Anda di halaman 1dari 19

Contact Us

About Us

Home

Materi

Medicarenursing

Uncategorized

<p>Your browser does not support iframes.</p>

Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Abses Pedis

Rabu, November 16, 2011 Basendra Samsul No comments

<p>Your browser does not support iframes.</p>


B. Konsep Dasar Diabetes Melitus
1. Definisi
“ Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron”(Mansjoer, 2000 hlm.
580).
“Diabetes Melitus adalah gamngguan metabolisme yang secara genetik
dan klinis termasuk heterogen dengan menginfestasikan berupa
hilangnya toleransi karbohidrat biasanya ditandai oleh hiperglikemia
puasa, aterosklerotik, mikroangiopati, dan neuropati”(Price et. al,
2005, hlm. aA1260).
“Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat keturunan insulin baik absolut maupun relatif”(Sarwono
Waspadji, 2002, hlm. 2).
“Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh keinginan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia”(Brunner dan Suddarth, 2001, hlm. 1220).
“Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang
disifati adanya hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja
insulin maupun keduanya”(John Mf Adam, 2000,
http:/www.Kalbe.co.id, diperoleh tanggal 18 Juli 2008).
Dari definisi diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang disebabkan adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat kelainan sekresi insulin atau
kurangnya insulin yang dapat menimbulkan komplikasi,
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu
sebagai berikut (John Mf Adam, 2000, http:/www.Kalbe.co.id diperoleh
tanggal 18 Juli 2008).
a. Diabetes Melitus Tipe I
Dikenal dua bentuk yaitu autoimun dan idiopatik, dimana ditemukan
kerusakan sel beta dan mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin
yang absolut. Pada bentuk otoimun terjadinya defisiensi insulin yang
absolut. Pada bentuk autoimun dapat ditemukan beberapa petansa
imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta
pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta.
Sebagian besar penderita diabetes tipe I penyebabnya tidak jelas
idiopatik pada penderita ini ditemukan insulinopeni tanpa tanda imun,
dan mudah sekali mengalami ketoasidosis.
b. Diabetes Melitus Tipe II
Bentuk ini bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin defisiensi
resistensi insulin. Diabetes Melitus tipe II merupakan jenis diabetes
melitus yang paling sering ditemukan diperkirakan sekitar 90% dan
semua penderita diabetes melitus di Indonesia. Pada diabetes melitus
tipe II sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
1) Defek Genetik Fungsi Sel Beta
2) Defek Genetik Insulin
3) Penyakit Eksokrin Pankreas
4) Endokrinopati
5) Karena obat/ zat kimia
d. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Diabetes Melitus Gestasional diartikan sebagai intoleransi glukosa
yang ditemukan pada saat hamil.
3. Etiologi
Adapun Etiologi Diabetes Melitus berdasarkan tipenya yaitu :
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas dan berkombinasi dengan faktor genetik, imunologik dan
lingkungan (misalnya, infeksi virus) yang turut menimbulkan destruksi
sel beta.
1). Faktor-faktor Genetik
Penderita Diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi,
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes mellitus tipeI yaitu pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen).
2).Faktor-faktor Imunologi
Pada Diabetes tipe I terdapat bukti bahwa adanya suatu respon
autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3).Faktor Lingkungan
Hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Melitus Tipe II
1). Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
Tahun)
2). Obesitas
3). Riwayat Keluarga
4). Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik)
c. Diabetes Tipe Lain
d.Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

4. Patofisiologi
a. IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
“Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) adalah penyakit autoimun
yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada
akhirnya menuju pada proses bertahap perusakan imunologik sel-sel
yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik
tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian pemicu
yang diduga berupa infeksi virus. Dengan memproduksi antibody
terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi
insulin yang dirangsang oleh glukosa. Pada diabetes mellitus dalam
bentuk yang lebih berat, sel-sel dirusak semuanya. Sehingga terjadi
insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan
defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetik dari DMTI adalah
adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatilitas (HLA) spesifik. Tipe
dari gen histokompatilitas yang berkaitan dengan DMTI (DW3 dan
DW4) adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang
berperan penting dalam interaksi monositlimfosit. Protein-protein
mengatur respons sel T sebagai bagian normal dari respons imun. Jika
terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan
penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhans” ( Price
et al, 2005 , hlm. 261).
“Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekspresikan ke dalam urin, eksresi ini akan diserta
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat penurunan simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam amino serta substansi lain),
namun pada penderita defesiensi insulin proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hipoglikemia, pecahan
lemak mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk sampingan pemecahan lemak. Ketoasidosis
diabetik yang menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton, dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan keasadaran, koma bahkan kematian”
(Brunner dan Suddarth, 2002, hlm. 1223).
b. NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
“Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tak tergantung insulin
(DMTTI), penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin. Insulin mula-mula meningkat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler
yang meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam peningkatan insulin
dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor dan reseptif insulin pada membran sel. Akibatnya,
terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin
dengan sistem transpor glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin menurun dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan glikemia. Karena obesitas berkaitan
dengan resistensi insulin maka kemungkinan besar gangguan toleransi
glukosa dan diabetes melitus pada akhirnya terjadi pada pasien DMTTI
merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan
seringkali berkaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan
pemulihan toleransi glukosa” (Price et.al, 2005, hlm. 1261-1262).
“Akibat toleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan prognosis, maka awitan diabeteas tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan. Iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina, atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya tinggi)”(Brunner dan
Suddarth, 2002, hlm.1223).

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Diabetes melitus
a. Glikosuria
Terjadi karena hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal.
b. Poliurida
Timbulnya karena glukosuria yang akan mengakibatkan diuresis.
c. Polidipsia
Akibat poliuria maka kebutuhan air meningkat dan timbul rasa haus.
d. Polifagia
Rasa lapar yang semakin besar akibat kehilangan kalori.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : Meningkat 200-100 mg/dl, atau lebih
b. Asetat plasma (keton) : Positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/dl
e. Elektrolit :
1). Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
2). Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan
sekuler), akan menurun
3). Fosfor : Lebih sering menurun

f. Hemoglobin glikosit: Kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari


normal yang mencerminkan kontrol diabetes mellitus yang kurang
selam 4 bulan terakhir.
g. Gas darah arteri : Biasanya menunjukkan PH rendah dan
penurunan
pada HCO¬¬3 (asidosis metabolik)
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi)
i. Ureum/ Kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal )
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab ketosidosis akut.
k. Insulin darah : Mungkin menurun/ bahkan sampai tidak ada
(pada tipe I)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : Gula dan Aseton positif, berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
7. Komplikasi
Komplikasi pada Diabetes melitus, dapat berupa komplikasi akut dan
komplikasi kronis, komplikasi kronis, berupa komplikasi vaskuler dan
non vaskuler.
a. Komplikasi akut yang sering terjadi
1). Hipoglikemia, yaitu keadaan penurunan kadar glukosa darah
dengan gejala berupa gelisah, tekanan darah menurun, lapar, mual,
lemah, lesu, keringat dingin, gangguan menghitung sederhana, bibir
dan tangan gemetar, sampai terjadi koma.
2). Hiperglikemia, yaitu keadaan kelebihan gula darah yang biasanya
disebabkan oleh makan secara berlebihan, stress emosional,
penghetian obat DM secara mendadak. Gejalanya berupa penurunan
kesadaran serta kekurangan cairan (dehidrasi).
3). Ketosidosis diabetik, yaitu keadaan peningkatan senyawa keton
yang bersifat asam dalam darah yang berasal dari asam lemak bebas
hasil dari pemecahan sel-sel lemak jaringan. Gejala dan tandanya
berupa nafsu makan turun, merasa haus, banyak minum, banyak buang
air kecil, mual dan muntah, nyeri perut, nadi cepat, pernafasan cepat
dan dalam, nafas berbau khas(keton), hipotensi, penurunan kesadaran,
sampai koma.
b. Komplikasi kronis vaskuler dan non vaskuler
1). Rasa tebal pada lidah, gigi, dan gusi yang mempengaruhi
rasa pengecapan.
2). Gangguan pendengaran timbul rasa berdenging pada telinga
3). Gangguan syaraf (neuropati diabetik), berupa rasa kesemutan dan
kram pada betis. Pada tahap lebih lanjut dapat terjadi gangguan saraf
pusat sehingga mulut mencong, mata tertutup sebelah, kaki pincang,
dan sebagainya.
4). Gangguan pembuluh darah, berupa penyempitan pembuluh darah,
yaitu mikroangiopati maupun makrongiopati. Mikroangiopati berupa
retinopati gejalanya penglihatan kabur sampai buta juga kelainan
fungsi ginjal sedangkan makrongiopati berupa penyempitan pembuluh
darah jantung dan otak dengan berbagai manifestasinya.
5). Gangguan seksual, biasanya berupa gangguan ereksi (disfungsi
ereksi) pada pria maupun impotensi.
6). Kelainan kulit, berupa bekas luka berwarna merah atau kehitaman
terutama pada kakiakibat infeksi yang berulang atau luka susah
sembuh.
8. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan keluhan/ gejala DM. sedangkan tujuan jangka panjang
untuk mencegah komplikasi. Penatalaksanaan DM yaitu perencanaan
makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan.
a. Perencanaan makan (meal planning)
Komposisi seimbang berupa karbohidrat (60%-70%), protein (10%-
15%), dan lemak (205-25%). Apabila diperlukan komposisi
karbohidrat sampai 70-75% juga memeberikan hasil yang baik.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Jumlah kandungan kolesterol 300mg/ hari jumlah kandungan serat ±
25 g/hr, diutamakan jenis serat larut konsumsi garam dibatasi bila
terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
b. Latihan jasmani
Dilanjutkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ± 0.5
jam yang sifatnya sesuai cripe (continous, rhythmical, interval,
progresive, endurancetraining). Latihan yang dapat dilakukan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang dan bersepeda.
c. Obat berkhasiat hypoglikemik
Jika kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan
pemberian obat hypoglikemik (oral/ suntikan).
1). Obat hypoglikemik oral (otto)
a) Sulfonilurea
Obat golongan Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi
pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi
insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Adapun golongan obat ini adalah : klorpropramide,
glikbenklamide, tolbutamid, glikuidon.
b) Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal
adapun golongan obat ini adalah metformin.
c) Inhibitor alfa glukosidase
Menghambat kerja enzim alfa glukosidase didalam saluran
pencernaan, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hyperglikemia pascaprandial.
d) Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bias
mengatasi masalah retensi insulin tanpa menyebabkan hypoglycemia.
e) Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDm adalah DM dengan berat
badanmenurun cepat/ kurus, ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma
hiperosmolar, kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan pencernaan makan, DM yang tidak berhasil dikelola dengan
obat hipoglikemik oral dosisi maksimal atau ada kontraindikasi
dengan obat.

C. Konsep Dasar Abses


1. Pengertian
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu
infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat,
maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah
putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel
darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan
nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas
abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam, maka
infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan
kulit, tergantung kepada lokasi abses.
2. Etiologi
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:
a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang diantaranya berasal
dari tusukan jarum yang tidak steril
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia
dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan
terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:


a. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya
infeksi
b. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat gangguan sistem kekebalan.
Abses bisa terbentuk di seluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,
mulut, rektum dan otot. Abses sering ditemukan di dalam kulit atau
tepat dibawah kulit, terutama jika timbul di wajah.
3. Gejala
Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap
fungsi suatu organ atau saraf.
Gejalanya bisa berupa:
- nyeri
- nyeri tekan
- teraba hangat
- pembengkakan
- kemerahan
- demam.
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat
benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali
terlebih dahulu tumbuh menjadi lebih besar. Abses dalam lebih
mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.

D. Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus


1. Pengkajian
“Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan” (Nursalam, 2001, hlm. 17)
Pengkajian pada pasien dengan DM data-data yang harus dikaji
adalah :
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulitbergerak/ berjalan, kram otot, tunus otot
menurun, gangguan tidur/ istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atu dengan
aktivitas, letargi/ disorientasi, koma penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi,im akut, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi,
nadi yang menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering,
kemerahan, bola mata cekung.Lemah, letih, sulitbergerak/ berjalan,
kram otot, tunus otot menurun, gangguan tidur/ istirahat.

c. Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/
terbakar kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/ berulang, nyeri tekan
abdomen.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang
menjadi oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut
bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites.
e. Makanan/ cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/ muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi
abdomen,muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau
buah( nafas aseton).
f. Neurosensor
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/ koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masalalu) kacau mental, refleksi
tendon dalam (RTD) menurun (koma), aktivitas kejang (tahap lanjut
dari dekat).
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati..
h. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/ tidak)..
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(infeksi), frekuensi pernafasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/ rentang gerak, paralesia/ paralysis otot-otot
pernafasan (jika kadar kalium menurrun dengan cukup tajam)
j. Seksualitas
Gejala : Rebas vagina cenderung infeksi) masalah impotensi pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita.

2. Diagnosa Keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas data
mengidentifiklasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurrunkan, membatasi, menceganh, dan
merubah” (Nursalam, 2001:35)
“Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada dalam teori,
perencanaan keperawatan pada pasien dengan DM” (Doenges, 2000,
hlm. 729)
a. Kekurangan Volume Cairan
Dapat dihubungkan dengan : Diuresis osmotik (dari hiperglikemia).
Kehilangan gastrik berlebihan, diare muntah masukan dibatasi, mual,
kacau mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat
dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba turgor
kulit baik, dan pengisian kapiler baik, kadar elektrolit dalam batasan
normal.
Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital catat adanya perubahan TD ortostatik.
2) Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul/ pernafasan yang
berbau keton.
3) Frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot Bantu nafas
dan adanya periode apnoe dan munculnya sianosis.
4) Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
5) Kaji nadi perifer, pengisisan kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa.
6) Pantau masukan dan pengeluaran catat berat jenis urine.
Kolaborasi
1) Beriakan terapi cairan sesuai dengan indikasi
2) Pasang/ pertahankan kateter urine tetap terpasang
3) Pantau pemeriksaan laboratorium.
b. Nutrisi, Perubahan : Kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan : Ketidak cukupan insulin (penurunan
ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan
peningkatan metabolisme protein/ lemak)
Penurunan masukan oral, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, penurunan kesadaran.
Hasil yang diharapkan / kriteria : Mencerna jumlah kalori/ nutrient
yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya mendemonstrasikan
berat badan stabil penambahan kearah biasanya.

Intervensi
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
2) Tentukan program diet, dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/ perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan sesuai indikasi
4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient)
dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui pemberian cairan melalui oral.
5) Identifikasi mkanan yang disukai / dikehendaki.
6) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai
dengan indikasi.
Kolaborasi
1) Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger
stik”
2) Pantau pemeriksaan labolatorium seperti glukosa darah
3) Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV
secara intermiten atau continue.
4) Lakukan konsultasi dengan ahli diet
c. Infeksi, resiko tinggi terhadap (Sepsis)
Dapat dihubungkan dengan : Kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada
sebelumnya atau ISK .
Hasil yang diharapkan / kriteria : Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah/ menurunkan resiko infeksi.
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam
kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yangberhubungan dengan pasien termasuk
pasien sendiri
3) Pertahankan teknik aseptic pada prosedur invasive (pemasangan
infus, kateter)
4) Pasang kateter/ lakukan perawatan perineal dengan baik.
5) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat ( pemasukan makanan
dan cairan adekuat).
Kolaborasi
1) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan
indikasi
2) Berikan obat antibiotik yang sesuai
d. Perubahan sensori – perseptual : resiko tinggi terhadap
Faktor resiko meliputi : Perubahan kimia endogen : ketidak
seimbangan glukosa/ insulin dan/ elektrolit.
Hasil yang diharapkan/ criteria : mempertahankan tingkat mental
biasanya, mengenali dan mengkompensasikan adanya kerusakan
sensori.
Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental
2) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu
istirahat pasien
3) Evaluasi lapangan pandangan penglihatan sesuai dengan indikasi.
4) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori
pada paha/ kaki
5) Bantu pasien dalam ambulansi atau perubahan posisi.
Kolaborasi
1) Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan
2) Pantau nilai laboratorium seperti glukosa darah.
e. Kelelahan
Dapat dihubungkan : Penurunan Produksi energi metabolik
perubahan kimia darah : insufiensi insulin, peningkatan kebutuhan
energi : status hipermetabolik/ infeksi
Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi
menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
Intervensi
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas
2) Berikan aktivitas alternativ dengan periode istirahat yang cukup
3) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum dan
sesudah aktivitas
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai dengan yang dapat toleransi.
f. Ketidak berdayaan
Dapat dihubungkan dengan : Penyakit jangka panjang/ progresif
yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Hasil yang diharapkan/ Kriteria : Mengakui perasaan putus asa,
mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan,
membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara
mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi
1) Anjurkan pasien/ keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
tentang perawatan dirumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
2) Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu.
3) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan
perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu
sepenuhnya terhadap pasien.
4) Tentukan tujuan/ harapan dari pasien atau keluarga.
5) Tentukan apakah ada perubahan yang berhubungan dengan orang
terdekat
6) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya seperti ambulasi.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan : Kurang pemajanan/ mengingat,
kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan/ kriteria : Mengungkapkan pemahaman
tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan
proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan
rasional tindakan.
Intervensi
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian
2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang
diharapkan.
3) Pilih berbagai strategi belajar, seperti tekhnik demonstrasi yang
memerlukan keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan
ulang.
4) Diskusikan tentang rencana diet penggunaan makanan tinggi serat
dan cara untuk melakukan makan diluar rumah.
5) Diskusikan faktor –faktor yang memegang peranan dalam kontrol
DM.

3. Evaluasi
“Evaluasi adalah sesuatu yang merencanakan dan perbandingan yang
sistematik pada statuskesehatan klien” (Nursalam, 2001, hlm. 71).
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan
a. Proses (Formatif)
Adalah evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan.
b. Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapt dilihat pada perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien

Apa Komentar anda tentang materi di Atas...

Posted in: Medicarenursing

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Top of Form

Cari Disini...

Bottom of Form

<p>Your browser does not support iframes.</p>

Baca juga materi ini :

perkembangan sistem persarafan pada anak

Pertumbuhan & Perkembangan Anak Usia Sekolah

Pola pertumbuhan & perkembangan anak

asuhan keperawatan perilaku kekerasan

asuhan keperawatan asfiksia neonatorum pada Bayi Baru lahir

perkembangan fisiologis sistem pernafasan janin, bayi, balita


asuhan keperawatan oral thrush & RDS (respiratory distress syndrome)
pada anak / bayi

asuhan keperawatan bayi prematur

Pertumbuhan & Fisiologi perkembangan Janin

asuhan keperawatan abses otak pada anak


Ads Powered
by:KumpulBlogger.c
om
Entri Populer

Sejarah organisasi MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa / European Economic


Community) atau Uni Eropa (European Union)

Sejarah GNB (Gerakan Non Blok) / Non Alignment (NAM)

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam tubuh manusia

Sejarah organisasi AFTA (Asean Free Trade Area) & NAFTA (North
American Free Trade Area)

Persaingan Perkembangan Teknologi Persenjataan antara Amerika dengan


Uni Soviet pada masa Perang Dingin

Pengertian Wilayah Formal & Fungsional

Proses Eksogen (pelapukan, pengikisan, pengendapan, & denudasi)


Pembentuk Muka Bumi

Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Keseimbangan Lingkungan

Bentuk–bentuk Bidang cold war (Perang Dingin)

Mengenali Tektonisme dan Dampaknya

Klik Link di Bawah ini↓ untuk menutup BANNER ini...


KumpulBlogger.com

Copyright © 2012 TexBuk Materia | Powered by Blogger

Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium


Blogger Themes | Best Web Hosting

Read more: http://texbuk.blogspot.com/2011/11/asuhan-


keperawatan-diabetes-melitus_1789.html#ixzz1mbbcrdX3

Anda mungkin juga menyukai