Putri Mutia Hafni Nasution1, Johannes Tarigan2 dan M. Agung Putra Handana3
1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,
Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email : putri.mutia@yahoo.com , mutia.pn@gmail.com
2
Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,
Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
Email : johannes.tarigan@usu.ac.id dan johnstar@live.de
3
Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,
Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email : agung13handana@gmail.com
ABSTRAK
Balok tinggi (deep beam) biasanya memikul beban yang besar dan aksi balok tinggi dapat dijumpai
pada dinding pondasi (foundation wall), topi pancang (pile cap), dan dinding geser (shear wall) yang
mengalami tegangan yang cukup besar pada elemen-elemennya. Balok tinggi dapat berupa bentangan tunggal
maupun menerus. Pada balok tinggi perbandingan tinggi dengan lebarnya dapat mencapai dua kali lipat atau
kurang. Balok tinggi dapat dianalisa dengan analisis non-linier dan dapat juga menggunakan metode strut-
and-tie. Metode ini menggunakan analogi rangka batang. Dengan metode ini aliran tegangan dapat
digambarkan dengan bentukan seperti rangka batang yang menunjukkan loadpath yang paling realistis.
Metode Strut and Tie membagi elemen struktur menjadi dua bagian yaitu daerah B (Beam atau Bernoulli) dan
daerah D (Disturbed atau Discontinued) yaitu bagian struktur yang mengalami perubahan geometri atau bisa
juga bagian yang ditempati beban terpusat yang menyebabkan aliran tegangan pada bagian itu memiliki
distribusi tegangan non linier. Dapat dilihat bahwa metode Strut and Tie menghasilkan penulangan yang lebih
efisien dan efektif daripada dengan metode konvensional. Selisih antara kedua metode ini mencapai 15.93 %
untuk rata-rata nilai perhitungan tulangan lentur dimana hasil yang lebih kecil didapat dari Metode Strut and
Tie.
Kata kunci : balok tinggi, strut and tie model, daerah D, ACI Building Code 2002.
ABSTRACT
Deep beam usually carry large loads and deep beam action can be found on foundation wall, pile cap
and shear wall that experienced a large enough stress on its elements . Deep beam can be either single span or
as continous beam. At deep beam, length to high ratio can achieve two or less. Deep beam is analyzed with a
non-linier analysis and can also use strut and tie method. This method uses the analogy of trusses . With this
method the flow stress can be described by the formation of such truss shows loadpath most realistic. Strut
and Tie Method structural elements divide into two parts, namely the B-region ( Beam or Bernoulli ) and D-
region ( Disturbed or Discontinued ) that is part of the structure that’s sections geometry abruptly changes
could also occupied parts of concentrated loads that cause stress on the part that has a non-linier stress
distribution. It can be seen that Strut and Tie method produces reinforcement that such more efficient and
effective than the conventional method . The difference between these two methods reached 15.93 % to the
average value calculation of flexural reinforcement in which the results obtained from Strut and Tie Method is
less.
Keywords: beam, strut and tie model, D-region, ACI Building Code 2002.
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Balok tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih ln tidak lebih dari empat kali
tinggi balok ( h ) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi efektif balok (2d) dari permukaan perletakan
untuk balok dengan pembebanan terpusat. Balok tinggi dapat berupa bentangan tunggal maupun menerus.
1
(Mc. Cormac,2003)
Metode strut and tie sudah banyak digunakan untuk perhitungan struktur bangunan. “Strut and Tie-
Model” berawal dari “Truss-analogy-model” yang pertama kali dicetuskan oleh Hennebique lebih dari satu
abad yang lampau. Model ini kemudian diperkenalkan oleh Ritter pada tahun 1899 dan Morsch pada tahun
1902. Dengan metode ini aliran tegangan dapat digambarkan dengan bentukan seperti rangka batang dimana
beton dapat menahan tekan dan tulangan baja menahan tarik. Metode strut and tie membagi elemen struktur
menjadi dua bagian yaitu daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah D (Disturbed atau Discontinued) yaitu
bagian struktur yang mengalami perubahan geometri atau bisa juga bagian yang ditempati beban terpusat
yang menyebabkan aliran tegangan pada bagian itu memiliki distribusi tegangan non linier. Balok tinggi dapat
diklasifikasikan sebagai elemen struktur yang mengalami diskontinu tegangan yaitu termasuk dalam daerah
D.(Harianto Hardjasaputra dkk,2002)
1.2 Tujuan Penulisan
Hasil yang ingin dicapai adalah perbandingan antara metode konvensional yang biasanya digunakan
dengan metode strut and tie dimanan dalam hal ini struktur yang ditinjau terdiri atas dua jenis sturktur,
struktur balok tinggi dengan perletakan sederhana dan balok tinggi dengan 4(empat) perletakan yang
dinyatakan dengan continous beam. Perhitungan balok tinggi yang dianalisa tentunya mengikuti peraturan
yang menjadi acuan dalam hal ini ACI Building Code 2002 untuk kedua metode dengan perhitungannya
masing-masing. Pemahaman lebih lanjut mengenai metode strut and tie juga diharapkan dapat dikuasai
dengan baik, didalamnya termasuk dasar teori, prosedur dan perhitungan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Strut-and-Tie
“Strut-and-Tie-Model” berawal dari “Truss-analogy-model” yang pertama kali diperkenalkan oleh
Ritter pada tahun 1899 kemudian Mörsch pada tahun 1902. “Truss-analogy-model” ini menggambarkan aliran
gaya (load path) yang terjadi pada beton bertulang yang mengalami pembebanan dimana ditandai dengan
terbentuknya pola retak pada beton bertulang tersebut. Penggambaran rangka batang yang diusulkan oleh
Mörsch terdiri dari rangka batang tekan dan tarik, sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan
diagonal dengan sudut 45° dan batang tarik vertikal. Tinggi dari rangka batang ditentukan oleh jarak lengan
momen dalam yaitu jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Tulangan geser pada beton
yang mengalami gaya lintang digambarkan sebagai batang tarik vertikal sedangkan beton yang mengalami
beban tekan akan digambarkan sebagai batang tekan diagonal.(Harianto Hardjasaputra dkk, 2002)
2.3 Strut
Strut atau batang tekan sendiri diasumsikan sebagai beton yang kuat menahan tekan dengan
memperhitungkan landasan pembebanan dan kuat efektif pada strut tersebut.
2
Menurut ACI-Building Code 2002, kuat tekan efektif dari beton pada strut dapat diambil:
= 0.85
′
Untuk nilai
dapat diambil:
= 1.0 digunakan untuk strut dengan luasan penampang yang sama disepanjang bagiannya.
= 0.6 untuk strut berbentuk botol tanpa penulangan dimana nilai adalah 1.0 untuk beton normal, 0.85
untuk beton pasir ringan dan 0.75 untuk jenis beton ringan lainnya.
= 1.0 untuk daerah nodal yang memiliki struts atau daerah tumpuan, maupun keduanya.
2.4 Tie
Pada beton struktur batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja tulangan biasa atau dapat juga
berupa satu atau kumpulan beton prategang yang dijangkar dengan baik. Selanjutnya bila diasumsikan
tulangan akan mengalami pelelehan pada keadaan batas (ultimate limit state), maka gaya tarik maksimum
pada batang tarik-Tie tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Tu ≤ фAs fy atau Tu ≤ ф As fy + ф Aps fpu
Karena Strut-and-Tie model diberlakukan pada beton struktur dalam keadaan batas, maka pada
kondisi layan (serviceability limit state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui
pembatasan lebar retak atau melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah.
Dalam pendimensian, pada umumnya dihadapi tiga jenis strut dan tie:
a. CC : strut beton (concrete struts) dalam keadaan tekan.
b. TC : tie beton (concrete tie) dalam keadaan tarik tanpa tulangan.
c. TS : batang tarik (tie) berupa baja tulangan dengan atau tanpa baja prategang.
2.5 Node
Titik simpul/node merupakan titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari strut-and-tie dengan berbagai
kombinasi yang secara umum dapat dibagi dalam empat jenis sambungan pertemuan, yaitu CCC-node, CCT-
node, CTT-node dan TTT-node:
a. CCC-node “hydrostatic element” dimana node element menyalurkan gaya C1 dari pelat jangkar dan gaya
C2 dari pelat landasan (bearing plate) ke medan tekan C3 yang berbentuk botol.
b. CCT-node, dimana strut diagonal dan reaksi vertikal perletakan diimbangi oleh batang tarik berupa
tulangan yang dijangkarkan ke tepi luar melalui pelat jangkar.
c. CTT-node dimana strut ditumpu oleh lekatan kedua tulangan dan oleh tegangan radial dari tulangan yang
dibengkokkan.
d. TTT-node, dimana gaya yang terjadi pada nodal adalah gaya tarik.
3
Gambar 2.1 trajektori tegangan utama, distribusi tegangan utama dan Strut-and-Tie-model.
4
5. Luas tulangan geser Avh tidak boleh lebih kecil dari 0,0025 bws2, dan s2 tidak boleh lebih besar dari d/3
atau 18 in.(ACI 11.8.10).
3. METODOLOGI PENELITIAN
Aplikasi dalam pendetailan strut and tie model memberikan penyelesaian dalam beberapa langkah berikut
(Arthur H. Nilson et all,2003):
1. Tentukan dan isolasi daerah-D.
2. Hitung resultan gaya yang bekerja pada batasan daerah-D.
3. Pilih model rangka untuk mentransfer gaya disepanjang daerah-D.
4. Pilih dimensi zona nodal untuk strut and tie.
5. Tentukan kapasitas dari strut, baik pada tengah strut maupun pada muka zona nodal.
6. Desain tie dan pengangkurannya.
7. Persiapkan desain detail dan cek persyaratan penulangan minimum.
Gambar 4.1 Struktur balok tinggi yang ditinjau dan perhitungan gaya yang terjadi.
5
bcd h?. ij
Hitung lebar tie 1-3, w. = = = 124.476 mm ≈ 150 mm
ф>12 B>efg >.B @.4?>?@@ kkB>@.R j⁄kk9 B
Pada Strut 1-2, fTU >1.2B = 0.85βm f ′T = 0.85>0.75B>30 N⁄mm B = 19.125 N⁄mm
wm>1.2B = w. >cos α. B + l1. >sin α. B = 150 cos 52.7 + 200 sin 52.7° = 249.992 mm ≈ 250 mm
фɸFWm >1.2B = ɸfTU >1.2Bwm>1.2Bb, .= >0.75B> 19.125B>250B>500B = 1793 kN > F. =
1571.4 kN.
Nodal 2 (CCC), βW = 1.0, fTU >2B = 25.5 N⁄mm , ф fTU >2B = 0.75>25.5B = 19.125 N⁄mm .
t ?@@ ij
f>l1B = >1 = >?@@kkB>R@@kkB = 12.5 N⁄mm ≤ ɸфfTU >2B = 19.125 N⁄mm
2 B>[\9 B
bcd h?.×.@d
f>nodal 2B = >, = >.@B>?@@B = 15.87 N⁄mm ≤ ɸфfTU >2B = 19.125 N⁄mm .
9 B>12 B
l1
wm >2.2B = w >cos α B + >sin α B = 120>cos 52.85B + 200>sin 52.85B = 231.879 vv ≈ 232 vv.
2
фFWm >2.2B = ɸfTU wm >2.2Bb, ≥ F. = 0.75>19.125B>232B>500B = 1663.1 kN ≥ 1571.4 kN.
6
Untuk penulangan horizontal, gunakan tulangan diameter 12 mm per lapis dengan jarak spasi 300 mm.
9 >..RB>0B>0B
Cek persentase dari penulangan horizontal: ρ = m12
= >@@B>?@@B
= 0.001507 > 0.0015
ρ >sin γ B = 0.001507 sin 37.3° = 0.0009102
Kemudian cek persyaratan dari ACI 2002 Bagian 11.8.4 dan 11.8.5
∑>ρ B>sin γ B = 0.00213 + 0.0009102 = 0.0030402 > 0.003
Gambar 4.3 Penggambaran Strut dan Tie sesuai dengan geometri balok tinggi yang ditinjau dan penentuan
lebar Tie 1-3 beracu pada geometri Nodal 1
Gambar 4.4 Detail penulangan pada balok tinggi dengan perletakan sederhana.
7
Plat tumpuan akan diletakkan pada tumpuan dan titik-titik pembebanan. Dari perhitungan didapatkan
reaksi yang terjadi pada tumpuan yaitu tumpuan luar 700 kN dan 2300 kN pada tumpuan dalam.
@@@@@ j j
Gaya yang terjadi = >?@@kkB>?@@kkB = 9.2 N/mm ≤ 11.475 9
kk
Gambar 4.6 Penggambaran model rangka yang digunakan disertai besar besar gaya yang bekerja padanya
8
bZ
Tie >xB =
ɸefg1
dimana x mengacu pada nodal yang ditinjau sedangkan fcu adalah kuat tekan efektif nodal.
Maka, Tie 1.3 = 75.96 mm dan Tie 5.7 = 75.96 mm lebih kecil dari asumsi awal yaitu 150 mm.
Nodal 3,4 dan 5 memiliki dua tie sehingga nilai kuat tekan efektifnya diambil dengan nilai βW = 0.6:
fTU = >0.85B>0.6B>30B = 15.3 N/mm , ф ɸfTU = >0.75B>15.3B = 11.475 N/mm
Kemudian Tie 2.4 = 86.819 mm , Tie 4.6 = 86.819 mm, Tie 3.5 = 57.879mm
.
5. Periksa batang tekan (struts).
Kuat tekan efektif yang dipakai pada batang tekan (strut) untuk keseluruhannya yaitu:
fTU = >0.85BβW f′T
dimana βW disubstitusikan dengan βm = 0.75 dengan anggapan bahwa dipakai penulangan minimum pada
perencanaannya walaupun pada perencanaan strut yang diperhitungkan adalah beton yang dominan menahan
gaya tekan.
fTU = >0.85Bβm f T = >0.85B>0.75B>30B = 19.125 N/mm , ɸфfTU = >0.75B>19.125B = 14.344 N/mm
Jadi, lebar strut yang dibutuhkan:
Strut 1.2 = 126.856 mm, Strut 2.3 = 235.59 mm, Strut 3.4 = 181.223 mm.
Lebar strut yang tersedia yaitu:
Strut 1.2 = >Tie 1.3 cos αB + >l1 sin αB = >150 cos 50.3B + >500 sin 50.3B = 480.515 mm.
Strut 2.3 = >Tie 1.3 cos αB + >0.5 l1 sin αB = >150 cos 50.3B + >250 sin 50.3B = 288.165 mm.
Strut 3.4 = >Tie 3.5 cos αB + >0.5 l1 sin αB = >150 cos 50.3B + >250 sin 50.3B = 288.165 mm.
Gambar 4.7 Pendimensian strut, tie dan nodal pada struktur yang ditinjau.
9
Gambar 4.8 Detail penulangan pada balok tinggi diatas 4 perletakan.
b. Rata-rata nilai penulangan yang didapatkan dengan metode Strut and Tie lebih sedikit 15.93 %
dibandingkan dengan metode konvensional walaupun dalam perhitungan, luasan tulangan harus
memenuhi persyaratan minimum yang diberikan oleh ACI Building Code 318-2002 sehingga hasil yang
didapat tidak terlalu signifikan.
c. Dari pembahasan perhitungan, metode Strut and Tie lebih praktis digunakan dibandingkan metode
konvensional.
d. Kelemahan metode Strut and Tie diakibatkan oleh kebebasan perencana dalam memilih model rangka,
solusi yang baik dapat ditandai dengan keefektifan model dan terpenuhinya syarat-syarat batas.
5.2 Saran
Diperlukan pemahaman yang baik untuk menggunakan metode Strut and Tie dalam perhitungan
sehingga metode ini memberikan hasil yang efisien dan efektif dikarenakan banyaknya pilihan model rangka
yang dapat digunakan, dan untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan perbandingan metode Strut
and Tie ini dengan metode selain metode konvensional.
Daftar Pustaka
Hardjasaputra, Harianto. Steffie Tumilar, 2002.Model Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model) Pada
Perancangan Struktur Beton. Universitas Pelita Harapan: Jakarta.
G.Nawy, Edward, 2008.Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar. PT Rafika Aditama; Bandung.
L.Schodek, Daniel, 1998. Struktur. PT Rafika Aditama; Bandung.
ACI Building Code 318-2002. 2005, 430 pp. “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-
02) and Commentary (318R-02)”, American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich.,
Mc. Cormac, Jack. C,2003. Desain Beton Bertulang, Edisi 5 Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
H.Nilson, Arthur. David Darwin. Charles W.Dolan,2003.Design of Concrete Structures 13th edition.Mc. Graw
Hill. Singapore.
Nasution, Putri Mutia Hafni,2014.Analisa dan Perencanaan Balok Tinggi dengan Variasi Perletakan
Menggunakan Metode Strut and Tie.Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.Medan.
10