PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Perkembangan industri kimia di Indonesia mengalami peningkatan seiring
berjalannya waktu. Hal ini terbukti secara nyata dengan tumbuhnya berbagai
macam industri, baik industri yang secara nyata menghasilkan produk untuk
kebutuhan dalam negeri maupun untuk luar negeri (ekspor). Tumbuhnya suatu
industri sudah tentu sangat membantu pemerintah, khususnya dalam hal
ketenagakerjaan karena secara otomatis akan menurunkan tingginya angka
pengangguran sehingga akan meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup penduduk
di sekitar wilayah industri pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Dengan meningkatnya industri kimia, maka kebutuhan unsur –unsur
penunjang dan bahan pembantu dari industri kimia juga meningkat. Namun,
kebutuhan bahan baku dan bahan penunjang industri kimia di Indonesia masih
banyak didatangkan dari luar negeri. Salah satunya adalah n-butiraldehid yang
digunakan sebangai bahan baku maupun bahan penunjang dalam proses industri.
Jika bahan baku dan bahan penunjang ini dapat dihasilkan sendiri dalam negeri
tentunya akan membantu negara dalam banyak hal,menghemat pengeluaran
devisa, meningkatkan ekspor, menambah kas negaraserta meningkatkan
penguasaan teknologi.
Produk n-butiraldehid dan produk sampingnya iso-butiraldehid digunakan
sebagai solvent dan resin untuk membuat plasticizer (dibuthyl phtalate), plastik,
dan pelapis. Dengan semakin meningkat kebutuhan plastik, maka semakin
meningkat pula kebutuhan n-butiraldehid dan iso-butiraldehid sebagai zat
intermediate plasticizer pada pembuatan Poly Vinyl Chloride (PVC) karena
memberikan sifat non volatile. Selain itu n-butiraldehid juga digunakan sebagai
zat intermediet pada pembuatan solvent 2-etil heksanol dan n-butanol.
Kebutuhan n-butiraldehid di dunia terus mengalami peningkatan dengan
persentase kenaikan 2 - 3% setiap tahun (Platinum Metals Review, 2007).
Indonesia masih harus mengimpor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan n-
butiraldehid. Beberapa negara pengimpor n-butiraldehid ke Indonesia antara lain
adalah Jepang, Singapura, dan Malaysia. Oleh karena itu, pabrik n-butiraldehid
dalam skala industri perlu didirikan di Indonesia. Dengan adanya pendirian pabrik
ini diharapkan dapat membuka kesempatan lapangan kerja baru, menambah
perolehan devisa negara dan membuka peluang pendirian industri kimia lain yang
menggunakan produk pabrik tersebut.
H3C H
Gambar 2.1 Struktur Butiraldehid
N-butiraldehid sebagai bahan baku pembuatan n-butanol ini merupakan
cairan jernih yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas. Sifat fisika n-
butiraldehid antara lain dapat larut dalam air, etil alkohol, etil asetat, aseton, dan
toluena, dan merupakan zat yang mudah terbakar (Surijarifre, 2009).
Awalnya katalis yang digunakan secara luas dalam industri pada reaksi
(1) adalah kobalt. Olefin dengan larutan katalis dengan konsentrasi 0,1–1%
direaksikan dengan gas sintesis dengan perbandingan H2:CO = 2 : 1. Kondisi
o
operasi reaktor yaitu pada tekanan 200–300 atm dan suhu 130–190 C. Reaksi
yang berjalan di reaktor ini merupakan highly exothermic reaction, 125 KJ/mol
(54000BTU/lbmol) dan diperlukan pendinginan (Kirkand Othmer,1981).
Saat ini rhodium menjadi katalis yang lebih menarik untuk diaplikasikan
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan kobalt. Tekanan
o
operasi dapat diturunkan hingga 50 atm dan suhu operasi 90–125 C serta
produk yang dihasilkan perbandingan antara n-butanal dan i-butanal dapat
mencapai 20:1 (US Patent 4684750). Konversi reaksi hydroformylation propilen
dengan katalis rhodium dapat mencapai 99% (US Patent 6492564).
Rhodium dilarutkan ke dalam air. Agar kelarutannya menjadi baik
maka ditambahkan triaryl phospine trisulphonate. Propilen dan gas sintesis
dikontakkan dengan larutan katalis. Produk reaksi membentuk fasa cair organik.
Fasa cair organik dengan fasa cair larutan katalis tidak saling melarut dan
dipisah di luar reaktor. Fasa cair organik yang berupa campuran n-butanal,
propilen, CO dan H2 dipisahkan dengan separator sedangkan fasa cair larutan
katalis di recycle ke reaktor oxo. Kecepatan transfer massa pereaksi lebih
rendah dibandingkan dengan kecepatan reaksinya sehingga reaksi ini dikontrol
oleh kecepatan transfer massanya (US Patent 6492564).
1.4. Pemilihan Proses
Berikut beberapa pertimbangan yang dilakukan dalam pemilihan proses,
bahan dan reaktor dalam pembuatan butiraldehid :
1. Penelitian mengenai reaksi hidroformilasi dewasa ini terfokus pada
penggunaan katalis cobalt dan rhodium. Namun katalis akan kami
pergunakan yaitu rhodium tripenilpospin (Rh-PPh3). Hal ini disebabkan
karena rhodium merupakan katalis logam yang sangat reaktif bila
dibandingkan dengan katalis logam lainnya.
Perbandingan kereaktifan logam-logam katalis adalah sebagai berikut:
Rh >> Co >> Ir > Ru > Os> Pt > Pd > Fe > Ni
Adapun perbedaan dari penggunaan katalis coblat dan rodium ditunjukan
pada tabel berikut :
Katalis Cobalt Rhodium
Jenis Ligan Tanpa Dimodifikasi Tanpa Dimodifikasi
dimodifikasi fosfin dimodifikasi fosfin
Aktif Kataltis RCo(CO)4 HCo(CO)3(L) HRh (CO)4 HRh(CO)
(L)3
Temperatur 150-180 160-200 100-140 60-120
(oC)
Tekanan 200-300 50-150 200-300 10-50
(bar)
Katalis untuk 0,1-1 0,6 0,0001-0,001 0,001-0,1
olefin
Produk Aldehid Alkohol Aldehid Aldehid
Produk Tinggi Tinggi Rendah Rendah
samping
n/b rasio 80/20 88/12 50/50 92/8
Selektifitas tidak tidak tidak ya
racun
(Zafar, dkk. 2009)