Anda di halaman 1dari 29

BAB I

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. L
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Lubang Buaya, Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tidak Sekolah
Tgl. Pemeriksaan : 11 Januari 2018

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 11 Januari 2018
Keluhan Utama : Penglihatan buram
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RS TK.II Moh. Ridwan Meuraksa
dengan keluhan penglihatan buram pada mata kiri dan kanan. Keluhan
penglihatan buram pada mata kiri dan kanan dirasakan berangsur-angsur
semakin lama semakin buram sejak 6 bulan yang lalu, yang semakin memberat
sejak 1 bulan SMRS. Penglihatan buram dirasakan seperti melihat bayangan
asap dan kabut.
Penglihatan buram disertai rasa silau. Penglihatan semakin buram
apabila pada malam hari atau di ruangan yang redup. Pasien mengatakan sulit
menentukan warna namun mudah menentukan warna merah dan putih. Pasien
mengatakan keluhan mata buram tidak disertai mata merah, gatal, nyeri
ataupun banyak mengeluarkan air mata. Keluhan mata buram juga tidak
disertai penglihatan seperti melihat pelangi saat melihat lampu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus terkontrol
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi terkontrol
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat TB Paru.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa.

1
Riwayat Obat-obatan :
Pasien tidak sedang menggunakan obat tetes mata dalam jangka waktu lama.
Pasien mengkonsumsi obat metformin 3 x 500 mg
Pasien mengkonsumsi obat amlodipin 1 x 10 mg
Riwayat Operasi :
Pasien tidak pernah operasi mata sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan :
Setiap hari Pasien jualan nasi uduk dan gorengan pada pagi hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital:
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu : 36.2 OC
Status Generalis : dalam batas normal.

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus VOD: 1/60 VOS: 1/~


TTK TTK

Muscle Balance Orthotropia

Gerakan Bola Mata Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Palpebra Superior Entropion -, ektropion -, Entropion -, ektropion -,


lagoftalmus -, ptosis -, lagoftalmus -, ptosis -,
blefarospasme - blefarospasme -

Palpebra Inferior Entropion -, ektropion -, Entropion -, ektropion -,


lagoftalmus -, ptosis -, lagoftalmus -, ptosis -,

2
blefarospasme - blefarospasme -

Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

App. Lakrimal Punctum terbuka, Punctum terbuka, sumbatan (-)


sumbatan (-)

Konjungtiva Tarsal Corpal -, folikel -, papil - Corpal -, folikel -, papil -


Superior

Konjungtiva Tarsal Corpal -, folikel -, papil - Corpal -, folikel -, papil -


Inferior

Konjungtiva Bulbi Tenang Tenang

Kornea Jernih Jernih

COA Jernih, sedang Jernih, sedang

Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor

Diameter ±2 mm ±2 mm

RC Direk/Indirek +/+ +/+

Iris Sinekia (-) Sinekia (-)

Lensa Shadow test (+) Keruh, Shadow Test (+)

Visus : VOD = 1/60 PH = 6/12


VOS = 1/~ PH = 6/12
Tonometri palpasi : TIO OD=OS dalam batas normal

Pemeriksaan lain : tidak dilakukan

Gambar 1. OD Katarak Senilis Imatur

3
Gambar 2. OS pseudofakia

IV. Resume
Pasien perempuan, usia 62 tahun datang ke poliklinik mata RS TK.II Moh.
Ridwan Meuraksa dengan keluhan penglihatan buram pada kedua mata seperti
melihat bayangan asap dan kabut yang menghalangi penglihatan yang dirasakan sejak
6 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan berangsur-angsur semakin lama semakin buram
dan memberat kurang lebih sejak 1 bulan SMRS, dirasakan terus-menerus sepanjang
hari. Keluhan disertai silau saat melihat cahaya dan lebih nyaman melihat di tempat
gelap.
Pada pemeriksaan oftalmologi
OD: lensa keruh sebagian dengan shadow test (+). OS: lensa keruh sebagian dengan
shadow test (+).
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 1/60 PH = 6/12
VOS = 1/~ PH = 6/12
Tonometer palpasi = TIO ODS dalam batas normal.

V. Diagnosis
Katarak Senilis Imatur ODS

Diagnosis Banding
Tidak Ada

4
VI. Usulan Pemeriksaan Penunjang
- Rencana Pemeriksaan Pra-operasi Katarak

1. Slit Lamp

2. Funduskopi

3. Tonometri

4. Biometri

5. GDS/G2PP

VII. Rencana Penatalaksanaan


Operasi katarak (ECCE + IOL = Extra Capsular Cataract Extraction +

Intraocular Lense : fakoemulsifikasi) Oculi Dextra Sinistra.

VIII. Prognosis
OD OS
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad Functionam ad bonam ad bonam
Quo ad Sanactionam ad bonam ad bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Lensa

Gambar 1.1. Anatomi Lensa


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter sekitar 9
mm. Lensa tergantung pada zonula dibelakang iris, zonula tersebut
menghubungkan lensa dengan badan siliar. Zonula ini menyisip pada ekuator
kapsul lensa, kapsul lensa merupakan suatu membran basalis yang mengelilingi
substansi lensa. Disebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, disebelah
posterior terdapat badan vitreus.1
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Nukleus lensa lebih keras dari pada
korteksnya. Korteks disusun oleh serat-serat muda yang kurang padat
disekeliling nukleus. Di sebelah depan terdapat lapisan selapis epitel sub
kapsular, seiring bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub epitel terus
diproduksi sehingga lensa perlahan akan menjadi lebih besar dan kurang
elastis.1,2

6
II. Histologi Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang
iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. 2,3

Gambar 1.2 Histologi Lensa3

Memiliki 3 komponen utama:2,3


1. Kapsul lensa
Lensa dibungkus suatu simpai tebal 10 – 20 µm dan homogen.
Mengandung proteoglikan dan kolagen tipe IV dan berasal dari membran
ektoderm permukaan embrionik.
2. Epitel lensa
Epitel lensa subkapsular terdiri atas sel selapis kuboid dan hanya
terdapat pada permukaan anterior. Pada ujung posterior epitel ini dekat ekuator
lensa, sel-sel membelah untuk membentuk sel baru yang berdiferensiasi sebagai
serat lensa.
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis
dengan inti gepeng. Lensa matur memiliki panjang 7-10 mm lebar 8-10 µm dan
tebal 2 µm. Serat tersebut tersusun rapat yang membentuk jaringan transparan
yang khusus untuk pembiasan cahaya dan lensa ditahan ditempatnya oleh
sekelompok serat yang tersusun radial yaitu zona siliaris elastis. Seiring

7
bertambahnya usia, serat-serat ini terus diproduksi sehingga lensa perlahan
menjadi lebih besar dan kurang elastis.

III. Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
mengkontraksikan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Kapsul yang elastis kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya bias.2,3
Kerjasama fisiologi antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal dengan akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan berkurang. Kristal lensa
merupakan struktur yang transparan, mempunyai peranan yang penting dalam
mekanisme fokus pada penglihatan.2,3
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air dna tiga puluh lima
persennya protein. Selain itu, terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa
ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
dibandingkan jaringan lain. Asam askorbat dan glutatinon terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada reseptor nyeri, pembuluh
darah, atau saraf pada lensa.2
Fisiologi lensa meliputi aspek yaitu transparansi lensa, aktivitas
metabolisme lensa dan akomodasi.
a. Transparansi lensa
Dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).3
b. Metabolisme Lensa Normal
Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium
di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Kadar natrium di
bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke
aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian
anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K
ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap.3

8
c. Akomodasi
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat
karena kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena tersebut
dikenal sebagai akomodasi. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas
cahaya ke retina. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi
lebih atau kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula
pada kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas muskulus
siliaris, yang bila berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan
demikian, lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptrik yang lebih
kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi muskulus
siliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa tersebut, membuat
lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan
bertambahnya usia, proses akomodasi akan menurun.2

IV. Katarak
4.1 Definisi Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggeris Cataract, dan Latin
cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti ditutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-
duanya.1

4.2 Etiologi dan Faktor Risiko Katarak


Katarak dapat disebabkan oleh beberapa etiologi sehingga klasifikasi

katarak salah satunya dibedakan berdasarkan etiologi. Berikut etiologi katarak

antara lain:

1. Usia Lanjut

2. Metabolik

3. Toksik

4. Trauma

9
5. Komplikasi

6. Infeksi maternal

7. Maternal drug ingestion

8. Syndrom dengan katarak

9. Herediter

10. Katarak sekunder

Beberapa faktor yang dapat merupakan penyebab terbentuknya katarak lebih

cepat, seperti:1

 Diabetes

 Radang mata

 Trauma mata

 Riwayat keluarga dengan katarak

 Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya

 Merokok

 Pembedahan mata lainnya

 Terpajan banyak sinar ultra violet (Matahari)

4.3 Manifestasi Klinis Katarak


Pasien dengan katarak mengeluh, gangguan penglihatan dapat berupa :1
 Merasa silau
 Berkabut, berasap
 Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup
 Melihat ganda
 Melihat warna terganggu
 Melihat halo sekitar sinar
 Penglihatan menurun

10
4.4 Klasifikasi Katarak
A. Katarak Senilis
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dari 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak
senilis antara lain:2
1. Herediter
Memiliki peran yang perlu dipertimbangkan, usia mulai timbulnya katarak
berbeda pada keluarga yang berbeda.
2. Radiasi sinar UV
Paparan sinar UV yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya katarak
pada usia yang lebih awal dan maturasi yang lebih cepat pada katarak senilis.
3. Faktor makanan
Defisiensi zat makanan berupa protein tertentu, asam amino, vitamin
(ribloflavin, vit. E dan E) dan protein esensial berperan dalam matangnya
katarak pada usia lebih awal.
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok
Rokok menyebabkan akumulasi dari pigmen molekul -3
hydroxykynurinine dan chompores yang menyebabkan kekuningan. Sianat
pada rokok menyebabkan carbamylation dan denaturasi protein.
Katarak yang terjadi pada usia lanjut, umumnya terjadi pada usia 50
tahun, disebabkan karena proses penuaan. Perubahan lensa yang terjadi karena
usia lanjut:2
a. Kapsul:
- Menebal dan kurang elastis
- Mulai presbiopi
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat granular
b. Epitel:

11
- Semakin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria nyata
c. Serat lensa:
- Lebih granular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sklerotic nucleus, sinar UV kelamaan merubah protein nucleus
(histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna coklat
protein lensa mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
- Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Komposisi
lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan β
adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein
berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein
agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat
lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.2,3

Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:


1. Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang diikuti
oleh koagulasi protein.2

12
Gambar 3.3 Patofisiologi katarak senilis kortikal

Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:


a. Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya
dapat diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.2
b. Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya
area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah
sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform).2

Gambar 3.4 Katarak insipien

13
c. Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan
lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.2

Gambar 3.5 Katarak imatur


d. Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat
maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.2

Gambar 3.6 Katarak Matur

e. Katarak hipermatur

Gambar 3.7 Katarak hipermatur


Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.2

14
f. Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus
dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.2
Perbedaan stadium katarak
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi. Maturasi pada katarak senilis
nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa kehilangan daya
elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan akomodasi
lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi
dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya
deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak
brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang
berwarna merah (katarak rubra).2,3

15
Gambar 3.8 (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.2,3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3


1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

16
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.5,6
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.5
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak
hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada
katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam
evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.5, 6
B. Katarak /juvenile
Katarak yang lembek dan terjadi pada anak-anak. Mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Biasanya merupakan
kelanjutan dari katarak kongenital.3

C. Katarak Kongenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Penyebab utama kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat yang penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital
digolongkan dalam katarak:3
a. Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan
katarak polaris
b. Katarak lentikuler termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks
atau nukleus saja.
Dikenal bentuk – bentuk katarak kongenital:
- Katarak piramidalis/ polaris anterior
- Katarak piramidalis/ polaris posterior
- Katarak zonularis/ lamelaris

17
- Katarak pungtata dan lain – lain.
Etiologi katarak kongenital merupakan penyakit keturunan yang
diwariskan secara autosomal dominan. Selain itu dapat ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi seperti rubella, rubeola, herpes
simpleks, herpes zoster dan toxoplasmosis.2,5
D. Katarak rubela
Rubela pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus.
Terdapat dua jenis kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih
seperti mutiara/ kekeruhan diluar nuklear yaitu korteks anterior dan posterior
atau total. Mekanisme terjadinya tidak jelas, tetapi diketahui bahwa rubela
dapat dengan mudah melalui barier plasenta. Visus ini dapat masuk atau terjepit
di dalam vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa hingga 3 tahun.2,5
E. Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah katarak akibat mata lain seperti radang dan
proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor
intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu
trauma dan pasca bedah mata. Dapat juga disebabkan penyakit sistemik
endokrin seperti diabetes melitus, hipoparatiroid, galktosemia dan miotonia
distrofi. Dikenal dua bentuk kelainan pada polus posterior mata dan akibat
kelainan pada plus anterior bola mata.2,5
Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis
pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina, dan miopia tinggi yang
mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya lensa tetap jernih karena
kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat dalam nukleus.2,5
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan
kornea berat, iridoksilitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridoksilitis
dapat mengakibatkan katarak subkapsular anterior. Pada katarak akibat
glaukoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior (
katarak Vogt)2
F. Katarak Diabetes
Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit
diabetes melitus. Katarak ini dapat terjadi dalam 3 bentuk:2,3
a. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyat, pada lensa akan
terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.

18
b. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol dimana terjadi katarak serentak
pada kedua mata dalam 48 jam bentuk dapat snow flake/ piring subkapsular
c. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologi dan
biokimia dengan katarak pasien nondiabetik.

4.5 Patofisiologi Katarak


Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.2,5
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi
dan sklerosis:
1. Teori hidrasi
Kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di
subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang
banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yang
menyebabkan kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis
Sklerosis terjadi pada lensa manula dimana serabut kolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama
serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis
nukleus lensa.6
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:5
1 Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

19
d. Terlihat bahan granular
1 Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
1 Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein
nukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleus mengandung
histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik
dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan
pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah
di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada
protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan
dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.6

4.6 Tatalaksana Katarak


Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Medikamentosa hanya diberikan
dengan tujuan untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh penyulit yaitu, jika silau
pasien dapat memakai kacamata dan untuk mengurangi inflamasi dapat diberikan
steroid ringan. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik.
Pasien dianjurkan untuk diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi vitamin A, C,
dan E, serta selenium dan antioksidan lainnya dengan dosis yang tepat dapat
membantu memperlambat progresifitas katarak.2

3.8 Indikasi Pembedahan


Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus, medis, kosmetik dan optik.6
1. Indikasi visus
Indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu, tergantung
dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.

20
2. Indikasi medis
Pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti
glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik,
dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik
Kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
(meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil
yang hitam.
4. Indikasi optik
Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 meter
didapatkan hasil visus 3/60.
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)


Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari
mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.2,3,5
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.2,3,5

Gambar 3.10 Teknik ICCE


21
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan.2,3,5

Gambar 3.11 ECCE


Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder
lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami
prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular
edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.2,3

Gambar 3.12 ECCE dengan pemasangan IOL

22
3. Fakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih.

Gambar 3.13 Phacoemulsifikasi


Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis.2,3

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan
luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat
dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik ini
juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan
dengan operasi trabekulektomi.2

23
Jenis teknik Keuntungan Kerugian
bedah katarak
Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada
cataract  Tidak ada komplikasi kapsul posterior
extraction vitreus  Dapat terjadi
(ECCE)  Kejadian perlengketan iris
endophtalmodonesis dengan kapsul
lebih sedikit
 Edema sistoid makula
lebih jarang
 Trauma terhadap
endotelium kornea
lebih sedikit
 Retinal detachment
lebih sedikit
 Lebih mudah dilakukan
Intra capsular  Semua komponen  Incisi lebih besar
cataract lensa diangkat  Edema cistoid pada
extraction (ICCE) makula
 Komplikasi pada
vitreus
 Sulit pada usia < 40
tahun
 Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi
 Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika ada
 Pendarahan lebih IOL
sedikit
 Teknik paling cepat

24
4.7 Komplikasi Katarak
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas
Beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan
operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki
keadaan.6
b) Nausea dan gastritis
Akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus ini
dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.6
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi
Disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif, ditangani dengan
penundaan operasi selama 2 hari.6
d) Abrasi kornea
Akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan
tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama
satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.6
e) Komplikasi terkait anestesi
Pada saat dilakukan anestesi, dapat terjadi kerusakan nervus optikus apabila
jarum mengenai lapisan dural dari nervus optikus, anestesi yang masuk ke
batang otak dapat menyebabkan penurunan kesadran. Tetapi, kasus ini sangat
jarang dan hanya 0,09% kasus. Dapat juga terjadi perdarahan retro bulbar
pada saat dilakukan anestesi.7

B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior
Dapat terjadi selama proses penjahitan.6
b) Perdarahan hebat
Dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi ke bilik
mata depan. 7
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa
Dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.6,7
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous

25
Merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur kapsul posterior
(accidental rupture) selama teknik ECCE. 7

C. Komplikasi postoperatif awal


Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema,
prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis
bakterial.7

D. Komplikasi postoperatif lanjut


Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan
katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa
waktu post operasi.7

E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik
(toxic lens syndrome).7

26
BAB III
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah benar ?
Berdasarkan data Organisasi kesehatan Dunia (WHO), saat ini diseluruh
dunia ada sekitar 135 juta penduduk dunia memiliki penglihatan lemah dan 45 juta
orang menderita kebutaan. Dari jumlah tersebut, 90% diantaranya berada di negara
berkembang dan sepertiganya berada di Asia tenggara. Di Indonesia, jumlah
penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per tahun, 16%
diantaranya diderita usia produktif. Katarak itu sendiri memiliki arti yaitu
keburaman atau kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dapat dilalui
cahaya ke retina. Laporan kasus ini mengenai katarak yang diambil pada pasien
yang datang ke poli mata Rumah Sakit TK.II Moh. Ridwan Meuraksa. Ny. L usia
56 tahun datang dengan keluhan utama penglihatan buram seperti ada asap pada
kedua mata. Setelah dilakukan anamnesis lebih lanjut dan pemeriksaan fisik
maupun optik, Ny. L terdiagnosis ODS katarak senilis imatur. Menurut Ilyas S,
2015 Pasien katarak memiliki manifestasi klinik berupa gangguan penglihatan
diantaranya:1 Merasa silau, berkabut, berasap, sukar melihat dimalam hari atau
penerangan redup, melihat ganda, melihat warna terganggu, melihat halo sekitar
sinar, penglihatan menurun. Hal tersebut sesuai dengan beberapa keluhan yang
dialami Ny. L. Ia datang dengan keluhan utama penglihatan buram sejak 6 bulan
yang lalu, yang semakin memberat sejak 1 bulan SMRS. Penglihatan buram
dirasakan seperti melihat bayangan asap dan kabut. Penglihatan buram disertai rasa
silau. Penglihatan semakin buram apabila pada malam hari atau di ruangan yang
redup. Ny. L juga mengatakan sulit menentukan warna. Selain itu, pada
pemeriksaan fisik keadaan umum Ny. L Baik, Kesadaran compos mentis. Hasil
tanda vital didapatkan tekanan darah: 130/90 mmHg, Nadi: 88 x/ menit,
Pernapasan: 20 x/ menit, Suhu: 36.2 OC, status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan visus pasien didapatkan hasil penurunan visus dengan nilai visus okuli
dextra 1/60 dan okuli sinistra 1/~ TTK. Pada pemeriksaan segmen anterior mata
didapatkan lensa yang keruh dan hasil shadow test positif pada kedua mata. Hasil
pemeriksaan fisik maupun optik pada kasus Ny. L sesuai dengan literatur yang
ditulis oleh Liesegang 2009, dalam literaturnya mengatakan bahwa terdapat tanda-
tanda pasien katarak pada pemeriksaan fisik maupun optik diantaranya: terdapat
penurunan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya, kekeruhan pada

27
lensa dan shadow test positif pada katarak imatur. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada Ny. L pasien didiagnosa sebagai pasien katarak senilis
imatur, berdasarkan literatur yang telah ditelaah hal tersebut sesuai dan tepat.

2. Apakah tatalaksana pada pasien ini tepat menurut literatur ataupun guideline?
Terapi yang tepat dapat mencegah prognosis yang buruk pada suatu diagnosa,
begitu pun pada kasus pasien Ny. L yang terdiagnosa katarak senilis imatur.
Menurut The Cataract Management Guideline Panel menganjurkan penilaian
berdasarkan gambaran klinis yang dikombinasi dengan uji ketajaman penglihatan
Snellen sebagai petunjuk terbaik untuk menentukan perlu tidaknya tindakan bedah,
dengan memperhatikan fleksibilitas – yang berkaitan dengan kebutuhan fungsional
dan visual spesifik pasien, lingkungan, dan faktor risiko lain, yang semuanya dapat
berbeda-beda. Tatalaksana yang dilakukan pada Ny. L di poli mata RS. TK. II Moh.
Ridwan Meuraksa berupa tindakan pembedahan eksraksi katarak fakoemulsifikasi.
Menurut Vaughan & Asbury 2010, Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak
ekstrakapsular yang paling sering digunakan. Teknik ini menggunakan vibrator
ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga substansi
nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm.
Teknik fakoemulsifikasi bermanfaat untuk pasien dengan katarak kongenital,
traumatik dan paling sering katarak senilis. Fakoemulsifikasi juga memiliki
keuntungan diantaranya, kondisi intraoperasi lebih terkendali, menghindari
penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang
lebih rendah, dan mengurangi peradangan intraokular pascaoprasi. Oleh sebab itu,
berdasarkan masalah Ny. L dengan diagnosa katarak senilis imatur ODS yang
diterapi menggunakan teknik pembedahan ekstraksi ekstrakapsular fakoemulsifikasi
telah sesuai menurut literatur yang telah ditelaah.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2015.h. 212-

220.

2. Ismail R, Sallam A. Complication associated with cataract surgery.Intech. 2016: 221-44.

3. Liesegang. TJ, Skuta GL, Contor LB. Anatomy and Embriology of the Eye in:

Fundamental and Principles of Ophthalmology. Section 2. American Academy of

Ophthalmology. San Franscisco. 2008-2009: 36.

4. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:. BR J Ophthalmol. 2011.

5. Roderick B. Lensa. In: Vaughan & Asbury. Oftalmology umum. Edisi 17. Jakarta:

EGC.2012. h 169-77.

6. T. Schlote, J Rohrbach, M. Grueb, J.Mieke. Pocket Atlas of Ophtalmology. Thieme.


2006. P165-97

7. World Health Organization. Cataract. http://www.who.int/topics/cataract/en/ [diakses:

20 Oktober 2017]

8. Taryan, B., 2014. Panduan Antibiotik Profi laksis Bedah dari IDSA 2013. , 41(2),

pp.2013–2014.

9. Gunawan, Sulista gan. 2012. Famakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI.

10. Espiritu, C.R.G. & Bolinao, J.G., 2017. Prophylactic intracameral levofloxacin in

cataract surgery – an evaluation of safety. , pp.2199–2204

29

Anda mungkin juga menyukai