Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya


permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa dan submukosa. Hal ini
pertama kali diungkapkan pada tahun 1586. Istilah lainnya seperti giant urticari, Quincke
edema, dan angioneurotic edema telah digunakan sejak dulu untuk menggambarkan kondisi
seperti ini [1,6]

Di Amerika Serikat, angioedema (tidak termasuk angioedema herediter dan


angioedema yang didapat) terjadi pada 10-20% populasi pada beberapa waktu dalam
kehidupan. Mayoritas angioedema kronik adalah idiopatik. Diperkirakan prevalensi HAE
sebanyak 1 per 10.000-150.000 orang. AAE lebih jarang ditemukan. Sampai tahun 2006,
hanya sekitar 136 kasus yang dilaporkan dalam literatur. [1]

Angioedema dapat terjadi pada segala tingkatan usia. Orang-orang dengan


predisposisi untuk terjadinya angioedema mengalami peningkatan frekuensi serangan
setelah dewasa dan insidensi puncaknya terjadi pada dekade ketiga. Reaksi alergi terhadap
makanan paling sering pada anak-anak. Pasien dengan HAE, onset gejala sering kali terjadi
di usia pubertas [1]

Angioedema seringkali dihubungkan dengan urtikaria. Faktanya, sebanyak 50%


pasien dengan urtikaria juga mengalami angioedema. Pada banyak kasus,angioedema sangat
mirip dengan urtikaria berdasarkan etiologi dan strategi penatalaksanaannya. [1]

Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan
menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamin yang dilepaskan akan
menimbulkan vasodilatasi yang menyebab kantimbulnya red flare (kemerahan) dan
peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit kemudian akan
terjadi pembengkakan setempat yang berbatas jelas [7]
Di sisi lain, angioedema cukup berbeda dengan urtikaria. Angioedema selalu
melibatkan lapisan dermis yang lebih dalam atau jaringan submukosa atau subkutaneus,
sementara urtikaria melibatkan lapisan dermis yang lebih superficial[1]
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.C
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 18-10-2002/15 tahun 1 bulan
Tanggal masuk : 24 oktober 2017
Ruangan : Delima (RS Bhayangkara)

2. ANAMNESIS
a. Ke;uhan utama : Sesak Napas
b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak napas disertai dengan bengkak dan gatal-gatal di seluruh tubuh.
Sebelum merasakan gatal-gatal pasien mengkonsumsi mie. Demam (-), Mual (-),
Muntah (-), Sesak napas (+)
c. Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien pernah di rawat di RS dengan keluhan yang
sama. Riwayat alergi makanan (+)
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa dengan
pasien
e. Riwayat social ekonomi : Pasien berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi menengah
f. Riwayat kebiasaan dan lingkungan : Pasien adalah anak yang suka jajan di luar rumah
g. Riwayat kehamilan dan persalinan : Pasien dilahirkan secara normal dirumah di bantu bidan,
BBL 3.100 gram.
h. Riwayat kemampuan dan kepandaian
Duduk : 8 bulan
Jalan sendiri : 10 bulan
Bicara : 13 bulan
Tengkurap : 5 bulan
i. Anamnesis makanan
Pasien mendapatkan susu formula mulai dari usia 0 – 3 tahun. Bubur saring sejak umur 6
bulan, makanan padat sejak umur 1 tahun. Saat ini pasien mengkonsumsi makanan seperti
orang dewasa.
j. Riwayat Imunisasi : Lengkap

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 50 kg
Tinggi Badan : 158 cm
Status Gizi : gizi baik
BB/U : CDC 90% (Gizi baik)
TB/U : CDC 94% (normo height)
BB/TB: CDC 92% (Gizi baik)

Tanda vital:

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Denyut Nadi : 88 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 36,4C

Kulit

Warna : Sawo matang

Sianosis : (-)

Turgor : kembali segera (<2 detik)

Kelembaban : cukup

Rumple leed : (-)

Kepala

Bentuk : Normocephal (+)


Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, alopecia (-)

Mata

Konjungtiva : anemis (+/+)

Sklera : (+/+)

Refleks Cahaya: (+/+)

Pupil : bulat, isokor

Cekung : (-/-)

Hidung

Pernapasan cuping hidung : (-)

Epistaksis : (-)

Rhinorrhea : (-)

Mulut

Bibir : Kering, sianosis (-), stomatitis (-)

Gigi : karies (-)


Gusi : perdarahan (-)
Lidah:
Tremor : (-)

Kotor/Berselaput : (-)

Telinga

Secret : (-)

Nyeri : (-)

Leher

Kelenjar getah bening : Pembesaran(-/-), nyeri tekan (-)

Kelenjar Tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1-T1 hiperemis (-)


Thorax :

Paru :

Inspeksi : dinding dada simetris bilateral, retraksi (-), jejas (-)

Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris kanan = kiri

Perkusi: Sonor di semua lapang paru

Auskultasi : Vesicular (+/+) Rhonchi (-/-),Wheezing (-/-)


Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial linea
midclaviculasinistra
Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
Auskultasi: Bunyi jantung SI / SII murni reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen:

Inspeksi : Tampak datar, kesan normal

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), distensi (-), meteorismus (-).

Hati : Hepatomegali (-)

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Anggota Gerak:

Ekstremitas superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Ekstremitas inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Genitalia: Dalam batas normal


+/+
Otot-Otot: Eutrofi +/+, kesan normal
4. RESUME
Riwayat penyakit sekarang : Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak napas disertai dengan bengkak dan gatal-gatal di seluruh tubuh. Sebelum
merasakan gatal-gatal pasien mengkonsumsi mie. Demam (-), Mual (-), Muntah (-),
Sesak napas (+). Pasien pernah di rawat di RS dengan keluhan yang sama. Riwayat
alergi makanan (+)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran composmentis dengan status gizi baik. Tanda
vital antara lain tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, respirasi 32 x/menit, suhu
36,5 0C

5. DIAGNOSIS
Angioedema

6. TERAPI
- IVFD RL 28 TPM
- Loratadin 1x1
- Inj.dexametason/12 jam
7. FOLLOW UP

Hari/Tanggal: 25 oktober 2017

S Bengkak (-), gatal (-), sesak napas (-), mual (-), muntah (-)
batuk (-)

BAB (+), BAK (+) biasa

O Keadaan Umum: Sakit Sedang

Kesadaran: Compos Mentis

Denyut Nadi : 108 x/menit, kuat angkat

Respirasi : 24 x/menit

Suhu Tubuh : 36,2 C

TD : 110/60

Berat Badan : 50kg

Tinggi Badan : 158cm

Status Gizi : gizi baik

Paru

- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral


- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesicular +/+, Rhonchi-/-, Wheezing -/-
Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah
medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, Cardiomegali (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen

- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal


- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-) ,
Pemeriksaan Lain

- Lidah kotor : (-), hiperemis (-)


- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
A Angioedema

P Medikamentosa

IVFD RL 28 tpm

Inj.dexametason/12 jam

Loratadin 1x1
DISKUSI

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas


vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa dan submukosa. Pembengkakan yang terjadi
pada angioedema merupakan hasil dari peningkatan permeabilitas vaskuler lokal pada jaringan
submukosa dan subkutaneus. Angioedema dapat diklasifikasikan menjadi allergic angioedema,
pseudoallergic angioedema, non-allergic angioedema dan idiopathic angioedema [1]

Allergic angioedema, Makanan yang paling sering mencetuskan angioedema adalah


makanan laut (70%).Sedangkan obat-obatan yang diduga menjadi penyebab angioedema
adalahantibiotik (12 dari 19 kasus; 63.2%), paling sering amoxisilin (3 dari 12kasus; 25%). Allergic
angioedema seringkali dihubungkan dengan urtikaria.Angioedema biasanya akan mucul dalam
waktu 30 menit sampai 2 jamsetelah terpajan alergen (seperti makanan, obat-obatan, dan bahan
latex) [1,7]

Mast cell merupakan sel efektor utama terjadinya urtikaria danangioedema, meskipun sel-
sel lainnya juga tidak diragukan kontribusinya. Alergen makanan yang masuk akan mengakibatkan
terjadinya cross-linking IgE yang melekat pada permukaan mast cell atau basofil. Akibat keadaan
tersebut, terjadi pelepasan mediator, misalnya histamin, leukotrien,dan prostaglandin, yang
selanjutnya akan mengakibatkan gejala klinis. Pada kasus ini gejala klinis berupa gatal dan bengkak
di seluruh tubuh. Pelepasan mediator oleh mast cell , terutama histamin, mengakibatkan vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas vaskular. [4]

Pseudoallergic angioedema tidak dimediasi oleh reaksi hipersensitifitasIgE. Akan tetapi


gejala yang ditimbulkan sangat mirip dengan allergicangioedema. Contohnya angioedema yang
diinduksi oleh penggunaan NSAIDs seperti aspirin. Angioedema terjadi akibat blokade jalur
pembentukan prostaglandin oleh penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan NSAIDs lainnya.
Sehingga terjadi akumulasi leukotrien vasoaktif [2]

Non-allergic angioedema, merupakan angioedema yang tidak melibatkan IgE atau histamin
dan umumnya tidak berhubungan dengan terjadinya urtikaria, termasuk diantaranya: [1]

1. Angioedema herediter
- Angioedema herediter tipe 1 (85%) adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal
dominan akibat mutasi pada gen sehingga terjadi supresi C1-inhibitor sebagai akibat sekresi
abnormal ataupun degradasi intraseluler.
- Angioedema herediter tipe 2 (15%) adalah kelainan yang juga diturunkan yang ditandai
dengan mutasi yang menyebabkan pembentukan protein yang abnormal. Kadar protein C1-
inhibitor bisa normal atau meningkat [5]
Kurangnya C1-inhibitor merangsang aktivasi jalur pembentukankinin. Kinin
merupakan peptida dengan berat molekul yang rendah, berpartisipasi dalam proses inflamasi
dengan mengaktivasi selendotel. Akibatnya terjadi vasodilatasi, peningkatan
permeabilitasvaskular, dan mobilisasi asam arakhidonat. Reaksi radang sepertikemerahan,
rasa panas, edema, dan nyeri merupakan hasil dari pembentukan kinin [6]

2. Angioedema yang didapat (AAE)


terdiri atas dua jenis. AAE-I berkaitan dengan limpoma sel-B atau penyakit jaringan
konektif yang berhubungan dengan penggunaan C1-inhibitor. Sedangkan AAE-2merupakan
kelainan autoimun, yaitu adanya produksi autoantibody IgGterhadap C1-inhibitor. [3]
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor-induced angioedema (AIIA) Frekuensi
terjadinya angioedema setelah pemberian terapi ACE-inhibitor sekitar 0.1% sampai 0.7%. AIIA
biasanya melibatkan kepala dan leher, termasuk mulut, lidah, faring, dan laring.
Angiotensin Converting Enzyme [2]
(ACE) merupakan enzim utama yang bertanggung jawab pada degradasi bradikinin.
Pemberian ACE-inhibitor dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat
angioedemaidiopatik, HAE, dan defisiensi C1-inhibitor yang didapat. [7]

3. Idopatik angioedema
Istilah idiopatik merujuk pada suatu penyakit atau kondisi tanpa diketahui penyebabnya.
Berdasarkan respon terhadap terapi, beberapa kasus mungkin saja dimediasi oleh aktivasi mast
cell . Hal yang menjadi pemicu paling sering adalah panas, dingin, stress emosional, dan latihan.
Aktivasidan degranulasi mast cell dianggap menjadi penyebabnya.[1]
DAFTAR PUSTAKA

1. Li HH. Angioedema. [online]. 2012. [cited 2013, Feb 4]. Available


from:http://www.medscape.com/article/135208 .
2. Kaplan AP. Urticaria and angioedema. In: Wolff K, Goldsmith LA,Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York:
McGraw-HillMedical; 2009. p. 330-42.
3. Aisah S. Urtikaria. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. IlmuPenyakit Kulit dan
Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2005. p. 169-75
4. Soebaryo RW, Effendi EH, Noegrohowati T. Kelainan kulit akibatalergi makanan. In: Djuanda
A, Hamzah M, Aisah S, editors. IlmuPenyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2005.
p. 159
5. Guyton AC, Hall JE. Urtikaria. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11thed. Jakarta: EGC; 2008. p.
471.8.
6. Gawkrodger DJ. Urticaria and angioedema. Dermatology: AnIllustrated Colour Text. 3rd ed.
London: Churchill Livingstone; 2003. p. 72-8.
7. Hamzah M. Eritema multiforme. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2005. p. 162.

Anda mungkin juga menyukai