Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD)
DI RUANG BOUGENVIL RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

OLEH :
RINI SARTIKA
P17420113067

DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2015
KONSEP DASAR
I. Pengertian
Gagal Ginjal Kronik, atau Chronic Renal Failure, atau Chronic Kidney
Disease adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh, yang pada
penyakit tahap akhir ditandai dengan adanya kandungan urea dalam urin.
Menurut Doenges (1999: 626), Chronic Kidney Disease biasanya akibat akhir
dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap, yang terjadi bila ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten (Barbara C Long,
1996: 368). Penyakit ini termasuk penyakit renal tahap akhir (End Stadium Renal
Disease) yang merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer, 2001: 1448).

II. Penyebab
Pada dasarnya, penyebab kegagalan ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR).
Berikut ini akan diuraikan penyebab Chronic Kidney Disease menurut Doenges
(1999: 626).
Penyebabnya yaitu termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen
nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).
Penyebab GGK menurut Price (1992: 817) dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

III. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron yang termasuk glomerulus dan
tubulus diduga utuh, sedangkan yang lain rusak. Hipotesa ini disebut juga sebagai
hipotesa nefron utuh. Nefron-nefron yang utuh menjadi hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan Glomerulo Filtration Rate atau kecepatan daya saring glomerulus yang
disebut juga metode adaptif. Metode ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas hingga
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal yang hilang
mencapai 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi bersihan kreatinin ginjal akan
mengalami penurunan sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu (Long, 1996:
368).
Bersihan kreatinin ginjal yang menurun menyebabkan protein ikut
diekskresikan dalam urin. Produk akhir metabolisme protein berupa urea yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, selanjutnya terjadi
uremia yang mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis (Smeltzer, 2001 : 1448).
Seseorang mengalami kegagalan fungsi ginjal melalui beberapa tahap.
Menurut Price (1992: 813-814), kegagalan ginjal berlangsung progresif yang dibagi
menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen normal dan
penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo Filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir atau uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai Glomerulo Filtration Rate
10% dari normal, bersihan kreatinin 5-10 ml per menit atau kurang. Pada tahap ini
kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen meningkat sangat mencolok dan
timbul oliguri.

IV. Manifestasi Klinis


1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,(akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
 Hipertensi
 Pitting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
 Krekel
 Nafas dangkal
 Kusmaull
 Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, mual dan muntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan pardarahan mulut
 Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
 Amenore
 Atrofi testis

V. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa Chronic Kidney Disease diperlukan beberapa
pemeriksaan untuk menunjang tegaknya diagnosa. Menurut Suyono (2001), untuk
menentukan diagnosa pada Chronic Kidney Disease dapat dilakukan cara sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan
membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui
beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia dan gangguan elektrolit
VI. Penatalaksanaan
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

VII. Diagnosa Keperawatan


Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.


2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan

Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria
hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil

Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi 8.Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien. Edisi 3.Jakarta : EGC
Murwani, A. (2008). Ketrampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan. Cetakan I, Jakarta :
Fitramaya.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005).Fundamentals of nursing. St.Louis Mosby Company :
Philadelphia, Lippincott.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Pocket Guide to Basic Skills and Procedures (3rd ed).
Toronto : Mosby.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahBrunner & Suddarth.Edisi 8.Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi 3.Jilid I II.Jakarta.: Balai
Penerbit FKUINanda-International, (2009). Nursing Diagnoses: Definition &
Classification. First Edition, United Kingdom.

Anda mungkin juga menyukai