Anda di halaman 1dari 14

PERSISTENT PULMONARY HYPERTENSION OF THE

NEWBORN

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR ............................................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 0
PERSISTENT PULMONARY HYPERTENSION OF THE NEWBORN ............................................ 1
Pendahuluan ........................................................................................................................................ 1
Faal Transisi Perinatal......................................................................................................................... 1
Etiologi................................................................................................................................................ 4
Patologi ............................................................................................................................................... 5
Tanda dan Gejala ................................................................................................................................ 5
Diagnosis dan Evaluasi ....................................................................................................................... 6
Faktor Resiko ...................................................................................................................................... 6
Penatalaksanaan .................................................................................................................................. 7
Outcome ............................................................................................................................................ 10
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 11
PERSISTENT PULMONARY HYPERTENSION OF THE
NEWBORN

Pendahuluan
Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn (PPHN) merupakan penyebab kegagalan
pernapasan hipoksemia yang sering pada neonatus aterm dan preterm akhir dengan angka
kejadian 1 : 500 kelahiran hidup.1 Hipoksemia berat biasanya timbul segera setelah lahir
namun kadang-kadang bisa menjadi konsekuensi dari penyakit-penyakit lain, seperti sindrom
gangguan pernapasan berat, atau merupakan efek sekunder dari penatalaksanaan ganggun
perinatal lainnya. Dengan tersedianya inhaled nitric oxide (INO) penatalaksanaan PPHN saat
ini menjadi lebih mudah dibandingkan beberapa dekade lalu, tetapi persentase kematian tetap
tidak berubah yaitu sekitar 10-50% dan 7-20% dari pasien yang sembuh dari PPHN
menderita sequalae jangka panjang yang diantaranya ketergantungan kronis pada oksigen,
stroke, atau gangguan pendengaran.

Faal Transisi Perinatal


Banyak perubahan struktural dan fungsional yang terjadi selama perkembangan paru janin
untuk mempersiapkan paru-paru menjalani transisi menghirup udara. Pengembangan
pembuluh darah paru dikendalikan secara genetik dan pembuluh paru mengalami
peningkatan vasoreaktivitasberiringan dengan bertambahnyausia gestasi. Sebelum lahir paru-
paru diisi dengan cairan dan resistensi arteri pulmonalis sangat tinggi karena tekanan oksigen
yang rendah dalam alveoli, dengan sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melewati
foramen ovale ke atrium kiri. Darah masuk ke ventrikel kanan, selain itu darah juga
mengalami shunting melalui duktus arteriosus ke aorta sehingga hanya menyisakan sejumlah
kecil darah yang mengalir ke paru-paru. Nafas pertama setelah kelahiran memungkinkan
udara untuk masuk ke alveoli dengan penurunan drastis pada resistensi arteri pulmonalis yang
merupakan efek sekunder dari meningkatnya tekanan oksigen. Peningkatan mendadak
tekanan oksigen dari 20 torr menjadi 150 torr meningkatkan fosforilasi oksidatif pada
mitokondria dan meningkatkan produksi ATP. Lonjakan kadar ATP dalam darah selama fase
transisi postnatal dapat merangsang fungsi eNOS dengan cara memproduksi NO dan
vasorelaksasi paru.2

1
Gambar 1. Pola aliran darah pada PPHN. Dua potensial shunting kanan-ke-kiri, baik melalui foramen ovale atau
ductus arteriosus, dapat ditemukan pada PPHN. Akan ada sianosis diferensial jika shunting kanan-kirinya
melalui duktus arteriosus. Darah vena dari vena cava superior mengalir melalui ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis sehingga vasorelaksan intravena harus diberikan melalui kateter intravena yang ditempatkan di
bagian atas tubuh. Sebagian besar darah vena dari vena cava inferior mengalir langsung melalui foramen ovale
sehingga obat inotropik harus diberikan melalui kateter yang ditempatkan di bagian bawah tubuh.

2
Beberapa zat vasoaktif diketahui dapat mengatur tonus vasomotor dari arteri
pulmonalis. Endotelin-1 (ET-1), oksida nitrat (NO) dan prostasiklin (PGI2) merupakan yang
paling banyak dipelajari pada PPHN. Tromboksan A2 merupakan produk lain dari
siklooksigenase dan tromboksan sintase yang berperan khususnya pada infeksi yang terkait
dengan PPHN. Voltage gated kalium (Kv) channel yang mengatur kontraksi otot polos
pembuluh darah juga memainkan peran penting dalam PPHN.3 ET-1 adalah vasokonstriktor
arteri pulmonalis dan meningkatkan pembentukan O2 yang mengurangi bioavailabilitas NO
dan mendorong pertumbuhan lapisan otot arteri pulmonalis. Ketika resistensi arteri
pulmonalis gagal mengalami penurunan selama fase transisi perinatal, darah yang
terdeoksigenasi akan mengalami shunting dari kanan ke kiri melalui foramen ovale baik
(tidak ada sianosis diferensial) atau ductus arteriosus (dengan sianosis diferensial) dengan
PPHN. Kebanyakan aliran balik vena dari vena cava inferior melewati foramen ovale
sedangkan sebagian besar darah yang kembali dari vena cava superior cenderung untuk
mengalir ke dalam trunkus pulmonalis.

Gambar 2. Kontrol fungsi eNOS. Shear stress dalam pembuluh darah mengaktifkan eNOS. Ketika diaktifkan,
eNOS bebas dari asosiasi dengan caveolin-1 dan membentuk dimer lalu terfosforilasi. eNOS kemudian

3
mengikat heat-shock-protein-90 (Hsp90), kalmodulin, dan dengan bantuan BH4, kalsium, FAD, FMN juga
diaktifkan. Setelah diaktifkan, eNOS mengubah L-arginin menjadi citrullin dan NO.

Etiologi
Etiologi PPHN dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama. Yang paling umum
adalah PPHN sekunder akibat penyakit parenkim termasuk di antaranya sindrom aspirasi
mekonium (SAM), sindrom gangguan pernapasan berat dan pneumonia. Hal ini terutama
disebabkan oleh buruknya aliran oksigen ke dalam rongga alveolar, khususnya pada SAM
dengan obstruksi saluran napas. Kepadatan pembuluh darah yang tidak adekuatdisertai
dengan penurunan total penampang pembuluh darah paru dan meningkatnya resistensi
pembuluh darah paru adalah penyebab PPHN pada hernia diafragma kongenital. Etiologi
aling jarang adalah pada kondisi parenkim paru normal tetapi terjadi remodeling pembuluh
darah paru seperti yang terjadi pada PPHN idiopatik, penyakit jantung bawaan, dan hipoksia
intrauterin kronis. Beberapa penyakit jantung bawaan dihubungkan dengan obstruksi aliran
balik vena pulmonalis yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi arteri pulmonalis
sekunder. Ensefalopati hipoksik-sikemik akibat hipoksia intrauterin kronis dapat
menyebabkan remodeling pembuluh darah paru. PPHN idiopatik merupakan penyebab paling
jarang dari PPHN dan biasanya hasil Röntgen thorax nya normal. Ada beberapa gangguan
metabolik maupun genetik yang dapat menyertai PPHN. Studi epidemiologi menunjukkan ras
maternal kulit hitam dan Asia berhubungan dengan peningkatan risiko yang signifikan untuk
mengalami PPHN. Jenis kelaminpria juga menunjukka insiden yang lebih tinggi terjadinya
PPHN.4

4
Klasifikasi PPHN
 Pembuluh darah paru yang mengalami vasokonstriksi secara abnormal karena
gangguan parenkim
 Sindroma aspirasi mekonium
 Respiratory distress syndrome
 Pneumonia
 Pembuluh darah paru yang hipoplasia
 Hernia diafragma kongenital
 Hipoplasia paru
 Parenkim paru normal dengan pembuluh darah paru yang mengalami remodeling
 PPHN idiopatik
 PJB
 Ensefalopati hipoksik-iskemik kronis
 Lain-lain

Patologi
Penurun densitas pembuluh darah dan penebalan lapisan otot polos arteri pulmonalis
merupakan dua temuan patologis yang paling umum pada PPHN. Analisa morfometri pada
paru-paru dengan PPHN menunjukkan timbulnya jaringan otot sampai ke arteri pulmonalis
kecil, seluruh saluran alveolar dan dinding arteri yang pada kondisi normal tidak ada jaringan
ototnya. Ketebalan tunika media arteri intra-asinar menjadi dua kali lipat; namun ukuran dan
jumlah arteri semuanya normal.5 Penurunan jumlah alveoli tampakpada hipoplasia paru dan
hernia diafragma kongenital.

Tanda dan Gejala


Di negara-negara berkembang neonatus postterm dan bayi dengan IUGR merupakan
kelompok utama penderita PPHN sehingga kulit kering dan terkelupas sering ditemukan.
Sianosis pada seluruh tubuh merupakan presentasi yang khas PPHN tetapi terkadang bisa
ditemukan sianosis diferensial dimana kulit yang mendapat perdarahan dari pre-duktal kurang
sianotik dibandingkan kulit yang mendapat perdarahan post-duktal kecuali terjadi
transposition of the great artery (TGA). Sianosis bisa timbul saat lahir atau timbul dalam 12-
24 jam. Hyperoxia challenge rutin biasanya tidak dapat membantu menegakkan diagnosis

5
karena PPHN yang berat dapat bermanifestasi seperti penyakit jantung bawaan sianotik dan
tidak responsif terhadap pemberian oksigen.

Beberapa jam setelah lahir dapat timbul tachypnoe, retraksi costae, murmur sistolik,
dan asidosis. APGAR score pada menit 1 dan 5 biasanya ≤ 5.

Diagnosis dan Evaluasi


Echocardiography adalah metode pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
menegakkan diagnosis PPHN. Kontraktilitas miokardium yang buruk, gerakan septuminter-
ventrikel yang buruk, deviasi septum inter-atrial ke kiri, aliran turbulensi pada regurgitasi
katup trikuspidalis, atau shunt melalui duktus arteriosus dapat digunakan untuk mengevaluasi
penyebab dan tingkat keparahan PPHN.

Faktor Resiko
Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

IUGR dilaporkan berhubungandengan peningkatan risiko PPHN.6Diyakini bahwa insufisiensi


uteroplasenta dapat menyebabkan PPHN melalui dua mekanisme: oligohidramnion dan
hipoksia janin kronis. Hipoksia meningkatkan sintesis endotel vasokonstriktor dan mitogen
otot polos seperti endotelin-1, platelet-derived growth factor-β dan vascular endothelial
growth factor; hipoksia juga menghambat endothelial nitric oxide synthase (eNOS).

Ibu Hamil Pengguna Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

SSRI dilaporkan berhubungan dengan peningkatan resiko PPHN, terutama selama trimester
akhir.7

Paparan Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) in Utero

Paparan NSAID in utero dianggap sebagai faktor risiko untuk PPHN berdasarkan fakta
bahwa sebagian besar NSAID menghambat sintesis prostaglandin dan paparan tersebut
diyakini menutup duktus arteriosus sebelum lahir.8

Faktor risiko genetik

6
Studi epidemiologi menunjukkan ras ibu kulit hitam dan bayi baru lahir laki-laki memiliki
kemungkinan lebih tinggi untuk menderita PPHN.

Penatalaksanaan
Terapi untuk PPHN terdiri atas ventilasi mekanik, muscle relaxant, sedasi, alkalosis dan
vasorelaxants.9 INO saat ini dianggap sebagai terapi standar emas, namun sebanyak 30%
kasus tidak respon terhadap pemberian INO.1

Penatalaksanaan PPHN
 Umum
 Mengurangi stimulasi: mengontrol bising, pencahayaan yang redup,
mengontrol suhu
 Sedasi dan/atau muscle relaxant
 Antibiotik empiris
 Hindari hipoglikemia
 Hindari hipokalsemia
 Support nutrisi
 Alkalosis: manfaatnya masih diragukan
 Obat inotropik
 Ventilasi mekanis
 Konvensional
 Frekuensi tinggi
 Vasorelaksan
 INO
 Prostaglandin: PGE1 atau PGI2
 Lain-lain: sildenafil, MgSO4, milrinone.

7
Penatalaksanaan Umum

Lingkungan yang tenang dengan stimulasi minimal dianjurkan untuk penatalaksanaan PPHN.
Diketahui bahwa cahaya terang atau suara keras dapat mempengaruhi oksigenasi. Suhu tubuh
harus dijaga pada kisaran thermoneutral (37,0 ± 0,5°C). Hidrasi yang tepat dan hematokrit
(40-50%) harus dipertahankan. Polisitemia (hematokrit>55%) dapat meningkatkan
kekentalan darah dan meningkatkan resistensi pembuluh darah paru. Hipoglikemia dan
hipokalsemia harus dihindari. Hipoglikemia dapat menyebabkan berkurangnya pembentukan
ATP dan ATP adalah agonis untuk eNOS. Kalsium merupakan salah satu kofaktor penting
untuk aktivitas eNOS dan hipokalsemia dapat mengganggu fungsi eNOS dan harus
diperbaiki. Oksigenasi preductal harus digunakan untuk menjadi parameter penggunaan
ventilator mekanik dan SpO2 di atas 95% harus dicapai. Antibiotik empiris, ampisilin dan
gentamisin, dianjurkan untuk diberikan sebelum terjadi infeksi.

Ventilasi Mekanik

PPHN ringan dapat dikelola dengan pemberian oksigen dengan nasal kanulsedangkan PPHN
sedang dan berat membutuhkan ventilator dengan tekanan positif. Konsentrasi oksigen tinggi
dan PaCO2 rendah biasanya digunakan untuk PPHN berdasarkanteori bahwa keduanya dapat
merelaksasikan arteriae pulmonales. Namun, dianjurkan bahwa tingkat PaCO2 tidak boleh
lebih rendah dari 35 torr karena CO2 juga mengontrol perfusi serebral. Hiperventilasi agresif
dengan hipokapnia merupakan faktor risiko untuk gangguan pendengaran pada penderita
PPHN yang sudah sembuh.10

Muscle Relaxant

Agitasi biasanya memperburuk PPHN dengan peningkatan oksigenasi sementara pada fase
awal diikuti dengan penurunan oksigenasi. Untuk menghilangkan fenomena ini beberapa
pusat menganjurkan untuk melumpuhkan pasien PPHN.

8
Sedasi

Sedasi kontinyu, baik dengan benzodiazepine atau narkotika, umum digunakan. Sedasi dapat
mengurangi frekuensi desaturasi.

Alkalosis

Induksi alkalosis baik dengan infus natrium bikarbonat atau hiperventilasi sering digunakan
sebagai bagian dari pengelolaan PPHN. Namun, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan
bahwa praktek ini efektif.

Agen Inotropik dan Vassopressor

Peningkatan shunt kanan-ke-kiri diyakini merupakan alasan utama terjadinyahipoksemia


berat pada PPHN, maka dari itu mengurangi shunt dari kanan-ke-kiri mungkin bermanfaat
dalam pengelolaan PPHN. Agonis β-adrenergik dapat menurunkan resistensi pembuluh darah
paru lebih rendah dari resistensi pembuluh darah sistemik dan mungkin memiliki efek yang
lebih menguntungkan di PPHN terutama pada kasus dengan fungsi miokard yang buruk.11
Dopamin meningkatkan baik resistensi pembuluh darah sistemik maupun paru dan
mengurangi shunting duktus dari kiri ke kanan pada bayi prematur yang menunjukkan bahwa
dopamine tidak menjadi pilihan yang baik untuk bayi prematur dengan patent ductus
arteriosus dan PPHN.12

Vasorelaxants

Vasorelaksan paling efektif untuk PPHN adalah yang bekerja secara spesifik pada pembuluh
darah paru. Tetapi sejauh ini tidak ada vasorelaksan khusus untuk arteri pulmonalis. Beberapa
vasorelaksan telah digunakan selama 4 dekade terakhir termasuk epinefrin (agonis reseptor β-
adrenergik), tolazolin (antagonis reseptor kompetitif α-adrenergik non-selektif), magnesium
sulfat, dll. Prostanoids (PGE1 atau PGI2) digunakan baru-baru ini ketika penyebab
hipoksemia berat masih belum jelas, yaitu sebelum PJB sianotik belum dapat disingkirkan.
Prostanoids membantu mengendurkan sel otot polos pembuluh darah dan menjaga patensi
dari ductus arteriosus dengan cara membentuk cAMP. Tetapi karena ketidak kekhususannya
dan juga efek samping timbulnya apnoe, maka diperlukan jalur pernapasan yang aman.
Prostasiklin (PGI2) dan analognyabaru-baru ini telah digunakan lebih sering daripada PGE2.
Epoprostanol adalah analog intravena dari PGI2 dan iloprost merupakan analog dalam bentuk
inhalant. Iloprost sampai saat ini dianggap sebagai pilihan yang lebih selektif.

9
NO dianggap sebagai vasodilator arteri pulmonalis yang paling spesifik karena
metodepemberiannya. Dengan meningkatkan cGMP intrasel dalam sel-sel otot polos arteri
paru NO dapat menurunkan resistensi pembuluh darah paru. INO dengan dosis ≥ 5 ppm
secara signifikan mengurangi angka kematian. Namun penelitian jangka panjang (12-24
bulan) menunjukkan bahwa INO tidak mengubah insiden penyakit paru-paru kronis ataupun
gangguan perkembangan saraf pada pasien yang sembuh dari PPHN.13,14Penggunaan INO
dalam perjalanan awal penyakit tidak mengurangi angka kematian. INO di atas 20 ppm tidak
memberikan hasil yang lebih baik dan harus dihindari. NO dapat mengoksidasi hemoglobin
menjadi methemoglobin, maka dari itu kadar methemoglobin harus dipantau secara teratur.
INO tidak selalu efektif dan sekitar 30% dari PPHN yang berat tidak responsif terhadapt
pemberian INO.

Outcome
Pasien yang sembuh dari PPHN memiliki morbiditas tinggi dalam bentuk gangguan
perkembangan saraf dan pendengaran serta kemungkinan untuk dirawat kembali di rumah
sakit. Kadar PaCO2 yang rendah akibat hiperventilasi, dianggap sebagai salah satu faktor
yang berpengaruh pada gangguan pendengaran terutama bila dikombinasikan dengan
penggunaan aminoglikosida jangka panjang.

10
KESIMPULAN

Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn (PPHN) merupakan penyakit paru berat
dengan angka kejadian 1 : 500 kelahiran hidup. Sekitar 10-50% paien meninggal dan 7-20%
pasien mengalami gangguan jangka panjang. Etiologi PPHN dibagi dalam 3 group: [A]
pembuluh darah paru yang secara abnormal mengalami vasokonstriksi karena penyakit pada
parenkim paru; [B] pembuluh darah paru yang hipoplasia; [C] parenkim paru yang normal
dengan pembuluh darah paru yang mengalami remodeling. Faktor resikonya adalah IUGR,
ibu pengguna SSRI, penggunaan NSAID, dan genetik. Penatalaksanaannya adalah sedasi,
oksigenisasi, ventilasi mekanik, vasorelaksan, dan inotropik.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Travadi JN, Patole SK. Phosphodiesterase inhibitors fo persistent pulmonary


hypertension of the newborn: A review. Pediatr Pulmonol. 2003; 36:529-35.
2. Konduri GG, Mital S. Adenosine and ATP cause nitric oxide-dependent pulmonary
vasodilation in fetal lambs. Biol Neonate. 2000; 78:220-9.
3. Konduri GG, Solimano A, Sokol GM, Singer J, Ehrenkranz RA, Singhal N, et al. A
randomized trial of early versus standard inhaled nitric oxide therapy in term and near-
term newborn infants with hypoxic respiratory failure. Pediatrics. 2004; 113:559-64.
4. Hernández-Diaz S, Van Marter LJ, Werler MM, Louik C, Mitchell AA. Risk factors for
persistentpulmonary hypertension of the newborn. Pediatrics. 2007; 120:e272-e282.
5. Murphy JD, Rabinovitch M, Goldstein JD, Reid LM. The structural basis of persistent
pulmonary hypertension of the newborn infant. J Pediatr. 191; 98:962-7.
6. Dargaville PA, Copnell B, Mills JF, Haron I, Lee JK, Tingay DG, et al. Randomized
controlled trial of lung lavage with dilute surfactant fror mrconium aspiration syndrome.
J Pediatr. 2011;158:383-9.
7. Chambers CD, Hernandez-Diaz S, Van Marter LJ, Werler MM, Louik C, et al. Selective
serotonin-reuptake inhibitors and risk of persistent pulmonary hypertension of the
newborn. N Engl J Med. 2006; 354:579-87.
8. Alano MA, Ngougmna E, Ostrea EM Jr, Konduri GG. Analysis of nonsteroidal
antiinflammatory drugs in meconium and its relation to persistent pulmonary
hypertension of the newborn. Pediatrics 2001; 107:519-23.
9. Walsh-Sukys MC, Tyson JE, Wright LL, Bauer CR, Korones SB, Stevenson DK, et al.
Persistent pulmonary hypertension of the newborn in the era before nitric oxide: practice
variation and outcomes. Pediatrics. 2000; 105:14-20.
10. Hendricks-Muñoz KD, Walton JP. Hearing loss in infants with persistent fetal
circulation. Pediatrics. 1988; 81:650-6.
11. Cheung PY, Barrington KJ. The effects of dopamine and epinephrine on hemodynamics
and oxygen metabolism in hypoxic anesthetized piglets. Crit Care. 2001; 5:158-66.
12. Bouissou A, Rakza T, Klosowski S, Tourneux P, Vanderborght M, Storme L.
Hypotension in preterm infants with significant patent ductus arteriosus: effects of
dopamine. J Pediatr. 2008;153:790-4.

12
13. Clark RH, Huckaby JL, Kueser TJ, Walker WM, Southgate WM, Perez JA, et al. Low-
dose nitric oxide therapy for persistent pulmonary hypertension: 1 year follow-up. J
Perinatol. 2003; 23:300-3.
14. Inhaled nitric oxide in term and near-term infants: neurodevelopmental follow up of the
neonatal inhaled nitric oxide study group (NINOS). J Pediatr. 2000; 136:611-7.

13

Anda mungkin juga menyukai