Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma nefrotik (SN) merupakan kumpulan beberapa gejala yang terdiri


atas proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+),
hipoalbuminemia (<2,5 g/dL), edema dan dapat disertai hiperkolesterolemia >200
mg/dL.1SN pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering
ditemukan. SN 15 kali lebih sering ditemukan pada anak dari pada dewasa.1
Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) clinical practice
guideline melaporkan pada tahun 2012, 1-3 anak dari 100.000 anak dibawah 16
tahun menderita SN. Lima dari 100.000 anak per tahun di Jepang mengalami
sindrom nefrotik. Prevalensi SN di Indonesia yaitu 6 dari 100.000 anak dibawah
14 tahun.1
Etiologi SN dibagi menjadi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan
sekunder mengikuti penyakit sistemik antara lain Lupus Eritematosus Sistemik
(LES), Purpura Henoch Schonolein, dan lain-lain.2,3
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibial. Bila
lebih berat akan disertai ascites, efusi pleura dan edema genitalia. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau
hipovolemia.2
Pada berbagai penelitian jangka panjang, respon terhadap penggunaan
steroid, lebih sering digunakan untuk prognosis dibandingkan dengan gambaran
patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini, klasifikasi SN lebih didasarkan
pada respon klinik yaitu sindroma nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindroma
nefrotik resisten steroid (SNRS).1

Anda mungkin juga menyukai