Anda di halaman 1dari 11

MOLA HIDATIDOSA

REFERAT

Mola Hidatidosa

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

SMF Obsteri dan Ginekologi

RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:

Rizki Nur Fitria

122011101096

Pembimbing:

dr. Endang Ma’ruf Randi, Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSD DR SOEBANDI

1
MOLA HIDATIDOSA

2016

MOLA HIDATIDOSA

PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta, yaitu mola hidatidosa parsial dan
komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Mola
hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak
berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan
patologik. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang
terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola
biasanya terletak di rongga uterus, tetapi kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan
ovarium.

Mola hidatidosa merupakan penyakit yang terjadi pada wanita dalam masa
reproduksi, yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Insidensinya lebih banyak
ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan
insidensi pada negara-negara barat. Angka kejadian mola hidatidosa pada bagian barat
Amerika Serikat ialah terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000 – 1.500 kehamilan. Mola
hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia, insidensi
mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan
bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh
beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi, yakni 1:120 kehamilan.

DEFINISI

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya


mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema
vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara
histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan
displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh
darah.

Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain mola hidatidosa
komplit dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplit tidak berisi jaringan fetus, di
mana 90% biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% terdiri dari kariotipe 46,XY. Semua
kromosomnya berasal dari sisi paternal. Ovum yang tidak bernukleus akan mengalami
fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi
oleh dua sperma. Pada mola yang komplit, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan
terdapat hiperplasia tropoblastik. Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, terdapat jaringan
fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis masih sering didapatkan. Vili
2
MOLA HIDATIDOSA

khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol
dan berkelok-kelok .

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin jika
dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan 1:200 atau
2000 kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang sebesar 1:100 atau 600 kehamilan.
Insidensi di Indonesia dilaporkan mencapai 1:85 kehamilan (Soejonoes) dan di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta sebesar 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan.

Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan
trophoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan
metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal
dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien, mola parsial dapat berkembang menjadi
penyakit trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.

Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan biasanya


tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur. Mola hidatidosa
biasanya lebih sering dijumpai pada wanita usia reproduksi, yakni usia 15 hingga 45 tahun, di
mana wanita pada umur remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita
dengan umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita dengan usia
lebih dari 40 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat jika dibandingkan dengan
wanita yang lebih muda. Peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen,
kontrasepsi oral, dan faktor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih
belum jelas. Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 – 2% kasus. Dalam suatu
kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola
rekuren adalah 1,3% (Lorret de mola dan Goldfarb).

ETIOLOGI

Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin
dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:

1. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblast
3. Keadaan sosioekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

PATOFISIOLOGI

3
MOLA HIDATIDOSA

Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum,
sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum
secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung
selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih
kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam
kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat
gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang merupakan kegagalan reproduksi.
Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang
menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa
degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola
hidatidosa”. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi cairan jernih
merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara
histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal.
Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi
mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang
berdiameter lebih dari 1 cm 5. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik
kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang
berupa karsinoma.

Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori
neoplasma. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan 3-5
minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung. Teori neoplasma menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan
juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

KLASIFIKASI

MOLA HIDATIDOSA SEMPURNA

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel
bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering
berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh
adanya, antara lain:

 Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus


 Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
 Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
 Tidak adanya janin dan amnion

Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan
sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola
sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :

4
MOLA HIDATIDOSA

Mola Sempurna Androgenetic

Homozygous

Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal
identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu
perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan

Heterozygous

Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan.
Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena
pembuahan dua sperma.

Mola Sempurna Biparental

Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga
hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan. Bentuk
rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai
autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon
yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis
pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering
terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan
menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya
besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus
mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan
peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang
dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.

MOLA HIDATIDOSA PARSIAL

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin
tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat
pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya
dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola
parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya
datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion
yakni Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan
fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan
yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan

5
MOLA HIDATIDOSA

dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat
pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna,
ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.

MANIFESTASI KLINIS

a. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.


b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
d. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
e. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
f. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
h. Gejala Tirotoksikosis

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang


seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda
dan gejala klasik yakni:

a. Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan.
Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap
bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
b. Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
c. Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan
kulit yang hangat.

Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal sebelum
terjadi onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang beresolusi
tinggi. Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya hanya
mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed abortion, seperti adanya
perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin. Dari pemeriksaan fisik pada
kehamilan mola komplet didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya
uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh
pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula
adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD
> 140/90 mmHg), protenuria (> 300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian

6
MOLA HIDATIDOSA

kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran >
6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada
pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini
berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi
bila mola telah dievakuasi.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG yang normal. Bila
didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang
banyak sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia
merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya
koagulopati.sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan
juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin dan serum inhibin A dan
activin.

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi


kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai salju (snowstorm) yang
mengindikasikan vili khoriales yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa
intra uterin yang kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan
diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru -
paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG.

Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan


fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY.
Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan,
termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang
normal. Pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.

KLINIS

Anamnesis

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang


berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat
dan kadang bergelembung seperti busa.

Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut muka
mola (mola face)
 Palpasi : uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
 Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
 Pemeriksaam Dalam : memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, terdapat
perdarahan dalam kanalis servikalis

7
MOLA HIDATIDOSA

Hasil Penemuan Fisik

Mola Sempurna

 Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus lebih besar
daripada biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari mola
sempurna. Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik
berlebih dan darah yang tertampung. Namun, pasien yang datang dengan ukuran
sesuai dengan umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang ditemukan.
 Preeklampsia. Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami toxemia
ditandai oleh adanya hipertensi (BP >140/90 mm Hg), proteinuria (> 300 mg/d), dan
edema dengan hiperreflexia. Kejang jarang terjadi.
 Kista teca lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari 6cm dan
diikuti dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada
pemeriksaan bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya peningkatan ukuran ovarium, terdapat
resiko torsi. Kista ini berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan
kadarnya biasanya menurun setelah mola.

Mola Parsial

 Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering ditemukan dengan USG.
 Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus
 Kista Theca lutein, hiperemesis, and hiperthyroidism jarang terjadi.

Mola Kembar

 Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta normal telah
dilaporkan. Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada keadaan seperti
ini juga pernah dilaporkan.
 Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi persisten dan
cenderung dapat bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan yang
direkomendasikan.
 Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan,
thyrotoxikosis, atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai resiko
dari morbiditas maternal akibat komplikasi mola kembar.
 Diagnosis genetik prenatal melalui sampling chorionic villus atau amniosentesis
direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotype fetus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

8
MOLA HIDATIDOSA

Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji
biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi
(pengeceran) : Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa.

Radiologik

 Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin


 USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.

Uji Sonde

Tidak rutin dikerjakan, biasanya dilakukan sebagai tindakan awal kuretase

Histopatologik

Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke laboratorium PA.

TATA LAKSANA

Evakuasi

1. Perbaiki keadaan umum.


2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
4. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas
4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

9
MOLA HIDATIDOSA

Pengawasan Lanjutan

1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan
pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya,
setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi
titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
4. Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

KESIMPULAN

Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta, yaitu mola hidatidosa parsial dan
komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors. Mola
hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak
berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan
patologik. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang
terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola
biasanya terletak di rongga uterus, tetapi kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan
ovarium.

Mola hidatidosa merupakan penyakit yang terjadi pada wanita dalam masa
reproduksi, yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Insidensinya lebih banyak
ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan
insidensi pada negara-negara barat. Angka kejadian mola hidatidosa pada bagian barat
Amerika Serikat ialah terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000 – 1.500 kehamilan. Mola
hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia, insidensi
mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan
bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh
beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi, yakni 1:120 kehamilan.

Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi
juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis
penyakit tersebut.

10
MOLA HIDATIDOSA

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf.
Kebidanan dan penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 1994. Hal 25-28.
2. Ayurai, 2009. Mola Hidatidosa. Download at 22 september 2009 from :
http://ayurai.wordpress.com/2009/06/26/mola-hidatidosa/
3. Cuninngham. F.G. dkk. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri
Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-
938.
4. Diyah Metta Ningrum dan Ova Emilia, 2008. Diagnosis Dan Manajemen Mola
Hidatidosa. Download tanggal 14 september 2009 dari :
http://theeyebrow.blogspot.com/2008/01/mola-hidatidosa.html
5. Harnawatiaj, 2008. Askep Mola Hidatidosa. Download at 20 september 2009,
available from: http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/05/10/askep-mola-hidatidosa/
6. Lisa E Moore, 2008. Hydatidiform Mole. Download at 15 september 2009 available
from: www.e-medicine.com
7. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267
8. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput
Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO.
Jakarta.2002 Hal 341-348.
9. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.
10. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan
Bina Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264
11. Ross S. Berkowitz, M.D., and Donald P. Goldstein, M.D, 2009. Molar Pregnancy.
Downloaded from www.nejm.org on September 16, 2009
12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar Offset. Bandung.
1981. Hal38-42

11

Anda mungkin juga menyukai