Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Memenuhi tugas matakuliah


Pendidikan Agama Islam
“EUTAHANASIA MENURUT PANDANGAN ISLAM”

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 10 :

BELINDA ALIVIA (P17221173032)


ASFINAH MAULIDIYAH (P17221173033)
INTAN WAHYULI (P17221173034)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI S.Tr.Kep 1A LAWANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “KOMUNIKASI”. Dari
makalah ini semoga dapat memberikan informasi kepada kita semua bahwa pengambilan
keputusan dalam organisasi itu juga penting. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berperan tanggung jawab serta dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................

1.1 Latar Belakang..........................................................................2


1.2 Rumusan masalah.......................................................................2
1.3 Tujuan pembahasan....................................................................2
1.4 Manfaat pembahasan...................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................

2.1 Definisi Komunikasi......................................................................3


2.2 Tujuan Komunikasi......................................................................4
2.3 Model Komunikasi........................................................................
2.4 Bentuk Komunikasi.......................................................................
2.5 Elemen Komunikasi......................................................................
2.6 Proses Komunikasi.......................................................................
2.7 Faktor-faktor Komunikasi...............................................................
2.8 Tingkatan Komunikasi...................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................

3.1 Kesimpulan..............................................................................
3.2 Saran.....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting. Bukan hanya dalam kehidupan
organisasi, namun dalam kehidupan manusia secara umum. Komunikasi merupakan hal yang
esensial dalam kehidupan kita. Kita semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan
komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai yang kompleks,
dan teknologi kini telah merubah cara manusia berkomunikasi secara drastis.

Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang terucap belaka, melainkan bentuk dari apa saja
interaksi, senyuman, anggukan kepala yang membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat,
sikap dan perasaan yang sama. Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci
dalam komunikasi. Tanpa penerimaan sesuatu dengan pengertian yang sama, maka yang
terjadi adalah “dialog antara orang satu”.

Organisasi atau Organization bersumber dari kata kerja bahasa latin Organizare “to form as or
into a whole consisting of interdependent or coordinated parts (membentuk sebagai atau
menjadi keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bergantung atau terkoordinasi). Organisasi
adalah sarana dimana manajemen mengkoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia
melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.

1.2 POKOK PERMASALAHAN

Untuk memudahkan proses penjabaran dan penjelasan, makalah ini memiliki beberapa
rumusan masalah, yaitu :

1. Apa pengertian dari komunikasi?


2. Bagaimana proses komunikasi?
3. Apa saja yang menjadi hambatan komunikasi?
4. Apa saja jenis-jenis komunikasi?
5. Mengapa komunikasi menjadi inti kepemimpinan?

1.3 TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari komunikasi
dalam organisasi, proses komunikasi, apa saja hambatan komunikasi, bagaimana mengatasi
hambatan komunikasi, apa saja jenis-jenis komunikasi, dan mengapa komunikasi menjadi inti
kepemimpinan. Di samping itu, makalah ini ditulis sebagai tugas kelompok pada mata kuliah
Kepemimpinan yang diberikan oleh pengajar.

ii
1.3 TUJUAN
. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa definisi euthanasia,macam-
macam jenisnya dan mengetahui hukum euthanasia dilihat dari perspektif islam.

1.4 MANFAAT
Pembahasan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan kita tentang hukum euthanasia
(taisir al-maut).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Euthanasia
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan thanatos,
yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177). Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu
ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar
kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga
berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat
menjelang kematiannya.
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif
,euthanasia tidak langsung dan euthanasia pasif.
A. Euthanasia aktif
Di sebut euthanasia aktif apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya dengan sengaja
melakukan suatu tindakan untuk memperpendek (mengakhiri) hidup pasien.
Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa
sakit yang liar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang
bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran
tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan
pernapasan sekaligus. Adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan
pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi
dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien.
Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas,
sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi
pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain yang
bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter yang menghentikan pengobatan
terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang
dikemukakan dokter umumnya adalah ketidak mampuan pasien dari segii ekonomi, yang
tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi.

B. Euthanasia pasif
Yakni apabila dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak lagi memberikan
bantuan yang dapat memperpanjang hidup pasien.
Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang
sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk
sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka
dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya
dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya. Menurut Deklarasi Lisobon 1981,
euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang
menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah
melakukan euthanasia, karena da dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik
kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderita pasien. Tapi di sisi lain,
dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu
sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di
negara mana pun

3
2.2 Pandangan Islam Tentang Euthanasia
Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kehidupan manusia. Karena itulah, islam
melarang seseorang bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya jiwa yang bersemayam pada
jasadnya bukanlah miliknya sendiri.Sebaliknya, jiwa merupakan titipan allah SWT yang
harus dipelihara dan digunakan secara benar. Maka dari itu dia tidak boleh membunuh
dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman:
” Dan janganlah kamu membunuh dirimu (sendiri).Sesungguhnya Allah SWT Maha
Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya,
maka kami kelak akan memasukkan ke dalam api neraka. Yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah”.[2]
Dalam komentarnya (tentang ayat ini), Imam Fakhurrazi menyatakan bahwa secara fitrah,
manusia beriman tidak akan melakukan bunuh diri. Akan tetapi, dalam kondisi
tertentu_misalnya karena frustasi,mengalami kegagalan, dan sebagainya_ akan terbuka
peluang cukup besar untuk melakukannya. Dalam rangka itulah, AL-Qur’an melarang keras
kaum mukmin untuk melakukan bunuhdiri.
Karena alasan itu pula, seorang pesakitan dalam islam untuk dianjurkan untuk segera
berobat. Sebab, orang berobat pada hakikatnya dalam rangka mempertahankan
kehidupannya.
Rasulullah bersabda:

‫ان هللا عز وجل حيث خلق الداء خلق الدواء فتدووا‬


“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan penyakit beserta obatnya. Karena itu,
berobatlah”.
Hadis ini memotivasi kepada manusia agar ketika sakit hendaknya berobat untuk
kesembuhan penyakitnya. Karena setiap penyakit yang diturunkan oleh allah itu pasti ada
obatnya. Meskipun kadang kala, manusia belum mengetahui obatnya. Yang terpenting bagi
manusia adalah bahwa ia telah berikhtiar untk menyembuhkan penyakitnya.
Di sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh orang lain. Sebagai bukti
keseriusannya, islam memberikan ancaman dan sanksi yang sangat tegas bagi pelakunya.
Allah SWT berfirman:
“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya
adalah neraka jahannam, kekal ia didalamnya. Allah murka dan mengutuk kepadanya dan
menyediakan adzab yang besar baginya.[3]
Pada persoalan euthanasia positif, jika inisiatif untuk melakukan euthanasia itu muncul
dari pasien
, maka dokter hanya dikenakan ta’zir. Dalam hal ini kebijakan penuh atas kebijakan
hakim.Sedangkan, si pasien justru dianggap sebagai orang yang melakukan bunuh diri.
Lalu, bagaimana halnya dengan euthanasia negative ?persoalan ini tentu berbeda dengan
dengan yang pertama (euthanasia positif). Tidak lain karena, dalam hal ini si dokter sudah
tidak mampu lagi member pertolongan medis. Karena itu dia tidak bisa dipersalahkan begitu
saja.Lebih-lebih, jika keluarga pasien yang sudah tidak mampu lagi membiayai pengobatan
dan meminta sendiri agar si pasien tidak diobati.[4]

4
2.3 Pendapat Kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanafiyah.

A. Kalangan Syafi’iyah
Secara global, kalangan Syafi’iyah dan jumhur Ulama’ membagi pidana pembunuhan
menjadi tiga,
pertama, pembunuhan secara sengaja(al-qatl al-‘amd). Yakni, pembunuhan yang
dilakukan secara sengaja dengan menggunakan alat atau benda yang biasanya dapat
mematikan.Seperti pisau, sabit, besi, racun, dan lain sebagainya.
Kedua,pembunuhan semi sengaja (al-qatl al-syabih al-‘amd).Yaitu, pembunahan yang
dilakukan secara sengaja dengan menggunakan benda yang biasanya tidak mematikan.
Misalnya memukul secsra pelan dengan menggunakan tangan,cambuk atau kerikil kecil.
Ketiga, pembunuhan keliru(al-qatl al-khatha).Artinya pembunuhan secara tidak sengaja,
misalnya seseorang jatuh mengenai orang lain, lalu orang tersebut mati.

B. Kalangan Hanafiyah
Lain halnya dengan hanafiyah, mereka membagi bentuk pidana pembunuhan menjadi
lima macam, yang meliputi tiga jenis pembunuhan versi jumhur di tambah dengan dua versi
mereka.
Pertama, pembunuhan yang diserupakan dengan pembunuhan yang keliru. Misalnya,
seseorang yang sedang tidur lalu terjatuh mengenai orang lain lalu kemudian menyebabkan
orang itu mati.
Kedua, pembunuhan dengan penyebab secara tak langsung. Seperti, menggali lobang
ditengah jalan umum, lalu ada orang terperosok kedalamnya, kemudian ia mati.

C. Kalangan Malikiyah
Kelompok malikiyah hanya membagi kepada dua pidana seperti diatas, yakni al-‘amd dan
al-katha’.Alasan mereka karena didalam al-Qur’an hanya dibagi menjadi dua jenis
pembunuhan tersebut.Selebihnya, lanjut mereka, tidak ada dasar nashnya.
Dari penjelasan diatas, euthanasia aktif bisa masuk dalam pembunuh sengaja.Karena
dokter melakukan hal itu secara sengaja dan jelas-jelas menggunakan obat yang pada
biasanya memang bisa mempercepat kematian si pasien.Konsekuensinya, si pelaku _dalam h
al ini dokter_ dikenakan hukun qishash. Bahkan jika ada ahli waris yang turut mendukung
praktik tersebut, maka dia tidak dapat memperoleh warisan. Sebagaimana bunyi qaidah fiqh:
‫من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه‬
“barang siapa mempercepat sesuatu sebelum waktunya, maka terlarang sebab tindak
mempercepatnya itu”.[6]
Kaitannya dengan kaidah ini, bahwa seorang ahli waris yang berusaha untuk membunuh
orang, agar bisa mewarisi harta oarng tersebut, tidak akan memperoleh bagian warisannyadi
kemudian hari. Ini merupakan kutukan islam atas orang-orang yang punya ambisi tinggi
untuk bisa memperoleh warisannya (sebanyak-banyaknya) sebelum waktu yang semestinya.

5
2.4 Pendapat Syeh Sulaiman al-Bujairimi.
Beliau menegaskan:
‫ويسن التدوي لخبر إن هللا لم يضع داء إال جعل له دواء غير‬
‫ قال في المجموع فإن ترك التداوي تواكال على هللا فهو‬.‫الهرم‬
.‫أفضل ويكره إكراه المريض عليه‬
”orang-orang yang sedang sakit disunnahkan berobat, karena ada hadits,’sesungguhnya
Allah tidak menciptakan penyakit tanpa menyertakan obatnya kecuali tua renta. (imam al-
Nawawi) berkomentar dalam kitab al-Majmu’, jika seseorang yang sakit tidak mau
berobat semata-mata karena tawakkal kepada Allah SWT, maka hal itu lebih utama. Maka
makruh hukumnya memaksa ia untuk berobat”[7]

Jika mengikuti jalur ini, menjadi sangat boleh membiarkan kondisi tanpa harus
diobati,pasien yang sudah pasrah total kepada Allah SWT. Tindakan dokter atau juga
keluarganya membiarkan penyakit pasien berlarut-larut tidak bisa dipisahkan. Karena, barang
kali, kondisi inilah yang dikehendaki si pasien. Kalaupun harus mati, si pasien bisa merasa
tenang tanpa memikirkan keluarganya dengan tumpukan biaya hutang selama ia sakit
misalnya.
Juga, karena mati, pasien bisa lebih cepat bertemu tuhannya. Tuhan yang memang sudah
dirindukannya sejak lama. Karena itu ia tak ingin ada yang menghalangi. Termasuk dengan
cara memberi obat padanya. Keinginannya sudah bulat.Maka jangan sekali kali menghalangi
keinginan mulia dia ini.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau
penderitaan yang yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Euthanasia juga
berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat
menjelang kematiannya.
Faktor penyebab euthanasia salah satunya adalah faktor kemiskinan. Ayat Alquran
dan Hadis-hadis di atas dengan jelas menunjukkan bahwa bunuh diri itu dilarang keras oleh
Islam dengan alasan apapun. Misalnya, seorang menderita AIDS atau kanker tahap akhir
yang sudah tak ada harapan sembuh secara medis dan telah kehabisan harta untuk biaya
pengobatannya, Islam tetap tidak memperbolehkan si penderita menghabisi nyawanya, baik
dengan tangannya sendiri (bunuh diri dengan minum racun atau menggantung diri dan
sebagainya), maupun dengan bantuan orang lain, sekalipun dokter dengan memberi suntikan
atau obat yang dapat mempercepat kematiannya (euthanasia positif), atau dengan cara
menghentikan segala pertolongan terhadap si penderita termasuk pengobatannya (euthanasia
negatif). Sebab penderita yang menghabisi nyawanya dengan tangannya sendiri atau dengan
bantuan orang lain berarti ia mendahului atau melanggar kehendak dan wewenang Tuhan.

3.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan dari makalah ini penulis memberikan saran kepada para pemberi
layanan kesehatan khususnya para dokter untuk tidak melakukan euthanasia, karena jika dilihat dari
segi hak asasi manusia setiap orang berhak untuk hidup.dan jika dilihat dari segi agama,yang
mempunyai kuasa atas hidup manusia adalah tuhan.
7

DAFTAR PUSTAKA

http://ulala-ulili.blogspot.co.id/2012/12/makalah-euthanasia-dalam-syariah-islam.html

https://www.scribd.com/document/318504166/Makalah-Euthanasia-Dalam-Pandangan-Islam

http://mukhlis11ahmad.blogspot.co.id/2013/05/euthanasia-menurut-islam.html
8

Anda mungkin juga menyukai