Refleksi Kasus (Anestesi)
Refleksi Kasus (Anestesi)
PENDAHULUAN
1
Obat yang digunakan pada anastesi jenis ini adalah Bupivacain.
Bupivacain adalah obat anastetik local yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivacain diindikasikan pada anestesi local termasuk anestesi infiltrasi,
blok serabut saraf, anestesi epidural dan anestesi intratekal.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hernia Inguinalis
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan
adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah
(defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai
tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya
daerah inguinal.2,3
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL)
dan Hernia Ingunalis Medialis. Disini akan dijelaskan lebih lanjut hernia ingunalis
lateralis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia
indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen.
Selain hernia indirek nama yang lain adalah Hernia oblique yang artinya Kanal
yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis
sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral Vasa epigastrica
inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) dikarenakan kelainan kongenital
meskipun ada yang didapat. 2,3
3
- Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan /otot.
3. Tersedianya kantong.
4
Anestesi yang dilakukan pada pasien ini adalah anestesi regional yang
biasa disebut Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal. Teknik ini mudah,
awitannya cepat, dan harganya murah. Selain itu, pemilihan jenis anestesi regional
anestesi dengan teknik Sub-Arachnoid Block (SAB) karena pembedahan
dilakukan didaerah abdomen bawah, berada dibawah bagian yang dipersarafi oleh
T4, yang merupakan indikasi dilakukannya anestesi SAB.1, 2
Anestesi blok subaraknoid atau biasa disebut anestesi spinal adalah
tindakan anestesi dengan memasukan obat analgetik ke dalam ruang subaraknoid
di daerah vertebra lumbalis yang kemudian akan terjadi hambatan rangsang
sensoris mulai dari vertebra thorakal 4. Anestesia spinal yang pertama kali
dikerjakan pada manusia pada tahun 1899 oleh Bier, tetapi karena angka kematian
yang tinggi, teknik tersebut tidak populer. Tetapi setelah diketahui efek fisiologis
dari anestetik lokal didalam ruang subarakhnoid, kini bahaya tersebut dapat
dicegah. Sesudah penyuntikan intratekal yang dipengaruhi lebih dahulu yaitu saraf
simpatis dan parasimpatis diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan
tekan dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar,
dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit
tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan yang
sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali pulih kembali.2, 3, 4
Anestesi spinal atau subarakhnoid adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi
spinal atau subarakhnoid disebut juga sebagai analgesik blokspinal intradural atau
blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal maka jarum suntik akan
menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater, kemudian paling
akhir adalah ruang subarakhnoid.3, 4
5
Gambar 1. Tempat Penyuntikan
Anestetik lokal biasanya disuntikan ke dalam ruang subarakhnoid di
anatara konus medularis dan bagian akhir dari ruang subarakhnoid untuk
menghindari kerusakan medula spinalis. Pada orang dewasa, obat anestetik lokal
disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid antara L2dan L5 dan biasanya antara
L3dan L4. Untuk mendapatkan blokade yang luas, obat harus berdifusi ke atas dan
hal ini bergantung pada banyak faktor, antara lain posisi pasien dan berat jenis
obat.1, 4
E. Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-
obatan pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik,
sedasi/trankuilizer, dan analgetik.
6
rangsangan berkurang Obat sedasi dan ansiolisis dapat membebaskan rasa
takut dan kecemasan pasien.
3. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus ; Sekresi dapat terjadi
selama tindakan pembedahan dan anestesi, dapat dirangsang oleh
suctioning atau pemasangan pipa endotrakthea. Obat golongan
antikholinergik seperti atropin dan scopolamin dapat mengurangi sekresi
saluran nafas.
4. Mengurangi kebutuhan/dosisobat anestesi; tujuan premedikasi untuk
mengurangi metabolisme basal sehingga induksi dan pemeliharaan
anestesi menjadi lebih mudah dan diperlukan obat-obatan lebih sedikit
sehingga pasien akan sadar lebih cepat.
5. Mengurangi mual dan muntah paska operasi, tindakan pembedahan dan
pemberian obat opioid dapat merangsang terjadinya mual dan muntah,
sehingga diperlukan pemberian obat yang dapat menekan respon mual,
muntah seperti golongan antihistamine, kortikosteroid, agonis dopamine
atau alpha-2 agonis.
6. Menimbulkan amnesia; obat golongan benzodiazepin banyak digunakan
karena efeknya di sistem saraf pusat pada sistem limbik dan ARAS
sehingga mempunyai efek sedasi, anti cemas dan menimbulkan amnesia
anterograde.
7. Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan PH asam lambung;
puasa dan kecemasan dapat meningkatkan sekresi asam lambung, hal ini
akan sangat berbahaya apabila terjadi aspirasi dari asam lambung yang
dapat menyebabkan terjadinya pneumonitis aspirasi atau sindrom
mendelson,oleh karena itu pemberian obat yang dapat mengurangi isi
cairan lambung serta menurunkan PH lambung dapat dipertimbangan pada
pasien.
8. Mengurangi refleks yang tidak diinginkan; trauma pembedahan dapat
menyebabkan bagian tubuh bergerak, bila anestesi tidak adekuat sehingga
pemberian obat analgesia dapat ditambahkan sebelum pembedahan
7
F. Anestetik local untuk analgesia spinal
8
untuk anestesia spinal adalah larutan 5% dalam glukosa 7,5%. Dosis yang biasa
digunakan adalah 25-50 mg untuk operasi perineum dan saddle block anesthesia
dan 75-100 mg untuk operasi abdomen bagian atas. 2,3
c. Tetrakain.
Obat ini mempunyai onset anestesia dalam 3 sampai 6 menit dengan
durasi yang lebih lama dibandingkan dengan prokain dan lidokain (210-240
menit).Tetrakain tersedia dalam bentuk ampul berisi kristal 20 mg dan dalam
ampul sebesar 2 ml larutan 1% dalam air. Larutan 1%, jika dicampur dengan
glukosa 10% dalam jumlah yang sama (tetrakain 0,5% dalam 5% glukosa)
digunakan secara luas untuk anestesia spinal dimana mempunyai berat yang lebih
besar daripada cairan serebrospinal. Dosis yang digunakan berkisar antara 5 mg
untuk operasi daerah perineum dan ekstremitas inferior dan 15 mg untuk operasi
abdomen bagian atas. 2,3
d. Bupivakain.
Obat ini menghasilkan onset anestesia spinal dalam waktu 5 sampai 8
menit. Durasi anestesia yang dihasilkan sama dengan tetrakain. Di Australia
dan kebanyakan negara eropa, larutan 0,5% hipobarik atau hiperbarik telah
digunakan sebagai anestesia spinal. Dosis yang direkomendasikan berkisar
antara 8-10 mg untuk operasi perineum dan ekstremitas inferior dan 15-20 mg
untuk operasi abdomen bagian atas. 2,3
9
Bupivacain 0,5% dalam 8,25% dekstrosa 1,0277-1,0278
0,5% plain 0,9990-1,0058
10
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb , masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah. 7, 8
11
Gambar 6. Jarum spinal
1. Posisi duduk atau posisi lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di
atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
12
2. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain memberikan kenyamanan pada pasien juga
supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar
prosessus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
3. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya beresiko
trauma terhadap medulla spinalis.
4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
5. Beri anestesi lokal (jika perlu) pada tempat suntikan, misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3 ml.
6. Cara tusukan media atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau
29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah
sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang
jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock), irisan
jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur
miring bevel mengarah ke atas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri pasca spinal.
Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi
jarum tetap baik.
7. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemorroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa kurang lebih 6 cm.
13
8.
9. Gambar 2. Posisi lateral decubitus
10.
11. Gambar 3. Posisi duduk
12.
13. Gambar 4. Jackknife position
14
Komplikasi anestesi spinal adalah sebagai berikut :
1. Hipotensi berat akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan meberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500
ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia.
3. Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas.
4. Trauma pembuluh saraf.2, 4, 5
I. Indikasi
Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah (daerah
papila mamae kebawah ). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama,
maksimal 2-3 jam.
a) Bedah ekstremitas bawah
b) Bedah panggul
c) Tindakan sekitar rektum perineum
d) Bedah obstetrik-ginekologi
e) Bedah urologi
f) Bedah abdomen bawah
g) Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan.
J. Kontra indikasi
Kontra indikasi absolut :
Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa
menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare. :
Karena pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
15
Tekanan intrakranial meningkat. : dengan memasukkan obat kedalam
rongga subaraknoid, maka bisa makin menambah tinggi tekanan
intracranial, dan bisa menimbulkan komplikasi neurologis
Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim : pada anestesi spinal bisa
terjadi komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus
dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi lainnya
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. : Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis,
keterampilan dokter anestesi sangat penting.
Pasien menolak.
Kontra indikasi relatif :
Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah
diperlukan pemberian antibiotic. Perlu dipikirkan kemungkinan
penyebaran infeksi.
Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan
bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
Kelainan psikis
Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local adalah kurang lebih 90-120
menit, bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan
hingga 150 menit.
16
K. Post operatif
Pemantauan pasien setelah operasi dilakukan untuk menilai apakah pasien
siap pindahkan keruangan. Pada anastesi spinal penilaian dilakukan dengan
menilai bromage score. 1
Kriteria Nilai Skor
Keterangan : Pasien dapat dipindahkan ke bangsal atau ruang perawatan jika skor
kurang dari atau sama dengan 2.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
a) Nama : Tn. M
b) Umur : 60 tahun
c) Jenis Kelamin : Pria
d) Pendidikan : SMP
e) Pekerjaan : Swasta
f) Tanggal Masuk : 4 Desember 2017
g) Tanggal Operasi : 6 Desember 2017
h) Diagnosa Pra Bedah : hernia ingunalis
i) Jenis Pembedahan : free tension herniraphy
j) Jenis Anestesi : Regional anesthesia
2.2 Persiapan Pre Operasi
2.2.1 Anamnesis Pre Operasi (5 Desember 2017) : Autoanamnesis
a) Allergies : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat-
obatan
b) Medications : -
c) Past Medical History: -
d) Last Meal : 8 jam sebelum operasi
e) Events : benjolan di paha kiri kurang lebih 4 bulan yang lalu muncul
benjolan dari lipatan paha kirinya. Jika pasien berdiri dan mengejan
benjolan tersebut keluar, namun saat berbaring dapat masuk lagi. Benjolan
tidak pernah nyeri dan tidak pernah merah. Nafsu makan pasien baik, berat
badan tidak pernah menurun. Pasien sering mengejan saat BAB, karena
konsistensi yang keras. Pasien tidak merasa mual, tidak muntah, tidak
mengalami gangguan BAB (BAB seperti biasanya) dan masih bisa kentut.
18
(-), Mallampati Score 2, gerak leher bebas (+), nyeri menelan telan (-).
Auskultasi: suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
B2 (Blood) : Akral hangat kering merah, Nadi radialis reguler kuat angkat
86x/m, CRT <2’’, TD: 130/90 mmHg, Cor/ictus palpable MCL at SIC 6,
S1-S2 tunggal
B3 (Brain) : Compos mentis, GCS E4V5M6, diameter pupil 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, Anemis -/-, Ikterik -/-
B4 (Bladder): BAK (+) spontan
B5 (Bowel) : Flat, Peristaltik (+) kesan normal (± 20 kali/menit) diseluruh
kuadran abdomen , Bruit (-),Timpani (+) diseluruh kuadran abdomen, nyeri
tekan (-).
B6 (Bone) : Deformitas (+),edema (-), Akral dingin (-).
2.3 Pemeriksaan Penunjang
2.3.1 Pemeriksaan Lab
Tanggal 4 Desember 2017
a. Darah lengkap
Parameter Hasil Satuan
WBC 5,4 103/mm3
RBC 3,92 106/ mm3
HGB 9,5 g/dL
HCT 29,0 %
PLT 243 103/mm3
HbsAg non reaktif non reaktif
2.4 Assesment
Laporan Anestesi Pre-Operatif
- Assessment: PS ASA II. Diagnosa prabedah : hernia ingunalis
- Keadaan prabedah:
BB: 58 kg, TB: 160 cm
N: 86x/menit, RR: 20 x/m, TD: 130/90 mmHg, S: 36,5 0C
Hb: 9,5 g/dL, leukosit : 5,4 x103/mm3
19
Terakhir makan nasi dan minum tanggal 30 November pukul 03.00
IV line : 1 (tangan kanan kristaloid)
- Jenis tindakan : free tension hernioraphy
20
mengelakkan sumbatan jalan napas.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
supaya pipa trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini
tidak digunakan introducel atau stilet.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
2.5 Planing
2.5.1 Laporan Anestesi Durante Operatif
Jenis anestesi : Regional anastesi
Teknik anestesi : subarachnoid block
Obat Anestesi : Bupivakain 20 mg
Posisi : lateral dekubitus
Infus : 1 line di tangan kanan kanan
Anestesi mulai : 12.40 WITA
Anestesi selesai : 15.20 WITA
Operasi mulai : 12.50 WITA
Operasi selesai : 14.10 WITA
Ahli Anestesi : dr. Ajutor Donny T, Sp.An
Ahli Bedah : dr. Arief Husain, Sp.B
21
Menit ke- Sistole (mmHg) Diastole (mmHg) Pulse (x/m)
0 (12.40) 140 70 70
5 (12.45) 130 80 70
10 (12.50) 130 80 60
15 (12.55) 130 80 60
20 (13.00) 120 80 60
25 (13.05) 120 80 60
30 (13.10) 120 80 60
35 (13.15) 120 80 60
40 (13.20) 120 90 63
45 (13.25) 120 80 60
50 (13.30) 120 90 65
55 (13.35) 130 80 68
60 (13.40) 130 80 64
65 (13.45) 140 90 70
70 (13.50) 140 90 70
75 (13.55) 140 90 70
80 (14.00) 140 90 60
85 (14.05) 140 90 60
90 (14.10) 140 90 60
95 (14.15) 140 90 60
100(14.20) 140 90 60
Tabel 2. Laporan Monitoring Anestesi
22
Cairan masuk :
- Preoperatif:
o RL 500 ml
- Durante operatif :
o Gelofusal 500 cc
o RL 500 cc
Cairan keluar :
Durante operatif
- Perdarahan ± 100cc
- Urin (-)
Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi :
1. Cairan maintanance (M) : 58 x 35 = 2.030 = 84,5 cc/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = 8
x 98 ml = 784 ml
784 – 500 = 284 ml
3. Stress Operasi sedang : 4 ml x 58 kg = 232 cc/jam
4. Cairan defisit darah selama oprasi = 100 ml x 3 = 300ml
Untuk mengganti kehilangan darah 100 ml diperlukan 300 ml
cairan kristaloid.
Total kebutuhan cairan selama 1 jam 30 menit operasi = 98 + 284 +
232 + 300= 914 ml
b. Cairan masuk :
Kristaloid : 1000 ml
Koloid : 500 ml
Whole blood : -
Total cairan masuk : 1500 ml
c. Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan = 1500 ml –914 ml = 586 ml
23
2.6 Post operatif
Pemantauan di Recovery Room :
1. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
2. Beri O22L/menit nasal canul.
3. Bila Skor Bromage ≤ 2 boleh pandah ruangan.
4. Bila mual (-), muntah (-), peristaltic usus (+), boleh makan dan minum sedikit
– sedikit.
Keterangan : Pasien dapat dipindahkan ke bangsal atau ruang perawatan jika skor
kurang dari atau sama dengan 2.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
25
Setelah masa pasca bedah pasien perlu mendapatkan pemantauan di ruang
pulih sadar. Masalah pulih sadar pada anestesi tidak hanya dinilai asal pasien telah
sadar, tetapi ada hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan. Pada pasien yang
dilakukan spinal anestesi, kriteria pemindahan pasien jika Skor Bromage pasien
2 maka pasien boleh pindah ke ruangan perawatan.
Pengukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur blok motor
adalah bromage skor. Pada skala ini intensitas blok motorik dinilai dengan
kemampuan pasien untuk menggerakkan ekstremitas bawah.
26
DAFTAR PUSTAKA
27