Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Kelompok 7
Menyetujui,
Mengetahui,
Kepala Ruangan Camellia
ii
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................................ ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................. 2
1.2.1 Tujuan umum ..................................................................... 2
1.2.2 Tujuan khusus .................................................................... 2
BAB 2 Resume Kasus ......................................................................................... 3
BAB 3 Pembahasan ............................................................................................ 28
BAB 4 Penutup ................................................................................................... 31
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 32
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami asuhan keperawatan
klien dengan NSTEMI (Non ST Elevation Miocard Infarc).
2
BAB 2
RESUME KASUS
2.1 Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi
yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan
proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable
angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST
(ST elevation myocardial infarction/ STEMI). APTS dan NSTEMI mempunyai
patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya.
Bila ditemui penanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I,
troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila
penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami
oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak
untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin
I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan
patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap
dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status
inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan
NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan
kebutuhan oksigen miokard.
2.2 Etiologi
Penyebab utama NSTEMI adalah stenosis koroner akibat trombus non-
oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur,
dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan infark miokard non-ST elevasi
(NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut kontinum, di mana plak
pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah miokardium. UA
dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk
3
membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA
dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi dan gelombang Q patologis pada
EKG.
Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang Q atau
menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana
daerah infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh
darah yang menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 60-
85% kasus, dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri
yang terkait tidak tersumbat. Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya
kemanjuran fibrinolisis dalam gangguan ini.
2.4 Patofisiologi
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit
jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok
iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan
suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor
serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis.
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik)
akibat akumulasi beberapa bahan seperti makrofag yang mengandung foam
4
cells, lipid ekstraselular masif dan plak fibrosa yang mengandung sel otot polos
dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu
proses inflamasi atau infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan
dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks,
pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak
aterosklerotik yang tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang membuktikan
bahwa inflamasi memegang peranan penting dalam proses terjadinya
aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner, inflamasi dimulai dari
pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada
plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan
dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak
(fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun
pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada
pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau penyumbatan
pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan
subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau
keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai
presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini
dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang
dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak
stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA.
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya
darah beku yang terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada
dua macam trombosis, yaitu trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan
pada arteri, dimana pada trombus tersebut ditemukan lebih banyak platelet, dan
trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada pembuluh darah vena
dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet.
Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem
koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
5
Patogenesis terkini SKA menjelaskan bahwa SKA disebabkan oleh
obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh
plak aterosklerosis yang rentan mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab
utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik
adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil dengan
karakteristik inti lipid besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak penuh dengan
aktivitas sel-sel inflamasi seperti limfosit T dan lain sebagainya. Tebalnya plak
yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada
pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut
dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak
aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan)
tetapi oleh kerentanan plak.
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam
dinding arteri koroner) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid,
makrofag dan faktor jaringan) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan
adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses
trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total
atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada
plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak
stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya
transien atau labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara
10–20 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi
oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan
trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan
miokard).
Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai
lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral
maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction),
atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat stabil dan
persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang
berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.
6
Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya
plak aterosklerotik yang rentan akibat fibrous caps yang tadinya bersifat
protektif menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous caps bukan merupakan lapisan
yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas
metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan matriks
ekstraselular akibat aktivitas matrix metalloproteinases (MMPs) yang
menghambat pembentukan kolagen dan aktivitas sitokin inflamasi.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses
inflamasi memegang peran yang sangat menentukan dalam proses patogenesis
SKA, dimana kerentanan plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi.
Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik.
Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada keadaan
inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator
plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan
vasospasme pada pembuluh darah karena terganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada
patogenesis SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi
endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu
sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan
faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai Endothelium
Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti
endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor
kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami
disrupsi terjadi platelet dependent vasoconstriction yang diperantarai oleh
serotonin dan tromboksan A2, serta thrombin dependent vasoconstriction yang
diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos
pembuluh darah.
7
2.5 WOC
Kelainan metabolisme (DM)
Stress oksidatif
Hiperkolesterolemia
Terjadi proses ateroskerosis
Kerusakan endotel
Penumpukan kolesterol
Pembentukan trombus
Migrasi kolesterol LDL ke dalam Disfungsi endotel
tunika intima
Penurunan aliran darah
koroner Terjadi proses aterosklerosis
Pembentukan kapsul
fibrosis
Jika kapsul fibrosis Terjadi pembentukan jejas endotel
menipis
Aktivasi proses inflamasi, migrasi
Ruptur plak
dan proliferasi sel
NSTEMI
Pertumbuhan plak
2.7 Penatalaksanaan
a. Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
1. Memeriksa tanda-tanda vital
2. Mendapatkan akses intra vena
3. Merekam dan menganalisis EKG
4. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta
pemeriksaan koagulasi.
6. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala
untuk mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat
masuk, jika normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB
diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark <
2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark
periprosedural.
b. Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
1. Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
9
2. Aspirin 160 mg (dikunyah).
3. Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila
masih nyeri dada.
4. Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
c. Tatalaksana lanjut berdasarkan stratifikasi risiko (skor risiko TIMI)
1. Risiko tinggi/ sedang:
a) Anti iskemik : beta blocker, nitrat, calcium-channel blocker.
b) Beta blocker diberikan pada pasien tanpa kontarindikasi,
khususnya pasien dengan hipertensi dan takikardia.
c) Nitrat intra vena atau oaral efektif mengatasi episode nyeri dada
akut.
d) Calcium-channel blocker dipakai untuk mengurangi gejala pada
pasien yang telah menerima nitrat dan beta-blocker, bermanfaat
pada pasien yang kontraindikasi beta-blocker dan pada pasien
angina vasospastik.
e) Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
i. aspirin diberikan pada semua pasien SKA, dosis awal 16o mg-
325 mg dan selanjutnya 75-100 mg per hari untuk jangka
panjang.
ii. Pada semua, clopidogrel diberi dengan dosis loading 300mg
per oral, selanjutnya 75 mg per hari, clopidogrel dapat
diberikan hingga 12 bulan kecuali dengan komplikasi
perdarahan berlebih.
iii. Pasien dengan kontarindikasi aspirin, clopidogrel diberikan
sebagai pengganti.
iv. Pasien yang direncanakan menjalani prosedur invasif (PCI=
pecutaneous coronary intervention), clopidogrel diberikan
dengan dosis loading 600 mg untuk mencapai inhibisi fungsi
platelet yang lebih cepat dan optimal.
2. Resiko sedang sampai tinggi
a) Anti koagulan/ antitrombin: Heparin
b) Anti koagulan diberi pada semua pasien selain anti platelet.
10
c) Revaskularisasi koroner
i. angiografi koroner dini (<72 jam ) diikuti oleh revaskularisasu
(PCI atau bedah pintas koroner) direkomendasikan pada
pasien dengan risiko sedang dan tinggi.
ii. angiografi koroner urgensi (<24 jam) direkomendasikan pada
pasien dengan angina refrakter atau berulang yabg disertai
perubahan segmen ST, gagal jantung, aritmia yang
mengancam hidup dan hemodinamik yang tidak stabil
d) Terapi tambahan: ACE inhibitor atau penghambat reseptor
angiotensin.
3. Risiko rendah, diberi terapi:
a) Aspirin
b) Beta-blocker
c) Pertimbangan untuk uji latih jantung (treadmill).
d) Dapat dipulangkan setelah observasi.
11
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.K DENGAN DIAGNOSA MEDIS
NSTEMI HIGH RISK + TDM + TAVB ON TPM DENGAN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER DI RUANG CAMELLIA RSUD DR
SOETOMO TANGGAL 11 SEPTEMBER 2017 – 23 SEPTEMBER 2017
PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny. K
Umur : 80 th
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pegawai swasta
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Wijaya Kusuma
Tanggal masuk : 12 September 2017
Tanggal pengkajian : 17 September 2017
No.register : 12.61.xx.xx
Diagnosa medis : NSTEMI high risk + TDM + TAVB ON TPM
2. Status kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
12
Saat MRS : sesak napas
Saat ini : nyeri perut tidak dapat buang air besar
2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Dibawa ke rumah sakit
b. Status Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami :
Diabetes melitus tahun 2010 dan hipertensi tahun 2017, tidak minum
obat DM dan hipertensi.
Pernah dirawat :
Tahun 2012 pernah operasi katarak kedua mata.
Alergi :
Tidak ada alergi obat-obatan dan makanan.
2) Kebiasaan (merokok/alkohol/kopi dll)
Pasien tidak merokok, minum kopi ataupun minum alkohol.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
4) Diagnosa medis dan therapy
Diagnosa medis : NSTEMI high risk + TDM + TAVB ON TPM
Terapi :
- O2 nasal 3 lpm
- Diet KV 1900 kkal/hari
- Cairan masuk 1500 cc/hari (NaCl 0,9% 500cc/24 jam dan minum
maksimal 1000cc/hari)
13
Saat sakit : pasien selalu menhabiskan makanan yang
disediakan oleh rumah sakit dan minum dibatasi
sehari maksimal 1000 cc
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit : pasien biasa BAB sehari 1x
Saat sakit : pasien terpasang kateter, belum BAB saat dirawat
di rumah sakit sejak 6 hari yang lalu
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : pasien dapat melakukan kegiatan apapun sehari-hari
dengan mandiri
Saat sakit : pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur dan tidak
bisa beraktivitas seperti biasa
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : pasien suka begadang dan tidur malam hanya 2-3
jam dan tidurnya nyenyak
Saat sakit : pasien tidur 1-2 jam di malam hari dan tidurnya
nyenyak
f. Pola berpakaian
Sebelum sakit : pasien dapat memakai pakaian sendiri dan setiap
hari ganti
Saat sakit : pasien tidak berpakaian
g. Pola rasa nyaman
Sebelum sakit : pasien tidak merasa nyeri dan cemas
Saat sakit : pasien merasa tubuhnya nyeri saat digerakkan,
pasien merasa tidak cemas
h. Pola aman
Sebelum sakit : pasien tidak ada resiko jatuh
Saat sakit : pasien tidak ada resiko jatuh
i. Pola kebersihan diri
Sebelum sakit : pasien mandi dan keramas setiap hari
14
Saat sakit : pasien tidak dapat melakukan perawatan diri (tidak
mandi dan keramas), seluruh aktivitas pasien dibantu
keluarga
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit : pasien kooperatif
Saat sakit : pasien kooperatif
k. Pola beribadah
Sebelum sakit : pasien rajin beribadah
Saat sakit : pasien tidak pernah beribadah
l. Pola produktifitas
Sebelum sakit : pasien selalu ikut meramaikan kegiatan yang
diadakan oleh kampunya, seperti acara lomba
agustusan
Saat sakit : pasien hanya terbaring di tempat tidur, tidak
melakukan kegiatan apapun
m. Pola rekreasi
Sebelum sakit : pasien selalu bermain dengan cucu,bermain kartu
sendiri dan rekreasi di luar kota
Saat sakit : pasien hanya terbaring di tempat tidur, tidak ada
sarana hiburan
n. Pola kebutuhan belajar
Sebelum sakit : pasien kadang-kadang mengikuti penyuluhan yang
diadakan oleh warga kampungnya
Saat sakit : pasien hanya terbaring di tempat tidur
4. Pengkajian fisik
a) Keadaan umum:
Tingkat kesadaran : komposmentis
GCS : Mata: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
b) Tanda-tanda vital
Nadi: 70x/menit, Suhu: 37O C, TD: 100/60 mmHg, RR: 20x/menit
c) Keadaan fisik
15
1) Kepala dan leher:
Rambut berwarna hitam, dan sedikit kotor, mulut bersih, mukosa
lembab, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
2) Dada:
Paru: gerakan dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada
lesi, tidak ada krepitasi, terdengar sonor, irama napas teratur, suara
napas vesikuler, tidak ada ronkhi & wheezing
Jantung: tidak teraba nyeri, irama jantung S1 & S2 tunggal, tidak ada
ekstra sistole, tidak terdengar murmur dan gallop
3) Payudara dan ketiak:
Tidak ada benjolan, payudara dan ketiak bersih
4) Abdomen
Tidak terdapat luka, umbilikus simetris, bising usus 10x/menit,
terdengar timpani, abdomen supel, tidak ada nyeri tekan
5) Genetalia
Genetalia bersih, terpasang kateter, produksi urin 700 ml
6) Integumen
Turgor baik, tidak ada lesi
7) Ekstremitas:
Atas: terpasang infus pada ekstremitas kanan, pergerakan sendi bebas,
tidak ada kelainan ektremitas, akral hangat, tidak ada fraktur, tidak ada
oedem, kekuatan otot 5 5
2 5
Bawah: pergerakan kaki kanan terbatas karena terpasang TPM, tidak
ada kelainan ekstremitas, akral hangat, tidak ada fraktur, tidak ada
oedem
8) Neurologis
Status mental dan emosi: tidak dikaji
Pemeriksaan saraf kranial: tidak dikaji
Pemeriksaan refleks: tidak dikaji
d) Pemeriksaan penunjang
1) Data laboratorium
16
Darah lengkap
2) Pemeriksaan radiologi
Foto thorax
3) Hasil konsultasi
-
4) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain
EKG, echo
17
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN/MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS
18
5. ANALISA DATA
DATA INTERPRETASI MASALAH
(sesuai dengan KEPERAWATAN
patofisiologi)
DS: NSTEMI Konstipasi
1. Keluarga dan pasien
mengatakan bahwa Kontraksi miokard
belum BAB sejak menurun
masuk rumah sakit
2. Pasien mengatakan Penurunan O2
jika perutnya terasa
sakit Suplai O2 tidak tercukupi
Penurunan kemampuan
DO:
tubuh menyediakan energi
1. Teraba massa pada
rektal Menyebabkan pasien
bedrest
Konstipasi
DS: NSTEMI Defisit perawatan
1. Keluarga diri
mengatakan seluruh Kontraksi miokard
aktivitas pasien menurun
dibantu
2. Pasien mengatakan Penurunan O2
tidak dapat
melakukan aktivitas Suplai O2 tidak tercukupi
apapun secara
mandiri Penurunan kemampuan
tubuh menyediakan energi
19
Tidak mampu melakukan
hygiene
DO:
1. Pasien tidak mampu
Defisit perawatan diri
mandi dan makan
secara mandiri
DS: - NSTEMI Resiko penurunan
DO: curah jantung
1. Tirah baring Iskemia otot jantung
2. TD 100/60 mmHg
Kontraktilitas menurun
20
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Hari/tanggal No Dx TTD
NOC NIC
21
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Manajemen konstipasi:
keperawatan selama 3x24 jam
1. Identifikasi faktor penyebab konstipasi
konstipasi pasien teratasi.
2. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Kriteria hasil : 3. Monitor bising usus
Senin / 18-09-
D.0049 4. Monitor feses: konsistensi, jumlah, dan frekuensi
2017 Bowel elimination (0501) :
BAB
1. Pola BAB normal 5. Kolaborasi dengan tim dokter pemberian obat
2. Feses lunak laksatif
3. Intake cairan dan serat adekuat 6. Jelaskan kepada keluarga tentang penggunaan obat
laksatif
Tujuan: setelah dilakukan tindakan Self care assistance (1800):
keperawatan selama 1x24 jam defisit
1. Monitor kemampuan pasien untuk melakukan
perawatan diri klien dapat teratasi.
perawatan yang mandiri.
Selasa/ 19-09-
D.0109 Kriteria hasil: 2. Monitor kebutuhan pasien untuk alat-alat bantu
2017
kebersihan diri
Self care : ADL (0300)
3. Sediakan bantuan sampai klien mandiri untuk
1. Pasien terbebas dari bau badan melakukan perawatan diri.
2. Pasien menyatakan kenyamanan 4. Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian
22
terhadap kemampuan untuk terapi
melakukan ADL 5. Dorong klien untuk melakukan akivitas sehari-hari
3. Pasien dapat melakukan ADL sesuai kemampuan.
dengan bantuan 6. Ajarkan keluarga untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai
kemampuan
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
23
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/ Tgl/ No Dx Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses Ttd
Jam
Minggu 0011 1. Memonitor intake dan output cairan S: -
17-09-2017 2. Memonitor tanda-tanda vital O: pasien tirah baring, TD 100/60
14.30 WIB 3. Membantu memberikan injeksi obat dan obat mmHg
oral A: masalah belum teratasi
4. Menjelaskan kepada keluarga dan pasien P: intervensi dilanjutkan
alasan pasien tidak diperbolehkan
melakukan pergerakan pada kaki yang
terpasang TPM
Senin 0011 1. Membantu memberikan obat oral dan injeksi S: -
18-09-2017 obat O: klien tirah baring, TD 90/60
21.30 dan 2. Memonitor tanda-tanda vital mmHg
05.00 WIB 3. Membantu dokter merekam EKG 12 lead A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Senin 0049 1. Mengidentifikasi faktor penyebab konstipasi S: klien mengeluh tidak bisa BAB
18-09-2017 2. Menghitung bising usus sejak MRS
22.00 WIB 3. Memonitor tanda dan gejala konstipasi O: bising usus 10x/menit
24
4. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang A: masalah belum teratasi
penggunaan obat laksatif P: intervensi dilanjutkan
5. Mengkolaborasikan dengan perawat dan
dokter pemberian obat laksatif
Selasa 0049 1. Membantu memasukkan obat rectum sesuai S: klien mengeluh sakit perut dan
19-09-2017 advis dokter dan obat oral paracetamol tidak bisa BAB
16.30 WIB 2. Menghitung bising usus O: bising usus 11x/menit
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Selasa 0109 1. Memonitor kemampuan pasien untuk S: klien mengatakan tidak bisa
19-09-2017 melakukan perawatan diri yang mandiri melakukan perawatan diri secara
16.45 2. Memonitor kebutuhan pasien untuk alat mandiri
bantu kebersihan diri O: pasien tidak mampu makan dan
3. Mendorong klien untuk melakukan aktivitas mandi secara mandiri
sesuai kemampuan A: masalah belum teratasi
4. Membantu mengganti pampers pasien dan P: intervensi dilanjurkan
membersihkan area sekitar genetalia
5. Mengajarkan kepada keluarga untuk
membantu pasien melakukan perawatan diri
25
dan melaksanakan aktivitas sesuai
kemampuan pasien.
Sabtu 0049 1. Membantu pasien membersihkan area rektal S: klien tidak mengeluh sakit perut
23-09-2017 setelah BAB dan mengganti pampers pasien dan mengatakan sudah BAB setelah
11.00 WIB 2. Memonitor konsistensi feses, jumlah dan diberikan obat laksatif
frekuensi BAB O: bising usus 10x/menit, konsistensi
3. Menghitung bising usus feses lunak, jumlah sedikit, frekuensi
BAB dua hari sekali atau kadang-
kadang satu kali sehari
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
26
EVAUASI KEPERAWATAN
No Hari/ Tgl / Jam No Dx Evaluasi Ttd
27
28
29
BAB 3
PEMBAHASAN
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA),
infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST
(Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard
gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/ STEMI). Penyebab utama NSTEMI adalah stenosis koroner
akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami
erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan infark miokard non-ST
elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut kontinum, di mana plak
pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah miokardium.
Pada Ny K. kasus awal terjadinya diabetes melitus tahun 2010 dan
hipertensi tahun 2017, namun klien Ny.K tidak minum obat DM dan hipertensi.
Berdasarkan patofisiologi NSTEMI, vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga
ikut berperan pada patogenesis SKA. Vasokonstriksi terjadi sebagai respon
terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau sebagai respon terhadap disrupsi
plak dari lesi itu sendiri. Hal ini berhubungan dengan riwayat hipertensi yang
dialami Ny.K.
Manifestasi klinis dari NSTEMI ini meliputi nyeri dada dengan lokasi khas
substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan
seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan,
menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala
khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik,
gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Pasien MRS pada tanggal 12 September 2017 di IRD RSUD Dr. Soetomo
dengan keluhan sesak napas. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim medis pasien
terdiagnosa medis NSTEMI high risk + TDM + TAVB ON TPM.
30
Setelah dilakukan pengkajian sejak tanggal 17 September 2017 pada Ny. K secara
berkala ditemukan masalah keperawatan dasar antara lain: resiko penurunan curah
jantung (0011), konstipasi (0049), dan defisit perawatan diri (0109). Masalah utama
yang muncul pada Ny. K adalah resiko penurunan curah jantung. Hal ini disebabkan
karena NSTEMI menyebabkan iskemia otot jantung sehingga kontraktilitas
menurun. Masalah kedua yang muncul pada Ny. K yaitu konstipasi yang terjadi
pada Ny. K ini disebabkan karena pasien bedrest. Akibatnya motilitas usus besar
(kolon) terganggu, sehingga cairan dari feses banyak yang terserap, menyebabkan
feses menjadi keras. Masalah keperawatan terakhir yang ditemukan adalah defisit
perawatan diri.
Rencana intervensi yang sudah diimplementasikan pada Ny. K dengan
masalah keperawatan dasar resiko penurunan curah jantung adalah 1) memonitor
intake dan output cairan; 2) memonitor tanda-tanda vital; 3) membantu memberikan
injeksi obat dan obat oral; 4) menjelaskan kepada keluarga dan pasien alasan pasien
tidak diperbolehkan melakukan pergerakan pada kaki yang terpasang TPM; 5)
membantu dokter merekam EKG 12 lead. Masalah keperawatan resiko penurunan
curah jantung pada Ny. K masih belum teratasi sehingga intervensi tetap
dilanjutkan.
Rencana intervensi yang sudah diimplementasikan pada Ny. K dengan
masalah keperawatan dasar konstipasi adalah 1) mengidentifikasi faktor penyebab
konstipasi; 2) menghitung bising usus; 3) memonitor tanda dan gejala konstipasi;
4) menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penggunaan obat laksatif; 5)
mengkolaborasikan dengan perawat dan dokter pemberian obat laksatif; 6)
membantu memasukkan obat rectum sesuai advis dokter dan obat oral paracetamol;
7) membantu pasien membersihkan area rektal setelah BAB dan mengganti
pampers pasien; 8) memonitor konsistensi feses, jumlah dan frekuensi BAB.
Masalah keperawatan dasar konstipasi pada Ny. K sudah teratasi.
Intervensi pada masalah keperawatan dasar terakhir, yaitu defisit perawatan
diri pada Ny. K yang telah diimplementasikan selama pengkajian pasien adalah 1)
memonitor kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri yang mandiri; 2)
memonitor kebutuhan pasien untuk alat bantu kebersihan diri; 3) mendorong klien
untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan; 4) membantu mengganti pampers
31
pasien dan membersihkan area sekitar genetalia; 5) mengajarkan kepada keluarga
untuk membantu pasien melakukan perawatan diri dan melaksanakan aktivitas
sesuai kemampuan pasien. Masalah keperawatan defisit perawatan diri pada Ny. K
masih belum teratasi sehingga intervensi tetap dilanjutkan.
Kesimpulan dari pembahasan diatas bahwa perawat melakukan perawatan
yang terdiri dari tindakan monitoring, edukasi, tindakan mandiri dan juga tindakan
kolaboratif. Tujuan dari proses keperawatan adalah agar klien mempu dilakukan
perawatan secara komprehensif dan perawat juga mengetahui masalah klien dan
dapat dilakukan penanganan secara tepat agar terpenuhi kebutuhan klien.
32
BAB 4
PENUTUP
NSTEMI merupakan salah satu jenis dari sindrom koroner akut. Gejala yang
paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada. Diperkirakan 5,3 juta kunjungan/ tahun,
kira-kira 1/3 disebabkan oleh unstable angina/NSTEMI. Penyebab utama NSTEMI
adalah stenosis akibat trombus non oklusi yang terjadi pada plak aterosklerosis yang
mengalami erosi, fisur, dan atau ruptur.
Pada kasus Ny. K masalah yang muncul selama pengkajian yang menjadi
masalah utama adalah resiko penurunan curah jantung sehingga harus dipantau
ketat terkait tanda-tanda vital dan keseimbangan intake dan output cairan. Selain
itu, masalah lain yang muncul seperti konstipasi dan defisit perawatan diri juga
tetap harus diatasi serta dipantau sampai masalah pada Ny.K teratasi sehingga dapat
meningkatkan status kesehatan Ny.K.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
35