Sap Pa2
Sap Pa2
PENDAHULUAN
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuk
laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung
dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Laring berada di depan dan sejajar
dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian atasnya yang akan melanjutkan ke faring
berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea
berbentuk seperti sirkular.1
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan beberapa
tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan atasnya
dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon otot-otot. Saat
menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini akan
menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini
bekerja untuk membantu menggerakan lidah.1,2
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing
masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara
bersamaan. 1,2Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka. 2
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu
gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong bolus
makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.2,3
Fungsi laring yang lain adalah fonasi, dengan membuat suaranserta menentukan
tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada di atur oleh ketegangan plika vokalis.
Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago
tiroid ke bawah dan ke depan menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang
bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid
ke belakang. Plika vocalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi.
1
Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan,
sehingga plikanvoklais akan mengendor. KOntraksi serta mengendornya plika
vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
Infeksi pada laring dapat di definisikan sebagai proses inflamasi yang dapat
disebabkan oleh virus maupun bakteri. Berdasarkan onset dan perjalanannya,
laringitis dibedakan menjadi laringitis akut dan kronis. Bila terjadi < 3 minggu
dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi > 3 minggu.1
Laringitis akut pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis
(common cold). Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus
dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan
oleh infeksi virus. Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan
napas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak.2
Laringitis kronik merupakan radang kronik laring yang disebabkan oleh
sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkhitis kronis.
Mungkin juga disebabkan oleh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-
teriak atau biasa berbicara keras. 2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI LARING
Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebra cervical 4 sampai 6,
bagian atasnya yang akan melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas
segitiga dan bagian bawahnya yang akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti
sirkular.3
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-
otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini akan
menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini
bekerja untuk membantu menggerakan lidah.1,3
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,
aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan tulang
3
rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan
mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti kapal, bagian
depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple” dan di dalam tulang
rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh
ligamentum krikotiroid. 1,3
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah
kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid
terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra
C3 sampai C4.
Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung jawab
untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah
(sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang laring dan membentuk sendi
dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi krikoaritenoid. 1,3
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat
pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik.
Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di
dalam lipatan ariepiglotik, kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam
rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam
ligamentum hiotiroid lateral. 1,3
Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas
dibelakang dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian belakang kartilago
thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. 3
4
A. B.
A
C.
5
A. B.
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica, ligamentum
ventricularis, ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan
kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica. Gerakan laring dilaksanakan oleh
kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama
6
bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan
gerakan bagian-bagian laring sendiri.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid (suprahioid),
dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot ekstrinsik yang supra
hyoid ialah M. Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid, dan M.Milohioid. Otot
yang infrahioid ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang
suprahioid berfungsi menarik laring kebawah, sedangkan yang infrahioid menarik
laring keatas.
7
Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus
superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf motorik dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi m.krikotiroid,
sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-
mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah medial a.karotis interna,
kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan setelah menerima hubungan
dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus
eksternus dan ramus internus.3,6
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan
lanjutan dari n.vagus. 3,6
8
Gambar 4. Persarafan laring5
Vascularisasi
Vascularisasi untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior dan
a.laringitis inferior.1,3
Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan bersama-
sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring
melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam arteri itu
bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan
a.laringis superior.1,3
9
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus superior.1
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan
a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior
dan inferior. 1
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing
masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara
10
bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena pengangkatan laring
ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilogo aritenoid
bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya
m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. 2,3
Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal
dari paru dapat dikeluarkan.2
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis.
Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis
kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka. 2
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan
11
plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan
kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang
bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid
ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi.
Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika
vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada. 2,3
Laringitis adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh virus dan
dapat pula disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis
dibedakan menjadi laringitis akut dan kronis. Bila terjadi < 3 minggu dinamakan
akut dan disebut kronis bila terjadi > 3 minggu.1,2
a. Laringitis akut
1. Definisi
12
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin
sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi
mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi
diet, malnutrisi, dan tidak ada imunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin
dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari
host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya di dahului oleh
faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan
iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk
memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi
tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada
laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan
menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan
akan merangsang peningkatan suhu tubuh.1,4
3. Gejala Klinis
1. Gejala radang umum seperti demam, malaise
2. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara
yang kasar, suara yang susah keluar, atau suara dengan nada lebih rendah dari
suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan
dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan
suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
3. Sesak nafas dan stridor
4. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu
yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah,
lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
13
7. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
8. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak
menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan
fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat
menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak.
4. Pemeriksaan Fisik
Alat dan Bahan :
Lampu Kepala
Cermin laring dengan berbagai ukuran.
Spatel lidah
Kain kasa
Prosedur pemeriksaan :
Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda
radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru. Pada pemeriksaan laringoskopi
indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa
membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat
pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.2,7
14
Gambar 6. Laringitis akut5
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen leher AP : tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple
sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
15
6. Terapi
Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Jika pasien sesak dapat
diberikan O2 2 L/ menit. Menghirup udara lembab. Menghindari iritasi pada faring
dan laring, misalnya merokok, makanan pedas atau minum es.8
Terapi obat-obatan untuk menunjang proses perlawanan terhadap infeksi :8
a. Demam : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik.
b. Hidung tersumbat : dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA),
efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun
spray.
c. Antibiotika yang adekuat apabila peradangan berasal dari paru
d. Kortikosteroid i.v : deksametason 0,5mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
diberikan selama 1-2 hari.
Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi.5
7. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun
penyakit ini dapat menyebabkan edem laring dan edem subglotis sehingga dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan
pemasangan endotrakeal atau trakeostomi.1
B. Laringitis Kronik
Radang kronis laring yang disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum
yang berat, polip hidung atau bronkhitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh
penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara
keras. Penyebab tersering pada orang dewasa antara lain yaitu:1,2
a. Merokok; merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan peradangan
dan penebalan pita suara
16
b. Alkoholik; alcohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring.
c. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
d. Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia; banyak
pekerja-pekerja pabrik yang menderita laringitis kronik seperti pada pekerja
pabrik pupuk, pestisida.
17
Gambar 7. Laringitis kronik5
18
2. Minum banyak air. Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat
tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering .
Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.
4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan
berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi
abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem juga
akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir dan
merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.
Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset bertahap
dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi mukus
berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai sekresi
mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan edema
lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.9
Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada pasien
untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau
fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus
yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin.9
Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali
setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat
lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi
sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi ke laring dapat terjadi
melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran
19
melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi.
Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis,
plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik. 1,2
20
2. Stadium ulserasi. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar.
Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta dirasakan nyeri
waktu menelan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang
(khas), dapat juga terjadi hemoptisis.
21
Gambar 10. B. Lesi granuloma (pada glottis posterior), C. Lesi polipoid 5
Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai
berikut:2,9
22
1. Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring
2. Suara parau yang berlangsung berminggu-minggu dan pada stadium lanjut
dapat timbul afoni
3. Hemoptisis
4. Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena
radang lainnya, merupakan tanda yang khas
5. Tanda sistemik TB paru
6. Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses aktif
(biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)
23
Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai
pada bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama
sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema yang
hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi
karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma
yang nanti akan pecah dan menimbulkan ulserasi, perikondritis dan fibrosis.2,10
2. Stadium Sekunder
Jarang ditemukan .terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar kearah
laring.
3. Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma.Predileksinya pada tonsil dan palatum.Jarang
pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior pharing dapat meluas ke
vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian., bila sembuh
terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara
permanen.
Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis. Disfagia
timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini, pasien tidak
merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di perifer.2
Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat
dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan
24
eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar
sagat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.10
Penatalaksanaan dengan pemberian antibiotika golongan penicilin dosis
tinggi, pengangkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat
dilakukan trakeostomi dan operasi rekonstruksi. 10
Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah,
karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen. 10
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Cohen JL, Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES-Buku Ajar
Penyakit THT.Edisi ke6.Jakarta:EGC,1997,369-76
2. Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher. Edisi ke-6. FKUI:
Jakarta; 2007.
3. Rizzo DC. Fundamentals of anatomy physiology. 3rd ed. Maxwell drive:
USA; 2010.
4. Lalwani AK. Current diagnosis & treatment in otolaryngology – head &
neck surgery, 2nd ed. New York: The McGraw-Hill; 2007.
5. Bull TR. Color atlas of ENT diagnosis. 4th ed. Thime stuttgart: New York;
2007.
6. Blitzer A, Brin MF, Ramig L. Neurologic disorders of the larynx. 2nd ed.
Thime stuttgart: New York; 2009.
7. Dhillon RS, East CA. Ear, nose, and throat and head and neck surgery. 2nd
ed. Churcill Livingstone; 2000.
8. Brandwein-Gensler, Majorie. Laryngeal Pathology. In:Van De Water
Thomas R, Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New York: Thieme;
2008.
9. Kumar S, Disease of the Larinx in Fundamental Of Ear, Nose, & throath.
Disease And Head-Neck Surgery, Calcutta,publisher Mohendra Nath
Paul,1996:391-99
10. Bailey BJ, Johnson JT, American Academy of Otolaryngology – Head and Neck
Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United States
of America, 2006. p601-13.
26