Anda di halaman 1dari 22

Diagnosis Prenatal dan Konseling Genetik Ibu Hamil dengan Risiko Sindrom Down

Vinsensia Dini Bayuari


102013334/A7
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: vinsensia.2013fk334@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Sindrom Down sebenarnya sudah diketahui sejak tahun 1866 oleh Dr. Langdon Down dari
Inggris, tetapi baru pada awal tahun enam puluhan ditemukan diagnosisnya secara pasti, yaitu
dengan pemeriksaan kromosom. Dahulu nama penyakit ini dikenal dengan Mongoloid atau
Mongolism karena penderitanya mempunyai gejala klinik yang khas, yaitu wajahnya seperti
bangsa Mongol dengan mata yang sipit membujur ke atas. Dewasa ini telah dikembangkan lebih
dari seratus jenis uji genetik, diantaranya adalah uji genetik terhadap bebrapa penyebab penyakit
yang relatif sering ditemukan, misalnya sistik fibrosis dan penyakit genetik yang jarang ditemukan
misalnya Marfan disease. Pada dasarnya uji genetik sangat berbeda dengan uji diagnostik penyakit
pada umumnya, uji genetik ini relatif baru dan meliputi berbagai cara yang didahului dengan
konysultasi mengenai adanya kelainan keturunan. Uji genetik dapat dilakukan pada masa gestasi,
salah satunya adalah dengan melakukan amniocentesis, yaitu merupakan cara untuk mengetes
kemungkinan adanya kelainan kromosom pada bayi yang masih terdapat di dalam kandungan
ibunya.

Kata kunci: Sindrom Down, trisomi 21, amniocentesis

Abstract

Down syndrome has actually been known since 1866 by Dr. Langdon Down from the UK,
but not until the early sixties found the diagnosis with certainty, that the chromosome examination.
But the name of the disease is known as Mongoloid or mongolism because the sufferer has a typical
clinical symptoms, namely his face like the Mongols with slanted eyes stretched upwards. Today
has been developed over a hundred kinds of genetic testing, including genetic testing to keeping
1
the leading cause of disease is relatively common, such as cystic fibrosis and rare genetic diseases
for example Marfan disease. Basically, genetic testing is very different from the disease in general
diagnostic test, genetic testing is relatively new and encompasses a variety of ways preceded by
konysultasi regarding abnormalities descent. Genetic testing can be performed on the stage of
gestation, one of which is to perform amniocentesis, which is a way to test the possibility of
chromosomal abnormalities in infants who are still present in the mother's womb.
Keywords: Down syndrome, trisomy 21, amniocentesis

Pendahuluan

Kelainan genetic merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelainan pada gen atau
kromosom. Jumlah kromosom pada individu normal adalah 46 kromosom atau 23 pasang
kromosom. Kromosom itu sendiri adalah struktur terorganisir dari DNA dan protein yang
ditemukan dalam sel.1

Kelainan kromosom dapat berupa kelainan dalam jumlah ataupun kelainan dalam struktur
itu sendiri. Setiap perubahan dalam jumlah kromosom normal manusia yang berjumlam 46 disebut
aneuploidy. Seorang yang hanya mempunyai satu dan tidak sepasang kromosom disebut
monosomi, sedangkan penambahan satu kromosom sehingga jumlah kromosom menjadi 47
disebut trisomi.1

Sindrom Down merupakan kelainan dari jumlah kromosom, yaitu trisomy pada kromosom
21. Kelainan ini ditemukan oleh JLH Down pada tahun 1866 dengan insidensi 1 dalam 800 sampai
1000 kelahiran hidup. Dalam makalah ini dijelaskan bagaimana cara diagnosis prenatal untuk
sindrom Down, serta menjelaskan etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis,
penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan, serta edukasi dari sindrom Down.2

Skenario 1

Seorang ibu A, berusia 42 tahun, gestasi 6 minggu, datang untuk konseling genetik. Ibu A
pernah melahirkan bayi perempuan dengan Sindrom Down. Ibu A ini, ingin melakukan
Amniocentesis pada kehamilannya yang sekarang ini.

2
Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat


dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan langsung
kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang
dekat dengan pasien atau sumber lain disebut alloanmnesis.3

1. Identitas Pasien

Identitas meliputi nama lengkap pasien, usia, alamat, pekerjaan, agama, jenis
kelamin, pendidikan, dan sebagainya.Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa
pasien yang dihadapi adalah benar pasien yang dimaksud. Dalam skenario yang didapatkan
adalah Ibu A berusia 42 tahun.

2. Keluhan Utama

Keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien tersebut datang untuk


memeriksakannya ke dokter. Dalam Skenario: Ibu A dengan gestasi 6 minggu datang untuk
konseling genetik dan ingin melakukan amniocentesis.

3. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhaan utama sampai pasien datang berobat.

Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan kepada pasien atau keluarga pasien:

Riwayat Kehamilan:

 Berapa kali hamil?

 Adakah komplikasi pada kehamilan sebelumnya?

 Apakah pernah keguguran? Berapa kali? Pada umur kehamilan keberapa?

3
Riwayat Persalinan:

 Berapa kali bersalin?

 Bagaimana persalinan sebelumnya?

 Siapa yang membantu dalam proses persalinan?

 Persalinan dengan normal atau sectio caesarea? Alasan?

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Untuk menanyakan pasien tentang riwayat penyakit yang pernah dialami atau
masih mengalami. Beberapa pertanyaan yang bisa ditanyakan adalah apakah ibu
mempunyai penyakit kronis, sudah sembuh atau dalam masa pengobatan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Menanyakan riwayat dalam keluarganya apakah ada yang mengalami hal yang
sama untuk mengetahui apakah merupakan penyakit menurun atau tidak. Beberapa
pertanyaan yang bisa ditanyakan adalah apakah anggota keluarga ada yang memiliki
kelainan yang sama seperti anak ibu tersebut, yaitu Down syndrome.

Pemeriksaan Fisik

Umum. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana keadaan


umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya-gaya berjalan dan tanda-tanda spesifik lain yang
segera tampak begitu kita melihat pasien, (eksoftalamus, cusingoid, parkinsonisme, dan
sebagainya). Keadaan umum pasien dapat dibagi menjadi tampak sakit ringan, sakit sedang, atau
sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai apakah pasien dalam keadaan darurat
medis atau tidak.Setelah itu lakukanlah pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi pemeriksaan
suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi (frekuensi, irama), frekuensi pernapasan.3
Jika pemeriksaan tersebut diatas telah dilakukan, maka selanjutnya adalah memeriksa
bagian tubuh mulai dari kepala hingga kaki. Pemeriksaan umum pada ibu hamil bertujuan untuk

4
menilai keadaan umum ibu, status gizi, tingkat kesadaran, serta ada tidaknya kelainan bentuk
badan.3
Pemeriksaan khusus obstreti yang dilakukan terhadap pasien adalah inspeksi, dimana
pemeriksa memperhatikan keadaan abdomen pasien, apakah terdapat kelainan seperti adanya
pelebaran pembuluh darah, dan sebagainya. Pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi, dimana
pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan adanya kehamilan,
memperkirakan usia kehamilan, menentukan presentasi - posisi dan taksiran berat badan janin,
mengikuti proses penurunan kepala pada persalinan, mencari penyulit kehamilan atau persalinan.
Auskultasi pada abdomen dilakukan untuk mendengarkan bunyi jantung bayi.4
Sedangkan pada anak dengan sindrom Down, pada pemeriksaan fisik umum akan
ditemukan ciri khas sebagai berikut: gangguan mental dari sedang sampai dengan berat dengan IQ
20-85, hipotoni yang berkurang dengan bertambahnya usia, brakisefali, mikrosefali, ubun-ubun
melebar dan terlambat menutup, fisura palpebra yang miring (slanting), lipatan epikantus bilateral,
gangguan refraksi, strabismus, nistagmus dan katarak kongenital, tulang hidung hipoplastik dan
flat nasal bridge, lidah yang cenderung menjulur, fisura pada lidah, anak bernafas dengan mulut,
berliur, agenesis dan malformasi gigi, telinga kecil, over folded helix, gangguan pendengaran (66-
89%) mencapai > 15-20 db, kelainan jantung bawaan (40-50%), berupa aritmia dan palpitasi, jari
tangan pendek-pendek dan gemuk, form finger line, hiperekstensi persendingan jari tangan.2

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis prenatal dimaksudkan untuk menentukan apakah janin yang berisiko besar
terhadap beberapa penyakit genetic benar terkena. Hasil uji akan negative untuk lebih dari 95%
keluarga, sehingga mengurangi kecemasan pasangan yang terlibat sampai beberapa bulan.
Diagnosis positif memungkinkan orang tua memilih langkah tindakan mereka selanjutnya.4

Indikasi paling lazim untuk diagnosis prenatal adalah usia ibu yang lanjut.4 Meningginya
risiko trisomi pada anak dengan meningkatnya usia ibu bersifat relative, dan tidak ada usia khusus
ibu yang harus dianggap sebagai “lanjut”; sebagian besar RS menggunakan kriteria 35 tahun.
Risiko yang spesifik-usia pada janin pengidap trisomi autosomal yang dideteksi setelah
amniosentesis meningkat dari 0,9% pada usia 35-36 tahun, sampai 7,8% pada usia 43-44 tahun.
Bila anak yang lahir sebelumnya terkena trisomi, risiko rekurensi kira-kira 0,5% bagi perempuan
5
di bawah usia 35 tahun, dan setara dengan risiko spesifik-usia pada perempuan yang lebih dari 35
tahun. Orang tua menampakkan kecemasan besar tentang kesejahteraan janin, dan dianggap perlu
melakukan diagnosis prenatal pada kehamilan berikutnya.4,5

1. Analisis Kromosom
Analisis kromosom dapat mendeteksi kelainan genetis seseorang. Kelainan genetis
tersebut antara lain adalah jumlah kromosom yang abnormal, misalnya sindrom Down
(Trisomi 21). Ada tiga pola kromosom yang bisa mengakibatkan munculnya sindrom
Down. Trisomi 21 (nondisjunction), translokasi, dan mosaik. Jika satu sel telur dengan
jumlah kromosom abnormal (disebabkan oleh nondisjunction) dibuahi oleh sperma yang
normal, hasil fertilisasi akan mempunyai jumlah kromosom yang tidak normal. Sebanyak
95% sindrom Down disebabkan oleh nondisjunction. Pada translokasi sebagian dari
kromosom 21 terpecah dalam proses pembelahan sel dan menempel pada kromosom yang
lain. Adanya potongan tambahan dari kromosom 21 inilah yang mengakibatkan munculnya
karakteristik sindrom Down. Pada mosaik, penderita sebagian memiliki jumlah kromosom
yang normal dan sisanya memiliki trisomi 21.1

2. Amniosintesis
Cara untuk mengetes
kemungkinan adanya kelainan
kromosom pada bayi yang masih
terdapat di dalam kandungan ibunya
dinamakan amniosentesis. Cairan
amnion berikut sel-sel bebas dari fetus
(bayi dalam kandungan) diambil
sebanyak 10-20 cc dengan
menggunakan jarum injeksi. Waktu
yang paling baik untuk melakukan
amniosentesis ialah pada kehamilan 14-
16 minggu. Jika terlalu awal dilakukan,
cairan amnion belum cukup banyak, Gambar 1. Amniosentesis

6
sedang jika terlambat melakukannya maka akan lebih sulit untuk membuat kultur dari sel-
sel fetus yang ikut terbawa cairan amnion.1

Amniosentesis hampir selalu dikerjakan secara transabdomen karena besarnya


resiko infeksi jika dilakukan secara transvaginal. Kadang-kadang amniosentesis digunakan
untuk terapi (missal, hidramnion). Lakukan pemeriksaan USG segera sebelum
amniosentesis untuk memandu jarum aspirasi. Keterangan minimal yang didapat dari USG
harus meliputi jumlah janin, aktivitas jantung janin, diameter biparietal janin (dan kadang-
kadang panjang femur atau lingkar perut), letak plasenta dan lokasi terbaik untuk
penempatan jarum.1

Siapkan abdomen dengan memberikan bahan bakterisidal dan suntikan obat


anestesi local (elektif). Gunakan jarum terkecil yang cukup untuk mengambil sampel
(biasanya nomor 22) dan tusukkan jarum sedikit saja ke dalam ruang amnion. Ambilah
kira-kira 15 ml cairan untuk diagnostic. Rekamlah keadaan janin dengan USG pada akhir
tindakan. Berikan immunoglobulin-Rh untuk pasien dengan Rh-negatif yang belum
tersensitisasi yang menjalani amniosentesis.1

Cairan amnion normal jernih hingga sedikit kekuningan. Pada kehamilan lanjut,
cairan amnion dapat mengandung bintik-bintik (flek) verniks atau rambut lanugo. Jika
mengandung darah, mungkin darah ibu ikut teraspirasi. Namun, sel darah merah tidak
mempengaruhi analisis pertumbuhan sel di janin atau analisis lainnya. Periksalah cairan
berwarna hijau hingga coklat kehijauan di bawah mikroskop. Jika terlihat bahan tertentu
(mekonium) dan bukan darah lama (perdarahan janin), kemungkinan kematian janin adalah
sekitar 50%.1

Sel-sel fetus setelah melalui suatu prosedur tertentu lalu dibiakkan dan 2-3 minggu
kemudian diperiksa kromosomnya untuk dibuat karyotipenya. Apabila terlihat adanya 3
buah autosom no.21, maka secara prenatal sindrom Down sudah dapat dipastikan pada bayi
itu.5,1

Amniosentesis merupakan suatu prosedur yang cukup aman dengan kemungkinan


penyulit pasca tindakan berupa abortus, setinggi kira-kira 0,5-1% dari seluruh tindakan.
7
Risiko infeksi diperkirakan terjadi pada 1-2 kejadian per 3000 tindakan. Ditengarai 10-
50% kasus abortus spontan pascaamniosentesis disebabkan oleh adanya infeksi subklinik.
Penyulit lain yang mungkin terjadi adalah kebocoran cairan ketuban, perdarahan, dan
kontraksi uterus yang berlanjut yang diperkirakan terjadi pada 1-5% dari seluruh prosedur.1

Diagnosis Kerja

Sindrom Down, atau trisomi 21 merupakan kelainan kromosom yang timbul spontan dan
menyebabkan penampilan wajah yang khas, kelainan fisik yang nyata, serta retardasi mental. 60%
individu yang menderita sindrom ini mengalami defek jantung. Sindrom Down terjadi pada 1 dari
650 hingga 700 kelahiran hidup. Perbaikan penanganan dalam mengatasi cacat jantung, infeksi
pernapasan, serta infeksi lain, dan leukimia akut telah meningkatkan secara signifikan angka
harapan hidup pasien sindrom ini. Mortalitas janin serta neonatus masih tetap tinggi dan hal ini
terjadi karena komplikasi defek jantung yang menyertainya.2

Diagnosis Banding

1. Sindrom Patau
Sindrom trisomi 13 (yang juga dikenal sebagai sindrom Patau) merupakan sindrom
malformasi multipel nomor tiga dalam urutannya sebagai kelainan kromosom yang paling
sering ditemukan. Kebanyakan bayi yang terkena memiliki trisomi 13 yang penuh pada
saat lahir; beberapa diantaranya mengalami sindrom trisomi 13 tipe mosaik parsial yang
langka (dengan fenotip bervariasi) atau tipe translokasi. Bayi dengan kelainan ini secara
khas mempunyai otak dan wajah yang abnormal disamping malformasi berat pada jantung,
saluran cerna, dan ekstremitasnya. Sindrom 13 yang penuh akan berakhir dengan kematian.
Banyak zigot trisomik mengalami abortus spontan; 50% hingga 70% bayi meninggal dunia
dalam tahun pertama kehidupan. Hanya ada beberapa yang berhasil hidup sampai usia
diatas lima tahun pada 13 kasus trisomi penuh. Semua bayi yang masih bisa bertahan hidup
ini memperlihatkan retardasi mental yang berat. Insidensi sindrom trisomi 13 diperkirakan
terjadi pada 1 dari 4.000 hingga 10.000 neonatus.2

8
2. Sindrom Edward
Sindrom trisomi 18 (yang juga dikenal sebagai sindrom Edward) merupakan
sindrom malformasi multipel nomor dua dalam urutannya sebagai kelainan kromosom
yang paling sering ditemukan. Kebanyakan bayi yang terkena memiliki trisomi 18 yang
penuh dan ekstra salinan kromosom 18 (ketiga) dalam setiap sel tubuhnya kendati tipe-tipe
trisomi parsial (dengan fenotip yang bervariasi) dan translokasi juga pernah dilaporkan.
Sebagian besar bayi yang menderita gangguan ini ditemukan mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri, defek jantung kongenital, mikrosefalus, dan bentuk-bentuk
malformasi lain. Sindrom trisomi 18 yang penuh umumnya bersifat fatal atau memiliki
prognosis yang amat jelek. Kebanyakan pembuahan trisomi akan mengalami abortus
spontan; 30% hingga 50% bayi yang lahir dengan sindrom ini akan meninggal dunia dalam
dua bulan pertama kehidupan dan 90 % bayi akan meninggal dunia dalam tahun pertama
kehidupan. Sebagian besar bayi yang masih bisa bertahan hidup akan mengalami retardasi
mental berat.2
Insidensi trisomi 18 berkisar dari 1 diantara 3.000 hingga 8.000 neonatus, dengan
rasio tiga sampai empat bayi perempuan terkena untuk setiap bayi laki-laki.2
3. Hipotiroidisme
Kretinisme atau hipotiroidisme kongenital dipakai kalau kelainan kelenjar tiroid
sudah ada pada waktu lahir atau sebelumnya. Kalau kelainan tersebut timbul pada anak
yang sebelumnya normal, maka lebih baik dipakai istilah hipotiroidisme juvenilis atau
didapat. Pada bayi baru lahir gejala sering belum jelas. Baru sudah beberapa minggu gejala
lebih menonjol. Bayi dengan kelainan ini jarang menangis, banyak tidur dan kelihatan
sembab. Biasanya ada optipasi, abdomen besar, dan ada hernia umbilikalis. Suhu tubuh
rendah, nadi lambat dan kulitnya kering dan dingin. Sering ditemukan anemia. Pada usia
3-6 bulan gejala makin jelas, mulai kelihatan pertumbuhan dan perkembangan lambat
(retardasi mental dan fisis). Sesudah melewati masa bayi, anak akan kelihatan pendek,
anggota gerak pendek, dan kepala kelihatan besar (hipertelorisme). Mulut sering terbuka
dan tampak lidah membesar dan tebal, pertumbuhan gigi terlambat dan gigi lekas rusak,
tangan dgak lebar dan jari pendek, kulit kering tanpa keringat, warna kulit kekuningan
karena karotenemia, miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan, dan

9
genitalia eksterna. Otot-otot biasanya hipotonik, retardasi mental makin jelas, suara
biasanya parau, bahkan bisa tidak dapat berbicara. Makin bertambah usia, anak makin
terlambat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pematangan alat kelamin terlambat atau
tidak terjadi sama sekali.1,6

Etiologi

Sekitar 95% dari semua kasus sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21
(kelompok G), sehingga disebut trisomi 21. Semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada
sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian
“nondisjunctional” sebagai penyebabnya, yaitu:1,2

1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap “non-disjunctional”. Bukti yang
mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
sindrom Down.
2. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunctional” pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak
dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelum terjadinya
konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi
dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat
ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan
terjadinya “non-disjunction”.
4. Autoimun
Factor lain yang juga diperkiraan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow
1966 secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibody tiroid pada ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu control yang umurnya sama.
10
5. Umur Ibu
Walaupun anak yang memiliki trisomi 21 dilahirkan dari orang tua semua usia, secara
statistic terdapat risiko yang lebih besar pada wanita lebih tua, terutama mereka yang
berusia lebih dari 35 tahun. Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat
perubahan hormonal yang dapat menyebablan “non-disjunction” pada kromosom.
Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi
reseptor hormone, dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing hormone) dan FSH
(Follicular Stimulating Hormon) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya “non-disjunction”.2,6
6. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari
umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down
mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi
korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.

Epidemiologi

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada
manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0 - 1,2 per 1000 kelahiran hidup,
dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan berkaitan
dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur. Diperkirakan 20% anak dengan sindrom
Down dilahirkan oleh ibu yang berumur diatas 35 tahun. Sindrom Down dapat terjadi pada semua
ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam,
tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial
ekonomi adalah sama.5

11
Patofisiologi

Dari sudut sitologi dapat dibedakan dua tipe sindroma Down:2

1. Sindroma Down Triplo 21 atau Trisomi 21, dimana pasien mempunyai kelebihan sebuah
autosom nomor 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penulisan kromosomnya
sebagai berikut:
a. Penderita laki-laki = 47, XY, + 21
b. Penderita perempuan = 47, XX, +21
Cara penulisan + 21 berarti ada kelebihan autosom nomor 21.
Pada Sindroma Down trisomi-21, nondisjunction dalam miosis 1 menghasilkan ovum yang
mengandung 2 buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal
yang membawa autosom nomor 21, maka terbentuklah zigot trisomi-21.2

Gambar 2. Skema sindrom Down trisomi 21

2. Sindrom Down Translokasi.


Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan
karena suatu potongan kromosom bersambung dengan potongan kromosom lainnya yang
bukan homolognya.2,5
Pada sindrom down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat
pada autosom lain, kadang – kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering
dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita sindroma Down
translokasi memiliki 46 kromosom.2,5
12
Gambar 3. Individu yang menderita sindrom Down translokasi

Kromosom yang mengalami tranlokasi dinyatakan dengan tulisan : t(14q21q) yang dapat
diartikan:5
t : translokasi
 14q : lengan panjang dari autosom 14
 21q : lengan panjang dari autosom 21
Pada sindrom down translokasi ini dikenal istilah :
a. Translokasi resiprokal : terjadi bila 2 kromosom bertukar sebagai materi genetik
b. Translokasi robertsonian : jenis translokasi resiprokal tapi batas patahnya kromosom
pada atau dekat centromere (bagian sentral) 2 buah kromosom jenis akrosentris
[jenis kromosom yang lengan pendeknya (p) sangat pendek dan tidak mengandung
gen].

13
Gambar 4. Translokasi Robersonian dan resiprokal

Sindrom Down translokasi ini termasuk dalam kelainan struktur kromosom,


dimana pada keadaan ini dapat terjadi keadaan yang balans dan tidak balans. Pada
pengaturan yang balans bagian seluruh kromosom lengkap, tidak ada penambahan atau
pengurangan materi genetik. Umumnya kelainan struktur kromosom yang balans tidak
menyebabkan masalah klinik, tetapi seseorang dengan kelainan struktur kromosom balans
berpotensi mempunyai keturunan dengan kelainan struktur kromosom yang tidak balans.2
Orang tua yang mempunyai kelainan struktur translokasi Robesrtsonian yang balans maka
resikonya berbeda-beda. Misalnya :5
a. Orang tua yang mempunyai kelainan translokasi balans antara kromosom 21 dan 21,
artinya kedua kromosom 21 saling melekat sehingga jumlah total kromosom 45,
tetapi jumlah kromosom 21 normal yaitu ada 2 tapi saling melekat. Keturunan dari
orang tua yang mempunyai kelainan ini tidak ada yang normal. Kemungkinannya
hanya trisomi 21 atau monosomi 21.
b. Sementara itu, orang tua yang mempunyai kelainan translokasi robertsonian balans
antara kromosom 14 dan 21. Maka keturunannya bisa:
 Monosomi 21 (25%)
 Trisomi 21 (25%)
 Translokasi balans (25%)
 Normal (25%)

14
Gambar 5. Kemungkinan pola penurunan kromosom dari orang tua
dengan translokasi robertsonian

Gejala Klinis

Pola gambaran fisik bersifat khas dan


memungkinkan pengenalan bahkan dalam
periode neonatal. Sebagian besar temuan wajah
dan anggota gerak yang terlihat pada orang
dengan sindrom Down tidak abnormal secara
sendiri-sendiri, tetapi konstelasi total gambaran
itu khas. Tabel memuat daftar frekuensi temuan
fenotipik lazim yang terdapat pada bayi baru
lahir. Brakisefali, telinga kecil, fisura palpebra
miring ke atas, pangkal hidung rendah, bagian
tengah wajah datar, pipi penuh, dan wajah
meringis saat menangis adalah ciri kraniofasial
Gambar 6. Gambaran Klinis Sindrom
yang paling konsisten dan bersama-sama
Down
menghasilkan penampilan yang khas. Walaupun lipatan epikantus dan linea simian sering dicari

15
dalam menentukan sindrom ini, masing-masing hanya mempunyai frekuensi sekitar 50%.
Brakidaktili merupakan temuan tangan yang lebih konsisten disbanding perubahan pada garis
palmar. Garis fleksi tunggal pada jari kelima, walaupun tidak tampak pada semua bayi, tidak lazim
terdapat pada populasi umum dan merupakan ciri penting. Telinga kecil (kurang dari 3,2
centimeter pada bayi baru lahir) dan hipotonia terlihat pada 90% bayi baru lahir.4,6

Defek penyakit jantung congenital terjadi pada 30-50% anak dengan sindrom Down:
sekitar sepertiga lesi berupa defek bantalan endokardium; sekitar sepertiga adalah defek septum
ventrikel; terjadi defek septum atrium tipe sekundum dan juga terdapat tetralogi Fallot. Malformasi
gastrointestinal terjadi 5-7%, biasanya atresia duodenalis. Penderita sindrom Down mempunyai
peningkatan mortalitas pada usia 10 tahun pertama kehidupannya, bahkan bila mereka yang
dengan penyakit jantung tidak dimasukkan dalam analisis ini. Namun, sebanyak 90% anak tanpa
defek jantung congenital hidup sampai masa remaja. Mortalitas yang lebih besar pada masa kanak-
kanak lebih banyak akibat infeksi, terutama pneumonia. Alasan atas kerentanan ini tidak semuanya
diketahui, tetapi terdapat bukti abnormalitas fungsi limfosit T. abnormalitas anatomi system
respirasi, seperti refluks gastroesofageal, hipertensi pulmonal primer dan apnea obstruktif saat
tidur, terjadi dalam frekuensi meningkat pada sindrom Down dan mungkin sebagian bertanggung
jawab terhadap meningkatnya insiden infeksi.4,6

Tabel 1. Gejala Klinis Sindroma Down1

Ciri Frekuensi (%)


Kraniofasial
Mikrosefali 50
Oksiput datar 60-80
Pusaran rambut posterior di sentral 50
Telinga kecil (3,2 cm) 95
Kelebihan kulit tengkuk leher 80
Fisura palpebra miring ke atas 70-90
Lipatan epikantus 50-70
Bercak brushfield 30-80
Jembatan hidung datar 60-80
16
Menyeringai saat menangis Sering
Palatum pendek dan sempit 60-90
Lidah menjulur 40-60
Garis vertical bibir bawah 50
Pipi penuh Sering
Anggota gerak
Tangan lebar dan pendek 70
Kinodaktili, jari ke-5 60
Linea Simian 40-60
Dermatoglifik khas 99
Jarak antara jari kaki 1 dan 2 lebar 50-90
Garis telapak kaki banyak 65
Neurologik
Hipotonia 40-80

Riwayat alami sindrom Down pada masa kanak-kanak terutama ditandai oleh
keterlambatan perkembangan, retardasi pertumbuhan , dan imunodefisiensi. Keterlambatan
perkembangan biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan sebagai kegagalan mencapai tahapan-
tahapan penting perkembangan sesuai-usia dan memengaruhi semua aspek fungsi motorik dan
kognitif. IQ rerata antara 30 dan 70 dan menurun seiring dengan pertambahan usia. Namun, derajat
retardasi mental pada orang dewasa dengan sindrom Down cukup bervariasi, dan banyak pengidap
dapat hidup semi-independen. Secara umum, keterampilan kognitif lebih terbatas daripada
kemampuan afektif, dan hanya sebagian kecil pengidap yang mengalami retardasi berat.6

Penatalaksanaan

Secara medis tidak ada pengobatan pada penderita ini karena cacatnya pada sel benih yang
dibawa dari dalam kandungan. Pada saat bayi baru lahir, bila diketahui adanya kelemahan otot,
bisa dilakukan latihan otot yang akan membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Penderita ini bisa dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk
bisa melakukan semua keperluan pribadinya sehari-hari seperti berpakaian dan buang air,
17
walaupun kemajuannya lebih lambat dari anak biasa. Bahkan, beberapa peneliti mengatakan,
dengan latihan bisa menaikkan IQ sampai 90. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa anak-anak
penderita Sindrom Down yang diberi latihan dini akan meningkat intelegensianya 20% lebih tinggi
dibandingkan dengan pada saat mereka mulai mengikuti sekolah formal. Latihan ini harus
dilestarikan, walaupun anak sudah dewasa..5

 Penanganan secara medis

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan
medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan
dimana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal:5

1. Pendengarannya
70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh
karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan
tes pendengaran secara berkala oleh ahli THT.
2. Penyakit Jantung Bawaan
30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaab. Mereka
memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
3. Penglihatannya
Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.
Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
4. Nutrisi
Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan congenital yang berat lainnya, akan
terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus
justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan
kerja sama dengan ahli gizi.
5. Kelainan tulang
Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi
patella, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan yang
terakhir ini sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, aau apabula anak
18
memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.
6. Lain-lain
Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah
imunologi, gangguan fungsi metabolism atau kekacauan biokimiawi.11

Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, maka
memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetic yang mendasari
sindrom Down.1

 Pendidikan

Ternyata anak dengan sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui
program intervensi dini, taman kanak-kanak dan melalui pendidikan khusus yang positif
akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.6

a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkungan yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan
motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar anak
mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi, yang akan
memberi anak kesempatan.6
b. Taman Bermain
Misalnya dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui
bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan
temannya.6
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan
kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan
sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.6

19
Komplikasi

Defek congenital jantung atau organ lain sering terjadi berkaitan dengan sindrom Down.4
Risiko leukemia di masa kanak-kanak dapat meningkat pada anak pengidap sindrom Down. Hal
ini berkaitan dengan pengamatan bahwa sebagian bentuk leukemia dapat berhubungan dengan
defek pada kromosom 21. Pengidap sindrom Down juga biasanya menderita Alzheimer selama
empat atau lema decade kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan hasil pengamatan bahwa penyakit
Alzheimer dapat muncul sebagian karena defek pada kromosom 21.1,5

Sebagian 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan 10
dan 16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami
keguguran sebelum masa kehamilan 6 sampai 8 minggu.1

Pencegahan

Penyebab pasti terjadinya sindrom Down sendiri belum diketahui, untuk mengurangi
angka kejadian sindrom ini maka diusahakan untuk menghindari faktor-faktor yang mungkin
memiliki pengaruh besar, teutama pada wanita hamil di usia 35 tahun atau lebih, untuk lebih
memperhatikan keadaan janin seperti rutin melakukan pemeriksaan kehamilan. Konseling genetic
pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat membantu mengurangi angka kejadian sindrom
Down. Saat ini dengan kemajuan biologi molecular, misalnya dengan “gene targeting” atau yang
dikenal juga sebagai “homologous recombination” sebuah gene dapat di non-aktifkan. Tidak
terkecuali suatu saat nanti, gen-gen yang terdapat di ujung lengan panjang kromosom 21 yang
bertanggung jawab terhadap munculnya fenotip sindrom Down dapat dinonaktifkan.1,7

Konseling genetic adalah proses pendidikan keluarga mengenai keadaan yang diwariskan
atau keadaan yang dapat memengaruhi masa depan anak. Konseling dimulai begitu seseorang
mulai dievaluasi, dan berlanjut terus selama dokter berkontak dengan keluarga. Tanggung jawab
komunikasi juga dapat meluas sampai masa akan datang yang tidak terhingga jika penanganan
baru ditemukan atau jika metode baru untuk skrining atau diagnosis prenatal tersedia. Cacat lahir
baik genetic atau bukan, dan keadaan-keadaan genetic mempunyai potensi dampak emosional
yang berarti pada keluarga, sering karena kemungkinan perasaan bersalah dari orangtua. Karena
gangguan ini sering kali terjadi tanpa riwayat keluarga, keluarga mungkin tidak memahami sifat
20
keadaan tersebut sehingga berkembang mekanisme penanganan maladaptive, yang akan
berpengaruh buruk pada hasil jangka panjang anak. Konseling genetic dapat membantu keluarga
memahami keadaan tersebut, mengatasi rasa takut mitos dan tersembunyi, serta lanjut proses
mengatasi secara konstruktif masalah tersebut. Konseling genetic harus meliputi pembahasan
dengan istilah yang dapat dimengerti mengenai sifat keadaan dan cara pewarisannya; jika keadaan
tersebut tidak diwariskan, hal ini harus dinyatakan secara tegas. Perkiraan risiko rekurensi,
kemungkinan diagnosis prenatal, prognosis, dan alternative penanganan juga harus dibahas pada
konseling.1,7

Adapun indikasi umum untuk dilakukannya konseling genetik adalah jika anak
sebelumnya dilahirkan dengan kelainan kongenital multipel, kemunduran mental, atau kerusakan
organ (seperti kerusakan tuba neuralis, bibir sbing, dan celah langit-langit), riwayat keluarga
dengan kondisi herediter, seperti misalnya cystc fibrosis, sindrom kromosom fragil, atau diabetes.
Wanita umur lanjut yang membutuhkan diagnosis prenatal atau indikasi lain, perkawinan antar
kerabat, orang yang dihadapkan pada risiko pajanan terhadap teratogen, seperti bahan kimia di
tempat kerja, obat-obatan, alkohyol,. Seorang wanita yang mengalami kegagalan kehamilan
berulang, seorang wanita yang telah didiagnosis menyandung abnormalitas atau kondisi genetik
yang berisiko. Pasangan yang sebelum menjalani uji genetik dan sesudah menerima hasilnya,
khususnya mengenai kemungkinan tertundanya manifestasi gangguan, seperti kanker dan penyakit
nerologik.7

Prognosis

44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun.
Berbagai factor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini. Yang terpenting
adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini, yang mengakibatkan
80% kematian. Kematian akibat dari penyakit jantung bawaan pada satu tahun pertama
kehidupan.5

Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup penderita ini adalah
meningkatnya angka kejadian leukemia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari populasi yang
normal. Timbulnya penyakit Alzeimer yang lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan harapan

21
hidup setelah umur 44 tahun. Juga anak dengan sindrom Down ini rentan terhadap penyakit
infeksi, yang sebabnya belum diketahui.5

Kesimpulan

Sindrom Down merupakan suatu kelainan jumlah kromosom. Risiko melahirkan anak
dengan sindrom Down meningkat sesuai dengan bertambahnya umur ibu. Anak yang terkena
sindrom Down mempunyai ciri-ciri wajah yang khas, tubuh pendek, cacat jantung, kerentanan
terhadap infeksi pernapasan, dan retardasi mental. Konseling genetic pada kehamilan yang
dicurigai, akan sangat membantu mengurangi angka kejadian sindrom Down. Konseling genetic
dapat membantu keluarga memahami keadaan tersebut, mengatasi rasa takut mitos dan
tersembunyi, serta lanjut proses mengatasi secara konstruktif masalah tersebut.

Daftar Pustaka

1. Suryo. Genetika Manusia. Edisi ke- 9. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press;
2008.
2. Kowalak, dkk. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2014.
3. Setiawati S, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi VI. Jilid I. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
4. Bensom RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2009:
224-5.
5. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatric. Volume 1. Edisi ke-20.
Jakarta: EGC; 2006: 319-42.
6. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UI; 2007
7. Kresnowidjojo S. Pengantar genetika medik. Jakarta: EGC; 2014.

22

Anda mungkin juga menyukai