A. DEFENISI
untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau
sel. Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap
hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam
respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang
berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil
pembakaran sel).
B. FISOLOGI OKSIGEN
volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
1. Ventilasi
atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:
dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
karena tekanan O² dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan
3. Transportasi
tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kaviler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi
OKSIGEN
1. Faktor fisiologis
2. Faktor perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil
dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa
berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak
dan pola napas. Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal
e. Lansia.
3. Faktor lingkungan
daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup
meningkat.
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan
denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan
penyakitparu.
5. Status kesehatan
6. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan
ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan
pernapasan.
7. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan sel jaringan.
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama
saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian
atas meliputi: hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena
adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang
(otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran
1. Hypoxia
a. Gangguan pernapasan
2. Hyperventilasi
sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti
a. Pusing
b. Nyeri kepala
c. Henti jantung
d. Koma
e. Ketidakseimbangan elektrolit
3. Hypoventilasi
terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek
a. Napas pendek
b. Nyeri dada
4. Cheyne Stokes
dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, o.k gagal jantung kongestif,
PTIK, dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun
pathologis.
Fisiologis :
Pathologis :
1) Gagal jantung
2) Pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)
5. Kussmaul’s ( hyperventilasi )
6. Apneustic
7. Biot’s
Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan
F. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut
gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick,
1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan
atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi
sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat
menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak .
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi
virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri .
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan
IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas .
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
G. Web of Caution ( WOC)
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3) Kedalaman inspirasi .
tindakan.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of
http://umarberita.blogspot.com/2012/11/laporan-pendahuluan-kebutuhan-dasar.html