Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
meliputi sinus maksila (sinusitis maksila), sinus frontal (sinusitis frontal), sinus ethmoid
(sinusitis ethmoid), dan sinus sphenoid (sinusitis sphenoid). Peradangan dapat mengenai
beberapa mukoperios sinus paranasal saja, sedangkan peradangan yang mengenai semua
mukoperios sinus paranasal disebut pansinusitis (Ilmu Peyakit THT FKUI, 2007)..
Umumnya kejadian ini disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga disebut rinosinusitis.
Penyebab utama dari sinusitis adalah common cold yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Infeksi atau peradangan sinus umumnya terjadi
sebagai kelanjutan infeksi hidung. Setiap kondisi dalam hidung seperti rhinitis akut dan
infeksi, rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, polip nasi, deviasi septum nasi dan hipertrofi konka
dapat menghambat aliran keluar cairan hidung cenderung menyebabkan infeksi dari sinus.
Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia. Sinusitis bakterial
adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik dan jenis
sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Sinus yang paling sering
terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus
sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar
gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus sehingga disebut sinusitis
dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. Sedangkan
kasus sinusitis dengan sumber dentogen terhitung 10% dari semua kasus sinus maksilaris.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Kedua hidung buntu
Riwayat Sakit Sekarang : Pasien datang ke Poli THT RSUD Kanjuruhan dengan
keluhan hidung buntu kanan dan kiri sejak tiga minggu yang lalu. Awalnya pasien hanya
merasa pilek biasa, namun semakin lama keluhan tersebut bertambah berat hingga pasien
merasa sulit bernapas. Menurut pasien buntu ada kedua hidung ini sama beratnya pada
hidung kanan dan kiri. Pasien juga mengeluh kadang hidungnya keluar ingus berwarna
kuning kehijauan disertai bau busuk. Pasien mengaku lima hari ini penciumannya berkurang.
Selain itu, pasien merasa kemeng di daerah pipi dan dahi, yang diperberat ketika pasien
menunduk seperti gerakan sujud dan rukuk saat sholat. Pasien mengeluh nyeri kepala,
semakin berat jika menunduk dan berkurang saat istirahat. Pasien merasa di pipi terasa penuh
dan tertekan. Pasien sudah membeli obat flu di apotek namun keluhan tidak berkurang.
Keluhan nyeri pada telinga disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal, grebeg-grebeg
pada telinga disangkal, keluhan nyeri tenggorokan disangkal, keluhan batuk disangkal,
keluhan sulit menelan disangkal, keluhan demam disangkal, keluhan gigi berlubang
disangkal.
2
Riwayat Penyakit Keluarga:
• Ibu pasien menderita asma, serangan terutama ketika terkena debu rumah.
Riwayat Pengobatan
• Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat warung untuk menghlangkan sakit
kepalanya
Riwayat Alergi
• Pasien memiliki alergi terhadap dingin, ketika pagi hari dan malam hari pasien sering
bersin-bersin. Sering menggosok-gosok hidng (+)
3
Status Lokalis Telinga, hidung dan tenggorokan :
TELINGA
Dextra Sinistra
Aurikula Radang (-), nyeri tekan tragus (-) Radang (-), nyeri tekan tragus (-)
Retroaurikula Radang (-), nyeri tekan (-) Radang (-), nyeri tekan (-)
Meatus
akustikus Mukosa hiperemi (-) Mukosa hiperemi (-)
eksternus
Utuh, hiperemis (-), reflex cahaya Utuh, hiperemis (-), reflex cahaya
Membran
jam 5, warna putih mengkilat jam 7, warna putih mengkilat
timpani
FARING
Arkus faring DBN DBN
T1, hiperemi (-), kripta (-), T1, hiperemi (-), kripta (-),
Tonsil
detritus (-), permukaan rata detritus (-), permukaan rata
4
Uvula Simetris, hiperemi (-), oedem (-)
Palatum mole Simetris, hiperemi (-)
Dinding faring Mukosa halus, hiperemi (-), refleks muntah +/+
Regio Fasialis:
Inspeksi : Pembengkakan pipi (-), deformitas wajah (-) Allergic shiners (+)
Palpasi : Nyeri tekan maksila dextra (+) Nyeri tekan regio frontalis (+)
Pemeriksaan Gigi: Lengkap , caries gigi (-)
5
Foto waters: -Tampak perselubungan pada sinus frontalis da maksillaris dextra/sinistra
-Sinus-sinus lain tidak tampak kelainan
-Mukosa nasal menebal
-Tidak tampak deviasi septum nasi
Kesimpulan: Sinusitis frontalis dan maksillaris bilateral dengan air fluid level di sinus
maksilaris bilateral.
2.5 Diagnosis
Sinusitis Maxilaris dan Sinusitis Frontalis bilateral
Rhinitis Alergi
2.6 Diagnosis Banding
Polip nasal
2.7Penatalaksanaan
• Terapi:
• Co Amoxiclav 3x625 mg
6
• Na diclofenac 2x50 mg
• Nasacort spray 1x1
• Cetirizine 1x10 mg
• Kontrol 1 minggu pro irigasi sinus
2.8 Monitoring
• Keluhan subjektif (Hidung tersumbat, produksi sekret, pembauan)
• Tanda-tanda rekurensi (keluhan subjektif berulang)
2.9 Edukasi
1. Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien disebabkan infeksi kuman pada suatu
ruangan di bagian wajah. Penyakit ini bisa di sembuhkan.
2. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi keluhan, dan membunuh kuman
penyebab infeksi.
3. Pasien dianjurkan untuk istirahat yang cukup agar kondisi tubuh dapat prima sehingga
proses penyembuhan penyakit dapat cepat berjalan.
4. Kompres air hangat pada wajah untuk meringankan gejala.
5. Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang agar
penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.
6. Menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan pilek dan batuk dengan cara menjaga
kebersihan diri serta segera berobat jika mengalami batuk dan pilek.
7. Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari alergen penyebab alergi pasien
8. Menjelaskan untuk kontrol 1 minggu
2.10 Prognosa
• Ad Vitam : dubia ad bonam
• Ad Fungsionam : dubia ad bonam
• Ad Sanasionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
7
3.1 Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri.Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena dalah sinus etmoidalis
dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi (FK
UI, 2007).
Sinus paranasal adalah perluasan bagian respiratorik cavitas nasi yang berisi udara ke
dalam ossa cranii berikut: os frontal, os etmoid, os sfenoid, dan os maxilla. Sinus paranasal
mulai terbentuk pada fetus usia 3 sampai 4 bulan. Nama sinus-sinus tersebut bersesuaian
dengan nama tulang-tulang yang ditempatinya. Seluruh sinus paranasal memiliki muara
(ostium) ke dalam rongga hidung. Drainase yang berasal dari sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid anterior bermuara di meatus media sementara sinus etmoid posterior dan sinus
3.2 Etiologi
8
Beberapa faktor etiologi dan faktor predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks
osteomeatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi yaitu dikarenakan bakteri anaerob yang
ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar,
kelainan imunologi, diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener dan diluar negri adalah
3.3 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar didalam KOM. Mucus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernapasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative didalam rongga sinus yang menyebabkan
Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non bacterial dan biasanya sembuh
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Sampai Bila kondisi ini menetap, secret yang
terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Secret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagi rinosinusitis akut bacterial. Jika terapi tidak
berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar. Sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan
9
Etiologi sinusitis adalah sangat kompleks. Hanya 25% disebabkan oleh infeksi,
selebihnya 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom
Odem
Vasodilatasi Pe permeabilitas kapiler
Rinore
Odem
Gangguan ventilasi
pH sinus
Nyeri
10
Gambar 3. Hubungan Rinitis Alergi dengan Sinusitis
11
3.4 Klasifikasi
waktunya, yaitu:
1. Rinosinusitis akut: gejala terjadi selama 4 minggu atau kurang dari 4 minggu
2. Rinosinusitis subakut: gejala terjadi lebih dari 4 minggu dan kurang dari 12 minggu
Sedangkan Bakteri utama pada sinusutis kronik tergantung pada faktor predisposisi,
namun bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob.
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya Rinitis Akut
sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri penyebabnya adalah
Keluhan utama sinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan pada
muka dan ingus purulen yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai
12
Keluhan nyeri atau rasa tekanan didaerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
• Sinusitis sfenoid : nyeri di verteks, oksipital, belakang bola mata, daerah mastoid
Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas, kadang-
kadang hanya satu atau 2 dari gejala berikut seperti sakit kepala kronik, post nasal drip,
batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
eustacheus, gangguan ke paru seperti bronkhitisdan serangan asma yang meningkat dan sulit
diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis (FK UI, 2007).
Gejala subjektif
• Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal.
• Gejala saluran napas, berupa batuk dan kadang terdapat komplikasi di paru
Gejala objektif
13
• Pada rinoskopi anterior tampak konka hiperemis dan edema
o Sinusitis etmoid poterior dan sfenoid tampak nanah keluar dari meatus superior
• Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip) (Boeies, dkk,
1989).
3.6 Diagnosa
nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi
waters, PA atau lateral , umumnya hanya mampu menilai kondisi-kondisi sinus-sinus besar.
Kelainan akan terlihat berupa perselubungan, batas udara cairan atau penebalan mukosa. CT
scan sinus merupakan gold standar diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung
14
dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.
Namun, karena mahal hanya dikerjakan sbagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang
tidak membaik dengan pengobatan atau praoperasi sebagai panduan operator saat melakukan
operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari meatus
medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil dari
Diagnosis banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak sensitif
dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan kokain, rinitis alergika,
rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang dengan gejala pilek dan kongesti
nasal.
cedera kepala. Pilek persisten unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma
atau benda asing nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi
adalah diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan
sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti meningitis atau abses
3.8 Pengobatan
1. Antibiotik spektrum luas, seperti: amoxicillin, ampicillin, atau eritromisin. Alternatif lain
15
2. Dekongestan, seperti: pseudoefedrin, tetes hidung fenilefrin (neosynephrine) atau
harus dihentikan.
dua hari dan proses penyakit biasanya menyembuh dalam 10 hari meskipun konfirmasi
radiologis dalam hal kesembuhan total memerlukan waktu 2 minggu atau lebih. Kegagalan
penyembuhan dengan suatu terapi aktif menunjukan organisme tidak lagi peka terhadap
antibiotik atau antibiotik tersebut gagal mencapai lokulasi infeksi. Pada kasus demikian,
ostium sinus dapat odem sehingga drainase sinus terhambat dan terbentuk abses sejati. Bila
Pengobatan yang diberikan ditujukan untuk infeksi dan faktor-faktor penyebab Infeksi
Dapat dilakukan dengan mengisolasi penderita dari alergen, menempati suatu sawar
antara penderita dan alergen atau menjauhkan dari penderita alergen. Untuk pencegahan
ini, diperlukan identifikasi alergen dan menghindari aleregn penyebab (avoidance). Dalam
penyebab tidaklah mudah, sehingga poliklinik THT RSUD Dr. Soetomo telah mengadakan
kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit (PKMRS) mengenai debu rumah
kepada penderita dan keluarganya (Roesmono, 1980 dan Elfahmi, 2001 dalam Cora, 2003)
2. Pengobatan simptomatis.
16
Diberikan bila pencegahan terhadap alergen penyebab tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Ada 4 golongan obat yang dapat di berikan, yaitu golongan antihistamin,
senyawa kimia yang dapat melawan kerja histamin dengan mekanisme inhibisi kompetitif
pada lokasi reseptor histamin. Ada dua macam antihistamin, yaitu antihistamin
Antihistamin H1 sampai saat ini dikenal 2 macam, yaitu antihistamin klasik dan
antihistamin generasi kedua atau baru. Golongan antihistamin H1 klasik yang sering
gejala-gejala alergi dan antikolinergik, yaitu mengurangi sekresi kelenjar eksorin, sekresi
saliva sehingga dapat mengurangi gejala rinore, tetapi dapat juga menyebabkan keringnya
mukosa mulut dan tenggorok serta sedatif, yaitu merupakan efek samping yang paling
sering terjadi (Roesmono, 1980 dan Oedono, 1999 dalam Cora, 2003)
mempunyai hubungan kimia yang langsung dengan histamin, hanya mempunyai suatu
struktur nitrogen aromatik yang sama dalam bentuk piperidin, piperazin atau piridin. Efek
antihistamin baru, yaitu sebagai antihistaminic long action, dimana waktu paruhnya lama,
sehingga cukup diberika 1 x sehari. Hal ini karena ikatannya dengan reseptor H1 lebih
sukar lepas, sehingga efek terapinya lebih lama, selain dari itu efek antikolinergiknya lebih
ringan dari non sedatif karena tidak menembus sawar otak serta stabiliator sel mastosit,
vasoaktif dengan mencegah influk ion Ca kedalam sel mastosit. Dengan demikian
antihistamin generasi kedua ini dapat mencegah gejala-gejala yang ditimbulkan, baik oleh
17
mediator yang sudah terbentuk (preformed ) maupun yang belum terbentuuk (newly
Antihistamin H2 seperti simetidin dan ranitidin dapat berguna bila diberikan bersama
rangsangan reseptor alfa dan menghambat penglepasan histamin dari mastosit melalui
rangsangan reseptor beta. Obat –obat dekongestan dapat dibedakan menjadi dekongestan
sistemik, biasanya peroral, misalnya fenil propanolamin, efedrin HCI dan pseudeoefedrin
HCI, dan dekongestan lokal yang terdiri dari derivat imidazolin (oxymetazoline,
Suatu dekongestan dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan antihistamin H1
sehingga pemakaian obat ini dibatasi 3 – 4 hari. Pada obstruksi hidung yang berat dapat
diberikan obet tetes efedrin 0,5-1%, maka sumbatan akan hilang setelah 10 menit selama 2
sampai 4 jam. Obat dekongestan yang paling sedikit efek sampingnya yaitu
parasimpatolitik juga mempunyai efek anti kolinergik dan efek topikal yang tinggi serta
memiliki atropine like effect. Semula obat ini dipakai sebagai bronkodilator dengan nama
dagang atrovent dan dapat mengurangi rinore pada penderita rinitis alergi, rhinitis
18
Kortikosteroid. Bila hasil pengobatan antihistamin dan dekongestan belum berhasil
maka dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik maupun intranasal. Pengobatan lokal
dengan beklometason atau flunisolid lebih disukai, karena kerjanya langsung dan efek
sampingnya yang rendah. Untuk pemberian yang efektif biasanya memerlukan beberapa
hari sampai beberapa minggu. Efek kortikosteroid ialah menghambat aktifitas histamin
dan zat kinin vasoaktif, menstabilkan membran sehingga penglepasan zat mediator
dihambat, tetapi tidak menghambat interaksi antar antigen dan antibodi. Di laporkan
mastosit, yang termasuk dalam golongan ini adalah natrium kromolin dan ketotifen. Efek
sehingga dianggap sebagai pengobtan pencegahan dan diberikan sebelum terjadi kontak
dengan alergen. Efek sampingnya minimal, terutama berupa iritasi lokal. Pemakaian pada
polip hidung belum dapat dibuktikan keberhasilannya. Ketotifen, sebagai stabilisator sel
mastosit, diserap dalam saluran cerna dan dalam bentuk utuh keluar lewat urine dan tinja.
Efek sampingnya sama seperti antihistamin H1. Trombosit secara reversibel, sehingga
penggunaan kombinasi kedua obat tersebut sebaiknya dihindari (Oedono, 1999 dan
Dasar dari imunoterapi adalah menyuntikkan alergen penyebab secara bertahap dengan
dosis kecil yang makin meningkat untuk menginduksi toleransi pada penderita alergi.
penghambat Ig G1 dan Ig G4 yang tetap akan tinggi selama imunoterapi diberikan. Peran
19
sel mastosit. Besarnya kenaikan Ig G yang terbentuk dipengaruhi oleh dosis alergen yang
sampai lebih rendah dari kadar sebelum imunoterapi dalam waktu 18-24 bulan, kemudian
dapat naik lagi dalam waktu 1-2 tahun setelah imunoterapi dihentikan. 3) kenaikan kadar
5) meningkatkan nilai ambang dosis alergen yang digunakan pada tes provaksi hidung. 6)
Supresi reaksi lambat pada tes kulit intradermal terhadap alergen spesifik. 7) berkurangnya
penglepasan histamin oleh basofil. Dari berbagai penelitian menunjukkan sekitar 60-90 %
selama imunoterapi, tetapi kadang-kadang timbul gejala yang dapat diatasi dengan terapi
sebelumnya.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan imunoterapi, yaitu tindakan
menghindari alergen yang kurang adekuat, pemilihan jenis alergen yang tidak tepat, dosis
yang diberikan kurang cukup dan diagnosis yang salah (Roesmono 1980 dalam Cora,
2003). Meskipun imunoterapi efektif untuk pengobatan rinitis alergi, namun efektivitasnya
belum dapat dipastikan pada pengobatan polip hidung. Kontra indikasi pemberian
lebih hati-hati. Beberapa penulis menyatakan sebaiknya tidak diberikan, karena dapat
menyebabkan malformasi pada bayi yang dilahirkan. Sebaliknya ada yang menyatakan
bahwa antigen yang diberikan tidak dapat melalui sawar (barier) plasenta (Roesmono 1980
20
4. Penatalaksanaan komplikasi atau faktor-faktor yang memperburuk.
Kelemahan, stress emosi, perubahan suhu yang mendadak, infeksi yang menyertai,
deviasi septum dan paparan terhadap polutan udara lainnya yang dapat mencetuskan,
memperhebat dan mempertahankan gejala -gejala yang menyertai rinitis alergi, polip
hidung dan sinusitis. Penanganan faktor-faktor ini sama pentingnya dengan pengobatan
Pembedahan disini untuk mengurangi gejala alergi seperti sinusitis dan polip nasi.
Tindakan ini memungkinkan ventilasi dan drenase hidung serta mengupayakan aliran
hidung dan sinus yang memadai.4,26 Pengobatan pada sinusitis maksila kronis, pada
mukosa yang telah mengalami kerusakan. Perubahan pada mukosa sinus dapat bersifat
reversibel dan ireversibel sehingga, pengobatan sinusitis maksila, terdiri atas :(Sharma,
reversibel sangat sulit, jika pengobatan secara konservatif tidak berhasil. Pengobatan ini
meliputi obat antialergi dan dekongestan, obat mukolitik untuk mengencerkan sekret ;obat
analgetik, untuk mengurangi rasa nyeri, obat antibiotik, sebaiknya disesuaikan dengan
hasil pemeriksaan mkirobilogik dan kultur resistensi kuman. Biasanya diberikan antibiotik
yang mempunyai spektrum luas selama 10-14 hari. Termasuk pula pengobatan diatermi,
dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermi). Dengan pengobatan ini
maka temperatur sinus akan naik antara 1,7 sampai 2,2 C, sehingga akan memperbaiki
vaskularisasi sinus maksila. Diatermi dapat diberikan selama 10 hari dan tidak boleh
digunakan dalam keadaan akut. Memperbaiki lingkungan yang jelek sekitar penderita,
21
lingkungan udara yang bersih, terutama pada anak-anak dapat membantu mempercepat
Pungsi dan irigasi sinus maksila termasuk pengobatan konservatif, diperlukan untuk
mengeluarkan sekret dari rongga sinus maksila yang dapat dilakukan melalui ostium sinus
maksila di meatus medius, meatus inferior dan fosa kanina. Dilakukan maksimal enam
kali setiap 2 – 3 hari sekali. Jika terdapat nanah (pus), berarti pengobatan konservatif tidak
maksila ialah tidak boleh dilakukan pada saat ada infeksi akut karena dapat
tindakan membuat lubang pada meatus inferior yang menghubungkan rongga hidung dan
sinus maksila, untuk drainase sekret dan ventilasi sinus maksila. Biasanya dilakukan pada
penderita yang memerlukan irigasi berulang kali dan tidak dapat dilakukan pungsi sinus
dengan anestesi lokal. Antrostomi yang cukup baik ialah yang diameternya cukup lebar,
pemanen dan letaknya serendah mungkin pada dasar hidung. Bersama antrostomi dapat
dilakukan operasi lain yang bertujuan untuk reseksi septum dan konkotomi (Lund, 1997
sudah ireversibel dan gagal dengan pengobatan konservatif. Operasi ini dilakukan dengan
membuat sayatan sublabial kurang lebih dari 2 cm diatas sulkus ginggivobukalis dari
dilepaskan dan mukosa pipi tarik ke atas. Selanjutnya dibuat lubang pada fosa kanina dan
melalui lubang tersebut mukosa yang inversibel dibersihkan (Lund, 1997 dalam Cora,
2003). Bedah sinus endoskopik fungsional. Tindakan ini ditujukan untuk membersihkan
dilakukan pada sinusitis maksila kronis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
22
fokus infeksi di sinus etmoid anterior, terutama dari infundibulum etmoid dan resesus
frontal. Ventilasi dan drenase sinus maksila akan terbentuk kembali melalui jalan alamiah,
sehingga setelah beberapa waktu sinus akan kembali normal, sehingga pembedahan
1. Medikamentosa
Medikamentosa sinusitis dibagi atas pengobatan pada orang dewasa dan pada anak –
anak.
a. Orang dewasa
i. Terapi awal:
atau
- Amoxicillin 1500mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari,
atau
- Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300 mg per oral 4
b. Anak – anak
23
- Amoxicillin 45-90 mg/kg/hari terbagi dalam dua atau tiga dosis sehari, atau
ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir: Pengobatan oral selama 10
hari dengan:
2. Diatermi
3. Tindakan pembedahan
Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis maksilaris, yaitu
Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini, antrostomi unilateral dan unisinektomi endoskopik
dan antrostomi inferior antrostomy jarang dilakukan (Peter, 1997). Bedah Sinus
Endoskopik Fungsional
Tindakan ini merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan
mempergunakan endoskopi. Hal ini dilakukan pada sinusitis maksila kronis yang
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus infeksi di sinus ethmoid anterior, terutama
24
3.9 Komplikasi
Sejak ditemukan antibiotik, komplikasi sinusitis maksila telah menurun secara drastis.
Komplikasi sinusitis maksila terjadi jika sinusitis tersebut menjadi kronis. Komplikasi yang
dapat terjadi ialah(Pandi et al, 1990 dan Wright et al 1997 dalam Cora 2003):.
timbulnya fistula oroantal yaitu fistula yang menggabungkan rongga mulut dan sinus
maksila. Penyebab terjadinya fistula ini selain karena komplikasi sinusitis maksila ke
dalam juga karena tindakan ekstraksi gigi molar atas, kista gigi, tumor palatum dan sinus
maksila serta trauma pada operasi gigi atau sinus maksila. Gejala klinis berupa keluarnya
cairan yang berbau busuk dari sinus maksila ke dalam mulut. Pada pemeriksaan , bila
lubangnya besar akan terlihat lubang yang menghubungkan rongga mulut dan sinus
maksila tetapi bila lubangnya kecil dapat diperiksa dengan memasukkan udara yang
melewati fistula. Fistula yang baru dan kecil dapat menutup dengan sendirinya. Bila fistula
cukup besar dan kronis perlu tindakan operasi plastik selain pengobatan sinusitisnya.
2. Kelainan orbita
Paling sering berasal dari sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
ditimbulkan ialah edema palpebra selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan
trombosis sinus kavernosus. Edema palpebra, biasanya dari sinusitis etmoid dan
ditemukan pada anak-anak. Selulitis orbita, edemanya bersifat difus, belum terbentuk
nanah (pus) dan isi orbita telah diinvasi bakteri. Pada abses subperiostal, pus telah
terbentuk di antara periorbita dan dinding tulang orbita, serta menyebabkan proptosis dan
kemosis. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
25
Tampak gejala neuritis optikus, kebutaan dan bercampur unilateral, keterbatasan gerak otot
ekstraokuler mata yang terserang. Proptosis makin bertambah dengan tanda khas adanya
penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus, sehingga terbentuk
gangguan penglihatan yang berat, kelemahan dan tanda-tanda meningitis karena letak
sinus berdekatan dengan saraf cranial II,III,IV,VI dan otak. Penderita edema palpebra
dapat berobat jalan dengan pemberian antibiotik serta tetes hidung. Penderita tahap
selulitis orbita dan komplikasi yang lebih berat harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik intravena dosis tinggi serta dilakukan tindakan membebaskan pus dari rongga
abses. Prognosis pada komplikasi ini, angka kematian sebesar 60-80%. Gejala sisa
3. Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul di dalam sinus. Kista ini paling
sering pada sinus maksila dan tersering berupa kista retensi mukus dan biasanya tidak
berbahaya. Mukokel yang terinfeksi dan berisi pus disebut piokel. Patogenesisnya
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu obstruksi dan peradangan. Gambaran klinis sesuai
mengangkat semua mukosa yang terinfeksi, sehingga drenase sekret dan ventilasi sinus
4. Kelainan intrakranial
Meningitis, abses ekstradural, abses subdural, abses otak dan tromboss sinus
cavernosus.
26
5. Kelainan paru
3.10 Prognosis
Prognosis sinusitis sangat baik dengan kurang lebih 70% pasien sembuh tanpa
pengobatan. Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara
spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah
pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini
bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat
menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya
(Piccirillo, dkk, 1997). Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan
pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk komplikasinya bisa
berupa orbital cellulitis, cavernous sinus thrombosis, intracranial extension (brain abscess,
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan hidung buntu kanan dan kiri sejak tiga
minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh kadang hidungnya keluar ingus berwarna kuning
kehijauan disertai bau busuk satu minggu yang lalu. Selain itu, tiga hari yang lalu pasien
merasa kemeng di daerah pipi dan dahi, yang diperberat ketika pasien menunduk, merasa
tertekan di pipi dan penciuman berkurang. Pada keluhan yang dialami pasien tersebut,
kriteria diaganosis untuk sinusitis, yaitu gejala mayor (nyeri atau rasa tertekan di pipi,
kongesti nasal, dan hiposmia). Sedangkan menurut waktunya, termasuk sinusitis akut.
Sedangkan penyebab sinusitis dari pasien ini mengaarah pada penyebab rhinogen,
dimana pasien memiliki riwayat alergi dingin, pada saat dingin pasien sering bersin-bersin.
Keluhan berat di pipi dan nyeri kepala saat menunduk mengarah pada sinusitis maksillaris
dan frontalis, namun masih harus dibuktikan dengan pencitraan foto waters.
Pada pemeriksaan objektif status lokalis regio nasal dextra sinistra, pada rhinoskopi
anterior didapatkan konka edem bilateral, tidak tampak sekret, pada regio fasialis tidak
didapatkan pembengkakan wajah. Pada palpasi sinus didapatkan nyeri tekan pada sinus
maksillaris biatera dan sinus frontalis. Pada teori, pemeriksaan fisik untuk sinusitis Inspeksi
yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak mata bawah,
kelopak mata atas. Palpasi terdapat nyri tekan pada pipi dan nyeri ketuk gigi menunjukkan
adanya sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal,
yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis ethmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior tanda khasnya
adalah adanya pus di meatus medius pada sinusitis maksila, ethmoid anterior dan
28
frontal.Sedangkan adanya pus di meatus superior pada sinusitis ethmoid posterior dan
sphenoid. Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila
anthrum terisi pus atau mukosa anthrum menebal. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior,
sesuai terori terdapat pembengkakan konka inferior dextra dan sinistra, hiperemi mukosa,
Rencana pemeriksaan penunjang pada pasien ini adalah foto waters (posisi
oksipitomental). Hal ini sesuai teori Pemeriksaan radiologi rutin untuk memeriksa sinus
paranasal ialah posisi water’s (oksipitomental), terutama untuk melihat adanya kelainan di
sinus maksila, frontal, dan ethmoid. Posisi postero-anterior untuk menilai sinus frontal dan
meragukan. Pemeriksaan ini terdiri atas radiologi dengan bahan kontras, USG, Computed
meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan alat ini dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah
ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, keadaan mukosa apakah
maksillaris biateral, serta penebalan mukosa nasal, diseerai air fluid level pada sinus
maksillaris bilateral. Hal ini berkorelasi dengan hasil pemerikaan fisik pada pasien.
terapi sesuai teori untuk sinusitis akut yaitu antibiotik broad spectum berupa co amoxiclav
3x625mg selama 10 hari, anti iflamasi Na diclofenac 2x50 mg, dekongestan nasal berupa
29
nasacort spray, dan antihistamin untuk alergi. Tujuan terapi pada sinusitis adalah
kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi
Untuk pasien dengan sinusitis akut, irigasi sinus belum diperlukan, dan diindikasikan
untuk pasien dengan sinusitits sub akut. Irigasi sinus diperlukan tindakan untuk
mengeluarkan sekret dari rongga sinus maksila yang dilakukan melalui ostium sinus maksila.
Jalur irigasi biasanya terletak dibawah konka inferior, setelah sebelumnya dilakukan
kokainisasi pada membran mukosa. Sedangkan jalur alternatif adalah melalui pendekatan
sublabial dimana jarum ditusukkan melalui celah bukalis gusi menembus fosa insisiva. Irigasi
secara berulang setiap minggu ini bertujuan untuk mengembalikan aktivitas normal mukosa.
Jika mukosa tidak pulih, maka pus akan terbentuk lagi sehingga perlu pertimbangan
pengobatan secara operatif. Kontra indikasi pungsi ini adalah tidak boleh dilakukan pada saat
infeksi akut masih berlangsung oleh karena dapat mengakibatkan osteomielitis dan trauma
pada maksila.
30
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan sinusitis maksilaris bilateral dan sinusitis
frontalis bilateral. Kriteria diagnosis pasien ini berdasarkan mayor dari krteria Academy of
Otolaringology & American Rhinologic Society yaitu terdapat nyeri atau rasa tertekan di pipi,
kongesti nasal, dan hiposmia. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap dingin.
Pada pemeriksaan foto waters didapatkan Sinusitis frontalis dan maksillaris bilateral
dengan air fluid level di sinus maksilaris bilateral. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
Prognosis pada pasien ini baik, namun perlu diedukasi pada pasien bahwa penyakit ini
harus rutin berobat, tidak bisa langsung sembuh, dan kemungkinan berulang juga tinggi.
Selain itu perlu juga diedukasi bahwa terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
keluhan, membunuh kuman penyebab infeksi, pasien dianjurkan untuk istirahat yang cukup
agar kondisi tubuh dapat prima sehingga proses penyembuhan penyakit dapat cepat berjalan,
kompres air hangat pada wajah untuk meringankan gejala, Antibiotik harus diminum sampai
habis walaupun gejala sudah hilang agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi
komplikasi, Menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan pilek dan batuk dengan cara
menjaga kebersihan diri serta segera berobat jika mengalami batuk dan pilek, serta
31
DAFTAR PUSTAKA
Endang Mangun kusumo, N Rifki. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar NH (eds). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:2001.hal 120-4
Mabry RL, Marple BF. The Medical Management of Sinusitis In: Rice DH, Schaefar SD
Wilkins;2004 p:95-104
Dudley L. Paranasal sinus Infection. In: Ballenger JJ, Snow JB (eds). Otorhinolaryngology –
Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,Higler PA,
Abdel Razek OA, Poe D. Chronic Sinusitis Medical Treatment. June 7, 2004.Available from:
32