Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
Refleksi Kasus
19 September 2017
ATRESIA ANI

Disusun Oleh :

Haryati, S. Ked

Pembimbing :
dr. Alfreth Langitan, Sp.B, FINACS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU BEDAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Haryati (11 16 777 14 072)


Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-khairaat
Judul Refarat : Atresia Ani
Bagian : Bedah
Telah menyelesaikan refarat dalam rangka tugas kepanitraan klinik pada bagian
bedah fakultas kedokteran Universitas Al-khairaat.

Bagian Bedah
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Al-khairaat

Palu, September 2017

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Alfreth Langitan, Sp.B, FINACS Haryati, S.Ked

ii
DAFTAR ISI

Judul Halaman

Kata Pengantar ......................................................................................................... i

Daftar isi................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi ................................................................................................................. 2

2.2 Embriologi ........................................................................................................... 2

2.3 Anatomi................................................................................................................3

2.3 Epidemiologi ........................................................................................................ 6

2.4 Etiologi ................................................................................................................. 7

2.5 Patofisiologi ......................................................................................................... 7

2.6 Klasifikasi ............................................................................................................ 8

2.7 Manifestasi Klinik .............................................................................................. 14

2.8 Diagnosa............................................................................................................. 15

2.9 Penatalaksanaan ................................................................................................. 17

2.10 Prognosis .......................................................................................................... 19

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar belakang

Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani,
agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani
didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga
menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus
imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina
pada perempuan.

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : By. N
Usia : 3 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Darusalam
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia

1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Tidak memiliki anus sejak lahir
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi laki-laki masuk Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu pada tanggal 27
Agustus 2017 pukul 21.40 WITA dengan keluhan perut membesar, muntah dan tidak
memiliki lubang anus. Bayi lahir di Puskesmas Mabelopura pada tanggal 24 Agustus
2017 (jam tidak diketahui) ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 2200 gr. Bayi
sempat dirawat 1 hari di Puskesamas Mabelopura kemudian pulang. Menurut ibu
pasien tidak ada informasi tentang bayinya yang lahir tanpa anus. Kemudian bayi
dibawa ke RSUD Undata dengan keluhan muntah setelah minum, perut membesar.
Bayi sudah miksi, tetapi belum BAB 2 hari setelah lahir. Riwayat kehamilan ibu
merupakan kehamilan yang keempat, pernah partus sebelumnya dan tidak ada riwayat
abortus. Usia ibu pada saat hamil adalah umur 37 tahun. Tidak ada riwayat merokok,
tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak menggunakan obat-obatan terlarang. Riwayat
penyakit ibu pada saat hamil tidak ada, namun ibu pasien ternyata jarang
memeriksakan kehamilannya

2
1.3 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 132 kali/ menit
Suhu : 36,5 C
Respirasi : 56 kali/ menit
CRT : < 2 detik
Berat Badan : 2.200 gram
Panjang Badan : 40 cm

1. Sistem pernapasan
Sianosis : tidak ada sianosis
Merintih : tidak ada
Apnea : tidak ada
Retraksi dinding dada : tidak ada
Pergerakan dinding dada : simetris kanan dan kiri
Cuping hidung : tidak ditemukan
Bunyi pernapasan : bronchovesicular
Bunyi tambahan : wheezing -/-, ronkhi -/-
Skor Downe
- Frekuensi napas : 56 kali/menit
- Retraksi : tidak ada retraksi
- Sianosis : tidak ada sianosis
- Air entry : udara masuk bilateral baik
- Merintih : tidak ada merintih
Total skor :0
Kesimpulan : Tidak ada gangguan napas
2. Sistem kardiovaskuler
Bunyi Jantung : SI dan SII murni reguler
Murmur : tidak ada
3. Sistem hematologi :
Pucat : tidak ada

3
Ikterus : tidak ada
4. Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : tidak ada
Muntah : tidak ada
Diare : tidak ada
Residu lambung : tidak ada
Organomegali : tidak ada
Peristaltik : positif, kesan normal
Umbilikus
- Pus : tidak ada
- Kemerahan : tidak ada
- Edema : tidak ada
5. Sistem neurologi :
Aktivitas : aktif
Kesadaran : kompos mentis
Fontanela : datar
Sutura : memisah
Refleks cahaya : ada
Kejang : tidak ada
Tonus otot : normal
6. Sistem Genitalia
Penis : panjang ± 1 cm
Skrotum : +/+
Keluaran : tidak ada
Anus imperforata : (+)

4
RESUME
Bayi laki-laki masuk Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu pada tanggal 27 Agustus
2017 pukul 21.40 WITA dengan keluhan perut membesar, muntah dan tidak memiliki lubang
anus. Bayi lahir di Puskesmas Mabelopura pada tanggal 24 Agustus 2017 (jam tidak diketahui)
ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 2200 gr. Bayi sempat dirawat 1 hari di Puskesamas
Mabelopura kemudian pulang. Menurut ibu pasien tidak ada informasi tentang bayinya yang
lahir tanpa anus. Kemudian bayi dibawa ke RSUD Undata dengan keluhan muntah setelah
minum, perut membesar. Bayi sudah miksi, tetapi belum BAB 2 hari setelah lahir. Riwayat
kehamilan ibu merupakan kehamilan yang keempat, pernah partus sebelumnya dan tidak ada
riwayat abortus. Usia ibu pada saat hamil adalah umur 37 tahun. Tidak ada riwayat merokok,
tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak menggunakan obat-obatan terlarang. Riwayat penyakit
ibu pada saat hamil tidak ada, namun ibu pasien ternyata jarang memeriksakan kehamilannya

DIAGNOSIS : Atresia Ani

TERAPI
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Cefotaxime 125 mg/12 jam/IV
• Inj. Gentamycin 10 mg/hari/IV

5
FOLLOW UP
28 Agustus 2017 : Perawatan hari ke-2
S : Panas (-), sesak (-), merintih (-), muntah (+), perut kembung (+), refleks isap (+), BAB
(-), BAK (+)
O : DJ : 124 kali/ menit
RR : 52 kali/ menit
SB : 37,3˚C
CRT : < 2 detik
BB : 2.200 gram

- Sistem Pernapasan : Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-),
pergerakan dinding dada simetris (+)
- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).
- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-),organomegali (-)
- Sistem Saraf : Aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-
)

A : Atresia Ani

P :
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Cefotaxime 125 mg/12 jam/IV
• Inj. Gentamycin 10 mg/hari/IV

6
29 Agustus 2017 : Perawatan hari ke-3
S : Panas (-), sesak (-), merintih (-), muntah (-), perut kembung (+), refleks isap (+), BAB
(-), BAK (+)
O : DJ : 120 kali/ menit
RR : 48 kali/ menit
SB : 36,5˚C
CRT : < 2 detik
BB : 2.200 gram

- Sistem Pernapasan : Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-),
pergerakan dinding dada simetris (+)
- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).
- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-),organomegali (-)
- Sistem Saraf : Aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-
)

A : Atresia Ani

P :
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Cefotaxime 125 mg/12 jam/IV
• Inj. Gentamycin 10 mg/hari/IV

7
30 Agustus 2017 : Perawatan hari ke-4
S : Panas (-), sesak (-), merintih (-), muntah (-), perut kembung (+), refleks isap (+), BAB
(-), BAK (+)
O : DJ : 132 kali/ menit
RR : 52 kali/ menit
SB : 36,8˚C
CRT : < 2 detik
BB : 2.200 gram

- Sistem Pernapasan : Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-),
pergerakan dinding dada simetris (+)
- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).
- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-),organomegali (-)
- Sistem Saraf : Aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-
)

A : Atresia Ani

P :
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Cefotaxime 125 mg/12 jam/IV
• Inj. Gentamycin 10 mg/hari/IV

8
31 Agustus 2017 : Perawatan hari ke-5, POH 1
S : Panas (-), sesak (-), merintih (-), muntah (-), perut kembung (-), refleks isap (+), BAB
(+), BAK (+)
O : DJ : 136 kali/ menit
RR : 54 kali/ menit
SB : 36,8˚C
CRT : < 2 detik
BB : 2.200 gram

- Sistem Pernapasan : Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-),
pergerakan dinding dada simetris (+)
- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).
- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-),organomegali (-)
- Sistem Saraf : Aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-
)

A : Atresia Ani + Post Anoplasty hari 1

P :
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Cefotaxime 125 mg/12 jam/IV
• Inj. Gentamycin 10 mg/hari/IV

9
01 September 2017 : Perawatan hari ke-6, POH 2
S : Panas (-), sesak (-), merintih (-), muntah (-), perut kembung (-), refleks isap (+), BAB
(+), BAK (+)
O : DJ : 138 kali/ menit
RR : 56 kali/ menit
SB : 36,8˚C
CRT : < 2 detik
BB : 2.200 gram

- Sistem Pernapasan : Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-),
pergerakan dinding dada simetris (+)
- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).
- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-),organomegali (-)
- Sistem Saraf : Aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-
)

A : Atresia Ani + Post Anoplasty hari 2

P :
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Cefotaxime 125 mg/12 jam/IV
• Inj. Gentamycin 10 mg/hari/IV

10
02 September 2017 : Perawatan hari ke-7, POH 3
S : Panas (-), sesak (-), merintih (-), muntah (-), perut kembung (-), refleks isap (+), BAB
(+), BAK (+)
O : DJ : 136 kali/ menit
RR : 54 kali/ menit
SB : 36,8˚C
CRT : < 2 detik
BB : 2.200 gram

- Sistem Pernapasan : Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-),
pergerakan dinding dada simetris (+)
- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).
- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)
- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-),organomegali (-)
- Sistem Saraf : Aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela datar, kejang (-
)

A : Atresia Ani + Post Anoplasty hari 3

P :
• IVFD D5% 14 tpm
• Inj. Cefotaxime 125 mg/12 jam/IV
• Inj. Gentamycin 10 mg/hari/IV

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya. Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum, atresia ani merupakan kelainan bawaan
(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus.1,2
Atresia Ani adalah suatu kelainan congenital dimana menetapnya membrane anus
sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total; kadangkala sebuah lubang sempit masih
memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit
perineum; keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.3
Atresia berasal dari bahasa Yunani artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh,
hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya.2

2.2 Embriologi

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut
akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian
duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian
duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,

12
dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai
primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan
anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator
berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat
tidak ada atau rudimenter.

2.3 Anatomi

Bagian usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid
sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani
dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar
5,9 inci (15 cm). Sekum dan bagian kolon transversum maupun banyak kolon sigmoideum
seluruhnya di dalam peritoneum,sedangkan sepertiga bawah rektum di bawah peritoneum dan
sepertiga atas ekstra peritoneum di atas permukaan posteriornya. Bagian asendens dan desendens
kolon ditutup oleh peritoneum hanya pada permukaan anterior.3,4
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan
rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini maka perdarahan,

13
persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang
menutupinya.
Rektum memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Rectum
dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan
lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas
rectum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar di
sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri,
sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri
bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fissura anus nyeri sekali. Darah
vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem orta, sedangkan yang berasal dari anus
dialirkan ke sistem kava melalui cabang v. Iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya
memahami cara penebaran keganasan dan infeksi. Sistem limfa sepanjang pembuluh
hemoroidales superior ke arah kelenjar limfa paraorta melalui kelenjar limfa paraorta melalui
kelenjar limfa iliaka interna, sedangkan limfa yang berasal dari kanalis analis mengalir kearah
kelenjar inguinal.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke
ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum
dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea
pektinata atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara
kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat
membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu
melakukan colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis
hilton)
Cincin sfingtern anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter
ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, otot longitudinal,
bagian tengah dari otot levator (puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter
internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus terdiri atas serabut otot
lurik.

14
Gambar 1. Rektum dan anus

Perdarahan arteri
Arteri hemoroidales superior adalah kelanjutan langsung a. Mesenterika inferior. Arteri
ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Arteri hemoroidales medialis
merupakan percabangan anterior a.iliaka interna , sedangkan a. Hemoroidales inferior adalah
cabang a. Pudenda interna. Anastomises antara arkade pembuluh inferior dan superior
merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan
aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan a. Iliaka. Anastomises tersebut ke pembuluh
kolateral hemoroid inferior dapat memjamin perdarahan di kedua ekstremitas bawah. Perdarahan
di pleksus hemoroidales merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah.
Perdarahan vena
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan dari
Vena hemoridalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah
kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. Lienalis ke vena porta. Vena
ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. V.
Hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. Pudenda interna dan kedalam v. Iliaka
interna dan vena kava. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena
melalui perdaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena
iliaka
Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan
kolon transversum, dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan
rektum. Keduanya bermuara ke dalam v.porta, tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis.
Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Oleh karena itu, anak sebar yang

15
berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari
kolon ditemukan di hati.

Gambar 2. Vaskularisasi usus besar

Persarafan
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik. Serabut simpatik
berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari
ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju
kearah struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi.
Persarafan parasimpatik (nervi erigantes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga dan keempat.
Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan
cara mengatur aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada
waktu operasi radikal panggul serta ekstirpasi radikal rektum atau uterus dapat menyebabkan
gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual. Otot volunter, yaitu levator ani,
koksigeus dan sfingter eksternus, dilayani oleh saraf dari segmen sakralis keempat.

2.4 Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000
kelahiran. Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.
Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti

16
oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak
ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa atresia ani letak
rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi.

2.5 Etiologi

Atresia ani dapat disebabkan karena:


1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan
populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan
atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik.5

2.6 Patofisiologi

Kelainan atresia ani terjadiakibat kegagalan pembentukan septum urorectal secara


komplit. Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas. Anus dan rektum diketahui berasal
dari bagian dorsal hindgut atau rongga cloacal ketika pertumbuhan lateral bagian mesenchyme,
kloaka akan membentuk sekat di tengah yang disebut septum urorectal. Septum urogenital
membagi kloaka (bagian caudal hindgut) menjadi rektum dan sinus urogenital, urogenital sinus
terutama akan membentuk kandung kecing dan uretra. Penurunan perkembangan dari septum
urorectal dipercaya menutup saluran ini ketika usia 7 minggu kehamilan. Selama waktu ini,
bagian ventral urogenital mengalami pembukaan eksternal/keluar;bagian dorsal dari anal

17
membuka kemudian. Anus berkembang dari fusi antara tuberculum anal dan invagination bagian
luar/eksternal, yang dikenal sebagai proctodeum, yang mendalam ke arah anus pada awalnya.
Perineum memisahkan kloaka membran menjadi membran urogenital anterior dan membran anal
posteriorrektum dan bagian superior kanalis anus terpisah dari eksterior oleh membran anal.
selaput pemisah ini akan menghilang saat usia kehamilan 8 minggu.6
Gangguan pada perkembangan struktur anorectal bermacam-macam tingkatannya dengan
berbagai macam kelainan, antara lain anal stenosis, ruptur selaput yang anal yang tidak komplit,
atau complete failure atau anal agenesis dari bagian atas dari kloaka sampai kebawah dan
kegagalan proktoderm mengalami invaginasi. Hubungan langsung antara saluran urogenital dan
bagian rectal dari kloaka menyebabkan rectourethral fistule atau rectovestibular fistule.6

2.7 Klasifikasi

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi
menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan
pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram:
udara < 1 cm dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada
invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm dari
kulit.7
Tabel 1. klasfikasi menurut wingspread
Menurut klasifikasi Wingspread
Laki laki
Kelompok I
Kelainan Tindakan
- Fistel urin Kolostomi neonatus, operasi definitif
- Atresia rektum pada usia 4-6 bulan
- Perineum datar

18
- Fistel tidak ada
- Invertogram udara > 1 cm dari
kulit
Kelompok II
Kelainan Tindakan
- fistel perineum Operasi langsung pada neonatus
- membran anal
- stenosis anus
- fistel tidak ada
- invertogram udara < 1 cm dari
kulit
Perempuan
Kelompok I
Kelainan Tindakan
- kloaka Kolostomi neonatus
- fistel vagina
- fistel anovestibuler atau
rektovestibuler
- atresia rektum
- fistel tidak ada
- invertogram udara >1 cm dari
kulit
Kelompok II
Kelainan Tindakan
- fistel perineum Operasi langsung pada neonatus
- stenosis anus
- fistel tidak ada
- invertogram udara < 1cm dari
kulit

19
Kelainan bentuk anorektum dapat ditemukan dalam berbagai macam tipe yang sampai
sekarang masih belum dapat diketahui secara lengkap Ladd dan Gross pada tahun 1934
mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe yang masih banyak digunakan oleh para ahli hingga
saat ini.
Tipe I : Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat.
Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus.
Tipe III: Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak
pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk (lekukan anus). Merupakan
jenis yang paling sering ditemukan
Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah,
pada jarak tertentu dari ujung rektum yangberakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan
bentuk yang paling jarang dijumpai.

gambar 3. Atresia ani tanpa fistula

20
gambar 4. Atresia ani dengan fistula

Kelainan bentuk anorektum juga dapat dikelompokkan berdasarkan hubungan antara


bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat
penting dalam proses defekasi berdasarkan letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul, yakni
supralevator dan translevator, dikenal sebagai klasifikasi Melboume.
Kelainan bentuk anorektum dikelompokkan menjadi:
1. Kelainan letak rendah (infralevator)
Pada kelainan letak rendah, rektum telah menembus levator sling sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm, muskulus sfingter ani interna dalam keadaan
utuh, kelainan letak rendah lebih sering dijumpai pada bayi perempuan. Bentuk yang
dapat ditemukan berupa stenosis anus, tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang
seringkali disertai fistula anokutaneus, dan anus ektopik yang selalu terletak di anterior
lokasi anus yang normal.

21
Gambar 5.Fistul anokutaneus (bucket handle) anus ektopik

2. Kelainan letak tengah (intermedia)


Pada kelainan letak tengah telah menembus otot puborektalis sampai sekitar satu
sentimeter atau kurang dari kulit perineum. Ujung rektum mencapai tingkat m. Levator
anus tetapi tidak menembusnya. Otot sfingter ani eksterna telah terbentuk sempurna dan
berada dalam keadaan berkesinambungan dengan kompleks levator. Di daerah anus
seharusnya terbentuk lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Pada
kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra, yang
menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris
3. Kelainan letak tinggi (supralevator)
Pada kelainan letak tinggi, rektum yang buntu terletak di atas levator sling dan juga
dikenal dengan istilah agenesis rektum. Kelainan letak tinggi lebih banyak ditemukan
pada bayi laki-laki. Pada kelainan letak tinggi acapkali terdapat fistula, yang
menghubungkan antara rektum dengan perineum, saluran kemih atau vagina.

Gambar 6. Atresia ani letak rendah dan letak tinggi


22
Jenis fistula yang dapat ditemukan pada perempuan adalah fistula anokutaneus, fistula
rektoperineum dan fistula rektovagina. Fistula anokutaneus mencakup bentuk kelainan yang
sebelumnya dikenal sebagai anus ektopik anterior atau fistula anoperineum. Pada fistula
rektoperineum, fistula bermuara di sepanjang perineum mulai dari lekukan anus sampai pada
baths vestibulum vagina. Sementara pada fistula rektovagina, lubang fistula bermuara pada
fosa navikularis, vestibulum vagina, atau bahkan pada dinding posterior vagina.
Pada laki-laki dapat dijumpai dua bentuk fistula, yaitu fistula rektourinaria dan fistula
rektoperineum; jenis yang pertama lebih banyak ditemukan. Sebagian besar fistula
rektourinaria berupa fistula rektouretra, muara fistula terdapat di uretra pars prostatika tepat di
bawah verumontagum berdekatan dengan duktus ejakulatorius. Fistula rektourinaria juga dapat
dijumpai dalam bentuk fistula rektovesika, fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung
kemih pada daerah trigonum vesika. Jenis fistula ini sangat jarang ditemukan. Pada fistula
rektoperineum, muara fistula terdapat di perineum di sepanjang daerah antara lekukan anus
sampai batas perineoskrotum.
Fistula dapat berukuran sedemikian kecil sehingga sukar ditemukan dan tidak dapat
dilalui mekoneum atau berukuran cukup besar sehingga memungkinkan pengeluaran
melkoneum dari rektum yang buntu. Pada kasus kelainan bentuk anorektum disertai fistula
dengan ukuran cukup besar, manifestasi obstruksi usus akibat buntunya rektum tidak terjadi,
karena mekoneum dapat keluar melalui fistula.
Fistula dapat ditemukan pada sekitar tiga perempat kasus dan sebagian besar di
antaranya terdapat pada kasus tipe III berdasarkan klasikfikasi ladd and gross.

23
Gambar 7. fistule yang muncul pada atresia ani

2.8 Manifestasi Klinis.

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Gejala itu dapat berupa :
1. Perut kembung.
2. Muntah.
3. Tidak bisa buang air besar.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana
terdapat penyumbatan.8

Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum berada
pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya,
malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi
anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9

Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang
mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas
berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan
secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.10

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal
adalah
1. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling banyak
ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan
vebtrikular septal defect.

24
2. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-
2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti
hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang
sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi
antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut
dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal,
Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).10

2.9 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.


Pada anamnesis dapat ditemukan :
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir.
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula.
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak
rendah11.
Menurut Pena untuk mendiagnosa menggunakan cara:
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah
maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih
dahulu, setelah 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas
meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak

25
rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa
rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.


Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila
fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka
dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital
anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom terlebih dahulu.
Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan pada
perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah. Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen
setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangensteen Rice (kedua kaki
dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan
bertujuanagar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi
11
.
Pada pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi
saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir
dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.5
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal
hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir
dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini
dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang
menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk
menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24
jam untuk menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan
colostomy atau anoplasty5.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak
adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum
yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan harus dilakukan
colostomy 5.

26
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah
meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal
dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium)5.

2.10 Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus
dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan
inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan
cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan
mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel11.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk
menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan
dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi
yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak
kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta
ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada
tidaknya fistula.

Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :


a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah
6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.11.

27
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8
minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,
baikminimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti11.
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan vital ke
vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidaklancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita
hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka
tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus
tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.
Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel,
dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II.
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi
tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi.
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif. Bila tidak
ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan pembedahan
definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi7.
Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum dan tidak
adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok
dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak
mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke
vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila
dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama
pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Fistel perineum sama dengan

28
pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anusnormal. Pada membran anal biasanya
tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya
dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan wanita, tindakan
definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada invertogram,
perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah7.
Prinsip penatalaksanaan pada atresia ani berpusat pada penentuan klasifikasinya, yaitu
anomali letak tinggi atau letak rendah, ada atau tidak adanya fistula, dan mengevaluasi apakah
terdapat kelainan kongenital lain yang menyertai. Dibutuhkan waktu sampai 24 jam sebelum
fistula dapat ditemukan, oleh karena itu, observasi pada neonatus sangat dibutuhkan sebelum
operasi definitif dilakukan. Semua pasien dimasukkan nasogastric tube sebelum makan untuk
melihat adanya atresia esofagus dan dimonitoring apakah terdapat mekonium pada perineum
atau urine. Selain itu, dalam 24 jam pertama, bayi harus mendapatkan terapi cairan dan
antibiotik. Pada anomali letak tinggi dengan atau tanpa fistel dan atresia ani dengan fistula yang
tidak adekuat, sifat tatalaksananya adalah emergency, sedangkan pada ada atresia ani dengan
fistula yang adekuat dan anterior anus adalah elektif.1,8,9

Penatalaksanaan Anomali Letak Rendah

Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi perineal tanpa
kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu anoplasti. Terdapat 3 pendekatan yang
dapat dilakukan. Untuk anal stenosis, dimana pembukaan anus berada pada lokasi yang normal,
maka dilatasi serial merupakan penatalaksanaan kuratif. Dilatasi dapat dilakukan sehari-hari oleh
orang tua atau pengasuh anak dan ukuran dari dilator harus dinaikkan secara progresif (dimulai
dari 8 atau 9 French dan dinaikkan ke 14 atau 16 French). Jika pembukaan anal berada di sebelah
anterior dari sfingter eksternus dengan jarak yang kecil antara pembukaan dan bagian tengah dari
sfingter eksternus, dan perineal intak, maka anoplasti cutback dilakukan. Tindakannya terdiri
dari insisi dari orifisium anal ektopik menuju bagian tengah dari sfingter anus, dan dengan
demikian terjadi pelebaran pembukaan anal. Namun, jika jaraknya lebar antara pembukaan anal
dengan bagian tengah dari sfingter ani eksternus, maka yang dilakukan adalah anoplasti
transposisi, dimana pembukaan anal yang tidak pada tempatnya dipindahkan ke posisi yang
normal pada bagian tengah dari otot sfingter, dan perineal di rekonstruksi. 1,8,9

29
Penatalaksanaan Anomali Letak Tinggi

Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dan intermediat membutuhkan tiga tahapan
rekonstruksi. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah kolostomi terlebih dahulu segera
setelah lahir untuk dekompresi dan diversi, diikuti dengan operasi definitif berupa prosedur
abdominoperineal pullthrough (Swenson, Duhamel, Soave) setelah 4-8 minggu (sumber lain
menyebutkan 3-6 bulan) dan diakhiri dengan penutupan dari kolostomi yang dilakukan beberapa
bulan setelahnya. Tindakannya berupa pemisahan fistula rektourinari atau rektovagina secara
pull-through dari kantong rektal bagian terminal menuju posisi anus yang normal. Dilatasi anus
dimulai 2 minggu setelah operasi definitifdan dilanjutkan beberapa bulan setelahnya dengan
penutupan kolostomi. 1,8,9

2.11 Prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok
dubur. Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi
juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita .
Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode
PSARP 7.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Kelainan Bawaan. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed3. Jakarta :
EGC, 2004 : 667-670
2. Mulholland, Michael W, Lillemoe, Keith D. Anorectal Malformation in: Greenfield's
Surgery: Scintific Principles and Practice, 4th Edition. New York: Mc-Graw Hill.2006
3. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta : EGC 1994: 262
4. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 25 September
2013].
5. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007,
2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 25 September 2013]

6. Nelson, G Rosen, MD. Pediatric Imperforate Anus. 25 januari 2010 (diakses tanggal25
september 2013). Available from: http://emedicine.medscape.com/article/929904-
overview.
7. Hamami A.H, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. 2004. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Editor Peter J. Ed 2. Jakarta : EGC
8. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses
tanggal 25 September 2013]

9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of


Michigan. Availablen online at
http://www.medcyclopedia.com/library/opics/volume_vii/a/anorectalmalformation
[diakses 25 September 2013]
10. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M, principle and Practice of Pediatric
Surgery Vol 2. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins, 2005 : 1395-1434

31

Anda mungkin juga menyukai