I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Lubang Buaya, Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tidak Sekolah
Tgl. Pemeriksaan : 11 Januari 2018
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 11 Januari 2018
Keluhan Utama : Penglihatan buram
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RS TK.II Moh. Ridwan Meuraksa
dengan keluhan penglihatan buram pada mata kiri dan kanan. Keluhan
penglihatan buram pada mata kiri dan kanan dirasakan berangsur-angsur
semakin lama semakin buram sejak 6 bulan yang lalu, yang semakin memberat
sejak 1 bulan SMRS. Penglihatan buram dirasakan seperti melihat bayangan
asap dan kabut.
Penglihatan buram disertai rasa silau. Penglihatan semakin buram
apabila pada malam hari atau di ruangan yang redup. Pasien mengatakan sulit
menentukan warna namun mudah menentukan warna merah dan putih. Pasien
mengatakan keluhan mata buram tidak disertai mata merah, gatal, nyeri
ataupun banyak mengeluarkan air mata. Keluhan mata buram juga tidak
disertai penglihatan seperti melihat pelangi saat melihat lampu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus terkontrol
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi terkontrol
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat TB Paru.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa.
1
Riwayat Obat-obatan :
Pasien tidak sedang menggunakan obat tetes mata dalam jangka waktu lama.
Pasien mengkonsumsi obat metformin 3 x 500 mg
Pasien mengkonsumsi obat amlodipin 1 x 10 mg
Riwayat Operasi :
Pasien tidak pernah operasi mata sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan :
Setiap hari Pasien jualan nasi uduk dan gorengan pada pagi hari.
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
2
blefarospasme - blefarospasme -
Diameter ±2 mm ±2 mm
3
Gambar 2. OS pseudofakia
IV. Resume
Pasien perempuan, usia 62 tahun datang ke poliklinik mata RS TK.II Moh.
Ridwan Meuraksa dengan keluhan penglihatan buram pada kedua mata seperti
melihat bayangan asap dan kabut yang menghalangi penglihatan yang dirasakan sejak
6 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan berangsur-angsur semakin lama semakin buram
dan memberat kurang lebih sejak 1 bulan SMRS, dirasakan terus-menerus sepanjang
hari. Keluhan disertai silau saat melihat cahaya dan lebih nyaman melihat di tempat
gelap.
Pada pemeriksaan oftalmologi
OD: lensa keruh sebagian dengan shadow test (+). OS: lensa keruh sebagian dengan
shadow test (+).
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 1/60 PH = 6/12
VOS = 1/~ PH = 6/12
Tonometer palpasi = TIO ODS dalam batas normal.
V. Diagnosis
Katarak Senilis Imatur ODS
Diagnosis Banding
Tidak Ada
4
VI. Usulan Pemeriksaan Penunjang
- Rencana Pemeriksaan Pra-operasi Katarak
1. Slit Lamp
2. Funduskopi
3. Tonometri
4. Biometri
5. GDS/G2PP
VIII. Prognosis
OD OS
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad Functionam ad bonam ad bonam
Quo ad Sanactionam ad bonam ad bonam
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Lensa
6
II. Histologi Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang
iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. 2,3
7
bertambahnya usia, serat-serat ini terus diproduksi sehingga lensa perlahan
menjadi lebih besar dan kurang elastis.
8
c. Akomodasi
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat
karena kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena tersebut
dikenal sebagai akomodasi. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas
cahaya ke retina. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi
lebih atau kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula
pada kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas muskulus
siliaris, yang bila berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan
demikian, lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptrik yang lebih
kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi muskulus
siliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa tersebut, membuat
lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan
bertambahnya usia, proses akomodasi akan menurun.2
IV. Katarak
4.1 Definisi Katarak
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggeris Cataract, dan Latin
cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti ditutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-
duanya.1
antara lain:
1. Usia Lanjut
2. Metabolik
3. Toksik
4. Trauma
9
5. Komplikasi
6. Infeksi maternal
9. Herediter
cepat, seperti:1
Diabetes
Radang mata
Trauma mata
Merokok
10
4.4 Klasifikasi Katarak
A. Katarak Senilis
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dari 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak
senilis antara lain:2
1. Herediter
Memiliki peran yang perlu dipertimbangkan, usia mulai timbulnya katarak
berbeda pada keluarga yang berbeda.
2. Radiasi sinar UV
Paparan sinar UV yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya katarak
pada usia yang lebih awal dan maturasi yang lebih cepat pada katarak senilis.
3. Faktor makanan
Defisiensi zat makanan berupa protein tertentu, asam amino, vitamin
(ribloflavin, vit. E dan E) dan protein esensial berperan dalam matangnya
katarak pada usia lebih awal.
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok
Rokok menyebabkan akumulasi dari pigmen molekul -3
hydroxykynurinine dan chompores yang menyebabkan kekuningan. Sianat
pada rokok menyebabkan carbamylation dan denaturasi protein.
Katarak yang terjadi pada usia lanjut, umumnya terjadi pada usia 50
tahun, disebabkan karena proses penuaan. Perubahan lensa yang terjadi karena
usia lanjut:2
a. Kapsul:
- Menebal dan kurang elastis
- Mulai presbiopi
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat granular
b. Epitel:
11
- Semakin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria nyata
c. Serat lensa:
- Lebih granular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sklerotic nucleus, sinar UV kelamaan merubah protein nucleus
(histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna coklat
protein lensa mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
- Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Komposisi
lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan β
adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein
berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein
agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat
lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.2,3
12
Gambar 3.3 Patofisiologi katarak senilis kortikal
13
c. Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan
lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.2
e. Katarak hipermatur
14
f. Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus
dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.2
Perbedaan stadium katarak
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
15
Gambar 3.8 (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.2,3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
16
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.5,6
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.5
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak
hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada
katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam
evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.5, 6
B. Katarak /juvenile
Katarak yang lembek dan terjadi pada anak-anak. Mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Biasanya merupakan
kelanjutan dari katarak kongenital.3
C. Katarak Kongenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Penyebab utama kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat yang penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital
digolongkan dalam katarak:3
a. Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan
katarak polaris
b. Katarak lentikuler termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks
atau nukleus saja.
Dikenal bentuk – bentuk katarak kongenital:
- Katarak piramidalis/ polaris anterior
- Katarak piramidalis/ polaris posterior
- Katarak zonularis/ lamelaris
17
- Katarak pungtata dan lain – lain.
Etiologi katarak kongenital merupakan penyakit keturunan yang
diwariskan secara autosomal dominan. Selain itu dapat ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi seperti rubella, rubeola, herpes
simpleks, herpes zoster dan toxoplasmosis.2,5
D. Katarak rubela
Rubela pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus.
Terdapat dua jenis kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih
seperti mutiara/ kekeruhan diluar nuklear yaitu korteks anterior dan posterior
atau total. Mekanisme terjadinya tidak jelas, tetapi diketahui bahwa rubela
dapat dengan mudah melalui barier plasenta. Visus ini dapat masuk atau terjepit
di dalam vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa hingga 3 tahun.2,5
E. Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah katarak akibat mata lain seperti radang dan
proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor
intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu
trauma dan pasca bedah mata. Dapat juga disebabkan penyakit sistemik
endokrin seperti diabetes melitus, hipoparatiroid, galktosemia dan miotonia
distrofi. Dikenal dua bentuk kelainan pada polus posterior mata dan akibat
kelainan pada plus anterior bola mata.2,5
Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis
pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina, dan miopia tinggi yang
mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya lensa tetap jernih karena
kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat dalam nukleus.2,5
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan
kornea berat, iridoksilitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridoksilitis
dapat mengakibatkan katarak subkapsular anterior. Pada katarak akibat
glaukoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior (
katarak Vogt)2
F. Katarak Diabetes
Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit
diabetes melitus. Katarak ini dapat terjadi dalam 3 bentuk:2,3
a. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyat, pada lensa akan
terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
18
b. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol dimana terjadi katarak serentak
pada kedua mata dalam 48 jam bentuk dapat snow flake/ piring subkapsular
c. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologi dan
biokimia dengan katarak pasien nondiabetik.
19
d. Terlihat bahan granular
1 Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
1 Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein
nukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleus mengandung
histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik
dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan
pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah
di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada
protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan
dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.6
20
2. Indikasi medis
Pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti
glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik,
dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik
Kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
(meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil
yang hitam.
4. Indikasi optik
Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 meter
didapatkan hasil visus 3/60.
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.
22
3. Fakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih.
23
Jenis teknik Keuntungan Kerugian
bedah katarak
Extra capsular Incisi kecil Kekeruhan pada
cataract Tidak ada komplikasi kapsul posterior
extraction vitreus Dapat terjadi
(ECCE) Kejadian perlengketan iris
endophtalmodonesis dengan kapsul
lebih sedikit
Edema sistoid makula
lebih jarang
Trauma terhadap
endotelium kornea
lebih sedikit
Retinal detachment
lebih sedikit
Lebih mudah dilakukan
Intra capsular Semua komponen Incisi lebih besar
cataract lensa diangkat Edema cistoid pada
extraction (ICCE) makula
Komplikasi pada
vitreus
Sulit pada usia < 40
tahun
Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi Incisi paling kecil Memerlukan dilatasi
Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi Pelebaran luka jika ada
Pendarahan lebih IOL
sedikit
Teknik paling cepat
24
4.7 Komplikasi Katarak
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas
Beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan
operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki
keadaan.6
b) Nausea dan gastritis
Akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus ini
dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.6
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi
Disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif, ditangani dengan
penundaan operasi selama 2 hari.6
d) Abrasi kornea
Akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan
tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama
satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.6
e) Komplikasi terkait anestesi
Pada saat dilakukan anestesi, dapat terjadi kerusakan nervus optikus apabila
jarum mengenai lapisan dural dari nervus optikus, anestesi yang masuk ke
batang otak dapat menyebabkan penurunan kesadran. Tetapi, kasus ini sangat
jarang dan hanya 0,09% kasus. Dapat juga terjadi perdarahan retro bulbar
pada saat dilakukan anestesi.7
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior
Dapat terjadi selama proses penjahitan.6
b) Perdarahan hebat
Dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi ke bilik
mata depan. 7
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa
Dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.6,7
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous
25
Merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur kapsul posterior
(accidental rupture) selama teknik ECCE. 7
26
BAB III
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah benar ?
Berdasarkan data Organisasi kesehatan Dunia (WHO), saat ini diseluruh
dunia ada sekitar 135 juta penduduk dunia memiliki penglihatan lemah dan 45 juta
orang menderita kebutaan. Dari jumlah tersebut, 90% diantaranya berada di negara
berkembang dan sepertiganya berada di Asia tenggara. Di Indonesia, jumlah
penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per tahun, 16%
diantaranya diderita usia produktif. Katarak itu sendiri memiliki arti yaitu
keburaman atau kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dapat dilalui
cahaya ke retina. Laporan kasus ini mengenai katarak yang diambil pada pasien
yang datang ke poli mata Rumah Sakit TK.II Moh. Ridwan Meuraksa. Ny. L usia
56 tahun datang dengan keluhan utama penglihatan buram seperti ada asap pada
kedua mata. Setelah dilakukan anamnesis lebih lanjut dan pemeriksaan fisik
maupun optik, Ny. L terdiagnosis ODS katarak senilis imatur. Menurut Ilyas S,
2015 Pasien katarak memiliki manifestasi klinik berupa gangguan penglihatan
diantaranya:1 Merasa silau, berkabut, berasap, sukar melihat dimalam hari atau
penerangan redup, melihat ganda, melihat warna terganggu, melihat halo sekitar
sinar, penglihatan menurun. Hal tersebut sesuai dengan beberapa keluhan yang
dialami Ny. L. Ia datang dengan keluhan utama penglihatan buram sejak 6 bulan
yang lalu, yang semakin memberat sejak 1 bulan SMRS. Penglihatan buram
dirasakan seperti melihat bayangan asap dan kabut. Penglihatan buram disertai rasa
silau. Penglihatan semakin buram apabila pada malam hari atau di ruangan yang
redup. Ny. L juga mengatakan sulit menentukan warna. Selain itu, pada
pemeriksaan fisik keadaan umum Ny. L Baik, Kesadaran compos mentis. Hasil
tanda vital didapatkan tekanan darah: 130/90 mmHg, Nadi: 88 x/ menit,
Pernapasan: 20 x/ menit, Suhu: 36.2 OC, status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan visus pasien didapatkan hasil penurunan visus dengan nilai visus okuli
dextra 1/60 dan okuli sinistra 1/~ TTK. Pada pemeriksaan segmen anterior mata
didapatkan lensa yang keruh dan hasil shadow test positif pada kedua mata. Hasil
pemeriksaan fisik maupun optik pada kasus Ny. L sesuai dengan literatur yang
ditulis oleh Liesegang 2009, dalam literaturnya mengatakan bahwa terdapat tanda-
tanda pasien katarak pada pemeriksaan fisik maupun optik diantaranya: terdapat
penurunan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya, kekeruhan pada
27
lensa dan shadow test positif pada katarak imatur. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada Ny. L pasien didiagnosa sebagai pasien katarak senilis
imatur, berdasarkan literatur yang telah ditelaah hal tersebut sesuai dan tepat.
2. Apakah tatalaksana pada pasien ini tepat menurut literatur ataupun guideline?
Terapi yang tepat dapat mencegah prognosis yang buruk pada suatu diagnosa,
begitu pun pada kasus pasien Ny. L yang terdiagnosa katarak senilis imatur.
Menurut The Cataract Management Guideline Panel menganjurkan penilaian
berdasarkan gambaran klinis yang dikombinasi dengan uji ketajaman penglihatan
Snellen sebagai petunjuk terbaik untuk menentukan perlu tidaknya tindakan bedah,
dengan memperhatikan fleksibilitas – yang berkaitan dengan kebutuhan fungsional
dan visual spesifik pasien, lingkungan, dan faktor risiko lain, yang semuanya dapat
berbeda-beda. Tatalaksana yang dilakukan pada Ny. L di poli mata RS. TK. II Moh.
Ridwan Meuraksa berupa tindakan pembedahan eksraksi katarak fakoemulsifikasi.
Menurut Vaughan & Asbury 2010, Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak
ekstrakapsular yang paling sering digunakan. Teknik ini menggunakan vibrator
ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga substansi
nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm.
Teknik fakoemulsifikasi bermanfaat untuk pasien dengan katarak kongenital,
traumatik dan paling sering katarak senilis. Fakoemulsifikasi juga memiliki
keuntungan diantaranya, kondisi intraoperasi lebih terkendali, menghindari
penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang
lebih rendah, dan mengurangi peradangan intraokular pascaoprasi. Oleh sebab itu,
berdasarkan masalah Ny. L dengan diagnosa katarak senilis imatur ODS yang
diterapi menggunakan teknik pembedahan ekstraksi ekstrakapsular fakoemulsifikasi
telah sesuai menurut literatur yang telah ditelaah.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2015.h. 212-
220.
3. Liesegang. TJ, Skuta GL, Contor LB. Anatomy and Embriology of the Eye in:
5. Roderick B. Lensa. In: Vaughan & Asbury. Oftalmology umum. Edisi 17. Jakarta:
EGC.2012. h 169-77.
20 Oktober 2017]
8. Taryan, B., 2014. Panduan Antibiotik Profi laksis Bedah dari IDSA 2013. , 41(2),
pp.2013–2014.
9. Gunawan, Sulista gan. 2012. Famakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
10. Espiritu, C.R.G. & Bolinao, J.G., 2017. Prophylactic intracameral levofloxacin in
29