Penyakit radang panggul (PRP) atau pelvis inflammatory disease (PID) dikenal sebagai suatu
kelainan yang manifestasinya dapat merusak sistem kesehatan reproduksi wanita. PRP
merupakan sindroma klinis yang disebabkan oleh naiknya mikroorganisme dari vagina dan
endoserviks ke endometrium, tuba fallopi, ovarium, dan organ sekitarnya, sehingga
spektrumnya merupakan kelainan inflamasi dari traktus genitalis bagian atas termasuk
endometritis, salpingitis, abses tubo-ovarial, dan pelvis-peritonitis. Infeksi intrauterina dapat
bersifat primer bila ditularkan langsung melalui sexually transmitted disease (STD), atau
bersifat sekunder sebagai akibat dari pemasangan IUD atau prosedur-2 sirurgik misalnya
terminasi kehamilan. Namun, meskipun IUD selama ini dikaitkan dengan makin meningkatnya
PRD, IUD modern yang diciptakan akhir-akhir ini risikonya semakin kecil. (Mbouw and
Foster, 2000).
Dalam dua dekade terakhir ini di seluruh dunia terjadi peningkatan insidensi PID yang
menyebabkan terjadinya epidemi sekunder dari infertilitas faktor tuba dan menyebabkan
terjadinya gangguan pada outcome kehamilan. Dalam praktik kedokteran di Inggris didapatkan
diagnosis PID 1,7% pada wanita berusia 16 - 46 tahun. Remaja merupakan penderita yang
lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok yang lebih tua. (Mbouw and Foster,
2000).
RADANG PADA KELENJAR BARTHOLIN
Bartholinitis
Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartolin. Bartolinitis juga dapat menimbulkan
pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya, pembengkakan disertai dengan rasa
nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan
pada kelamin yang memerah.
Bartolinitis adalah sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan retensi
sekresi dan dilatasi kistik. Bartholinitis adalah infeksi pada glandula bartholin yang mana
sering kali timbul pada gonorea akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya
streptococus atau basil coli.
Etiologi
Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian
dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan sebagainya. Infeksi ini
kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas vagina.
a. Infeksi alat kelamin wanita bagian bawah biasanya disebabkan oleh :
Virus : kondiloma akuminata dan herpes simpleks
Jamur : kandida albikan
Protozoa : amobiasis dan trikomoniasis
Bakteri : neiseria gonore
b. Infeksi alat kelamin wanita bagian atas:
Virus : klamidia trakomatis dan parotitis epidemika
Jamur : asinomises
Bakteri : neiseria gonore, stafilokokus dan E.coli
Patofisiologi
Obstruksi duktus utama kalenjar bartolini distal bisa karena retensi, sekresi dan dilatasi
kistik. Terjadi penumpukan sekret mukus pada kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini membesar
menjadi kista bartolini. Kista mengalami peradangan dengan tanda-tanda memerah, nyeri dan
lebih panas dari daerah sekitarnya (bartolinitis). Isi dalam berupa nanah dapat keluar melalui
duktus atau bila tersumbat (biasanya akibat infeksi). Radang pada kelenjar bartolini dapat
terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menahun dalam bentuk kista bartolini.
Manifestasi Klinis
1) Pada vulva: perubahan warna kulit, membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar, nyeri
tekan
2) Kelenjar bartolin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan atau duduk, juga
dapat disertai demam
3) Kebanyakan wanita dengan penderita ini datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan
keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan suami, rasa sakit saat buang air
kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin
4) Terdapat abses pada daerah kelamin
5) Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan darah
Penanganan
Pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab
abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti
Gonorrhea dan Chlamydia. Kultur jaringan diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti
serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian.biopsi dilakukan apabila terjadi pada
kasus yang dicurigai keganasan. Terapi pengobatan juga dilakukan melalui pemberian
antibiotik spektrum luas.
Pengobatan yang cukup efektif saat ini adalah dengan antibiotika golongan cefadroxyl
500 mg, diminum 3×1 sesudah makan, selama sedikitnya 5-7 hari, dan asam mefenamat 500
mg (misalnya: ponstelax, molasic, dll), diminum 3×1 untuk meredakan rasa nyeri dan
pembengkakan, hingga kelenjar tersebut mengempis.
Pemeriksaan Penunjang:
a. Laboratorium
b. Vullva
c. Inspeculo
Penatalaksanaan bartholinitis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik spektrum luas.
Pemberian antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari hasil
pengecatan gram maupun kultur, antara lain:
a) Infeksi Neisseria gonorrhoe:
- Ciprofloxacin 500 mg single dose
- Ofloxacin 400 mg single dose
- Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil)
- Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)
b) Infeksi Chlamidia trachomatis:
- Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po
- Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po
c) Infeksi Escherichia coli:
- Ciprofoxacin 500 mg oral single dose
- Ofloxacin 400 mg oral single dose
- Cefixime 400 mg single dose
d) Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :
- Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari
- Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.
- Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.
Terapi:
Metronidazol 500 mg per oral 2x sehari selama 7 hari.
Metronidazol per vagina 2x sehari selama 5 hari.
Krim klindamisin 2% per vagina 1x sehari selama 7 hari.
Trikomonas
Infeksi trikomonas adalah infeksi oleh protozoa Trichomonas vaginalis yang ditularkan
secara seksual. Merupakan sekitar 25% vaginitis karena infeksi. Trikomonas adalah organisme
yang tahan dan mampu hidup dalam handuk basah atau permukaan lain. Masa inkubasinya
berkisar 4 sampai 28 hari.
Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Klasik cairan vagina berbuih, tipis, berbau
tidak enak, dan banyak. Warnanya bisa abu-abu, putih, atau kuning kehijauan. Mungkin ada
eritema atau edema vulva dan vagina. Mungkin serviks juga tampak eritematus dan rapuh.
Diagnosis:
Preparat kaca basah memperlihatkan protozoon fusiformis uniseluler yang sedikit lebih
besar dibanding sel darah putih. Ia mempunyai flagela dan dalam spesimen dapat dilihat
gerakannya. Biasanya ada banyak sel radang.
Cairan vagina mempunyai pH 5,0 sampai 7,0.
Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan mungkin diketahui terinfeksi dengan
diketemukannya Trichomonas pada usapan Pap.
Terapi dengan metronidazol 2 g per oral (dosis tunggal). Pasangan seks pasien sebaiknya juga
diobati.
Kandida
Vaginitis kandida bukan infeksi menular seksual karena Candida merupakan penghuni
vagina normal. Pada 25% perempuan bahkan dijumpai di rektum dan rongga mulut dalam
persentase yang lebih besar. Candida albicans menjadi patogen pada 80% sampai 95% kasus
kandidiasis vulvovaginalis, dan sisanya adalah C. glabrata dan C. tropicalis. Faktor risiko
infeksi meliputi imunosupresi, diabetes mellitus, perubahan hormonal (misal kehamilan),
terapi antibiotika spektrum luas, dan obesitas.
Keluhan dan gejala. Beratnya keluhan tidak ada hubungannya dengan jumlah
organisme. Keluhan yang menonjol adalah pruritus, seringkali disertai iritasi vagina, disuria,
atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih seperti susu dan tidak berbau. Pemeriksaan
spekulum seringkali memperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang-kadang
dengan plak yang menempel.
Diagnosis dibuat kalau preparat KOH cairan vagina menunjukkan hife dan kuncup
(larutan KOH 10% sampai 20% menyebabkan lisis sel darah merah dan putih sehingga
mempermudah identifikasi jamur). Mungkin diperlukan untuk melihat banyak lapangan
pandangan agar dapat menemukan patogen. Preparat KOH negatif tidak mengesampingkan
infeksi. Pasien dapat diterapi berdasar gambaran klinis. Dapat dibuat biakan dan hasilnya bisa
diperoleh dalam waktu 24 sampai 72 )am.
Terapi terdiri dari aplikasi topikal imidasol atau triasol, seperti mikonasol, klotrimasol,
butokonasol, atau terjonasol. Obat-obat ini dapat diresepkan sebagai krim, supositoria, atau
keduanya. Lama pengobatan bervariasi tergantung obat yang dipilih. Dosis tunggal flukonasol
150 mg per oral mempunyai tingkat kemanjuran tinggi.
RADANG PADA SERVIKS UTERI
Servisitis ditandai oleh peradangan berat mukosa dan submukosa serviks. Secara
histologik dapat dilihat infiltrasi sel-sel peradangan akut dan kadang-kadang nekrosis sel-sel
epitel. Patogen utama servisitis mukopurulen adalah C. trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae,
keduanya ditularkan secara seksual. Servisitis mukopurulen dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan kasar. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pengecatan Gram.
Klamidia Trakomatis
Merupakan organisme yang paling sering ditularkan secara seksual. Faktor risikonya
antara lain meliputi umur di bawah 25 tahun dan aktif secara seksual, status sosial ekonomi
rendah, pasangan seksual banyak, dan status tidak menikah.
Mikrobiologi. C. trachomatis adalah organisme intraseluler yang lebih menyukai
menginfeksi sel-sel skuamokolumner, yaitu pada zona transisi serviks.
Keluhan dan gejala. Infeksi klamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30% sampai 50% kasus
dan dapat menetap selama beberapa tahun. Pasien dengan servisitis mungkin mengeluh keluar
cairan yagina, bercak darah, atau perdarahan pascasanggama. Pada pemeriksaan serviks
mungkin tampak erosi dan rapuh. Mungkin ada cairan mukopurulen berwarna kuning-hijau.
Pengecatan Gram memperlihatkan lebih dari 10 lekosit polimorfonuklear per lapangan
pencelupan minyak.
Diagnosis dengan biakan adalah yang paling optimal tetapi cara ini makan waktu,
memerlukan keterampilan teknis tinggi, dan fasilitas biakan sel yang memadai. Rekomendasi
terapi dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) :
Azitromisin 1 g per oral (dosis tuggal) atau
Doksisiklin 100 mg per oral 2x sehari selama 7 hari.
Terapi alternatif:
Eritromisin basa 500 mg per oral 4x sehari selama 7 hari atau
Eritromisin etilsuksinat 800 mg 4x sehari selama 7 hari atau
Ofloksasin 300 mg per oral 2x sehari selama 7 hari atau
Levofloksasin 500 mg per oral 1x sehari selama 7 hari.
Pasangan seks harus dirujuk ke klinik atau dokter untuk mendapatkan pengobatan. Uji
kesembuhan hanya diperlukan pada pasien hamil atau jika tetap ada keluhan.
Gonorea
Mikrobiologi. N. Gonorrhoeae adalah diplokokus gram negatif yang menginfeksi epitel
kolumner atau pseudostratified. Oleh karena itu, traktus urogenitalis merupakan tempat infeksi
yang biasa. Manifestasi lain infeksi adalah gonorea faringeal atau menyebar. Masa inkubasi 3
sampai 5 hari.
Keluhan dan gejala. Seperti infeksi klamidia, seringkali pasien tidak mempunyai
keIuhan tetapi mungkin mereka datang dengan cairan vagina, disuria, atau perdarahan uterus
abnormal.
Diagnosis. Biakan dengan medium selektif merupakan uji terbaik untuk gonorea. Lidi
kapas steril dimasukkan ke dalam kanal endoserviks selama 15 sampai 30 detik kemudian
spesimen diusap pada medium. Dapat juga digunakan kulturet tetapi mungkin sensitivitasnya
lebih rendah. Diagnosis ditegakkan jika pada pengecatan Gram terlihat diplokoki intraseluler
tetapi sensitivitasnya hanya sekitar 60%.
Rekomendasi terapi menurut CDC:
Seftriakson 125 mg i.m. (dosis tunggal) atau
Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal) atau
Ofloksasin 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
Levofloksasin 250 per oral (dosis tunggal).
Diagnosis
Diagnosis endometritis kronik ditegakkan dengan biopsi dan biakan endometrium.
Gambaran histologik klasik endometritis kronik berupa reaksi radang monosit dan sel-sel
plasma di dalam stroma endometrium (lima sel plasma per lapangan pandangan kuat). Tidak
ada korelasi antara adanya sejumlah kecil sel lekosit polimorfonuklear dengan endometritis
kronik. Pola infiltrat radang limfosit dan sel-sel plasma yang tersebar di seluruh stroma
endometrium terdapat pada kasus endometritis berat. Kadang-kadang bahkan terjadi nekrosis
stroma.
Terapi
Terapi pilihan untuk endometritis kronik adalah doksisiklin 100 mg per oral 2x sehari
selama 10 hari. Dapat pula dipertimbangkan cakupan yang lebih luas untuk organisme anerobik
terutama jika ada vaginosis bakterial. Jika terkait dengan PID akut terapi harus fokus pada
organisme penyebab utama termasuk N. gonorrhoeae dan C. trachomatis, demikian pula
cakupan polimikrobial yang lebih luas.
Faktor Risiko
Riwayat PID sebelumnya.
Banyak pasangan seks, didefinisikan sebagai Iebih dari dua pasangan dalam waktu 30 hari,
sedangkan pada pasangan monogami serial tidak didapatkan risiko yang meningkat.
Infeksi oleh organisme menular seksual, dan sekitar 15% pasien dengan gonorea anogenital
tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada akhir atau segera sesudah menstruasi.
Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID tiga sampai lima kali. Risiko PID
terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu pertama setelah
pemasangan.
Gejala dan Diagnosis
Keluhan atau gejala yang paling sering adalah nyeri abdominopelvik. Keluhan lain
bervariasi, antara lain keluarnya cairan vagina atau perdarahan, demam dan menggigil, serta
mual dan disuria. Demam terlihat pada 60% sampai 80% kasus.
Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang dikemukakan sangat
bervariasi. Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan adneksa, PID didiagnosis
dengan akurat hanya sekitar 65%. Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri
panggul kronik, maka PID harus dicurigai pada perempuan berisiko dan diterapi secara agresif.
Kriteria diagnostik dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan terapi.
Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut (ketiga-tiganya harus ada) :
Nyeri gerak serviks
Nyeri tekan uterus
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifisitas kriteria
minimum dan mendukung diagnosis PID :
Terapi
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan
infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik. Banyak pasien yang
berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan
terapeutik permulaan. Pemilihan antibiotika harus ditujukan pada organisme etiologik utama
(N. gonorrhoeae atau C. trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai
daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral paling tidak
selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis.
Rekomendasi terapi dari CDC.
Terapi Parenteral
a) Rekomendasi terapi parenteral A.
Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau
Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah
Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam.
b) Rekomendasi terapi parenteral B.
Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg/kg berat badan) diikuti dengan
dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat badan) setiap 8 jam. Dapat diganti dengan dosis
tunggal harian.
c) Terapi parenteral alternadf.
Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan spektrum yang luas.
Levofloksasin 500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena
setiap 8 jam atau
Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol 500 mg
intravena setiap 8 jam atau
Ampisilin/Sulbaktam 3 g intravena setiap 5 jam ditambah doksisiklin 100 mg oral atau
intravena setiap 12 jam.
Akibat Buruk
Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang. Infertilitas terjadi sampai
20%. Perempuan dengan riwayat PID mempunyai 6 sampai 10 kali lebih tinggi risiko
kehamilan ektopik. Telah dilaporkan terjadinya nyeri panggul kronik dan dispareunia.
Sindroma Fitz-Hugh-Curtis adalah terjadinya perlengketan fibrosa perihepatik akibat proses
peradangan PID. Ini dapat menyebabkan nyeri akut dan nyeri tekan kuadran kanan atas.