Anda di halaman 1dari 2

Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, maka dirinya akan mendapatkan harta warisan dari

harta suami yang ditinggalkan. Besarnya adalah 1/8 atau 1/4 dari total harta warisan.
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka
tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah
dibayar utangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
utang-utangmu.(QS. An-Nisa': 12)
Dari ayat di atas ini jelas sekali bahwa seorang isteri akan mendapat 1/8 apabila si suami punya
anak yang juga mendapat warisan. Dan sebaliknya, isteri akan mendapat jatah yang lebih besar,
yaitu 1/4 bagian dari total harta suaminya, apabila si suami yang meninggal dunia itu tidak punya
anak yang mendapat warisan.
Yang harus dipastikan, keberadaan anak di sini bukanlah anak si isteri, melainkan anak si suami
yang meninggal. Misalnya, suaminya dahulu sempat menikah sebelumnya dengan wanita lain lalu
punya anak, lalu bercerai atau isteri pertamanya meninggal.
Anaknya itu pasti akan mendapat warisan, tapi ibunya yang sudah diceraikan, bila telah lewat dari
masa iddah, tidak mendapat warisan.
Ahli Waris Selain Isteri
Selain isterinya, bila seorang laki-laki wafat maka yang akan pasti menjadi ahli warisnya adalah
anak-anaknya. Apalagi bila anaknya ada yang laki-laki, maka keberadaannya akan menjadi hijab
(penutup) atas hak waris dari saudara-saudara almarhum.
Tapi bila tidak ada anak laki-laki, maka harta waris itu memang akan jatuh ke tangan saudara-
saudara almarhum. Setelah sebelumnya harus diberikan terlebih dahulu kepada ayah dan ibu
almarhum, yang masing-masing bagiannya adalah 1/6.
Mari kita ambil sebuah perumpamaan untuk memudahkan saja. Anggaplah suami punya harta
warisan yang sudah dikeluarkan hutang dan wasiat sebesar 12 milyar. Dia tidak punya anak tapi
punya seorang isteri, ayah, ibu dan satu saudara laki serta satu saudara perempuan.
Maka pembagian warisnya adalah sebagai berikut:
1. Isteri mendapat 1/4 bagian, yaitu 1/4 x 12 milyar = 4 milyar
2. Ibu mendapat 1/6 bagian, yaitu 1/6 x 12 milyar = 2 milyar
3. Ayah mendapat 1/6 bagian, yaitu 1/6 x 12 milyar = 2 milyar
Maka harta yang 12 milyar itu sudah tinggal 6 milyar, karena telah diambil oleh para ahli waris dari
kalangan ashabul furudh. Sisanya adalah menjadi jatah para ashabah yang besarnya 6 milyar.
Saudara dan saudari almarhum seharusnya tidak mendapat harta waris apa-apa, asalkan almarhum
punya anak laki-laki. Tapi karena almarhum tidak punya anak laki-laki, maka saudara dan saudari
almarhum akhirnya jadi berhak atas harta itu.
Sisa enam milyar itu menjadi hak saudara dan saudari almarhum, namun tetap dengan ketentuan
bahwa laki-laki mendapat 2 kali lipat dari harta anak perempuan. Jadi seorang laki-laki dihitung dua
orang. Maka harta 6 milyar itu dibagi tiga bagian sama besar, 2 bagian buat saudara laki-laki yang
besarnya menjadi 4 milyar, sedangkan satu bagian menjadi hak saudara perempuan, yang
besarnya 2 milyar.
Jumlah Isteri Lebih Dari Satu Orang
Namun seandainya pada saat meninggalnya, suami masih secara resmi memili sejumlah isteri, tidak
hanya satu orang, misalnya ada dua atau tiga orang, maka 1/8 atau 1/4 bagian itu harus
dishare (dibagi) berdua atau bertiga.
Jadi 1/8 atau 1/4 bagian itu adalah jatah untuk 1 isteri, atau 2 isteri, atau 3 isteri atau 4 isteri
sekaligus.
Namun mantan isteri, seberapa pun lamanya berumah tangga mendampingi suaminya, tetap saja
tidak akan mendapatkan harta warisan. Apabila pada saat suami itu meninggal, posisinya sudah
bukan isteri lagi lantaran terjadinya perceraian.
Harta Suami VS Harta Bersama
Namun kasus yang paling sering terjadi adalah kasus harta yang dianggap harta bersama antara
suami dan isteri. Masalah ini termasuk masalah yang paling rumit. Apalagi sekarang ini para wanita
telah banyak yang bekerja dan punya penghasilan sendiri.
Sehingga asset-asset yang ada di dalam rumah tangga, seringkali juga bersumber dari isteri, tidak
semata-mata dari suami. Misalnya, kita sering mendap

Anda mungkin juga menyukai