Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

MIOMA UTERI

Disusun oleh
Rizki Nur Fitria
122011101096

Pembimbing
dr. Endang Ma’ruf Randi, Sp.OG

Disusun untuk melaksanakan tugas kepaniteraan klinik Madya


Lab/SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Jember-RSD. dr. Soebandi Jember

LAB/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2016

1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 3
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI UTERI .......................................... 4
2.1 Anatomi.......................................................................................... 4
2.2 Fisiologi.......................................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA MIOMA UTERI .................................... 11
3.1 Definisi........................................................................................... 11
3.2 Faktor Resiko................................................................................ 11
3.3 Epidemiologi.................................................................................. 13
3.4 Klasifikasi Mioma Uteri............................................................... 14
3.5 Patogenesis..................................................................................... 18
3.6 Tanda dan Gejala Klinis............................................................... 18
3.7 Diagnosis Mioma Uteri................................................................. 20
3.4.1 Pemeriksaan fisik................................................................. 20
3.4.2 Temuan laboratorium............................................................ 20
3.4.2 Pemeriksaan penunjang........................................................ 20
3.8 Komplikasi Mioma Uteri.............................................................. 21
3.9 Diagnosis Banding Mioma Uteri.................................................. 21
3.10 Penatalaksanaan Mioma Uteri.................................................. 21
BAB IV KESIMPULAN................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27

2
BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma dan
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya.1
Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20–25%), kejadiannya lebih tinggi pada usia
diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-
50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar 10%. Di
Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat. Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma
uteri dibandingkan wanita berkulit putih. Sedangkan di Afrika, wanita kulit hitam sedikit
sekali menderita mioma uteri.1,2

3
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI UTERI

2.1. Anatomi
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng ke arah muka
belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-
otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7–7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan
tebel dinding uterus adalah 1,25 cm. Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda,
tergantung pada usia dan pernah melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis
antara kandung kemih dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).
Bagian-bagian uterus terdiri atas:
 Fundus uteri, adalah bagian uterus proksimal di atas muara tuba uterina yang mirip
dengan kubah, di bagian ini tuba falloppii masuk ke uterus. Fundus uteri ini biasanya
diperlukan untuk mengetahui usia atau lamanya kehamilan
 Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri menyempit
di bgaian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai serviks. Pada
kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janain berkembang.
Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim).
 Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding anteriornya, dan
bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks uteri terdiri dari :
o Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio
o Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas
vagina
Secara histologis, dinding uterus terdiri atas :
 Endometrium (selaput lendir) di korpus uteri
Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak
pembuluh darah. Endometrium terdiri atas epitel selapis silindris, banyak kelenjar
tubuler bersekresi lendir. Dua pertiga bagian atas kanal servikal dilapisi selaput lendir
dan sepertiga bawah dilapisi epitel berlapis gepeng, menyatu dengan epitel vagina.
Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus
haid. Endometrium merupakan bagian dalam dari korpus uteri yang membatasi cavum
uteri. Pada endometrium terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara-muara

4
dari saluran-saluran kelenjar uterus yang dapat menghasilkan sekret alkalis yang
membasahi cavum uteri. Epitel endometrium berbentuk seperti silindris.
 Myometrium (otot-otot polos)
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di sebelah luar berbentuk
longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk
anyaman, lapisan ini paling kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang
berada di sana. Myometrium merupakan bagian yang paling tebal. Terdiri dari otot
polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya keluar saat
persalinan. Di antara serabut-serabut otot terdapat pembuluh-pembuluh darah,
pembuluh lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagian :
o Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui fundus menuju ke
arah ligament
o Lapisan dalam, merupakan serabut-serabut otot yang berfungsi sebagai
sfingter dan terletak pada ostium internum tubae dan orificium uteri internum
o Lapisan tengah, terletak antara kedua lapisan di atas, merupakan anyaman
serabut otot yang tebal ditembus oleh pembuluh-pembuluh darah. Jadi, dinding
uterus terutama dibentuk oleh lapisan tengah ini.
 Perimetrium, yakni lapisan serosa terdiri atas peritoneum viserale yang meliputi
dinding uterus bagian luar. Ke anterior peritoneum menutupi fundus dan korpus,
kemudian membalik ke atas permukaan kandung kemih. Lipatan peritoneum ini
membentuk kantung vesikouterina. Ke posterior, peritoneum menutupi fundus, korpus
dan serviks, kemudian melipat pada rektum dan membentuk kantung rekto-uterina.
Ke lateral, hanya fundus yang ditutupi karena peritoneum membentuk lipatan ganda
dengan tuba uterina pada batas atas yang bebas. Lipatan ganda ini adalah ligamentum
latum yang melekatkan uterus pada sisi pelvis.

Gambar 1. Histologi uterus

5
Uterus sebenarnya terapung didalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligament yang
menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamenta yang memfiksasi uterus adalah:
 Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt), yakni ligamentum
yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal
dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis.
 Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang,
kiri dan kanan, ke arah os sacrum kiri dan kanan.
 Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan
uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah
inguinal pada waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum
rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada
persalinan ia pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
 Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya
ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan
kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal, ligamentum ini
ditemukan indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus,
ligamentum latum ini tidak banyak artinya.
 Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba falloppii
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat
saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarica.

Gambar 2. Anatomi uterus

6
Uterus diberi darah oleh arteri uterine kiri dan kanan yang terdiri atas ramus ascenden dan
ramus descenden. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaka interna (disebut juga dengan
arteri hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah
cervik sekitar 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang memperdarai
adalah arteri ovarika kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari dinding lateral pelvis, melalui
dinding ligamentum infundibulo-pelvicum mengikuti tuba falopi, beranastomosis dengan
ramus ascenden arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama–sama dengan
arteri tersebut di atas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena
hipogastrika

Gambar 3. Pembuluh darah pada uterus

2.2. Fisiologi
Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerjasama antara korteks serebri,
hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis dan kelenjar
endokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah hubungan
hipotalamus, hipofisis dan ovarium.
Hipotalamus menghasilkan factor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin
Relaksing Hormon (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormon (LH)
dan Follicle Strimulating Hormon (FSH) dari hipofisis.

7
Gambar 4. Siklus menstruasi

Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan satu
saat, yaitu fase folikular, saat ovulasi dan fase luteal. Perubahan kadar hormon sepanjang
siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan
horman gonatropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan
terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah dan umpan
balik positif jika kadarnya tinggi.
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular ini, beberapa folikel berkembang oleh
pengaruh FSH yang meningkat. Peningkatan FSH ini disebabkan oleh agregasi korpus
luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi
estrogen meningkat, dan inilah menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi
melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel lain mengalami atresia. Pada
waktu ini LH meningkat, namun penurunan pada tingkat ini hanya membantu pembuatan
estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma
meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat
mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik dan dengan
lonjakan LH pada pertengan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH meninggi itu
menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Dalam beberapa jam setelah LH
meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH menurun.
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel–sel granulusa membesar, membentuk vakuola dan
bertumpuk pigmen kuning (lutein); menjadi korpus luteum. Luteinzed theca cell membuat
pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat pada fase luteal. Mulai 10-

8
12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan
berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti oleh penurunan sekresi progesterone dan estrogen.15

Siklus ovarium14
 Fase folikular
o Hari ke 1-8, awal siklus. Kadar FSH dan LH relatif tinggi dan memacu
perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan.
o Hari ke 9-14, pada saat ukuran folikel meningkat lokalisasi akumulasi cairan
tampak sekitar sel granulose dan menjadi konfluen.
Perubahan hormon: berhubungan dengan pematangan folikel adalah ada kenaikan
yang progresif dalam produksi estrogen oleh sel granulose dari folikel yang
berkembang. Karena kadar estrogen meningkat, pelepasan kedua gonadotropin
ditekan (umpan balik negatif) yang berguna untuk mencegah hiperstimulasi dari
ovarium dan pematangan banyak folikel.
 Fase ovulasi
Hari ke 14, ovulasi adalah pembesaran volikel secara cepat yang diikuti dengan
protusi dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan ekstrusinya
oosit yang ditempeli oleh cumulus ooforus. Perubahan hormon: estrogen
meningkatkan sekresi LH mengakibatkan meningkatnya produksi androgen dan
estrogen (umpan balik positif). Segera sebelum ovulasi terjadi penurunan kadar
estradiol yang cepat dan peningkatan produksi progesterone.
 Fase luteal
Hari ke 15-28, sel granulose mengalami litenisasi menjadi korpus luteum. Korpus
luteum merupakan sumber utama hormone seks, estrogen dan progesterone disekresi
oleh ovarium pada fase pasca ovulasi. Korpus luteum meningkatkan produksi
progesterone dan estradiol. Jika terjadi konsepsi dan implantasi, korpus luteum tidak
mengalami regresi karena dipertahankan oleh gonadotropin yang dihasilkan oleh
trofoblas. Jika konsepsi dan implementasi tidak terjadi maka korpus luteum akan
mengalami regresi dan terjadilah haid.

Siklus uterus14
 Endometrium
o Fase proliferai

9
Selama fase folikular di ovarium, endometrium dibawah pengaruh estrogen. Pada
akhir haid proses regenerasi berjalan dengan cepat, disebut juga dengan fase
proliferasi. Kelenjar tubular yang tersusun rapi sejajar dengan sedikit sekresi.
o Fase sekretoris
Setelah fase ovulasi, produksi progesteron menginduksi perubahan sekresi
endometrium. Tampak sekretori dari vakuole dalam epitel kelenjar dibawah
nucleus, sekres maternal ke dalam lumen kelenjar dan menjadi berkelok-kelok.
o Fase haid
Normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini terjadi regresi
korpus luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya preoduksi estrogen
dan progesteron ovarium. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodic yang
intens dari bagian arteri spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan
nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan superficial endometrium dan terjadilah
perdarahan.
 Mucus serviks
o Awal fase folikular mucus serviks viskus dan impermeable
o Akhir fase folikular kadar estrogen meningkat memacu perubahan dan komposisi
mucus, kadar airnya meningkat secara progresif, sebelum ovulasi terjadi mucus
servik banyak mengandung air dan mudah dipenetrasi oleh spermatozoa.
o Setelah ovulasi progesteron diproduksi oleh korpus luteum yang efeknya
berlawanan dengan estrogen dan mucus serviks menjadi impermeable lagi,
orifisium uteri eksternum kontraksi.

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA MIOMA UTERI

3.1 Definisi
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan
neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma
uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang dilipat oleh pseudo kapsul, yang berasal dari
sel otot polos yang imatur. Dengan nama lain leiomioma, fibroid dan fibromioma.1

3.2 Faktor Risiko


 Usia penderita
Wanita kebanyakan didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi masih
tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan
formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon
pada waktu usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi kasus mioma
uteri adalah karena dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut
untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepas usia melahirkan
anak.16
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah
menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh.15
 Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen
endogen pada wanita-wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. 16 Awal
menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko (RR 1,24) dan
menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita
mioma uteri.
 Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri
dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita
mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali
lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan

11
dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma
uteri.16
 Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma
uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-
Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali
berbanding wanita etnik Caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan
faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita
mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan
lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun masih belum diketahui jelas
apakah perbedaan ini adalah karena masalah genetik atau perbedaan pada kadar
sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Pada
penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada
metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47%
pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita
dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan
mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita
Afrika-Amerika lebih tinggi.16
 Berat badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma
uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan
peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan
menyebabkan peningkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan
menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan
estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan
prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya.16
 Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
makanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi
mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk
diintepretasikan karena studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak
tetapi sekadar informasi saja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin,
serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri.16

12
 Kehamilan dan paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri
menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika
kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan
ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali
kepada berat asal, aliran darah dan saiz asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi.
Proses remodeling ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan saiz
mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus kembali
kepada keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri
kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga
kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan
terhadap pembesaran mioma.16
 Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa
menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan
konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh
nikotin.16

3.3 Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang
mioma, pada wanita berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah
dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause hanya sekitar 10% mioma yang
masih tumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39–11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat.15
Tumor ini paling sering ditemukan pada usia 35–45 tahun (25%) dan jarang pada usia 20
tahun dan usia menopause. Wanita yang lebih sering melahirkan akan lebih sedikit
kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tidak
pernah hamil atau yang hanya satu kali hamil.15

3.4. Klasifikasi Mioma Uteri

13
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma
uteri dibagi 4 jenis antara lain:
 Mioma submukosa
 Mioma intramural
 Mioma subserosa
 Mioma intraligamenter

Gambar 5. Mioma menurut arah pertumbuhannya

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).3
 Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan
keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari
tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump
dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami

14
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia
dan sepsis karena proses di atas.
 Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor,
jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor.
Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak
pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong
kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
 Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
 Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga
ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.

Gambaran makroskopik mioma uteri:


 Berkapsul
 Berbatas tegas

15
Gambar 6. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya
A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normal
B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus

Gambaran mikroskopik
Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada
pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai se-sel otot polos panjang, yang membentuk
bangunan yang khas sebagai kumparan (whorle like pattern). Inti sel juga panjang dan
bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral
dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya. Pada pemotongan longitudinal inti sel
memanjang, dan ditemukan adanya “mast cells” diantara serabut miometrium sering
diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel raksasa ( giant cells ).1,5,6

16
Perubahan sekunder:

Atrofi sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi
kecil.

Degenerasi hialin, perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar
atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok
serabut otot dari kelompok lainnya.

Degenerasi kistik, dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistansi yang lunak tumor ini sukar dibedakan
dari kista ovarium atau suatu kehamilan.

Degenerasi membatu (calcireous degeneration), terutama terjadi pada wanita berusia
lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan
garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan
bayangan pada foto rontgen.

Degenerasi merah (carneous degeneration), perubahan ini biasanya terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut akibat
gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat terlihat sarang mioma seperti daging
mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda yang disertai
emesis dan haus, sedikit demam dan kesakitan, tumor dan uterus membesar dan nyeri

17
pada perabaan.Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir atau
mioma bertangkai.

Degenerasi lemak, keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada degenerasi
hialin yang lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.15

3.5 Patogenesis
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma uteri banyak
ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri
paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen.1 Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen
pada mioma uteri lebih banyak didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer
dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest dan
genitoblast.15
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri, atau memakai mediator
masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator
didalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor–1 (IGF–1),
connexsin – 43 – Gap junction protein dan marker proliferasi. Awal mulanya pembentukan
tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi
rentetan perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi
kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa, dan yang terbanyak
(36,6%) ditemukan pada kromosom 7 (del (7) (q 21)/ q 21 q 32). Keberhasilan pengobatan
medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada
kromosom atau tidak.2,4

3.6 Tanda dan Gejala Klinik


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung
pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserous) besarnya
tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
 Perdarahan abdominal. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah
hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia.
Faktor–faktor penyebab perdarahan :

18
o Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium
o Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
o Atrofi endometrium diatas mioma submukosa
o Endometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang–sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik.
 Rasa nyeri. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena
gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga
dismenore.
 Gejala dan tanda penekanan. Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma
uteri. Penekanan pada kandung kemih menyebabkan poliuri, pada uretra
menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis,
pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
 Infertilitas dan abortus, dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan
pars interstitial tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus

Mioma uteri dan kehamilan


Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertilitas; resiko
terjadinya abortus bertambah karena distorsi ronga uterus; khususnya pada mioma
submukosum; letak janin; menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada serviks
uteri; menyebabkan inersia maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca
persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium; menyebabkan
plasenta sukar lepas dari dasarnya; dan mengganggu proses involusi dalam nifas.
Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, antara lain :
 Tumor membesar terutama pada bulan–bulan pertama karena pengaruh estrogen yang
kadarnya meningkat
 Dapat terjadi degenerasi merah waku hamil maupun masa nifas
 Meskipun jarang, mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan gejala
dan tanda abdomen akut.

19
3.7 Diagnosis Mioma Uteri
3.7.1 Pemeriksaan fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma
uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang
lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari
uterus.

3.7.2 Temuan laboratorium


Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus
yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara
polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoetin ginjal.

3.7.3 Pemeriksaan penunjang


a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus
atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma
uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan
irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus
hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang
hipoekoik.13
b. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil
serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif
ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

20
3.8 Komplikasi Mioma Uteri
 Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemuken hanya 0,32–0.6 % dari seluruh
mioma serta merupakan 50–75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.2,5 Novak dan Woodruff melaporkan
insiden leiomiosarkoma adalah dibawah 0.5%.
 Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma
tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata.

3.9 Diagnosis Banding Mioma Uteri


Diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen dibagian bawah atau
panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan. Mioma submukosum harus dibedakan
dengan inversion uteri. Mioma intramural harus dibedakan dengan adenomiosis,
koriokarsinoma, karsinoma korporis uteri, atau suatu sarcoma uteri.

3.10 Penatalaksanaan Mioma Uteri


a. Konservatif Penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari
kehamilan 10 – 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu
diambil tindakan operasi.1,7
b. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari terapi operatif.3,8
Adapun preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRH,
progesteron, Danazol, Gestrinon, Tamoksifen, Goserelin, anti prostaglandin, agen-agen lain
(Gossipol, Amantadine).
 Analog GnRH

21
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uteri yang
diberikan analog GnRH leuprorelin asetat selama 6 bulan, ditemukan pengurangan
volume uterus rata-rata 67%, pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus
sebesar 20%, dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak
80%. Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara
kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam
darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioma uteri
memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian analog GnRH.2,9
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling
responsif terhadap pemberian analog GnRH. Sedangkan mioma subserosa tidak
responsif dengan pemberian analog GnRH ini.
Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan analog GnRH adalah:
o
Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri
o
Mengurangi anemia akibat pendarahan
o
Mengurangi pendarahan pada saat operasi
o
Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma
o
Mempermudah tindakan histerektomi vaginal
o
Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.2

 Progesteron
Peneliti Lipschutz tahun 1939, melaporkan perkembangan mioma uteri dapat
dihambat atau dihilangkan dengan pemberian progesteron. Dimana progesteron yang
diproduksi oleh tubuh dapat berinteraksi secara sinergis dengan estrogen, tetapi
mempunyai aksi antagonis.3,10,11
Tahun 1946 Goodman melaporkan terapi injeksi progesteron 10 mg dalam 3 kali
seminggu atau 10 mg sehari selama 2–6 minggu, terjadi regresi dari mioma uteri,
setelah pemberian terapi. Segaloff tahun 1949, mengevaluasi 6 pasien dengan
perawatan 30 sampai 189 hari, dimana 3 pasian diberi 20 mg progesteron
intramuskuler tiap hari, dan 3 pasian lagi diberi 200 mg tablet. Pengobatan ini tidak
mempengaruhi ukuran mioma uteri. Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan
degeneratif mioma uteri pada pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian
medrogestone 25 mg pr hari selama 21 hari. Pada pemberian 2 mg norethindrone tiap
hari selama 30 hari tidak mempengaruhi perubahan ukuran volume mioma uteri.

22
Perkiraan ukuran mioma uteri sebelum dan sesudah terapi tidak dilakukan dan
efektifitasnya dimulai berdasarkan temuan histologis. Terapi progesteron mungkin
akan berhasil dalam pengobatan mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini.2,3,11
 Danazol
Danazol merupakan progestogen sintetik yang berasal dari testoteron, dan pertama
kali digunakan untuk pengobatan endometrosis. Prof. Maheux tahun 1983 pada
pertemuan tahunan perkumpulan fertilitas Amerika, mempresentasikan hasil studinya
di Universitas Yale, 8 pasien mioma uteri diterapi 800 mg danazol setiap hari, selama
6 bulan. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume
uterus sebesar 20–25 %, dimana diperoleh fakta bahwa damazol memiliki substansi
androgenic.3
Tamaya, dan rekan-rekan tahun 1979, melaporkan reseptor androgen pada mioma
terjadi peningkatan aktivitas 5 ∝ - reduktase dibandingkan dengan miometrium dan
endometrium normal. Yamamoto tahun 1984, dimana mioma uteri, memiliki suatu
aktifitas aromatase yang tinggi dan dapat membentuk estrogen dari androgen.3,12
 Tamoksifen
Tamoksifen merupakan turunan trifeniletilen mempunyai khasiat estrogenik maupun
antiestrogenik. Dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor modulator” (SERM)
dan banyak digunakan untuk pengobatan kanker payudara stadium lanjut. Karena
khasiat sebagai estrogenik maupun antiestrogenik. Beberapa peneliti melaporkan,
pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan
mioma uteri selama 3 bulan dimana, volume mioma tidak berubah. Kerja tamoksifen
pada mioma uteri, dimana konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih
rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila diberikan secara
berkelanjutan.3
 Goserelin
Goserelin merupakan GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan
sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Dan pada pemberian
goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan
gejala menorargia dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri,
pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama
pada saat menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari

23
semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali
dengan cara injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi
selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa
keringat dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa
tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti
mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi
dengan HRT (estrogen konjugasi 0.3 mg) dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada
pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume mioma uteri, keluhan
pasien, corak perdarahan, kandungan mineral tulang dan fraksi kolesterol.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian, dimana pemberian goserelin dikombinasi
dengan HRT dilaporkan mioma uteri berkurang, dengan keluhan berupa keringat
dingin dan pola perdarahan spotting, bila pengobatan dihentikan. Dimana kandungan
mineral tulang berkurang bila pemberian pengobatan selama 6 bulan pertama. Tiga
bulan setelah pengobatan perlu dilakukan observasi, dan konsentrasi HDL kolesterol
meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserida konsentrasi menetap
selama pemberian terapi.10
 Antiprostaglandin
Penghambat pembentukan prostaglandin dapat mengurangi perdarahan yang
berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau
mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian naproxen 500–1000 mg setiap
hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi
mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7 % wanita dengan
menoragia idiopatik. Studi ini didasarkan hanya penilaian secara simptomatik,
sedangkan ukuran mioma tidak diukur.3

c. Terapi operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan
ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myom geburt dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan
apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh
anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30–50%.

24
Perlu disadari bahwa 25–35% dari penderita tersebut akan masih diperlukan histerektomi.
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih.
Histerektomi dapat dilakukan perabdominal maupun pervaginam. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma services uteri.
Histerektomi supra vaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam
pengangkatan uterus keseluruhan.15

25
BAB IV
KESIMPULAN

Mioma uteri adalah salah satu tumor neoplastik jinak dari otot polos miomentrium.Mioma
uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous, sehingga
mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi
lunak jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri biasa juga disebut leiomioma uteri,
fibroma uteri, fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan yaitu satu dari empat
wanita selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena
tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operatif. Gejala
tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
 Perdarahan abdominal. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adaLah
hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metrorargia.
 Rasa nyeri.
 Gejala dan tanda penekanan.
 Infertilitas dan abortus
Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala tetapi sekitar 60% ditemukan secara
kebetulan pada saat pemeriksaan USG, pemeriksaan pelvis, atau pada laparatomi daerah
pelvis. Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma uteri
banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause,
dan belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma
uteri paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds. Advences in
reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey : The Phartenon
Publishing Group, 1992 ; 1 – 8
2. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam :
Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003:; 151 -
156
3. Sivecney G.Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroids. In : R.W.
Shaw, eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids. England – New
Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 95 – 101
4. Friedman AJ, Rein MS, Murugan R, Pandian, Barbieri RL.Fasting serum growth
hormone and insulin_like growth factor – I and –II concentrations in women with
leiomyomata uteri treated with leuprolide acetate or placebo. Fertility and Sterility,
1990 ; 53 : 250 – 253
5. Crow J. Uterine febroids : Histological features. In : Shaw RW, eds. Advances in
reproductive endocrinology uterine febroids. England – New Jersey : The Parthenon
Publishing Group, 1992; 21 – 33
6. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M, Heather, Whary
eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins,
2001 ; 316 – 318
7. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie
Chesmy,Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia : Lippincott
Williams and Wilkins, 2001 ; 314 – 315
8. Chaves, Stewart, Medical treatment of uterine fibroids. In : Marie Chesmy, Heather
Whary eds. Clinical Obstetric and Gynecologi. Philadelphia : Lippincott Williams and
Wilkins, 2001 ; 374 – 379
9. Schweppe KW. GnRH analogues in the treatment uterine fibroids:results of clinical
studies. In: Shaw RW, eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids.
England – New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 103-105
10. Lumsden MA. The role of oestrogen and growth factors in the control of the growth of
uterine leiomyomata. In : R.W. Shaw, eds. Advances in reproductive endokrinology
uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 9 – 20

27
11. Baziad A. Pengaruh hormon seks terhadap genitalia dan ekstragenitalia. Dalam :
Endokrinologi genikologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003 ; 131 –
132
12. Friedman AJ, Harrison D, Atlas CNM, Barbieri R, Benacerraf B, Gleason R, Schiff I. A
randomized, placebo – controlled, double - blind study evaluating the efficacy of
leuprolide acetate depot in the treatment of uterine leiomyomata. Fertility and Sterility,
1989 ; 51 : 251 – 256
13. Perl V, Marquez J, Schally AV et al. Treatment of leiomyomata uteri with D – Trp 6 –
luteinizing hormone – releasing hormone. Fertility and Sterility, 1987 ; 48 : 383 – 389
14. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu Kebidanan, edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2010; 10:130-136
15. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2008; 13:338-345
16. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas. Fertility and
Sterility.Vol. 87, No. 4, April 2007. p725-33.

28

Anda mungkin juga menyukai