia merujuk pada hiangnya nyeri yang tidak disertai hilangnya kesadaran.
Proses menghilangkan nyeri disuatu lokasi yang terbatas atau disalah satu bagian
tubuh saja tanpa menghilangkan kesadaran, walaupun termasuk kategori
analgesia, lebih populer disebut sebagai anesthesia lokal dan anesthesia regional.1
Anestesi spinal atau subarachnoid adalah anestesi regional dengan tidakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal
atau subarachnoid juga disebut sebagai analgesik atau blok spinal intradural atau
blok intratekal. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis
obat yang digunakan, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen,
lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas,
kehamilan, dan penyebaran obat. Anestesia spinal yang pertama kali dikerjakan
pada manusia pada tahun 1899 oleh Bier, tetapi karena angka kematian yang
tinggi, teknik tersebut tidak populer.1, 2
Prinsip yang digunakan adalah menggunakan obat analgetik lokal untuk
menghambat hantaran saraf sensorik untuk sementara (reversible). Fungsi motorik
juga terhambat sebagian. Dan pada teknik anestesi ini, pasien tetap sadar.1

1
Obat yang digunakan pada anastesi jenis ini adalah Bupivacain.
Bupivacain adalah obat anastetik local yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivacain diindikasikan pada anestesi local termasuk anestesi infiltrasi,
blok serabut saraf, anestesi epidural dan anestesi intratekal.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hernia Inguinalis
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan
adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah
(defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai
tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya
daerah inguinal.2,3
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL)
dan Hernia Ingunalis Medialis. Disini akan dijelaskan lebih lanjut hernia ingunalis
lateralis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia
indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen.
Selain hernia indirek nama yang lain adalah Hernia oblique yang artinya Kanal
yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis
sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral Vasa epigastrica
inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) dikarenakan kelainan kongenital
meskipun ada yang didapat. 2,3

B. Etiologi Hernia Ingunalis


Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi,
tetapi diyakini ada tiga penyebab, yaitu:2
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
- Overweight
- Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran
badan
- Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan
saluran kencing
- Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
- Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma,
emphysema, alergi
- Kehamilan

3
- Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan /otot.
3. Tersedianya kantong.

C. Penatalaksanaan Hernia Inguinalis


Pengobatan hernia adalah operasi. Operasi elektif dilakukan untuk
mengurangi gejala dan mencegah komplikasi seperti inkaserasi dan strangulasi.
Pengobatan non operatif direkomendasikan hanya pada hernia yang asimptomatik.
Prinsip utama operasi hernia adalah herniotomy: membuka dan memotong
kantong hernia, herniorraphy : memperbaiki dinding posterior abdomen kanalis
inguinalis.
1. Herniotomy
Insisi 1-2 cm di atas ligamentum inguinale dan aponeurosis obligus
eksterna dibuka sepanjang canalis inguinalis eksterna. Kantong hernia
dipisahkan dari musculus cremaster secara hati-hati sampai ke kanalis
inguinalis internus, kantong hernia dibuka, lihat isinya dan kembalikan ke
kavum abdomen kemudian kantong hernia dipotong. Pada anak-anak
cukup hanya melakukan herniotomy dan tidak memerlukan
herniorrhaphy.4
2. Herniorrhaphy
Dinding posterior di perkuat dengan menggunakan jahitan atau non-
absorbable mesh dengan tehnik yang berbeda-beda. Meskipun tehnik
operasi dapat bermacam-macam tehnik bassini dan shouldice paling
banyak digunakan. Tehnik operasi Liechtenstein dengan menggunakan
mesh diatas defek mempunyai angka rekurensi yang rendah.4

D. Manajemen Anastesi Pada Hernia Inguinalis


Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu
anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan
aksis hipotalamus pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk
menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.

4
Anestesi yang dilakukan pada pasien ini adalah anestesi regional yang
biasa disebut Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal. Teknik ini mudah,
awitannya cepat, dan harganya murah. Selain itu, pemilihan jenis anestesi regional
anestesi dengan teknik Sub-Arachnoid Block (SAB) karena pembedahan
dilakukan didaerah abdomen bawah, berada dibawah bagian yang dipersarafi oleh
T4, yang merupakan indikasi dilakukannya anestesi SAB.1, 2
Anestesi blok subaraknoid atau biasa disebut anestesi spinal adalah
tindakan anestesi dengan memasukan obat analgetik ke dalam ruang subaraknoid
di daerah vertebra lumbalis yang kemudian akan terjadi hambatan rangsang
sensoris mulai dari vertebra thorakal 4. Anestesia spinal yang pertama kali
dikerjakan pada manusia pada tahun 1899 oleh Bier, tetapi karena angka kematian
yang tinggi, teknik tersebut tidak populer. Tetapi setelah diketahui efek fisiologis
dari anestetik lokal didalam ruang subarakhnoid, kini bahaya tersebut dapat
dicegah. Sesudah penyuntikan intratekal yang dipengaruhi lebih dahulu yaitu saraf
simpatis dan parasimpatis diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan
tekan dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar,
dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit
tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan yang
sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali pulih kembali.2, 3, 4
Anestesi spinal atau subarakhnoid adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi
spinal atau subarakhnoid disebut juga sebagai analgesik blokspinal intradural atau
blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal maka jarum suntik akan
menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater, kemudian paling
akhir adalah ruang subarakhnoid.3, 4

5
Gambar 1. Tempat Penyuntikan
Anestetik lokal biasanya disuntikan ke dalam ruang subarakhnoid di
anatara konus medularis dan bagian akhir dari ruang subarakhnoid untuk
menghindari kerusakan medula spinalis. Pada orang dewasa, obat anestetik lokal
disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid antara L2dan L5 dan biasanya antara
L3dan L4. Untuk mendapatkan blokade yang luas, obat harus berdifusi ke atas dan
hal ini bergantung pada banyak faktor, antara lain posisi pasien dan berat jenis
obat.1, 4

E. Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-
obatan pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik,
sedasi/trankuilizer, dan analgetik.

Tujuan pemberian premedikasi antara lain :


1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi bebas dari rasa
takut, cemas, bebas nyeri, dan mencegah mual-muntah. Kunjungan pre
anestesi dan pemberian simpati serta sedikit pengertian dalam masalah
yang dihadapi pasien seringkali membantu pasien dalam mengatasi rasa
sakit dan khawatir dalam menghadapi operasi.
2. Memperlancar induksi anestesi; Pemberian obat sedasi dapat menurunkan
aktifitas mental sehingga imajinasi menjadi tumpul dan reaksi terhadap

6
rangsangan berkurang Obat sedasi dan ansiolisis dapat membebaskan rasa
takut dan kecemasan pasien.
3. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus ; Sekresi dapat terjadi
selama tindakan pembedahan dan anestesi, dapat dirangsang oleh
suctioning atau pemasangan pipa endotrakthea. Obat golongan
antikholinergik seperti atropin dan scopolamin dapat mengurangi sekresi
saluran nafas.
4. Mengurangi kebutuhan/dosisobat anestesi; tujuan premedikasi untuk
mengurangi metabolisme basal sehingga induksi dan pemeliharaan
anestesi menjadi lebih mudah dan diperlukan obat-obatan lebih sedikit
sehingga pasien akan sadar lebih cepat.
5. Mengurangi mual dan muntah paska operasi, tindakan pembedahan dan
pemberian obat opioid dapat merangsang terjadinya mual dan muntah,
sehingga diperlukan pemberian obat yang dapat menekan respon mual,
muntah seperti golongan antihistamine, kortikosteroid, agonis dopamine
atau alpha-2 agonis.
6. Menimbulkan amnesia; obat golongan benzodiazepin banyak digunakan
karena efeknya di sistem saraf pusat pada sistem limbik dan ARAS
sehingga mempunyai efek sedasi, anti cemas dan menimbulkan amnesia
anterograde.
7. Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan PH asam lambung;
puasa dan kecemasan dapat meningkatkan sekresi asam lambung, hal ini
akan sangat berbahaya apabila terjadi aspirasi dari asam lambung yang
dapat menyebabkan terjadinya pneumonitis aspirasi atau sindrom
mendelson,oleh karena itu pemberian obat yang dapat mengurangi isi
cairan lambung serta menurunkan PH lambung dapat dipertimbangan pada
pasien.
8. Mengurangi refleks yang tidak diinginkan; trauma pembedahan dapat
menyebabkan bagian tubuh bergerak, bila anestesi tidak adekuat sehingga
pemberian obat analgesia dapat ditambahkan sebelum pembedahan

7
F. Anestetik local untuk analgesia spinal

Obat anestesia lokal yang disuntikkan ke dalam ruangan subarakhnoid


akan mengalami pengenceran oleh cairan serebrospinal, menyebar baik ke kranial
maupun ke kaudal dan kontak dengan radiks medula spinalis yang belum
mempunyai selubung myelin. Obat anestesia lokal tidak boleh mengandung bahan
(material) yang mempunyai efek iritasi pada radiks dan medula spinalis. Obat
yang dipakai untuk anestesia spinal adalah obat yang khusus1,3,6
Penggunaan obat-obatan anestesia lokal yang umum dipakai dalam
anestesia spinal harus diikuti dengan pertimbangan-pertimbangan seperti
distribusi dari obat dalam cairan serebrospinalis (level dari anestesia), ambilan
obat oleh elemen-elemen saraf pada ruang subarakhnoid (tipe dari saraf yang
terblok), dan eliminasi obat dari ruangan subarakhnoid (duration of action).3
Terdapat beberapa macam obat anestesia lokal yang sering dipakai pada anestesia
spinal seperti prokain, lidokain (Xylocaine), tetrakain (Pantocaine), bupivakain
(Marcaine atau Sensorcaine), dan dibukain (Cinchorcaine).Prokain dan lidokain
bersifat short-intermediate acting, sedangkan tetrakain, bupivakain dan dibukain
mempunyai sifat intermediate-long duration. 1,3
a. Prokain.
Menghasilkan anestesia spinal dengan onset efek sekitar 3 sampai 5 menit
dengan durasi antara 50-60 menit. Di Amerika Serikat, prokain untuk anestesia
spinal terdapat dalam sediaan ampul sebanyak 2 ml larutan 10%. Jika dilarutkan
dengan cairan serebrospinal dalam jumlah yang sama menghasilkan larutan
prokain 5% yang mempunyai berat hampir sama dengan cairan serebrospinal dan
jika dicampur dengan glukosa 10% dalam jumlah yang sama akan menghasilkan
larutan yang lebih berat dari cairan serebrospinal. Larutan prokain 2,5% dalam air
lebih banyak digunakan sebagai diagnostik dibandingkan dengan anestesia spinal
untuk operasi. Dosis yang disarankan berkisar antara 50-100 mg untuk operasi
daerah perineum dan ekstremitas inferior dan 150-200 mg untuk operasi abdomen
bagian atas.1,3
b. Lidokain.
Juga mempunyai onset anestesia spinal dalam 3 sampai 5 menit dengan
durasi yang lebih lama dari prokain yaitu 60-90 menit. Lidokain yang dipakai

8
untuk anestesia spinal adalah larutan 5% dalam glukosa 7,5%. Dosis yang biasa
digunakan adalah 25-50 mg untuk operasi perineum dan saddle block anesthesia
dan 75-100 mg untuk operasi abdomen bagian atas. 2,3
c. Tetrakain.
Obat ini mempunyai onset anestesia dalam 3 sampai 6 menit dengan
durasi yang lebih lama dibandingkan dengan prokain dan lidokain (210-240
menit).Tetrakain tersedia dalam bentuk ampul berisi kristal 20 mg dan dalam
ampul sebesar 2 ml larutan 1% dalam air. Larutan 1%, jika dicampur dengan
glukosa 10% dalam jumlah yang sama (tetrakain 0,5% dalam 5% glukosa)
digunakan secara luas untuk anestesia spinal dimana mempunyai berat yang lebih
besar daripada cairan serebrospinal. Dosis yang digunakan berkisar antara 5 mg
untuk operasi daerah perineum dan ekstremitas inferior dan 15 mg untuk operasi
abdomen bagian atas. 2,3

d. Bupivakain.
Obat ini menghasilkan onset anestesia spinal dalam waktu 5 sampai 8
menit. Durasi anestesia yang dihasilkan sama dengan tetrakain. Di Australia
dan kebanyakan negara eropa, larutan 0,5% hipobarik atau hiperbarik telah
digunakan sebagai anestesia spinal. Dosis yang direkomendasikan berkisar
antara 8-10 mg untuk operasi perineum dan ekstremitas inferior dan 15-20 mg
untuk operasi abdomen bagian atas. 2,3

Obat Konsentrasi Berat Jenis

Prokain 1,5% dalam air 1,0052


2,5% dalam Dextrosa 5% 1,0203

Lidokain 2% plain 1,0004-1,0066


8% dalam 7,5% dekstrosa 1,0262-1,0333

Tetrakain 0,5% dalam dekstrosa 5% 1,0133-1,0203


0,5% dalam air 0,9977-0,9997

9
Bupivacain 0,5% dalam 8,25% dekstrosa 1,0277-1,0278
0,5% plain 0,9990-1,0058

Tabel 2. Konsentrasi dan Berat Jenis obat Anestetik Spinal

Berat jenis cairan anestetik lokal dapat diubah-ubah dengan menukar


komposisinya. Berat jenis normal cairan serebrospinal adalah 1,007. Larutan
anestetik lokal dengan berat jenis yang lebih besar dari 1,007 disebut larutan
hiperbarik, hal ini dapat dicapai dengan jalan menambahkan glukosa ke dalam
larutan. Sebaliknya bila anestetik lokal dilarutkan ke dalam larutan NaCl hipotonis
atau air suling akan didapatkan larutan hipobarik.5, 6

G. Persiapan pada anastesi spinal


Distribusi anestesia dapat diatur dengan mengatur posisi pasien dan
dengan memperhatikan berat jenis obat yang digunakan. Misalnya, bila diperlukan
anestesia bagian bawah tubuh, pasien harus dalam sikap duduk selama
penyuntikan larutan hiperbarik dan 5menit sesudahnya atau dengan posisilateral
decubitus, atau pasien dalam posisi berbaring dengan kepala lebih rendah daripada
kaki selama penyuntikan dengan larutan hipobarik.5, 6

Persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan anestesi spinal adalah ;


1. Informed consent : Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan
ini (informed consent) meliputi tindakan anestesi, kemungkinan yang akan
terjadi selama operasi tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

2. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit


tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti
infeksi. Perhatikan juga adanya gangguan anatomis seperti scoliosis atau
kifosis,atau pasien terlalu gemuk sehingga tonjolan processus spinosus
tidak teraba.

10
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb , masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah. 7, 8

Persiapan yang dibutuhkan setelah persiapan pasien adalah persiapan alat


dan obat-obatan. Peralatan dan obat yang digunakan adalah :
a. Satu set monitor untuk memantau tekanan darah, Pulse oximetri, EKG.
b. Peralatan resusitasi / anestesia umum.
c. Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing,quincke bacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil
point whitecare), dipersiapkan dua ukuran. Dewasa 26G atau 27G
d. Betadine, alkohol untuk antiseptic.
e. Kapas/ kasa steril dan plester.
f. Obat-obatan anestetik lokal.
g. Spuit 3 ml dan 5 ml.
h. Infus set.
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock),
jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)1,4

Gambar 5. Jenis Jarum Spinal

11
Gambar 6. Jarum spinal

H. Tehnik spinal anestesi

Peralatan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan


operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi. Jarum spinal dan obat anestesi spinal disiapkan. Jarumspinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumernya dan ukuran 16G
sampai dengan 30G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis
yang ujungnya runcing sperti ujung bambu runcing (Quincke-Babcock atau
Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri pasca penyuntikan spinal.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk steril
juga harus disiapkan.3,5

Tehnik anestesi spinal:

1. Posisi duduk atau posisi lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di
atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

12
2. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain memberikan kenyamanan pada pasien juga
supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar
prosessus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
3. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya beresiko
trauma terhadap medulla spinalis.
4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
5. Beri anestesi lokal (jika perlu) pada tempat suntikan, misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3 ml.
6. Cara tusukan media atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau
29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah
sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang
jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock), irisan
jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur
miring bevel mengarah ke atas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri pasca spinal.
Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi
jarum tetap baik.
7. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemorroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa kurang lebih 6 cm.

13
8.
9. Gambar 2. Posisi lateral decubitus

10.
11. Gambar 3. Posisi duduk

12.
13. Gambar 4. Jackknife position

14
Komplikasi anestesi spinal adalah sebagai berikut :

1. Hipotensi berat akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan meberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500
ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia.
3. Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas.
4. Trauma pembuluh saraf.2, 4, 5

I. Indikasi
Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah (daerah
papila mamae kebawah ). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama,
maksimal 2-3 jam.
a) Bedah ekstremitas bawah
b) Bedah panggul
c) Tindakan sekitar rektum perineum
d) Bedah obstetrik-ginekologi
e) Bedah urologi
f) Bedah abdomen bawah
g) Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan.

J. Kontra indikasi
Kontra indikasi absolut :
 Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa
menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
 Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare. :
Karena pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
 Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.

15
 Tekanan intrakranial meningkat. : dengan memasukkan obat kedalam
rongga subaraknoid, maka bisa makin menambah tinggi tekanan
intracranial, dan bisa menimbulkan komplikasi neurologis
 Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim : pada anestesi spinal bisa
terjadi komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus
dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi lainnya
 Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. : Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis,
keterampilan dokter anestesi sangat penting.
 Pasien menolak.
Kontra indikasi relatif :
 Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah
diperlukan pemberian antibiotic. Perlu dipikirkan kemungkinan
penyebaran infeksi.
 Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan
bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.

 Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar


tidak membingungkan antara efek anestesi dan deficit neurologis yang
sudah ada pada pasien sebelumnya.

 Kelainan psikis

 Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local adalah kurang lebih 90-120
menit, bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan
hingga 150 menit.

 Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kea rah


jantung akibat efek obat anestesi local.

 Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya


hipovolemia bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan atau cairan

 Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan.


Hal ini berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila dilakukan
berulang-ulang, dapat membuat pasien tidak nyaman

16
K. Post operatif
Pemantauan pasien setelah operasi dilakukan untuk menilai apakah pasien
siap pindahkan keruangan. Pada anastesi spinal penilaian dilakukan dengan
menilai bromage score. 1
Kriteria Nilai Skor

Dapat memfleksikan kaki dan lutut 0


(None)
hanyadapat menekuk lutut tetapi tidak 1
dapat mengangkat kaki (Partial)
Hanya dapat menggerakkan kaki 2
(Almost Complete)
Tidakdapat mengangkat kaki sama 3
sekali (Complete)
TOTAL

Keterangan : Pasien dapat dipindahkan ke bangsal atau ruang perawatan jika skor
kurang dari atau sama dengan 2.

17
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
a) Nama : Tn. M
b) Umur : 60 tahun
c) Jenis Kelamin : Pria
d) Pendidikan : SMP
e) Pekerjaan : Swasta
f) Tanggal Masuk : 4 Desember 2017
g) Tanggal Operasi : 6 Desember 2017
h) Diagnosa Pra Bedah : hernia ingunalis
i) Jenis Pembedahan : free tension herniraphy
j) Jenis Anestesi : Regional anesthesia
2.2 Persiapan Pre Operasi
2.2.1 Anamnesis Pre Operasi (5 Desember 2017) : Autoanamnesis
a) Allergies : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat-
obatan
b) Medications : -
c) Past Medical History: -
d) Last Meal : 8 jam sebelum operasi
e) Events : benjolan di paha kiri kurang lebih 4 bulan yang lalu muncul
benjolan dari lipatan paha kirinya. Jika pasien berdiri dan mengejan
benjolan tersebut keluar, namun saat berbaring dapat masuk lagi. Benjolan
tidak pernah nyeri dan tidak pernah merah. Nafsu makan pasien baik, berat
badan tidak pernah menurun. Pasien sering mengejan saat BAB, karena
konsistensi yang keras. Pasien tidak merasa mual, tidak muntah, tidak
mengalami gangguan BAB (BAB seperti biasanya) dan masih bisa kentut.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik Pre Operasi 5 Desember 2017)


B1 (Breath) : Airway paten, nafas spontan, regular, simetris, RR 20x/mnt,
pernafasan cuping hidung (-), snoring (-), stidor (-), gargling (-), gigi palsu

18
(-), Mallampati Score 2, gerak leher bebas (+), nyeri menelan telan (-).
Auskultasi: suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
B2 (Blood) : Akral hangat kering merah, Nadi radialis reguler kuat angkat
86x/m, CRT <2’’, TD: 130/90 mmHg, Cor/ictus palpable MCL at SIC 6,
S1-S2 tunggal
B3 (Brain) : Compos mentis, GCS E4V5M6, diameter pupil 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, Anemis -/-, Ikterik -/-
B4 (Bladder): BAK (+) spontan
B5 (Bowel) : Flat, Peristaltik (+) kesan normal (± 20 kali/menit) diseluruh
kuadran abdomen , Bruit (-),Timpani (+) diseluruh kuadran abdomen, nyeri
tekan (-).
B6 (Bone) : Deformitas (+),edema (-), Akral dingin (-).
2.3 Pemeriksaan Penunjang
2.3.1 Pemeriksaan Lab
Tanggal 4 Desember 2017
a. Darah lengkap
Parameter Hasil Satuan
WBC 5,4 103/mm3
RBC 3,92 106/ mm3
HGB 9,5 g/dL
HCT 29,0 %
PLT 243 103/mm3
HbsAg non reaktif non reaktif

2.4 Assesment
Laporan Anestesi Pre-Operatif
- Assessment: PS ASA II. Diagnosa prabedah : hernia ingunalis
- Keadaan prabedah:
BB: 58 kg, TB: 160 cm
N: 86x/menit, RR: 20 x/m, TD: 130/90 mmHg, S: 36,5 0C
Hb: 9,5 g/dL, leukosit : 5,4 x103/mm3

19
Terakhir makan nasi dan minum tanggal 30 November pukul 03.00
IV line : 1 (tangan kanan kristaloid)
- Jenis tindakan : free tension hernioraphy

2.4 Persiapan Pre Operatif


2.4.1 Di Ruangan
- KIE (+), Surat persetujuan operasi (+), surat persetujuan tindakan
anestesi (+)
- Puasa: (+) 8 jam preop
- IVFD RL 20 tpm selama puasa
2.4.2 Di Kamar Operasi
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
f. Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
g. Alat-alat pantau yang dipasang Pulse Oxymeter
h. Kartu catatan medis anestesia
i. Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.
Tabel1. Komponen STATICS
S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan
jantung.
Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang
sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini
digunakan laryngeal mask airway ukuran 2 ½
A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau
pipa hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini
menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk

20
mengelakkan sumbatan jalan napas.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
supaya pipa trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini
tidak digunakan introducel atau stilet.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

2.5 Planing
2.5.1 Laporan Anestesi Durante Operatif
 Jenis anestesi : Regional anastesi
 Teknik anestesi : subarachnoid block
 Obat Anestesi : Bupivakain 20 mg
 Posisi : lateral dekubitus
 Infus : 1 line di tangan kanan kanan
 Anestesi mulai : 12.40 WITA
 Anestesi selesai : 15.20 WITA
 Operasi mulai : 12.50 WITA
 Operasi selesai : 14.10 WITA
 Ahli Anestesi : dr. Ajutor Donny T, Sp.An
 Ahli Bedah : dr. Arief Husain, Sp.B

 Obat-obatan yang diberikan :


Obat maintenance anestesi :
- Inh. O2 4 lpm
- Bupivakain 20 mg
Obat durante operatif :
- Ondansentron 4 mg/IV
- Ranitidine 50 mg/IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/IV

21
Menit ke- Sistole (mmHg) Diastole (mmHg) Pulse (x/m)
0 (12.40) 140 70 70
5 (12.45) 130 80 70
10 (12.50) 130 80 60
15 (12.55) 130 80 60
20 (13.00) 120 80 60
25 (13.05) 120 80 60
30 (13.10) 120 80 60
35 (13.15) 120 80 60
40 (13.20) 120 90 63
45 (13.25) 120 80 60
50 (13.30) 120 90 65
55 (13.35) 130 80 68
60 (13.40) 130 80 64
65 (13.45) 140 90 70
70 (13.50) 140 90 70
75 (13.55) 140 90 70
80 (14.00) 140 90 60
85 (14.05) 140 90 60
90 (14.10) 140 90 60
95 (14.15) 140 90 60
100(14.20) 140 90 60
Tabel 2. Laporan Monitoring Anestesi

2.5.2 Pemberian Cairan


BB : 58 kg
Estimated Blood Volume (EBV) : 70 cc/kgBB x 58 kg = 4060 cc
Jumlah perdarahan : ± 100 cc
% perdarahan : 100/4060 x 100% = 2,46%

22
 Cairan masuk :
- Preoperatif:
o RL 500 ml
- Durante operatif :
o Gelofusal 500 cc
o RL 500 cc
 Cairan keluar :
Durante operatif
- Perdarahan ± 100cc
- Urin (-)

Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi :
1. Cairan maintanance (M) : 58 x 35 = 2.030 = 84,5 cc/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = 8
x 98 ml = 784 ml
784 – 500 = 284 ml
3. Stress Operasi sedang : 4 ml x 58 kg = 232 cc/jam
4. Cairan defisit darah selama oprasi = 100 ml x 3 = 300ml
Untuk mengganti kehilangan darah 100 ml diperlukan 300 ml
cairan kristaloid.
Total kebutuhan cairan selama 1 jam 30 menit operasi = 98 + 284 +
232 + 300= 914 ml

b. Cairan masuk :
Kristaloid : 1000 ml
Koloid : 500 ml
Whole blood : -
Total cairan masuk : 1500 ml

c. Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan = 1500 ml –914 ml = 586 ml

23
2.6 Post operatif
Pemantauan di Recovery Room :
1. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
2. Beri O22L/menit nasal canul.
3. Bila Skor Bromage ≤ 2 boleh pandah ruangan.
4. Bila mual (-), muntah (-), peristaltic usus (+), boleh makan dan minum sedikit
– sedikit.

Tabel 3. Bromage Score


Kriteria Nilai Skor

Dapat memfleksikan kaki dan lutut 0 0


(None)
hanyadapat menekuk lutut tetapi tidak 1
dapat mengangkat kaki (Partial)
Hanya dapat menggerakkan kaki 2
(Almost Complete)
Tidakdapat mengangkat kaki sama 3
sekali (Complete)
TOTAL

Keterangan : Pasien dapat dipindahkan ke bangsal atau ruang perawatan jika skor
kurang dari atau sama dengan 2.

Total score pasien 0 jadi dapat dipindahkan ke ruangan

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Sebelum melalui pembedahan, pada pasien ini di lakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta di diagnosa sebagai hernia
inguinalis sehingga pasien digolongkan sebagai ASA I yaitu pasien tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik maupun organik selain penyakit yang akan dioperasi.
Pada pasien ini obat anestesi yang digunakan adalah bupivakain hyperbaric
dengan dosis 20 mg. Bupivacain adalah obat anastetik local yang termasuk dalam
golongan amino amida. Bupivacain diindikasikan pada anestesi local termasuk
anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidural dan anestesi intratekal.
Bupivakain empat kali lebih kuat dibandingkan lidokain. Sekitar 90%-95% obat
ini berada dalam protein plasma maternal. Hal ini menyebabkan obat ini lebih
bersifat kardiotoksik dibandingkan lidokain. Bupivakain merupakan agen “masuk
cepat, keluar lambat”. Hal inilah yang menjadi keuntungan yaitu durasinya yang
panjang dan blok motorik lama ketika kita memberikannya sebagai konsentrasi
analgesia. Penggunaan bupivacain untuk anestesi spinal adalah 2-3 jam, dan
memberikan reaksasi otot derajat sedang (moderate).
Selama operasi juga perlu dimonitoring kebutuhan cairan, dimana
perkiraan berat badan pasien adalah 58 kg, maka estimated blood volume = 70
cc/kgBB x 58 kg = 4060 cc (estimated blood volume untuk orang dewasa 60-
70cc/KgBB). Jumlah perdarahan yang terjadi durante operasi adalah sekitar 100
cc (2,46%). Pemberian transfusi darah diberikan sesuai dengan banyaknya darah
yang hilang. Diberikan apabila terjadi kehilangan darah 15-20% EBV. Pada
pasien ini didapatkan EBV sekitar 2,46% sehingga tidak dilakukan transfusi darah
Kebutuhan cairan maintenance pada pasien ini 84,5 cc/jam ditambah
defisit puasa 284 - 1000 cc (cairan yang masuk saat puasa), ditambah stress
operasi (sedang) 232 cc/jam, ditambah perdarahan 100 cc (1 cc darah diganti
dengan 3 cc cairan kristaloid) sehingga total cairan pengganti yang dibutuhkan
durante operasi adalah 586 cc.
Selama operasi pasien diberikan antiemetic berupa ondansetron 4 mg/IV,
H2 reseptor bloker Ranitidine 50 mg/IV, dan analgetik Ketorolac 30 mg.

25
Setelah masa pasca bedah pasien perlu mendapatkan pemantauan di ruang
pulih sadar. Masalah pulih sadar pada anestesi tidak hanya dinilai asal pasien telah
sadar, tetapi ada hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan. Pada pasien yang
dilakukan spinal anestesi, kriteria pemindahan pasien jika Skor Bromage pasien
2 maka pasien boleh pindah ke ruangan perawatan.
Pengukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur blok motor
adalah bromage skor. Pada skala ini intensitas blok motorik dinilai dengan
kemampuan pasien untuk menggerakkan ekstremitas bawah.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. S, Kristanto, Anestesia Regional; Anestesiologi.- Bagian Anestesiologi


dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Jakarta :
CV. Infomedika, 2004; 123
2. Medscape Reference. Subarachnoid Spinal Block [Updated on Aug, 5,
2013] Available at http://emedicine.medscape.com/article/2000841-
overview. Accessed on 2017, Oct, 07
3. University of Pittsburgh Online Reference [Internet] Subarachnoid spinal
block anesthesia. [Last Update Jan 2013]. Available at
http://www.pitt.edu/~regional/Spinal/Spinal.htm. Accessed on 2017, Oct,
07
4. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B et all.
Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI; 2009.
5. Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R. Anestetik Inhalasi Petunjuk
Praktis Anestesiologi. 2nded. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI; 2002.
6. Mangku G. AnestesiInhalasi dan Buku Standar Pelayanan dan Tatalaksana
Anestesia-Analgesia dan Terapi Intensif. Denpasar: Bagian Anestesiologi
dan Reanimasi FK UNUD; 2012.
7. Boulton, BT.Blogg, CE. Anestesiologi. 10thed. Jakarta: EGC; 1994.
8. Christiansson, Lennart in Periodicum Biologorum; Update on Adjuvant in
Regional Anesthesi; UDC 57:61, CODEN PDBIAD, 2009, VOL. 111, No
2, 161–70.

27

Anda mungkin juga menyukai