Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir
40% dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae
mempunyai lesi jinak. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi maligna
karena kanker payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi pada
wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara
adalah lebih tinggi berbanding lesi maligna. Penggunaan mammografi,
ultrasound, Magnetic Resonance Imaging dan juga biopsi payudara dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas dari pasien.
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk
menjadi kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari. Pada
masa lalu, kebanyakkan dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat
peningkatan dari jumlah pembedahan yang tidak diperlukan. Faktor utama adalah
karena pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini adalah sebuah keganasan.
Oleh karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli onkologi untuk
mendeteksi lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara insitu dan
invasif serta mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang
sesuai.
Menurut kepustakaan dikatakan bahwa penyebab tersering massa pada
mammae adalah kista, fibroadenoma mammae dan karsinoma. Kista dan
fibroadenoma mammae terbentuk di dalam lobus sedangkan karsinoma terbentuk
di duktus terminalis. Keluhan lain yang sering timbul adalah nipple discharge dan
menurut kepustakaan dikatakan penyebab tersering dari gejala ini adalah
papilloma dan duct estasia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Payudara
Mammae adalah kelenjar kulit yang dimodifikasi, terletak di bagian
anterior dan termasuk bagian dari lateral thoraks. Kelenjar susu yang bentuknya
bulat ini terletak di fasia pektoralis. Mammae melebar ke arah superior dari iga
dua, inferior dari kartilago kosta enam dan medial dari sternum serta lateral linea
mid-aksilaris. Kompleks nipple-areola terletak diantara kosta empat dan lima.
Terdapat Langer lines pada kompleks nipple-areola yang melebar ke luar secara
sirkumfranse (melingkar). Langer lines ini signifikan secara klinis kepada ahli
bedah dalam menentukan area insisi pada biopsi mammae. Pada bagian lateral
atasnya jaringan kelenjar ini keluar dari lingkarannya ke arah aksila, disebut
penonjolan Spence atau ekor payudara.
Setiap mammae terdiri atas 15-20 lobulus kelenjar yang masing-masing
mempunyai saluran ke papilla mamae, yang disebut duktus lactiferous (diameter
2-4 mm). Diantara kelenjar susu dan fasia pectoralis, juga di antara kulit dan
kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara lobules tersebut ada
jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk
mammae (Brunicardi et al, 2006).

2
Gambar 1 Anatomi Payudara

Vaskularisasi mammae terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior


dari (1) arteri mamaria interna, (2) cabang lateral dari arteri interkostalis posterior
dan (3) cabang dari arteri aksillaris termasuk arteri torakalis lateralis dan cabang
pectoral dari arteri torakoakromial.

3
Gambar 2. Suplai Darah

Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis dan n.


interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sediri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan
mati rasa pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus brakius medialis
yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada
diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati
rasa di daerah tersebut. (Brunicardi et al, 2006).
Nervus Otot yang dipersarafi Kelainan jika terjadi
trauma
Long thoracic m.serratus anterior Skapula terangkat
nervus
n.thoracodorsal m.latissimus dorsi Tidak dapat mengangkat
badan dari posisi duduk

4
n. pectoralis medial m.pectoralis mayor dan Kelemahan otot pectoralis
dan lateral minor
n.intercostobrachial Melewati axilla menuju Baal pada area persarafan
lengan

Aliran limfe dari mammae kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Di aksila terdapat rata-rata 50
(berkisar dari 10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang
arteri dan vena brakialis.
Enam kelompok kelenjar limfe pada aksila yang diakui oleh ahli bedah
adalah :
(1) kelompok vena aksila (lateral)
(2) kelompok mammaria eksternal (anterior atau pectoral)
(3) kelompok skapular (posterior atau subskapular)
(4) kelompok sentral
(5) kelompok subklavikal (apical)
(6) kelompok interpektoral (Rotter’s node).
Kelompok kelenjar getah bening ditugaskan sesuai dengan tingkat
hubungan mereka terhadap musculus pectoralis minor. Kelenjar getah bening
yang terletak lateral atau di bawah otot pectoralis minor yang disebut sebagai
lymphe nodes level I, yang meliputi vena aksilaris, mammaria eksterna, dan
scapula lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang terletak superficial terhadap
otot pectoralis minor disebut sebagai lymphe nodes level II, yang meliputi central
dan interpectoral lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang terletak medial
dengan atau di atas batas otot pectoralis minor yang disebut sebagai lymphe nodes
level III, yang terdiri dari subclavicula lymphe nodes (Brunicardi et al, 2006).

5
Gambar 3. Aliran Lymphe Kelenjar Mammae

B. Fisiologi Payudara
Perkembangan dan fungsi payudara tergantung dari beberapa rangsang
hormonal termasuk estrogen, progresteron, prolactin, hormon tiroid, kortisol dan
growth hormon. Estrogen, progresteron dan prolaktin memiliki efek yang sangat
penting untuk perkembangan dan fungsi mammae. Estrogen mengawali
perkembangan duktus sementara progresteron bertanggung jawab terhadap
diferensiasi epitel dan perkembangan lobus mammae. Prolactin adalah hormon
utama yang dapat merangsang lactogenesis pada kehamilan tua dan masa
menyusui. Hormon tersebut juga memperbaharui regulasi reseptor-reseptor
hormon dan merangsang perkembangan epitel mammae. (Brunicardi et al, 2010)
Mammae berkembang selama pubertas karena peran mammotrophic
hormon, ada lima fase perkembangan payudara menurut Tanner. Fase I (8-10
tahun) adalah penonjolan puting susu tanpa disertai perkembangan kelenjar susu.
Fase II (10-12 tahun) pembentukan gundukan kelenjar susu atau pembentukan
kelenjar subaerolar. Fase III (11-13 tahun) penambahan jumlah kelenjar dan
peningkatan pigmentasi daerah aerola. Fase IV (12-14 tahun) peningkatan
pigmentasi dan penambahan luas aerola. Fase V ( 13-17 tahun) merupakan fase
akhir dimana perkembangan dan pembentukan payudara menjadi sempurna.
(Pass, Helen 2001).

6
Peningkatan drastis estrogen dan progresteron pada siklus ovarium dan
placenta terjadi selama masa kehamilan, yang mengawali perubahan mencolok
dari bentuk dan substansi mammae. Mammae membesar seiring dengan
proliferasi epitel, penggelapan areola dan tubulus Montgomery menjadi menonjol.
Pada masa awal kehamilan, duktus bercabang dan berkembang, selama trimester
tiga, lemak terakumulasi disekitar epitel dan colostrum mengisi sinus dan ductus
yang kosong. Pada akhir kehamilan, prolaktin merangsang pengeluaran lemak
susu dan protein. (Brunicardi et al, 2010)
Pada masa menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progresteron
oleh ovarium dan involusi ductus pada mammae. Jaringan ikat sekitar meningkat
dan jaringan mammae (kelenjar mammae) digantikan oleh jaringan lemak.
Duktus – duktus akan berakhir pada duktus terminal yang disebut acini.
Pada acini terdapat kelenjar pembuat air susu yang bersama-sama dengan duktus-
duktus kecil lainnya yang disebut lobulus. Acini terbentuk dari jaringan ikat
longgar yang terdiri dari pembuluh darah, limfosit dan mononuklear sel.

C. Histologi Payudara
Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang
dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan bermuara ke
papilla mammae melalui duktus laktiferus kemudian setiap duktus laktiferus akan
bergabung menjadi sinus laktiferus dan akhirnya bermuara pada puting (nipple).
Dalam lobus payudara terdapat lobulus-lobulus yang terdiri dari duktus
intralobularis yang dilapisi oleh epitel kuboid kolumnar rendah dan pada bagian
dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis mengandung
banyak pembuluh darah, venula dan arteriol.
a. Sinus laktiferus tersusun atas lapisan epitel skuamous. Epitel ini segera
berganti menjadi stlapisan kolumnar atau epitel kuboid. Lapisan dari duktus
laktiferus & duktus terminal disusun oleh epitel kuboid yang dilapisi oleh sel-
sel mioepitel.

7
b. Jaringan ikat yang mengelilingi alveoli mengandung banyak limfosit & sel
plasma. Sel plasma meningkat pesat pada akhir kehamilan, berperan dalam
sekresi Immunoglobulin A.
c. Struktur histologis mengalami perubahan pada siklus menstruasi, yaitu terjadi
proliferasi sel-sel duktus di sekitar waktu ovulasi saat esterogen mencapai
puncak akumulasi pada jaringan ikat saat fase pre menstuasi menimbulkan
pembesaran pada payudara.
d. Nipple berbentuk kerucut, berwarna pink / coklat muda / coklat tua. Bagian
luarnya dilapisi lapisan epitel skuamous & langsung berhubungan dengan
kulit di sekitarnya. Banyak terdapat ujung saraf sensorik.
e. Areola merupakan area kulit berpigmen di sekitar nipple. Warnanya semakin
gelap saat kehamilan karena akumulasi melanin, warnanya lebih cerah setelah
melahirkan tapi jarang dapat kembali ke warna semula.

Gambar 4. Kelenjar mammae nonlaktans.

Ditandai dengan banyak jaringan ikat dan sedikit unsur kelenjar. Pada
umumnya alveoli belum terbentuk sehingga yang tampak hanya duktus-duktus.

8
Gambar 5. Kelenjar mammae selama paruh pertama kehamilan.

Terjadi perubahan struktural luas sebagai persiapan laktasi. Duktus


intralobular mengalami proliferasi cepat dan membentuk kuncup-kuncup terminal
yang berdiferensiasi menjadi alveoli. Kebanyakan alveoli masih kosong/ada yang
mengandung produksi sekresi. Pada tahap perkembangan kelenjar mammae sukar
membedakan duktus ekskretorius intralobular kecil dengan alveoli. Lobulus
kelenjar banyak mengandung alveoli. Jaringan ikat longgar intralobular tampak
berkurang, terdapat peningkatan sebukan limfosit dan sel lain, jaringan ikat
interlobular tampak sebagai septa diantara lobuli yang berkembang. Duktus
ekskretorius interlobular dilapisi sel-sel silindris lebih tinggi berjalan ke dalam
septa interlobular dan bermuara ke dalam duktus lactiferous besar yang umumnya
dilapisi oleh epitel silindris rendah bertingkat. Setiap duktus lactiferous
menampung produk sekresi lobus dan mengangkut sekresi lobus dan mengangkut
sekresi tersebut ke putting susu.

9
Gambar 6. Kelenjar mammae selama akhir kehamilan.

Tampak sebagian kecil kelenjar mammae dengan lobuli, jaringan ikat, dan
duktus ekskretorius. Pada tahap ini, epitel kelenjar dipersiapkan untuk laktasi,
alveoli dan duktus membesar dan sel-sel alveolar mulai bersekresi sebuah alveoli
mengandung produk sekresi kaya protein. Terdapat pengurangan jaringan ikat
intralobular, jika dibandingkan dengan jaringan ikat interlobular, hal ini
disebabkan oleh pecahan jaringan epitel kelenjar. Disekitar sel-sel alveoli terdapat
sel-sel mioepitel gepeng, kontraksi sel mioepitel membantu mengeluarkan susu
dari alveoli ke dalam duktus ekskretorius. Duktus ekskretorius interlobular
tertanam didalam septa jaringan ikat dan banyak mengandung sel-sel lemak.
Didalam jaringan ikat interlobular terdapat duktus ekskretorius interlobular,
duktus lactiferous, dengan produk-produk sekresi didalam lumennya, juga
terdapat sel-sel lemak dan pembuluh darah.

10
Gambar 7. Kelenjar mammae selama laktasi.

Selama laktasi terjadi perubahan duktus sekretorius dengan percabangan


bagian terminal (alveolus). Perbedaan utama: banyaknya alveoli melebar/teregang
karena penimbunan sekresi ASI dalam lumennya, alveoli terdiri dari susu dan pola
percabangan tidak teratur, juga terdapat pengurangan septa jaringan ikat
interlobular (menjadi tipis, banyak fibroblast, limfosit, plasma sel dan eosinofil).
Selama laktasi, histologi setiap alveolus bervariasi (alveoli tidak
memperlihatkan keadaan aktivitas sekresi yang sama).
 Alveolus aktif dilapisi epitel rendah dan lumennya penuh terisi susu (susu
terlihat sebagai materi eosinofilik dengan vacuole besar tetes-tetes lipid
yang telah larut. Beberapa alveoli menimbun produk sekresi di dalam
sitoplasmanya.
 Alveoli lain tampak tidak aktif dengan lumen kosong dan epitel lebih
tinggi.

D. Fisiologi normal pembelahan sel


Siklus Sel
Siklus sel merupakan interval pembelahan sel yang satu dan yang lain. Pada
siklus sel ini, informasi genetik diduplikasikan, dan kromosom yang diduplikasi
akan dipastikan tidak ada kesalahan untuk didistribusikan pada sel anakan.

11
Akurasi replikasi DNA dikoreksi agar setiap sel anakan memperoleh informasi
yang sama seperti yang ada pada sel induk.
Siklus sel terdiri dari beberapa fase, yaitu G1, S, G2 dan M. Gap 1 (G1)
adalah fase postmitosis dimana sintesis DNA berhenti dimana sintesis RNA dan
protein serta terjadi pertumbuhan sel. Selama fase S, sintesis DNA terjadi dan
dilakukan koreksi pada DNA yang terbentuk. Gap 2 (G2) adalah fase premitosis
yang mirip dengan fase G1, yaitu sintesis DNA berhenti dan sintesis RNA serta
protein berlanjut. Fase M adalah fase pembelahan sel. Sel yang tidak sedang
mengalami pembelahan akan masuk ke fase istirahat atau G0. Sel ini akan
kembali membelah bila diperlukan regenerasi dari sel yang rusak.

Proliferasi Sel
Proliferasi sel adalah proses dimana sel dibagi dan direproduksi. Pada sel
normal, jumlah sel yang direproduksi diatur agar sesuai dengan jumlah sel yang
mati. Pada manusia, ada dua kategori utama sel. Sel gamet dan sel somatik. Sel
gamet (sperma dan ovum) bersifat haploid memiliki hanya satu set kromosom dari
satu induk dan didesain khusus untuk fungsi seksual. Setelah bergabung,
terbentuk sel diploid yang memiliki dua set kromosom hasil penggabungan. Sel
ini disebut sel somatik.

Diferensiasi Sel
Diferensiasi sel adalah proses dimana sel ditransformasikan menjadi jenis
berbeda dan lebih terspesialisasi. Proses ini menghasilkan sel yang telah
berdiferensiasi sepenuhnya, disebut sel dewasa, yang telah memiliki susunan
struktural, fungsional, dan ekspektasi masa hidup.
Proses diferensiasi diatur oleh kombinasi proses internal yang meliputi
ekspresi gen dan stimulasi eksternal yang disediakan oleh sel tetangga, paparan
substansi pada sirkulasi maternal, dan variasi faktor petumbuhan, nutrien,
oksigen, dan ion.
Proses diferensiasi berlangsung berjenjang, dimana pada setiap tahap progresif
peningkatan spesialisasi sel ditukarkan dengan hilangnya kemampuan

12
memperbanyak diri. Ada tiga macam sel yang dihasilkan, yaitu sel yang telah
berdiferensiasi baik, sel progenitor yang dapat membelah menjadi sel yang baru,
dan stem sel yang merupakan sel yang paling tidak terspesialisasi dan dapat
berubah menjadi sel progenitor.

Gen yang mengontrol reproduksi dan pertumbuhan sel


Pertumbuhan dan reproduksi sel yang normal dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu :
a. Proto-oncogene
Gen selular yang berfungsi untuk mendorong dan meningkatkan
pertumbuhan normal dan pembelahan sel.
b. Tumor suppresor gene
Protein2 yang berfungsi menghambat proliferasi sel. Bekerja memastikan
pembelahan sel berlangsung baik, utamanya DNA.
c. Apoptosis gene
Mengaktifkan gen protease yang merusak protein dalam sel yang tidak lagi
dibutuhkan oleh tubuh sehingga sel yang rusak ini kemudian difagositosis
oleh makrofag di sekitarnya.

E. Atipikal Duktal hiperplasia


Definisi
Istilah ‘hiperplasia’ mengacu pada pertumbuhan yang berlebih dari sel-sel di
bagian tubuh tertentu. Hiperplasia payudara, yang juga dikenal sebagai penyakit
payudara proliferatif, mengacu pada pertumbuhan berlebih dari sel-sel di bagian
kelenjar payudara. jaringan kelenjar, yang merupakan salah satu dari dua jenis
utama dari jaringan yang ditemukan pada payudara, terdiri dari lobulus dan
saluran. Jaringan yang mendukung, yang terdiri dari jaringan lemak dan jaringan
ikat, mempengaruhi bentuk dan ukuran payudara. Lobulus adalah kelenjar yang
membuat ASI, sedangkan saluran membawa susu dari lobulus ke puting.
Hiperplasia bagian kelenjar payudara dikategorikan ke dalam hiperplasia duktal
dan hiperplasia lobular.

13
Pertumbuhan berlebih dari sel-sel abnormal pada saluran yang secara medis
disebut sebagai atipikal hiperplasia duktus (ADH). Dalam kasus hiperplasia duktal
atipikal, sel-sel terlihat normal di bawah mikroskop. ADH adalah kondisi
prakanker. Mereka yang dipengaruhi oleh kondisi ini tentu pada risiko lebih besar
terkena kanker payudara. risikonya lebih tinggi, terutama dalam kasus wanita
dipengaruhi oleh hiperplasia lobular. ADH dianggap menjadi faktor risiko atau
prekursor untuk kelas rendah duktal karsinoma in situ.

Epidemiologi

Sekitar 30% perempuan dengan penyakit fibrokistik yang terbukti dengan


biopsi, mengalami hiperplasia proliferatif; hal ini penting karena jenis perubahan
ini berkaitan dengan peningkatan resiko berkembangnya karsinoma di masa yang
akan datang. Untuk pasien dengan hiperplasia epitelial sederhana resiko
berkembangnya karsinoma selanjutnya adalah dua kali lebih besar. Pada kasus
lain, terdapat beberapa abnormalitas dalam sitologi sel dan arsitekturnya, namun
tidak semua gambaran karsinoma in situ menggunakan istilah atipikal
hirperplasia. Pada perempuan dengan atipikal hiperplasia (sekitar 5% dari kasus),
resiko berkembangnya karsinoma selanjutnya adalah lima kali lebih besar.

Patogenesis
Dasar patogenesis dari tumor adalah suatu proses yang dinamakan
karsinogenesis (Mitchel, 2007). Karsinogenesis terkait dalam proses-proses yang
meliputi :
a. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan
b. Insensivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
c. Menghindari apoptosis
d. Potensi replikasi tanpa batas
e. Angiogenesis berkelanjutan
f. Kemampuan menginvasi dan beranak sebar

14
Suatu pertumbuhan yang tak terkontrol dari organ mammae dipengaruhi
oleh faktor genetik dan hormonal. Berbagai faktor yang dapat mencetuskan
suatu pertumbuhan yang berlebihan bahkan yang ganas dari organ mammae
adalah:
 Herediter
Ditemukan 13% tumor mammae terjadi secara herediter pada garis
pertama keturunan, hanya sekitar 1 % yang diakibatkan oleh multifaktor dan
mutasi germline.
Sekitar 23 % kanker mammae terjadi secara familial (atau 3% dari seluruh
kanker mammae) hal ini diakibatkan dengan BRCA1 dan BRCA2 probabilitas
terjadinya kanker yang berhubungan dengan mutasi gen ini meningkat jika terjadi
pada garis pertama keturunan. Secara herediter, penyebab terjadinya mutasi
multifaktorial dan pada umumnya antara faktor ini saling mempengaruhi.
Perubahan terjadi pada salah satu dari gen dan sekian banyak gen yang dapat
mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain.
Pada kanker mammae ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada
dua pertiga kasus kanker mammae familial atau 5 % secara keseluruhan, yaitu gen
BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang
berlokasi pada kromosom 13q-12-13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang
bersifat herediter pada 85 % menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk
terkena mammae 10 % secara nonherediter dan kanker ovarium. Mutasi dari
BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular, cenderung
‘high grade’, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan mempunyai prognosis
yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q melibatkan 70 %
untuk terjadinya kanker mammae secara herediter dan bukan merupakan mutasi
sekunder dari BRCA1. Seperti halnya BRCA1, BRCA2 juga dapat menyebabkan
terjadinya kanker ovarium dan pada pria dapat meningkat resiko terjadinya pada
kanker mammae (Tapia, 2007).
 Mutasi Sporadik
Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan
hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat

15
menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti yang dijumpai pada
wanita postmenopause dan overekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri
mempunyai dua kemampuan untuk berkembang menjadi kanker mammae.
Metabolit estrogen pada penyebab mutasi atau menyebabkan perusakan DNA-
radikal bebas. Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan
proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini
berkaitan dengan adanya estrogen, progesterone dan reseptor hormon steroid lain
ini di sel mammae. Pada neoplasma yang memiliki reseptor ini terapi hormon
(antiestrogen) dapat memperlambat pertumbuhannya dan menyebabkan regresi
tumor.
 Mutasi Germline
Faktor genetik ditunjukkan dengan kecendrungan familial yang kuat.
Tidak adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden familial dapat
disebabkan oleh kerja banyak gen atau oleh faktor lingkungan serupa yang bekerja
pada anggota keluarga yang sama. Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi
mutasi dari tumor suppressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan
pada otak dan kelenjer adrenal pada anak-anak dan kanker mammae pada orang
dewasa. Ditemukan sekitar 1 % mutasi p53 pada penderita kanker mammae yang
dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.
 HER2/neu
HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-encode
glikoprotein transmembran melalui aktivitas tirosin kinase, yaitu p185.
Overekspresi HER2/neu dapat dideteksi melalui pemeriksaaan imunohistokimia,
FISH (‘Fluorencence In Situ Hybridization’) dan CISH (‘Chromogenic In Situ
Hybridization’). Suatu kromosom penanda (1q+) telah dilaporkan dan
peningkatan ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa kasus.
Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel mammae
berhubungan dengan prognosis yang buruk (Moriki, 2006).
 Virus
Diduga menyebabkan kanker mammae. Faktor susu Bittner adalah suatu
virus yang menyebabkan kanker mammae pada tikus yang ditularkan melalui air

16
susu. Antigen yang serupa dengan yang terdapat pada virus tumor mammae tikus
telah ditemukan pada beberapa kasus kanker mammae pada manusia tetapi
maknanya tidak jelas (Rubin, 2003).

Tanda dan gejala


Ada sejumlah perubahan jaringan payudara yang berhubungan yang
termasuk didalamnya adalah pembentukan kista, proliferasi duktus epitalia,
papilomatosis difusa, dan adenosis duktus dengan pembentukan jaringan fibrosa.
Secara klinis, perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan nodul yang teraba,
massa, dan keluarnya cairan dari puting. Penyakit fibrokistik payudara terjadi
pada masa dewasa; penyebab kemungkinan besar berhubungan dengan kelebihan
estrogen dan defisiensi progesteron selama fase luteal siklus menstruasi. Sekitar
50% perempuan mengalami penyakit fibrokistik payudara. Keadaan ini biasanya
terjadi bilateral.
Gejala-gejalanya berupa pembengkakan dan nyeri tekan pada payudara
menjelang periode menstruasi. Tanda-tandanya adalah teraba massa yang
bergerak bebas pada payudara, terasa granularitas pada jaringan payudara, dan
kadang-kadang keluar cairan yang tidak berdarah dari puting. Banyak perempuan
tidak mengeluhkan gejala dan baru mencari pemeriksaan kesehatan setelah
meraba adanya massa.

17
Prosedur Diagnostik

Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.
 Benjolan
 Kecepatan tumbuh
 Riwayat timbulnya benjolan
 Adanya faktor resiko untuk terjadinya tumor payudara
 Adanya tanda-tanda penyebaran tumor
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al :
 Nyeri tulang (vertebra, femur)
 Rasa penuh di ulu hati
 Batuk
 Sesak
 Sakit kepala hebat, dll

18
c. Faktor-faktor risiko
 Usia penderita
 Usia melahirkan anak pertama
 Punya anak atau tidak
 Riwayat menyusukan
 Riwayat menstruasi
 Menstruasi pertama pada usia berapa
 Keteraturan siklus menstruasi
 Menopause pada usia berapa
 Riwayat pemakaian obat hormonal
 Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau
kanker lain.
 Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
 Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status.
b. Status lokalis :
- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa.
- Masa tumor :
 Lokasi tumor
 ukuran
 konsistensi
 permukaan
 bentuk dan batas tumor
 jumlah tumor
 terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada
- perubahan kulit :
 kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit

19
 peau d’orange, ulserasi
- nipple :
 tertarik
 erosi
 krusta
 discharge
- status kelenjar getah bening.
 KGB aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi,
terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar
 KGB infra klavikula : idem
 KGB supra klavikula : idem
- pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :
 Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)

Menurut Soeprianto (2003) klinis tumor jinak dan ganas memberikan gambaran
klinis sebagai berikut :
Klinis tumor jinak memberikan gambaran :
a. Bentuk bulat, teratur atau lonjong
b. Permukaan rata
c. Konsistensi kenyal, lunak
d. Mudah digerakkan terhadap sekitar
e. Tidak nyeri tekan
Klinis tumor ganas memberikan gambaran :
a. Permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol
b. Tepi tidak rata
c. Bentuk tidak teratur
d. Konsistensi keras, padat
e. Batas tidak tegas
f. Sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar
g. Kadang nyeri tekan

20
Pemeriksaan Penunjang
IMAGING TEST :
Diagnostic mammography.
Mammografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi. Mamogram adalah gambar hasil mammografi. Untuk
memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan dua posisi
mamogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat (kraniokaudal dan
mediolateraloblique). Mammografi dapat bertujuan untuk diagnosis, follow up /
kontrol dalam pengobatan serta skrining kanker payudara. Mammografi
dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun, namun karena payudara wanita
Indonesia lebih padat maka hasil terbaik mammografi sebaiknya dikerjakan pada
usia >40 tahun. Pemeriksaan mammografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10
dihitung dari hari pertama masa menstruasi. Pada masa ini akan mengurangi rasa
tidak nyaman pada wanita pada waktu dikompresi dan akan memberi hasil yang
optimal.
Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mammografi digunakan
BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology. Dalam sistem
BIRADS, mammogram dinilai berdasarkan hal berikut :
1. Kalsifikasi (deskripsi kalsifikasi, distribusi dan jumlah)
2. Massa (bentuk, margin, densitas)
3. Distorsi bentuk
a. Kasus khusus (adanya KGB intramammaria, dilatasi duktus,
asimetri global)
b. Temuan asosiatif (retraksi kulit, retraksi puting, penebalan kulit,
penebalan trabekula, lesi kulit, adenopati aksila).

21
Ultrasound ( USG )
Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan gelombang bunyi
dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada payudara.
Gelombang bunyi yang tinggi ini bisa membedakan suatu massa yang solid, yang
kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan
kanker. Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik. Serupa
dengan mammografi, American College of Radiology juga menyusun bahasa
standar untuk pembacaan dan pelaporan USG sesuai dengan BIRADS.

Karakteristik yang dideskripsikan adalah :


1. Bentuk massa
2. Margin
3. Orientasi
4. Jenis posterior acoustic
5. Batas lesi
6. Pola echo
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya :
1. Permukaan tidak rata
2. Taller than wider
3. Tepi hiperekoik
4. Echo interna heterogen
5. Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor
membentuk sudut 90 derajat.

22
MRI
MRI menggunakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi images (
gambaran ) detail dari tubuh. MRI bisa digunakan, apabila sekali seorang wanita,
telah didiagnose mempunyai kanker, maka untuk mencheck payudara lainnya bisa
digunakan MRI. Tapi ini tidak mutlak. Bisa juga untuk screening saja.Menurut
American Cancer Society ( ACS ), wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena
kanker payudara, seperti contohnya pada wanita dengan mutasi gen BRCA atau
banyak anggota keluarganya yang terkena kanker payudara, sebaiknya juga
mendapatkan MRI, bersamaan dengan mammography. MRI biasanya lebih baik
dalam melihat suatu kumpulan massa yang kecil pada payudara yang mungkin
tidak terlihat pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada wanita yang
mempunyai jaringan payudara yang padat. Kelemahan MRI juga ada, kadang
jaringan padat yang terlihat pada saat MRI bukan kanker, atau bahkan MRI tidak
bisa menunjukkan suatu jaringan yang padat itu sebagai in situ breast cancer maka
untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsy.

23
TEST DENGAN BEDAH
Biopsi
Suatu test bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker, tapi hanya
biopsy yang bisa memberikan diagnosis secara pasti. Sample yang diambil dari
biopsy, danalisa oleh ahli patologi ( dokter spesialis yang ahli dalam
menterjemahkan test-test laboratorium dan mengevaluasi sel, jaringan, organ
untuk menentukan penyakit )

 Image guided biopsy digunakan ketika suatu benjolan yang


mencurigakan tidak teraba. Itu dapat dilakukan dengan Fine Needle
Aspiration Biopsy ( FNAB, menggunakan jarum kecil untuk untuk
mengambil sample jaringan ). Stereotactic Core Biopsy ( menggunakan X-
ray untuk menentukan jaringan yang akan diambil ) atau Vacuum-Assisted
Biopsy ( menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil beberapa
macam jaringan inti yang luas ). Dalam melakukan prosedur ini, jarum
biopsy untuk menuju area yang dimaksud, dibantu oleh mammography,
USG atau MRI. Metal clip kecil bisa diletakkan pada bagian dari payudara
yang akan dilakukan biopsy. Dalam kasus ini apabila jaringan itu
membuktikan adanya kanker, maka segera diadakan operasi tambahan.
Keuntungan teknik ini adalah bahwa pasien hanya butuh sekali operasi
untuk menetukan pengobatan dan menetukan stadium.

 Core Biopsy dapat menetukan jaringan. FNAB dapat menetukan sel dari
suatu massa yang teraba, dan ini semua kemudian dapat dianalisa. Core
biopsy dikerjakan dengan memakai alat khusus dan jarum khusus no G12-
16. Secara prinsip spesimen yang diperoleh dengan cara core biopsy sama
sahihnya dengan pemeriksaan biopsi insisi. Spesimen yang diperoleh
selanjutnya diproses sesuai standar persiapan dan pembuatan blok paraffin
dan pembuatan slaid dengan pulasan Hematoxyllin Eosin (H&E)

24
 Surgical Biopsy ( biopsy dengan cara operasi ) mengambil sejumlah besar
jaringan.Biopsy ini bisa incisional ( mengambil sebagian dari benjolan )
atau excisional ( mengambil seluruh benjolan ).

Apabila didiagnose kanker, operasi lanjutan mungkin diperlukan untuk


mendapatkan clear margin area ( area jaringan disekitar tumor dimana dipastikan
sudah bersih dari sel kanker ) kemungkinan, sekalian mengambil jaringan kelenjar
getah bening. Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan di ditest oleh dokter
untuk menentukan pengobatan.Test itu untuk melihat:
 Ciri-ciri tumor. Apakah tumor itu Invasive ( biasanya menyebar ) atau In
situ ( biasanya tidak menyebar ). Ductal ( dalam saluran susu ) atau lobular
( dalam kelenjar susu ). Grade ( seberapa besar perbedaan sel kanker itu

25
dari sel sehat ) dan apakah sel kanker telah menjalar ke pembuluh darah
atau pembuluh getah bening. Margin dari tumor juga di amati.

 Receptor Estrogen ( ER ) dan Receptor Progesteron ( PR ) test. Sel kanker


payudara apabila diketahui positif mengandung receptor ini ER (+) dan PR
(+) berarti sel kanker ini berkembangnya karena hormon-hormon tersebut.
Biasanya diadakan terapy hormone ( akan dibahas tersendiri ).

 Test HER2 neu.( C-erb2 ). Adanya protein HER2 yang berlebihan. Rata-
rata 25% penderita kanker. Dengan mengetahui status HER2 ( positive
atau negative ) maka dapat ditentukan apakah pasien akan diterapi dengan
menggunakan obat yang disebut trastuzumab ( HERCEPTIN ) atau tidak. (
mengenai HERCEPTIN akan dibahas tersendiri )

 Genetic Description of the Tumor.Test dengan melihat unsur biology dari


tumor, untuk memahami lebih dalam mengenai kanker payudara.
Oncotype DX adalah test untuk mengukur resiko seberapa jauh
kekambuhannya.

TUMOR MARKER TEST


Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada
darah, kencing atau jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dari nilai normalnya, mengindikasikan adanya
suatu proses tidak normal dalam tubuh. Bisa disebabkan karena kanker , bisa juga
bukan. Pada kanker payudara tumor marker yang biasanya dilakukan adalah CA
15.3 dengan mengambil sample darah. Pada standard PRODIA tumor marker
tidak boleh melebihi angka 30

TEST-TEST LAIN
Test –test lain yang biasa dilakukan untuk payudara adalah :
 Photo Thorax Untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran keparu-
paru

26
Terapi
Dalam banyak kasus, dokter akan bekerjasama dengan pasien untuk
menentukan rencana pengobatan, meskipun pengobatan tiap pasien akan di
sesuaikan oleh dokter. Tapi berikut adalah langkah-langkah umum yang dilakukan
dalam pengobatan :

Tujuan utama pengobatan awal adalah mengangkat tumor dan membersihkan


jaringan disekitar tumor. Jadi dokter akan merekomendasikan operasi untuk
mengangkat tumor. Umumnya kemudian akan dilakukan terapi radiasi pada
jaringan payudara yang masih ada.

OPERASI
Secara umum, semakin kecil tumor, dianjurkan untuk operasi. Berikut adalah
type-type operasi :
 Lumpectomy ( Partial mastectomy / Segmental mastectomy ),
mengangkat tumor dan membersihkan jaringan sekitar tumor. Untuk DCIS
dan Kanker yang invasive, biasanya terapi radiasi pada area yang terkena
tumor diberikan.

A.Dark pink indicates tumor

B.Light pink highlited area indicates tissue ( jaringan ) removed at lumpectomy

27
Pencegahan
1. Pola hidup sehat dan SADARI
2. Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer
risk assessement survey.
3. Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan
mammografi setiap tahun.
4. Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai
mencapai usia 50 tahun.
5. Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara
6. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan
stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan
hidup penderita.
7. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan
pengobatan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, Charles et al. 2004. Schwartz's Principles of Surgery. 8th Edition:


Chapter 37. McGraw-Hill Professional.

Price, Sylvia A., and Wilson, Lorraine M. Gangguan Sistem Reproduksi:


Reproduksi Wanita. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Ed.6/Vol.2. Jakarta: EGC, 2006.

Hartmann C Lynn. Atypical Hyperplasia of the breast – Risk Assessment and


Management Options. The New England Journal of Medicine. 2017.

KPKN. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran – Kanker Payudara. Jakarta.


Agung Seto. 2002.

Degnim, Amy C. Surgical Management Of High – Risk Breast Lesions. America.


2000.

Suyatno. Majalah Kesehatan Andalas. Peran Pembedahan Pada Tumor Jinak


Payudara. Vol 38. Medan. 2015.

J. H. Kim. European Society of Radiology. Atypical Ductal Hyperplasia


Diagnosed at Ultrasound Guided Biopsy of Breast Mass. 2014.

29
30
31

Anda mungkin juga menyukai