Anda di halaman 1dari 103

REVISI

UNIVERSITAS INDONESIA

PENETAPAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERPILIH


(Sebuah Analisis dengan Pendekatan Perbandingan Beberapa Negara)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Partai Politik dan Pemilihan Umum,
asuhan Prof. Dr. Abdul Bari Azed, SH, MHum dan Dr. Fatmawati, SH MH.

OLEH:
NUR HADIYATI
NPM 1706993724

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
JAKARTA
2018
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................................ii

BAB I : Pendahuluan...........................................................................................................1

A.. Latar Belakang


B. Pertanyaan Penelitian
C. Kerangka Teori
D. Definisi Operasional

BAB II : Penetapan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih di Berbagai Negara...................21

BAB III : Penetapan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih di Indonesia..............................63

BAB IV : Penutup

A.. Simpulan.................................................................................................................. 95
B...Saran......................................................................................................................... 98

Daftar Pustaka........................................................................................................................99

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Negara menurut John Locke dibentuk dari sebuah kesepakatan didasarkan persetujuan

dan kepercayaan dari individu-individu yang terhimpun menjadi masyarakat yang terdiri

atas dua perjanjian masyarakat yakni pactum unionis (perjanjian membentuk negara) dan

pactum subjectionis (perjanjian penyerahan). Penyerahan ini dilakukan untuk mencapai

tujuan tertentu sesuai dengan kesepatan, upaya mencapai tujuan tersebut diselenggarakan

kemudian Pemerintah. Hal ini merupakan refleksi dari cita negara hukum, setiap negara

memiliki sistem hukumnya masing-masing dan ssetiap negara juga mengklaim diri

sebagai negara hukum1, dimana salah satu ciri dari negara hukum yakni adanya

pemerintahan yang berdaulat. Pemerintahan menurut Dr. Wiryono Prodjodikoro, S.H., 2

adalah sekelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu untuk

mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia.

Konsep demikian

Pemerintahan dalam sebuah negara dikepalai oleh sebuah organ atau lembaga,

terdapat dua sistem pemerintahan di dunia yakni Presidensial dan Parlementer, serta

seriring perkembangan terdapat tambahan sistem tengah/campuran/quadsi, Indonesia

sendiri pernah mengadopsi masing-masing sistem pemerintahan dalam penyelenggaran

ketatanegaraan yang dijabarkan ke dalam tabel sebagai berikut :

1
Janedjri M.Gaffar, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia, Jakarta : Konstitusi Press, 2013, hlm 59
2
Minto Rahayu, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Grasindo, 2007, hlm 65

1
Tabel 1.1 : Periodisasi Sistem Pemerintahan Indonesia

Sistem Bentuk
Periode Bentuk Negara Konstitusi
Pemerintahan Pemerintahan
1945-1949 Sistem Quadsi Kesatuan Republik UUD 1945
Konstitusi
1949-1950 Parlementer Federasi Serikat
RIS
1950-1959 Parlementer Kesatuan Republik UUDS 1950
1959-1966 Parlementer Kesatuan Republik UUD 1945
1966-1998 Presidensial Kesatuan Republik UUD 1945
UUD NRI
1998-Sekarang Presidensial Kesatuan Republik
Tahun 1945

Sistem pemerintahan presidensiil ditandai dengan pemisahan terhadap kekuasan

eksekutif dan legislatif dimana tidak ada pertanggungjawaban dari eksekutif kepada

legislatif, sedangkan sistem pemerintahan parlementer ditandai dengan kekuasaan

eksekutif yang bertanggung jawab secara langsung kepada badan legislatif 3. Dalam sistem

presidensial, Presiden menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Menurut

Harun Al Rasid, kedudukan lembaga Presiden merupakan kedudukan yang paling sentral

dalam sebuah sistem pemerintahan republik. Presiden merupakan eksekutif terhadap

seluruh kebijakan ekonomi, politik, sosial, budayan, pertahanan dan keamanan.

Berjalannya mekanisme roda pemerintahan sebuah negara sangat tergantung oleh lembaga

ini, maka lembaga ini tak pernah luput dari perebutan posisi, mengingat sentralnya

kedudukan ini4.
Praktiknya, Mayoritas Negara memiliki Presiden dan Wakil Presiden sebagai satu

kesatuan yang dipilih langsung oleh rakyat. Konsepsi pemilihan untuk mengisi posisi

jabatan politik merupakan penerapan dari prinsip negara hukum sebagaimana diutarakan

oleh International Commission of Jurist, Maka kemudian menjadi menarik untuk

mengkaji lebih dalam berdasarkan perspektif hukum berkenaan bagiamana penetapan


3
Dody Nur Andriyan, Hukum Tata Negara dan Sistem Politik: Kombinasi Presidensial dengan
Multipartai di Indonesia, Deepublish, hlm. 69.
4
Harun Alrasid, Pemilihan Presiden dan Pergantian Presiden dalam Hukum Positif Indonesia,
Jakarta : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1997, hlm 9

2
pasangan calon terpilih yakni Presiden dan Wakil Presiden sebagai sentral dari sebua

negara melalui pemilihan, melihat bagaimana penerapan mekanisme penetapan pasangan

calon di Indonesia serta membandingkan dengan praktiknya di negara lain. Penulisan

makalah ini kemudian kemas dalam judul PENETAPAN PRESIDEN DAN WAKIL

PRESIDEN (Sebuah Analisis dengan Pendekatan Perbandingan Beberapa Negara)

B PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil sejumlah rumusan masalah

penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih diberbagai negara

dengan bentuk negara republik?

2. Bagaimanakah penetapan Presiden dan Wakil Presiden melalui pemilihan umum di

Indonesia?

C KERANGKA TEORI

 Negara Hukum

Negara hukum adalah konsep baku yang selalu saja mengalami simplifikasi

makna menjadi dalam negara berlaku hukum5. Padahal secara filosofis negara hukum

meliputi pengertian, ketika negara melaksanakan kekuasaannya, maka negara tunduk

terhadap pengawasan hukum. Artinya, ketika hukum eksis terhadap negara, maka

kekuasaan negara menjadi terkendali dan selanjutnya menjadi negara yang

diselenggarakan berdasarkan ketentuan hukum. Negara hukum ialah negara yang


5
Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi (Suatu Studi tentang Ajudikasi Konstitusional sebagai
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta : PT.Pradnya Paramita, 2006, hlm 55

3
berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan

merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya 6. Secara

sederhana negara hukum adalah negara yang menyelenggarakan kehidupan berbangsa

dan bernegaranya bukan didasarkan pada kekuasaan semata melainkan berdasarkan

hukum yang dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagaimana sebuah adegium

yang berbunyi ibi societa, ibi ius. berarti bahwa dimana terdapat masyarakat maka

disanalah terdapat hukum.


Konsep Negara hukum telah lama berkembang sejak zaman Yunani kuno

dengan adanya bentuk Negara (polis) Athena serta pemikiran filsuf terkemuka yakni

Plato dan Aristoteles. Plato saat itu dalam karyanya yang berjudul nomoi kemudian

diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi The Laws membahas secara khusus

berkenaan dengan pengutamaan kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai

kekuasaan tertinggi, dan juga terselenggaranya pemerintahan dengan berdasarkan

hukum. Aristoteles kemudian mengembangkan serta menegaskan konsep hukum yang

dikemukakan oleh Plato dalam karyanya yang berjudul Politics dimana suatu Negara

yang baik adalah yang dijalankan berdasarkan konstitusi dan berkedaulatan hukum,

terdapat tiga unsur pemerintahan berkonstitusi yakni (1)Pemerintah dilaksanakan untuk

kepentingan umum; (2)Pemerintahan dilaksanakan menuruthukum yang berdasarkan

ketentuan-ketentuan umum bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang

mengesampingkan konvensi dan konstitus; (3)Pemerintahan berkonstitusi yang

dilaksanakan atas kehendak rakyat7. Konsepsi Negara hukum terus berkembang seiring

perkembangan zaman hingga memasuki era modern saat ini. The Commission of

International Jurist menggariskan Negara Hukum dalam 3 (tiga) prinsip yakni, (1)

6
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan C.V. Sinar Bakti, Jakarta, 1981, hlm 45
7
Ni’Matul Huda, Negara Hukum Demokrasi dan Judicial Review, Yogyakarta : UII Press, 2005,
hlm 1

4
Negara harus tunduk pada hukum; (2) Pemerintah menghormati hak-hak individu; (3)

Peradilan yang bebas dan tidak memihak8.

Unsur dari Negara hukum menurut Stahl adalah sebagai berikut9 :

i. Perlindungan hak-hak asasi manusia


ii. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak itu
iii. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
iv. Peradilan administrasi dalam perselisihan

Ciri negara hukum secara umum kemudian dijabarkan terperinci menurut Arief

Sidharta10, Scheltema, yang merumuskan pandangannya tentang unsur-unsur dan asas-

asas Negara Hukum itu secara baru, yaitu meliputi 5 (lima) hal sebagai berikut:

i. Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang berakar

dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity).


ii. Berlakunya asas kepastian hukum.
a) Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;
b) Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan

tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan

tindakan pemerintahan;
c) Asas non-retroaktif perundang-undangan, sebelum mengikat

undang-undang harus lebih dulu diundangkan dan diumumkan

secara layak;
d) Asas peradilan bebas, independent, imparial, dan objektif,

rasional, adil dan manusiawi;


e) Asas non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena

alasan undang-undangnya tidak ada atau tidak jelas;


f) Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin

perlindungannya dalam undang-undang atau UUD.


iii. Berlakunya Persamaan (Similia Similius atau Equality before the Law). Di

dalam prinsip ini, (a) terkandung adanya jaminan persamaan bagi semua orang

8
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia (online), diakses dari www.jimly,com,
9
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, 1982, hal 57-58
10
B. Arief Sidharta, Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum, dalam Jentera (Jurnal Hukum),
“Rule of Law”, Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), hlm 124-125

5
di hadapan hukum dan pemerintahan, dan (b) tersedianya mekanisme untuk

menuntut perlakuan yang sama bagi semua warga Negara.


iv. Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang

sama untuk turut serta dalam pemerintahan atau untuk mempengaruhi

tindakan-tindakan pemerintahan. Untuk itu asas demokrasi itu diwujudkan

melalui beberapa prinsip, yaitu:


a) Adanya mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu

yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil

yang diselenggarakan secara berkala;


b) Pemerintah bertanggung jawab dan dapat dimintai

pertanggungjawaban oleh badan perwakilan rakyat;


c) Semua warga negara memiliki kemungkinan dan kesempatan

yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan

keputusan politik dan mengontrol pemerintah;


d) Semua tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dan kajian

rasional oleh semua pihak;


e) Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan

pendapat;
f) Kebebasan pers dan lalu lintas informasi;
g) Rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk

memungkinkan partisipasi rakyat secara efektif.


v. Pemerintah dan Pejabat mengemban amanat sebagai pelayan masyarakat

dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan

bernegara yang bersangkutan. Dalam asas ini terkandung hal-hal sebagai

berikut:
a) Asas-asas umum pemerintahan yang layak;
b) Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang

bermartabat manusiawi dijamin dan dirumuskan dalam aturan

perundang-undangan, khususnya dalam konstitusi;


c) Pemerintah harus secara rasional menata tiap tindakannya,

memiliki tujuan yang jelas dan berhasil guna (doelmatig).

6
Artinya, pemerintahan itu harus diselenggarakan secara efektif

dan efisien

Negara Indonesia mendeklarasikan diri sebagai negara hukum sebagaimana

termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara

Indonesia adalah negara hukum” dengan artian bahwa Indonesia diidealkan dan dicita-

citakan oleh the founding fathers sebagai suatu negara hukum11. Bentuk dari Indonesia

sebagai negara hukum adalah terpenuhinya ciri-ciri sebuah negara hukum yang telah

dijabarkan diatas yangmana keseluruhannya termaktub dalam konstitusi Indonesia

yakni UUD NRI Tahun 1945. Indonesia dikenal dengan Negara hukum pancasila yang

memiliki unsur-unsur utama yakni (1) Pancasila; (2) MPRI; (3) Sistem konstitusi; (4)

Persamaan; (5)Peradilan bebas. Unsur- unsur utama yang dimiliki oleh Negara hukum

pancasila kemudian dikembangkan secara khusus oleh Jimly Asshiddiqie yang

menurunkan konsep Negara Hukum Indonesia dalam 13 (tiga belas) prinsip, yakni:12

(1) supremasi hukum; (2) persamaan dalam hukum; (3) asas legalitas; (4) pembatasan

kekuasaan; (5) organ-organ campuran yang bersifat independen; (6) peradilan bebas

dan tidak memihak; (7) peradilan tata usaha negara; (8) peradilan tata negara, (9)

perlindungan hak asasi manusia; (10) bersifat demokratis; (11) berfungsi sebagai sarana

mewujudkan tujuan bernegara, (12) transparansi dan kontrol sosial dan (13)

berketuhanan Yang Maha Esa.

11
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer,
2009, hlm 3
12
Ibid

7
 Kedaulatan Rakyat

Teori kedaualatan rakyat mengajarkan bahwa yang sesungguhnya berdaulat

dalam negara adalah rakyat yang merupakan ciri negara hukum atau negara demokrasi

konstitusional13. Dalam literatur ilmu hukum atau ilmu politik, kata kedaulatan berasal

dari kata soveregnity (bahasa Inggris), souverainete (bahasa Prancis), sovranus (bahasa

Italia). Kata-kata asing tersebut diturunkan dari kata latin superanus yang berarti “yang

tertinggi” (supreme)14. Menurut Jimly Asshiddiqie, bahwa kedaulatan merupakan

konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Kata “daulat”

dan “kedaulatan” berasal dari kata Arab daulah yang berarti rezim politik atau

kekuasaan15.

Kedaulatan sebagai istilah kenegaraan timbul pada abad ke-16 oleh Jean

Bodin dalam bukunya yang berjudul Six Livres de la Republique. Dalam bukunya

konsep mengenai kedaulatan diuraikan sebagai berikut16 :

i. Kekuasaan itu bersifat tertinggi, tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi, dan asli

dalam arti tidak berasal dari atau bersumber pada kekuasaan lain yang lebih

tinggi

ii. Mutlak sempurna dalam arti tidak terbatas dan tidak ada kekuasaan lain yang

membatasinya

iii. Utuh, bulat, dan abadi dalam arti tidak terpecah-pecah dan tidak terbagi-bagi.

13
Pataniari Siahaan, Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945,
Jakarta: Konsitusi Press, 2012, hlm 17
14
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta : Rajawali Pers, 2013, hlm 169
15
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu
Populer, 2007, hlm 143
16
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hlm 95

8
Teori kedaulatan rakyat lahir atas reaksi pada kedaulatan. Pelopor dari teori

kedaulatan rakyat adan Jean Jacques Rousseau (1712-1778) yang mengemukakan

bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, Raja atau Kepala Negara hanya

merupakan pelaksana dari apa yang telah diputuskan atau dikehendaki oleh Rakyat.

 Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa yunani yakni demos yang berarti pemerintah dan

cratos yang berarti rakyat. Maka Demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan yang

kekuasaan tertingginya berada ditangan rakyat, yang dikenal dengan pemerintahan dari-

oleh-unruk rakyat. Demokrasi berkembang pesat dan menjadi sistem pilihan untuk

dipraktikkan dalam kehidupan bernegara sekitar abad XIX bersamaan dengan

rumbuhnya nasionalisme. Namun, Demokrasi sebagai pemerintahan oleh rakyat secara

sepenuhnya hanya mungkin terjadi pada negara yang wilayah dan jumlah warganya

sangat kecil, seperti di negara kota (polis) pada masa Yunani Kuno17. Demokrasi dalam

artian pemerintahan rakyat secara langsung untuk saat ini sudah tidak mungkin lagi

diterapkan.

Pengklasifikasian demokrasi paling tua adalah antara demokrasi langsung dan

demokrasi tidak langung.18 Terdapat penyatuan (coalescence) antara kedaulatan

tertinggi dan kedaulatan legislatif dalam demokrasi langsung, sedangkan dalam

demokrasi tidak langsung menjalankan kekuasaan tertinggi melalui perwakilan baik

yang duduk dalam lembaga legislatif maupun eksekutif. Berbagai variasi demokrasi

17
Mac Iver, Negara Modern (The Modern State), diterjemahkan oleh Moertono, Jakarta : Bina
Aksara, 1988, hlm 313
18
Janedjri M.Gaffar, Op.cit, hlm 16

9
dikemukakan oleh David Held yang memaparkan 10 (sepuluh) model demokrasi,

yaitu19:

i. Classical Democracy. Demokrasi ini diterapkan di negara kota kecil dimana

warga negara menikmati persamaan dan berpartisipasi secara langsung dalam

pelaksanaan fungsi legislatif dan yudisial. Dalam demokrasi ini terdapat

keharusan adanya majelis terbuka dengan eksekutif yang dipilih secara

langsung baik dengan pengundian maupun secara bergantian.

ii. Protective Democracy. Demokrasi ini ada pada masyarakat dengan

kepemimpinan partiarkhal yang telah terorganisasi dimana warga negara

membutuhkan perlindungan dari penguasa dan dari waga lain. Penguasa

memerintah sesuai dengan kepentingan warga dan untuk menjaga kepemilikan

pribadi. Model ini disebut protektif karena tujuannya adalah untuk melindungi

warga dari kesewenang-wenangan penguasa, emlindungi sistem hukumd ari

para pelanggar aturan hukum

iii. Radical Model of Development Democracy. Demokrasi ini digambarkan ada

pada masyarakat non industri yang merdeka dalam urusan ekonomi dan

politik. Warga negara menikmati persamaan politik dan ekonomi, tidak ada

orang yang menjadi bawahan orang lain. Lembaga legislatif dipilih secara

langsung. Eksekutif dijalankan oleh para pegawai yang ditunjuk atau dipilih

secara langsung.

iv. Developmental Democracy. Sistem ini ada pada negara laissez fairez yang

didukung oleh sistem ekonomi pasar kompetitif dan kepemilikan provat

sebagai alat produksi. Dengan model ini politik diperlukan untuk : (1)

19
Ibid, hlm 17-20

10
melindungi kepentingan individu, dan (2) kemajuan kelompok terpejalar

membangun masyarakat.

v. Direct Democracy and the End of Politics. Sistem ini ada pada msyarakat yang

kelas pekerjanya mengalahkan kelas borjuis dimana kepemilikan provat

dihapuskan dan ekonomi pasar dihilangkan. Negara diselenggarakan untuk

mencapai kekebasan semua warga negara. Urusan publik dijalankan dan diatur

oleh seluruh anggota komunitas. Smeua pegawai dipilih dan dapat dihentikan

oleh warga negara

vi. Competitive Elitist Democracy, sistem ini ada pada masyarakat dengan

kelimpok saling berkompetisi untuk memperoleh kekuasaan dan keuntungan,

sedangkan para pemilih pad aumumnya kurang terdidik serta apatis terhadap

poiltik. Ciri utama dari model ini adalah : (1) pemerintahan parlementer

dengan eksekutif yang kuat atau pemerintahan presidensial dengan lembaga

legislatif sebagai pengawas; (2) kompetisi antar kelompok atau partai politik;

(3) dominasi partai politik; dan (4) adanya birokrasi yang terlatih.

vii. Pluralist Democracy.Demokrasi dalam masyarakat yang beragam dimana

masing-masing memiliki tujuan, budaya, dan kekuatan masing-masing serta

berupaya untuk mendapatkan sesuatu bagi kelompoknya. Karakteristik dari

model demokrasi ini adalah : (1) adanya jaminan kebebabsan dan

kemerdekaan; (2) adanya institusi check and balances guna menjaga

berfungsinya legislatif, eksekutif, dan judisial; (3) adanya sistem pemilihan

yang kompetitif; (4) adanya berbagai macam dan bentuk kelompok

kepentingan yang mencari pengaruh politik; (5) penghormatan terhadap

11
hukum dan konstitusi; dan (6) negara mencari pemenuhan kepentingannya

sendiri tidak selalu bertindak imparsial.

viii. Legal Democracy. Demokrasi ini menggambarkan kepemimpinan politik yang

efektif, dipandu oleh prinsip liberal, serta minimalnya peran kelompok-

kelompok kepentingan; Karakteristik dari model ini adalah : (1) negara bekerja

berdasarkan konstitusi; (2) rule of law berlaku dan mengalahkan rule of man;

(3) masyarakat pasat bebas; dan (4) negara memiliki peran minimal sedangkan

individu memiliki otonomi yang maksimal.

ix. Participatory Democracy. Sistem ini menggambarkan masyarakat berkeadilan

yang sempurna dengan sumber daya yang tersedia bagi semua orang serta

keterbukaan dan informasi dipastikan dapat diakses oleh seriap orang. Ciri-ciri

model ini meliputi : (1) warga negara berpartisipasi langsung dalam setiap

institusi sosial; (2) kepemimpinan partai bertanggungjawab kepada anggota

aprtai; dan (3) dijalankan sistem kelembagaan terbuka untuk memastikan

kesempatan eksperimental bentuk-bentuk politik.

x. Democracy Autonomy. Sistem yang berjalan jika terdapat keterbuukaan

informasi untuk memberitahukan keputusan-keputusan publik, menyusun

prioritas pemerintahan termasuk mengatur pasar. Model ini mencita-citakan

kebebasan dan kesamaan kondisi dan otonomi bagi kehidupan setiap individu

serta menjamin hak dan kewajiban yang sama. Karakteristik model ini

meliputi : (1) otonomi diabadikan dalam konstitusi; (2) sistem kepartaian yang

kompetitif; dan (3) pelayanan administrasi diorganisasikan secara internal

dengan prinsip partisipasi langsung.

12
Banyak ahli hukum yang menjabarkan model dari demokrasi yang dapat

diterapkan di negara, pada intinya ide demokrasi adalah berkenaan dengan partisipasi,

representasi, dan pengawasan. Beberapa karakteristik yang melekat pada demokrasi

yakni20 :

i. That all should govern in the sense that all should be involved in legilating in

deciding on general policy, in applying laws and in governing administrative.

ii. That all should be personally involved in crucial decision making that is to say,

in deciding general laws and matters of general policy

iii. That rulers should be accountable to the rules, they should, in other words, be

obliged to justify their actios to the ruled and be removed by the ruled

iv. That the rules should be accountable to the representative of the ruled.

v. That the ruler shoul be chosen by the ruled

vi. That rules should be chosen by representatives of the ruled

vii. That rules should act in the interest of the ruled.

Guna terpenuhinya karakteristik sebagaimana dipaparkan diatas, maka

kemudian diselenggarakan sebuah pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) untuk

memilih pihak-pihak yang mengisi posisi pemerintah, sebuah mekanisme yang melekat

pada demokrasi. Secara lebih tegas A.Appadorai menyatakan bahwa saarana utama

rakyat menjalankan kedaulatannya adalah melalui suara dan Pemilu21. Rudolf

Mellingholf22 menempatkan Pemilu dalam dua posisi, yaitu sebagai mekanisme transfer

20
N.D Aurora dan S.S. Awasthy, Political Theory¸ New Delhi : Har-Anand, 1981, hlm 308-309
21
A. Appadorai, The Substance of Politic, New Delhi : Oxford India Paperback, 1974, hlm 523
22
Rudolf Mellingholf, The Role of Constitutional Court and Equivalent in Strenghtening the
Principles of Democracy, Makalah disampaikan pada Simposium Internasional “Negara Demokrasi
Konstitusional” diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta 11-13 Juli 2011

13
kekuasaan dari rakyat kepada negara dan sebagai pemberi legitimasi pada

pemerintahan.

Pemilu yang demokratis adalah Pemilu yang diselenggarakan berdasarkan

prinsip-prinsip, menurut Eric Barendt23 mengemukakan empat prinsip yang harus

ditegaskan dalam konstitusi, yaitu berkala (regular), bebas (free), persamaan (equal),

rahasia (secret), dan pengadilan harus memiliki kewenangan untuk menegakkan

prinsip-prinsip tersebut. Di Indonesia sebagai negara yang demokratis mengacu pada

Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” menyelenggarakan Pemilu sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, “Pemilihan umum

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun

sekali”. Secara Konseptual, terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan untuk

menciptakan Pemilu yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil, yaitu24 :

1. Menciptakan seperangkat metode untuk mentransfer suara pemilih kedalam

suatu lembaga perwakilan rakyat secara adil (electoral system)

2. Menjalankan pemilihan umum sesuai dengan aturan main dan prnisp-prinsip

demokrasi (electoral proccess)

Organisasi Parlemen Sedunia (Inter Parliamentary Union) yang telah membuat

Universal Declaration on Democracy menjabarkan prinsip-prinsip Pemilu yang

demokratis meliputi25 :

1. Prinsip free, fair, dan regular sehingga kehendak rakyat dapat diekspresikan

23
Eric Barendt, An Introduction to Constitutional Law, New York : Oxford University Press, 1998,
hlm 158
24
Sodikin, Hukum Pemilu : Pemilu sebagai Praktik Ketatanegaraan, Bekasi : Gramata Publishing,
2014, hlm 93
25
Ibid

14
2. Prinsip pelaksanaan Pemilu berdasarkan hak pilih yang bersifat umum,

sederajat, dan rahasia sehingga pemilih dapat memilih wakilnya dalam kondisi

secara sama (equal) , dalam situasi yang terbuka dan transparan yang

mendorong kompetisi politik

Agar Pemilu demokratis bisa dilakukan secara berkala/berkesinambungan, perlu

didukung oleh kondisi sebagai berikut26 :

1. Adanya pengadilan independen yang menginterpretasikan peraturan Pemilu;

2. Adanya lembaga administrasi yang jujur, kompeten, dan non partisan untuk

menjalankan Pemilu;

3. Adanya pembangunan sistem kepartaian yang cukup terorganisir untuk

meletakkan pempimpin dan kebijakan diantara alternatif kebijakan yang

dipilih;

4. Penerimaan komunitas politik terhadap aturan main tertentu dari struktur dan

pembatasan dalam mencapai kekuasaan.

Terdapat 10 Komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai Pemilu yang

demokratis menurut Office of Democratic Institutions and Human Right didalam

dokumen International Standars and Commitment on the Right to Democratic Election

yakni : (1) sistem Pemilu (election system); (2) pengaturan distrik (districting); (3)

administrasi Pemilu (election administration); (4) hak pilih dan pendaftaran pemilih

(suffrage rights and voter registration); (5) pendidikan kewarganegaraan dan informasi

pemilih (civic education and voter information); (6) kandidat, partai politik, pendanaan

kampanye (candidates, political parties, and campaign spending); (7) akses media dan

26
Ibid

15
perlindungan kebebasan berbicara (media access and protection of freedom of speech);

(8) pemungutan suara (balloting); (9) pemantauan Pemilu (election of observation); (10)

penyelesaian sengketa pemilu (resolution of election disputes).

 Sistem Pemerintahan dan Pemisahan Kekusaan

Kehidupan bernegara terdiri dari konsep pemerintahan dan kekuasaan yang

keduanya saling terkait satu dengan yang lainnya. Berbicara tentang sistem

pemerintahan pada dasarnya adalah membicarakan bagaimana pembagian atau

pemisahan kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lemabga negara menjalankan

kekuasaan negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat27. Power

tends to corrupt, maka kemudian hadirlah konsep dari pembagian dan pemisahan

kekuasaan guna mengatur perangkat pemerintah dalam menjalankan tugas dan

fungsinya.

Pembagian dan pemisahan kekuasaan memiliki pengertian yang berbeda

menurut Kusnardi dan Harmaily28 dimana pemisahan kekuasaan (separation of

powers) berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik

mengenai organnya maupun fungsinya. Sedangkan pembagian kekuasaan (divisions of

power) adalah pendistribusian kekuasaan dimana dimungkinkan ada koordinasi atau

kerjasama. Sedangkan Menurut Jimly Asshiddiqie, sebenarnya pemisahan kekuasaan

dan pembagian kekuasaan itu sama-sama merupakan konsep mengenai pemisahan

kekuasaan (separation of power) yang secara akademis, dapat dibedakan antara

pengertian sempit dan pengertian luas. Dalam pengertian luas, konsep pemisahan

27
Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, hlm
148
28
Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.cit , hlm 140

16
kekuasaan (separation of power) itu juga mencakup pengertian pembagian kekuasaan

yang biasa disebut dengan istilah division of power (distribution of power). Pemisahan

kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah- pisahkan ke dalam fungsi-

fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling

mengimbangi (checks and balances). Sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal

dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada

lembaga-lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat29.

Pembagian atau pemisahan kekuasaan ini berbicara mengenai tugas dan

fungsi. Pertama kali mengenai fungsi-fungsi kekuasaan negara dikenal di Perancis pada

abad ke-XVI, pada umumnya diakui lima yaitu: (i) fungsi diplomacie; (ii) fungsi

defencie; (iii) fungsi financie; (iv) fungsi justicie; dan (v) fungsi policie 30. Konsep ini

yang kemudian melahirkan sistem pemisahan kekuasaan oleh John Locke dalam

bukunya “Two Treatises on Civil Government” (1690) memisahkan kekuasaan dari

tiap-tiap negara dalam 3 kekuasaan, yaitu31 :

i. Kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat Undang-Undang;

ii. Kekuasaan eksekutif, kekuasaan untuk melaksanakan Undang-Undang;

iii. Kekuasaan federatif, kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta

segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri

Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Montesquie dalam bukunya

“L’Esprit des Lois (The Spirit of the Law)” (1748) dimana terdapat perbedaan dnegan

pendahulunya yakni John Locke yakni adanya fungsi mengadili yang hadir dari latar

29
Jimly Asshidiqqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD
1945, Yogyakarta : FH UII Press, 2004, hlm. 35
30
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta :
Sinar Grafika, 2010, hlm 29
31
C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Aksara Baru, 1985, hlm 10.

17
belakamh Montesquieu sebagai hakim. Pemisahan yang dilakukan oleh Montesquie

yang hinggat saat ini kita sebut dengan istilah trias politika sebagai suatu prinsip

normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang

yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa32.

Pemisahan kekuasaan menurut Montesquie adalah sebagai berikut33 :

i. Kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat undang undang

ii. Kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan undang-undang (diutamakan tindakan

politik luar negeri)

iii. Kekuasaan yudikatif, kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang.

32
Miriam Budiardjo, Op.cit, hlm 151
33
Ibid, 281-282

18
D DEFINISI OPERASIONAL

i. Penetapan : Kamus Besar Bahasa Indonesia

menjelaskan pengertian dari penetapan adalah Proses,

cara, perbuatan menetapkan; penentuan; pengangkatan

(jabatan dan sebagainya); pelaksanaan (janji, kewajiban,

dan sebagainya).

ii. Presiden dan Wakil Presiden : Black’s Law

Dictionary34 memberikan sebuah terminologi mengenai

Presiden, yakni: “President, The chief political executive

of a government; the head of state.” (Presiden ialah

kepala eksekutif politik pada suatu pemerintahan atau

kepala Negara). Sedangkan untuk Wakil Presiden, yakni:

“Vice President, an officer selected in advance to fill the

presidency if the president dies, resigns, is removed from

office, or cannot or will not serve”, (Wakil Presiden

ialah pejabat yang dipilih terlebih dahulu untuk mengisi

jabatan presiden jika presiden meninggal,

mengundurkan diri, akan dihapus dari kantor

(diberhentikan), tidak dapat melayani atau tidak akan

melayani)

34
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, (West (USA): Thomson Reuters business,
2009, hlm 1304 dan 1702

19
BAB II

PENETAPAN PASANGAN CALON TERPILIH DALAM PEMILIHAN UMUM

DIBERBAGAI NEGARA

Komparasi atau perbandingan adalah salah satu metode pendekatan yang digunakan

dalam ilmu hukum dengan melihat persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh objek yang

menjadi perbandingan. Prof. Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa dengan perbandingan

adalah salah satu kunci pembelajaran hukum tata negara dalam konteks umum. 35

Perbandingan hukum tata negara, atau perbandingan konstitsi, merupakan cabang ilmu

hukum yang menggunakan metode perbandingan satu aspek hukum tata negara antara dua

negara atau lebih.36 Memahami banyak konstitusi di dunia akan sangat bermanfaat untuk

memperluas spektrum pemikiran dan menemukan solusi kreatif terhadap persoalan yang

dihadapi bangsa37. Maka, guna memahami bagaimana penetapan pasangan calon terpilih

sebagaimana diselenggarakan di Indonesia, terdapat beberapa negara yang berbeda sebagai

obyek kajian dalam pemaparan yakni sebagai berikut :

A. Afrika Selatan D. Argentina


B. Algeria E. Austria
C. Amerika Serikat F. Bangladesh
G. Brazil I. Ethiopia
H. Estonia J. Filipina
K. Ghana M. India
L. Jerman N. Kolombia
O. Korea Selatan Q. Mesir
P. Meksiko R. Pakistan
S. Perancis
T. Rusia

35
Jimly Asshiddiqie, disampaikan pada saat kuliah pengantar perbandingan konstitusi di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia 28 September 2017.
36
Sri Soemantri, Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali, 1981, hlm 13.
37
Nur Hidayat dan Sardini Gunawan, “60 Tahun Jimly Asshiddiqie : Menurut Para Sahabat”,
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016, hlm 433.

20
A. AFRIKA SELATAN

Luas Wilayah : 1,221,037 km2

Jumlah Penduduk : 51,770,560 dengan kepadatan


42.4/km2
Ibu Kota : Pretoria (executive)
Bloemfontein (judicial)
Cape Town (legislative)
Bentuk Negara : Kesatuan
Sistem : Parlementer
Pemerintahan
Afrika Selatan Memiliki Presiden dan Wakil Presiden, perangkat legislatif yakni

parlemen dengan dua kamar yakni kamar atas National Council dan kamar bawah National

Assembly, serta kekuasaan kehakiman. Presiden menunjuk wakil presiden dari parlemen,

Presiden sendiri dipilih dan menjalankan tugasnya berdasarkan ketentuan dalam konstitusi

Afrika Selatan sebagai berikut :

Section 83 The Presiden - (a) is the Head of State and head of the national executive;
(b) must uphold, defend and respect the Constitution as the supreme law of the
Republic; and (c) promotes the unity of the nation and that which will advance the
Republic.
Section 86 Election of President : (1) At its first sitting after its election, and whenever
necessary to fill a vacancy, the National Assembly must elect a woman or a man from
among its members to be the President. (2) The President of the Constitutional Court
must preside over the election of the President, or designate another judge to do so.
The procedure set out in Part A of Schedule 3 applies to the election of the President.
(3) An election to fill a vacancy in the office of President must be held at a time and
on a date determined by the President of the Constitutional Court, but not more than
30 days after the vacancy occurs.
Section 87 Assumption of office by President : When elected President, a person
ceases to be a member of the National Assembly and, within five days, must assume
office by swearing or affirming faithfulness to the Republic and obedience to the
Constitution, in accordance with Schedule 2.
Section 88 Term of office of President : (1) The President's term of office begins on
assuming office and ends upon a vacancy occurring or when the person next elected
President assumes office. (2) No person may hold office as President for more than
two terms, but when a person is elected to fill a vacancy in the office of President, the
period between that election and the next election of a President is not regarded as a
term.

21
B. ALGERIA

Luas Wilayah : 2,381,741 km2

Jumlah Penduduk : 37,900,000 dengan kepadatan


15.9/km2
Ibu Kota : Algiers
Bentuk Negara : Kesatuan
Sistem : Semi-Presidensial
Pemerintahan

Negara Algeria dengan sistem pemerintahan semi-presidensil dikepalai oleh Presiden

sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan yang ditunjuk oleh

Presiden. Perangkat legislatif di Algeria terdiri dari dua kamar yakni People’s National

Assembly sebagai kamar bawah yang terdiri dari 462 anggota, dan council of the nation

sebagai kamar atas yang terdiri dari 114 anggota. Pemilihan presiden diatur dalam ketentuan

bagian kekuatan eksekutif dalam konstitusi Algeria sebagai berikut :

Article 70
Section (1) : The President of the Republic, Head of the State, embodies the unity of
the Nation. He is the guarantor of the Constitution.
Section (2) : He embodies the State within the country and abroad.
Section (3) : He addresses the Nation directly.

Article 71
Section (1) : The President of the Republic is elected by direct, secret and universal
suffrage.
Section (2) : The election acquired through the absolute majority of the expressed
votes.
Section (3) : The other modes of presidential election are defined by the law.

Article 72
The President of the Republic exercises the supreme magistracy within the limits
defined by the Constitution.

Article 73
Section (1) : To be eligible to the Presidency of the Republic, the candidate should: -
have, solely, the Algerian nationality by origin; - be a Muslim; - be more than forty
(40) years-old the day of the election; - enjoy full civil and political rights; - prove the
Algerian nationality of the spouse; - justify his participation in the 1st of November
1954 Revolution for the candidates born before July 1942; - justify the non-
involvement of the parents of the candidate born after July 1942, in actions hostile to

22
the 1st of November 1954 Revolution; - submit a public declaration of his personal
and real estate existing either within Algeria or abroad.
Section (2) : Other conditions are prescribed by the law.

Article 74
Section (1) : The duration of the presidential mandate is five (5) years.
Section (2) : The President of the Republic can be reelected once only.

Article 75
Section (1) : The President of the Republic takes an oath before the People and in the
presence of the high authorities of the Nation, in the week following his election.
Section (2) : He enters into of lice after taking the Oath.

Article 76
The President of the Republic takes the Oath in the following terms:
"In the Name of God the Merciful and the Compassionate Faithful to the great
sacrifices and to the memory of our martyrs as well as to the ideals of the eternal
November Revolution. I do solemnly swear by God the almighty that I will respect
and glorify the Islamic religion, defend the Constitution, see to the continuity of the
State and provide the necessary conditions for the normal functioning of the
reinforcement of the democratic process, respect the free choice of the people as well
as the institutions and laws of the Republic, preserve the integrity of the national
territory, the unity of the people and the nation, protect the fundamental human and
citizen's rights and liberties, work for the development and progress of the people and
put all my strength to the achievement of the great ideals of justice, freedom and
peace in the world. God is my witness"

23
C. AMERIKA SERIKAT

Luas Wilayah : 9.826.675 km2


Jumlah Penduduk : 9.826.675 km2 dengan
kepadatan 32,7/km2
Ibu Kota : Washington DC
Bentuk Negara : Federal
Sistem : Presidensial
Pemerintahan

Perangkat pemerintahan Amerika Serikat terdiri atas Presiden dan Wakil Presiden

sebagai Kepala dan Wakil dari Negara dan pemerintahan, lembaga legislatif dengan sistem

dua kamar yaitu Senat sebagai majelis tinggi dan House of Representatice sebagai majelis

rendah serta lembaga yudikatif yang diselenggarakan dalam pengadilan tinggi dan umum.

Kepala dan Wakil Negara dan pemerintahan berserta lembaga legislatif secara umum dipilih

melalui pemilihan dengan pemungutan suara pluralitas oleh warga negara menurut distrik

atau dengan melalui dewan pemilih (electoral college), keanggotaan badan ini dipilih oleh

negara bagian dengan cara yang ditentukan legislatif. 38. Khusus untuk Presiden dan Wakil

Presiden dipilih secara bersamaan sesuai dengan amanat konsitusi Amerika Serikat yakni

dalam Article II Section 1, yakni sebagai berikut :

(1) The executive Power shall be vested in a President of the United States of
America. He shall hold his Office during the Term of four Years, and, together with
the Vice President, chosen for the same Term, be elected, as follows:

(2) Each State shall appoint, in such Manner as the Legislature there of may direct, a
Number of Electors, equal to the whole Number of Senators and Representatives to
which the State may be entitled in the Congress; but no Senator or Representative, or

38
Lebih lanjut menurut Edwads dan Wayne, sistem pemilihan ini dipilih untuk menengahi pilihan
pemilihan Presiden yang timbul ketika konstitusi pertama Amerika dirumuskan. Pilihannya antara Presiden
dipilih oleh lembaga legislatif atau secara langsung oleh rakyat. Kekurangan dari sistem pertama adalah
ancaman nyata bagi independensi Presiden; sesuatu yang notabene menjadi ratio legis dari kelahiran sistem
presidensial. Sementara itu, pemilihan secara langsung tidak dipilih karena para perumus meragukan kapasitas
pemilih untuk memilih kandidat yang paling berkualitas. Para perumus konstitusi Amerika juga
mengkhawatirkan luasnya wilayah negara yang dapat mengurangi efektivitas pengawasan jalannya pemilu.
Dengan kata lain, sistem presidensial sesungguhnya menolak pemilihan langsung oleh rakyat. Dalam konstruksi
pemilu Presiden di Indonesia, pilihan Amerika sesungguhnya perlu dipertimbangkan. Apabila dibandingkan,
Indonesia dan Amerika memiliki kemiripan dalam hal jumlah penduduk yang sangat banyak dan wilayah negara
yang sangat luas. George C Edwads dan Stephen J Wayne, Presidential Leadership: Politics and Policy Making
(Belmont: Thomson Wadsworth, 2006), hlm 60-61.

24
Person holding an Office of Trust or Profit under the United States, shall be appointed
an Elector.

(3) The Electors shall meet in their respective States, and vote by Ballot for two
Persons, of whom one at least shall not be an Inhabitant of the same State with
themselves. And they shall make a List of all the Persons voted for, and of the
Number of Votes for each; which List they shall sign and certify, and transmit sealed
to the Seat of the Government of the United States, directed to the President of the
Senate. The President of the Senate shall, in the Presence of the Senate and House of
Representatives, open all the Certificates, and the Votes shall then be counted. The
Person having the greatest Number of Votes shall be the President, if such Number be
a Majority of the whole Number of Electors appointed; and if there be more than one
who have such Majority, and have an equal Number of Votes, then the House of
Representatives shall immediately chuse by Ballot one of them for President; and if
no Person have a Majority, then from the five highest on the List the said House shall
in like Manner chuse the President. But in chusing the President, the Votes shall be
taken by States the Representation from each State having one Vote; A quorum for this
Purpose shall consist of a Member or Members from two thirds of the States, and a
Majority of all the States shall be necessary to a Choice. In every Case, after the
Choice of the President, the Person having the greater Number of Votes of the Electors
shall be the Vice President. But if there should remain two or more who have equal
Votes, the Senate shall chuse from them by Ballot the Vice President.

(4) The Congress may determine the Time of chusing the Electors, and the Day on
which they shall give their Votes; which Day shall be the same throughout the United
States.

(5) No person except a natural born Citizen, or a Citizen of the United States, at the
time of the Adoption of this Constitution, shall be eligible to the Office of President;
neither shall any Person be eligible to that Office who shall not have attained to the
Age of thirty five Years, and been fourteen Years a Resident within the United States.

(6) In case of the removal of the President from Office, or of his Death, Resignation
or Inability to discharge the Powers and Duties of the said Office, the Same shall
devolve on the Vice President, and the Congress may by Law provide for the Case of
Removal, Death, Resignation or Inability, both of the President and Vice President,
declaring what Officer shall then act as President, and such Officer shall act
accordingly, until the Disability be removed, or a President shall be elected.

(7) The President shall, at stated Times, receive for his Services, a Compensation,
which shall neither be increased nor diminished during the Period for which he shall
have been elected, and he shall not receive within that Period any other Emolument
from the United States, or any of them.

(8) Before he enter on the Execution of his Office, he shall take the following Oath or
Affirmation: "I do solemnly swear (or affirm) that I will faithfully execute the Office
of President of the United States, and will to the best of my Ability, preserve, protect
and defend the Constitution of the United States."

25
D. ARGENTINA

Luas Wilayah : 2.780.400 km2

Jumlah Penduduk : 43.131.966 dengan kepadatan


14.4/km2 (data perkiraan tahun
2015)

Ibu Kota : Buenos Aries

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Presidensial
Pemerintahan

Perangkat pmerintahan Argentina berdasarkan Konstitusi Argentina 1994

mengamanatkan pembagian kekuasaan menjadi badan-badan eksekutif, legislatif yakni

Parlemen Argentina dikenal sebagai Kongres Nasional atau Congreso Nacional. Dengan

sistem Parlemen bikameral terbagi atas dua kamar yang utama: Senat atau Senado dengan 72

kursi dan Dewan Perwakilan atau Cámara de Diputados dengan 257 anggota. dan kehakiman

di tingkat nasional dan negara bagian. Presiden selaku kepala negara dan kepala

pemerintahan didampingi oleh seorang Wakil Presiden yang dipilih secara langsung setiap 4

tahun, diperbolehkan menjabat selama tidak lebih dari dua periode dan kemudian diperboleh

dipilih kembali ketika mencapai maksimal masa jabatan setelahnya tidak aktif untuk satu

periode. Ketentuan berkenaan dengan Presiden dan Wakil Presiden dimuat dalam Kosntitusi

Argentina yakni sebagai berikut :

Section 87 : The Executive Power of the Nation shall be vested in a citizen with the
title of "President of the Argentine Nation".

Section 88 : In case of illness, absence from the Capital City, death, resignation, or
removal of the President from office, the Executive Power shall devolve upon the
Vice- President of the Nation. In case of removal, death, resignation, or inability of
the President and the Vice- President of the Nation, Congress shall determine the
public officer who shall exercise the Presidency until the ceasing of the grounds of
inability or the election of a new President.

26
Section 89 : To be elected President or Vice-President of the Nation it is necessary to
have been born in the Argentine territory, or to be the son of a native born citizen if
born in a foreign country; and to have the other qualifications required to be elected
senator.

Section 90 : The President and Vice-President shall hold their offices for the term of
four years; and they may be re- elected or may succeed each other for only one
consecutive term. If they have been re-elected or they have succeeded each other, they
cannot be elected for either of these two positions but with the interval of one term.

Section 91 : The President of the Nation shall cease to exercise power on the same
day his four-years term expires; no event that may have interrupted it shall constitute
grounds for completing the term later.

Section 92 : The President and Vice-President receive a remuneration paid out of the
Treasury of the Nation, which shall not be altered during their term of office. During
this same period they shall neither hold any other office nor receive any other
emolument from the Nation or from any province whatsoever.

Section 93 : On assuming office, the President and Vice- President shall take oath
before the President of the Senate and before Congress assembled, respecting their
religious beliefs, to: "perform with loyalty and patriotism the office of President (or
Vice-President) of the Nation, and to faithfully observe the Constitution of the
Argentine Nation, and to cause it to be observed.

27
E. AUSTRIA

Luas Wilayah : 83,879 km2

Jumlah Penduduk : 8,823,054 dengan kepadatan


104/km2 perkiraan tahun 2018

Ibu Kota : Vienna

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Parlementer
Pemerintahan

Perangkat pemerintah dari Negara Austria terdiri dari Presiden, Kanselir, dan

Legislatif yang terdiri dari dua kamar yakni kamar atas Federal Council dan kamar bawah

National Council. Pengangkatan dari Presiden di Austria diatur dalam Konstitusi Austria

sebagai berikut :

Article 60 [Election]
(1) The Federal President is elected by the nation on the basis of equal, direct, secret,
and personal suffrage. If there is only one candidate, the election takes place by way
of referendum. Anyone with House of Representatives suffrage is entitled to vote.
Voting in the election is compulsory in Federal States where State law so provides.
Detailed provisions about the electoral procedure and possible compulsory voting will
be established by a federal law. This same law shall in particular lay down the reasons
held to excuse non-participation in the election regardless of compulsory voting.

(2) The candidate who polls more than half of all valid votes has been elected. If no
such majority results, a second ballot takes place. Votes in this can validly be cast only
for one of the two candidates who have polled the most votes in the first ballot; but
each of the two groups of voters who put up these two candidates can in the second
ballot nominate another individual to replace its original candidate.

(3) Only a person who has House of Representatives franchise and was thirty five
years old before the first of January of the year in which the election is held can be
elected Federal President. Members of reigning houses or of formerly regnant families
are excluded from eligibility.

(4) The result of the election of the Federal President shall be officially published by
the Federal Chancellor.

(5) The Federal President holds office for six years. Re-election for the immediately
following term of office is admissible once.

28
(6) Before expiry of his term of office the Federal President can be deposed by
referendum. The referendum shall be held if the Federal Assembly so demands. The
Federal Assembly shall be convoked by the Federal Chancellor for this purpose if the
House of Representatives has passed such a motion. The House of Representatives
vote requires the presence of at least half the members and a majority of two thirds of
the votes cast. By such a House of Representatives vote, the Federal President is
prevented from the further exercise of his office. Rejection by the referendum of the
deposition works as a new election and entails the dissolution of the House of
Representatives (Article 29 (1)). The Federal President's total term of office may not
exceed twelve years.

Article 61 [Incompatibility]
(1) During his tenure of office, the Federal President may not belong to any popular
representative body nor exercise any other occupation.

(2) The title "Federal President" may not, even with an addition or in the context of
another designation, be used by anyone else. It is protected by law.

Article 62 [Oath]
(1) On his assumption of office the Federal President renders the following
affirmation before the Federal Assembly:
"I solemnly promise that I shall faithfully observe the Constitution and all the laws of
the Republic and shall fulfill my duty to the best of my knowledge and belief."

(2) The addition of a religious assertion is admissible.

29
F. BANGLADESH

Luas Wilayah : 147,570 km2

Jumlah Penduduk : 149,772,364 dengan kepadatan


1,106/km2

Ibu Kota : Dhaka

Bentuk Negara : Kesatuan

Sistem : Parlementer
Pemerintahan

Perangkat pemerintahan Bangladesh terdiri dari Presiden, Perdana Menteri, lembaga

legislatif yang disebut Jatiya Sangsad, dan kekuasaan kehakiman. Untuk pengangkatan

presiden dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Kontitusi Bangalades yakni sebagai

beirkut :

Article 48.
(1) There shall be a President of Bangladesh who shall be elected Bay members of
Parliament in accordance with law.
(2) The President shall as Head of State, take precedence over all other persons in the
State, and shall exercise the powers and perform The duties conferred and imposed on
him by this Constitution and by any other law.
(3) In the exercise of all his functions, save only that of appointing The Prime
Minister pursuant to clause (3) of article 56 and the Chief Justice pursuant to clause
(1) of article 95, the President shall act Ni accordance with the advice of the Prime
Minister; Provided that The question whether any, and if so what, advice has been
tendered by The Prime Minister to the President shall not be enquired into in any
court.
(4) A person shall not be qualified for election as President if hea. is less than thirty-
five years of age; bor b. is not qualified for election a member of Parliament; or c. has
been removed from the office of President by impeachment under this Constitution.
(5) The Prime Minister shall keep the President informed on matters of domestic and
foreign policy, and submit for the consideration of The Cabinet any matter which the
President may request him to refer to it.

30
G. BRAZIL

Luas Wilayah : 8.515.767 km2

Jumlah Penduduk : 204.945.000 jiwa dengan


kepadatan 23,8/km2 perkiraan
pada tahun 2014

Ibu Kota : Braisilia

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Presidensial
Pemerintahan

Perangkat pmerintahan Brazil terdiri atas eksekutif, legislatif dengan sistem dua

kamar yakni Federal Senate sebagai kamar atas dan Chamber of Deputies sebagai kamar

bawah, dan lembaga kekuasaan kehakiman. Presiden selaku Kepala Negara dan

Pemerintahan didampingi oleh seorang Wakil Presiden yang dipilih secara satu kesatuan

untuk masa jabatan 4 tahun dan dilantik pada tanggal 1 Januari mengikuti masa pemilihan.

Ketentuan demikian dapat dilihat dalam Konstitusi Brazil yakni sebagai berikut :

Article 76 [President, Ministers] : The Executive Branch is exercised by the


President of the Republic, assisted by the Ministers of State.

Article 77 [Election] : (0) Election of the President and of the Vice President of the
Republic takes place simultaneously, ninety days before the end of the current
presidential term of office; (1) Election of the President of the Republic includes
election of the Vice President registered with him; (2) The candidate who, being
registered by a political party, obtains an absolute majority of votes, not counting
blank or void votes, is considered to be elected as President; (3) If no candidate
attains an absolute majority in the first ballot, another election hat to be held within
twenty days after announcement of the results; the two candidates who obtained the
greatest number of votes then compete and the one who obtains a majority of valid
votes is considered elected; (4) In the event that, before the second election is held, a
candidate dies, withdraws, or is legally impaired, the candidate with the greatest
number of votes among the remaining candidates is called.; (5) If, in the event of the

31
preceding paragraphs, more than one candidate with an equal number of votes
remain in second place, the eldest one is qualified.

Article 78 [Taking of office, Oath Before Congress: (0) The President and the Vice
President of the Republic takes office in a session of Congress. They take an oath to
maintain, defend, and carry out the Constitution, comply with the laws, further the
general good of the Brazilian people, sustain the union, integrity, and independence
of Brazil: (1) In the event that ten days as from the date scheduled for taking of
office, the President or the Vice President, except for force majeure, has not taken
office, such office has to be declared vacant.

Article 79 [Vice President]: (0) The Vice President replaces the President in the
event of impediment and succeeds him in the event of vacancy; (1) The Vice
President of the Republic, in addition to other duties attributed to him by
supplemental laws, assists the President whenever called by the President for special
missions.

Article 80 [Double Vacancy]: In the event of impediment of the President and of


the Vice President, or of vacancy in the respective offices, the President of the House
of Representatives, the President of the Federal Senate, and the Chief Justice of the
Federal Supreme Court are called successively to exercise the Presidency.

Article 81 [New Elections, Electoral College]: (0) If a vacancy occurs in the


offices of President and Vice President of the Republic, elections are held ninety
days after the last vacancy occurred; (1) If the vacancy occurs during the last two
years of the President's term of office Congress holds elections for both offices
within thirty days after the last vacancy occurred, in accordance with the law; (2) In
any of the cases, those elected complete the term of office of their predecessors.

Article 82 [Term]: The term of office of the President of the Republic is four years
and he may not be re-elected for the subsequent term. { Note: The 1997 re-eletion
amendment is in force, but has not yet been included into the ICL-Edition. } The
term of office commences on January 1st of the year following the year of his
election.

32
H. ESTONIA

Luas Wilayah : 1,104,300 km2

Jumlah Penduduk : 1,294,455 dengan kepadatan


28/km2

Ibu Kota : Tallin

Bentuk Negara : Kesatuan

Sistem : Parlementer
Pemerintahan

Perangkat pemerintahan di Estonia terdiri dari Presiden, Perdana Menteri, Lembaga

legislatif yakni Riigikogu. Penetapan Presiden di Estonia diatur dalam Article 79, Konstitusi

Estonia sebagai berikut :

The President of the Republic shall be elected by the Riigikogu, or, in the case
provided by paragraph four of this section, by an electoral body.
The right to nominate a candidate for President of the Republic rests with not less
than onefifth of the membership of the Riigikogu.
An Estonian citizen by birth who has attained forty years of age may be nominated as
a candidate for President of the Republic.
The President of the Republic shall be elected by secret ballot. Each member of the
Riigikogu shall have one vote. A candidate in favour of whom a two-thirds majority
of the membership of the Riigikogu votes shall be considered elected. If no candidate
receives the required majority, a new round of voting shall be held on the next day.
Before the second round of voting, a new nomination of candidates shall be held. If
no candidate receives the required majority in the second round of voting, a third
round of voting shall be held on the same da between the two candidates who receive
the greatest number of votes in the second round. If the President of the Republic is
still not elected in the third round of voting, the Chairman of the Riigikogu shall,
within one month, convene an electoral body to elect the President of the Republic.

33
The electoral body shall be comprised of members of the Riigikogu and
representatives of the local government councils. Each local government council shall
elect at least one representative to the electoral body, who must be an Estonian citizen.
The Riigikogu shall present the two candidates who receive the greatest number of
votes in the Riigikogu to the electoral body as candidates for President. The rig-t to
nominate a candidate for President also rests with not less than twentyone members of
the electoral body.
The electoral body shall elect the President of the Republic by a majority of the voting
electoral body members. If no candidate is elected in the first round, a second round
of voting shall be held on the same day between the two candidates who receive the
greatest number of votes.
The specific procedure for the election of the President of the Republic shall be
provided by the President of the Republic Election Act.

34
I. ETHIOPIA

Luas Wilayah : 1,104,300 km2

Jumlah Penduduk : 102,403,196 dengan kepadatan


92.7/km2 (angka merupakan
prakiraan pada tahun 2016)

Ibu Kota : Addis Ababa

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Parlementer
Pemerintahan

Perangkat pemerintahan Ethiopia terdiri atas Presiden dan Wakil Presiden, Perdana

Menteri, lembaga legislatif dengan sistem dua kamar yakni Federal Parliamentary Assembly

dimana sebagai kamar atas adalah House of Federation, dan sebagai sebagai kamar bawah

terdapat House of Peoples' Representatives. Karena menganut sistem pemerintahan

Parlementer, Presiden di Ethiopia hanya bertindak sebagai kepala negara secara simbolik dan

bukan merupakan kepala pemerintahan. Presiden didampingi oleh Wakil Presiden

sebagaimana perubahan konstitusi Ethiopia pada 12 September 1987. Presiden dan Wakil

Presiden dipilih oleh lembaga legislatif sebagaimana ketentuan dalam Konsitusi Ethiopia

sebagai berikut :

Article 69 The President : The President of the Federal Democratic Republic of


Ethiopia is the Head of State.

Article 70 Nomination and Appointment of the President : (1) The House of


Peoples' Representatives shall nominate the candidate for President; (2) The nominee
shall be elected President if a joint session of the House of Peoples' Representatives
and the House of the Federation approves his candidacy by a two-thirds majority vote;
(3) A member of either House shall vacate his seat if elected President; (4) The term
of office of the President shall be six years. No person shall be elected President for
more than two terms; (5) Upon his election in accordance with sub-article 2 of this
article, the President, before commencing his responsibility, shall, at a time the joint
session of the Houses determines, present himself before it and shall make a
declaration of loyalty to the Constitution and the Peoples of Ethiopia in the following
words: "I ....., when on this date commence my responsibility as President of the
Federal Democratic Republic of Ethiopia, pledge to carry out faithfully the high
responsibility entrusted to me."

35
J. FILIPINA

Luas Wilayah : 343,448Km2

Jumlah Penduduk : 100,981,437 dengan kepadatan


294/km2

Ibu Kota : Manila

Bentuk Negara : Kesatuan

Sistem : Presidensial
Pemerintahan

Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden disebutkan dalam Article VII Konstitusi

Filipina yakni sebagai berikut :

(1) The executive power shall be vested in the President of the Philippine.
(2) No person may be elected President unless he is a natural-born citizen of the
Philippine, a registered voter, able to read and write, at least forty years of age on the
day of the election, and a resident of the Philippine for at least ten years immediately
preceding such election.
(3) There shall be a Vice-President who shall have the same qualifications and term of
office and be elected with, and in the same manner, as the President. He may be
removed from office in the same manner as the President. The Vice-President may be
appointed as a Member of the Cabinet. Such appointment requires no confirmation.

36
(4) The President and the Vice-President shall be elected by direct vote of the people
for a term of six years which shall begin at noon on the thirtieth day of June next
following the day of the election and shall end at noon of the same date, six years
thereafter. The President shall not be eligible for any re-election. No person who has
succeeded as President and has served as such for more than four years shall be
qualified for election to the same office at any time. No Vice-President shall serve for
more than two successive terms. Voluntary renunciation of the office for any length of
time shall not be considered as an interruption in the continuity of the service for the
full term for which he was elected. Unless otherwise provided by law, the regular
election for President and Vice-President shall be held on the second Monday of May.
The returns of every election for President and Vice-President, duly certified by the
board of canvassers of each province or city, shall be transmitted to the Congress,
directed to the President of the Senate. Upon receipt of the certificates of canvass, the
President of the Senate shall, not later than thirty days after the day of the election,
open all the certificates in the presence of the Senate and the House of
Representatives in joint public session, and the Congress, upon determination of the
authenticity and due execution thereof in the manner provided by law, canvass the
votes. The person having the highest number of votes shall be proclaimed elected, but
in case two or more shall have an equal and highest number of votes, one of them
shall forthwith be chosen by the vote of a majority of all the Members of both Houses
of the Congress, voting separately. The Congress shall promulgate its rules for the
canvassing of the certificates. The Supreme Court, sitting en banc, shall be the sole
judge of all contests relating to the election, returns, and qualifications of the
President or Vice-President, and may promulgate its rules for the purpose.

37
K. GHANA

Luas Wilayah : 239,567Km2

Jumlah Penduduk : 24,200,000 dengan kepadatan


101.5/km2

Ibu Kota : Accra

Bentuk Negara : Kesatuan

Sistem : Presidensial
Pemerintahan

Ghana memiliki Presiden dan Wakil Presiden, pengangkatan presiden diatur

berdasarkan ketentuan dalam Konstitusi Ghana sebagai berikut :

Article 62 : A person shall not be qualified for election as the President of Ghana
unless - (a) he is a citizen of Ghana by birth; (b) he has attained the age of forty
years; and (c) he is a person who is otherwise qualified to be elected a Member of
Parliament, except that the disqualifications set out in paragraphs (c), (d), and (e) of
clause (2) of article 94 of this Constitution shall not be removed, in respect of any
such person, by a presidential pardon or by the lapse of time as provided for in clause
(5) of that article.

Article 63
(1) A person shall not be a candidate in a presidential election unless he is nominated
for election as President by a document which - (a) is signed by him; and (b) is
signed by not less than two persons who are registered voters resident in the area of
authority of each district assembly; (c) is delivered to the Electoral Commission on or
before the day appointed as nomination day in relation to the election; (d) designates a
person to serve as Vice-President.
(2) The election of the President shall be on the terms of universal adult suffrage and
shall, subject to the provisions of this Constitution, be conducted in accordance with
such regulations as may be presecribed by constitutional instrument by the Electoral
Commission and shall be held so as to begin - (a) where a President is in office, not
earlier than four months nor later than one month before his term of office expires;
and (b) in any other case, within three months after the office of President becomes
vacant; and shall be held at such place and shall begin on such date as the Electoral
Commission shall, by constitutional instrument, specify.
(3) A person shall not be elected as President of Ghana unless at the presidential
election the number of votes cast in his favour is more than fifty per cent of the total
number of valid votes cast at the election.
(4) Where at a presidential election there are more than two candidates and no
candidate obtains the number or percentage of votes specified in clause (3) of this

38
article a second election shall be held within twenty-one days after the previous
election.
(5) The candidates for a presidential election held under clause (4) of this article shall
be the two candidates who obtained the two highest numbers of votes at the previous
election.
(6) Where at a presidential election three or more candidates obtain the two highest
numbers of votes referred to in clause (5) of this article, then unless there are
withdrawals such that only two candidates remain, another election shall held within
twenty-one days after the previous election at which the candidates who obtained the
two highest numbers of votes shall, subject to any withdrawal, be continued until a
President is elected.
(7) A presidential candidate under clause (5) or (6) of this article may, be writing
under his hand, withdraw his candidature at any time before the election.
(8) If after a second presidential election held under clause (4) of this article the two
candidates obtained an equal number of votes, then, notwithstanding any withdrawal,
another election shall be held within twenty-one days after the election at which the
two candidates shall be the only candidates and the same process shall, subject to any
withdrawal, be continued until a President is elected.
(9) An instrument which - (a) is executed under the hand of the Chairman of the
Electoral Commission and under the seal of the Commission; and (b) states that the
person named in the instrument was declared elected as the President of Ghana at the
election of the President, shall be prima facie evidence that the person named was so
elected.

Article 64.
(1) The validity of the election of the President may be challenged only by a citizen of
Ghana who may present a petition for the purpose to the Supreme Court within
twenty-one days after the declaration of the result of the election in respect of which
the petition is presented.
(2) A declaration by the Supreme Court that the election of the President is not valid
shall be without prejudice to anything done by the President before the declaration.
(3) The Rules of Court Committee shall, by constitutional instrument, make rules of
court for the practice and procedure for petitions to the Supreme Court challenging
the election of a President.

Article 65
The Electoral Commission shall, by constitutional instrument, make regulations for
the purpose of giving effect to article 63 of this Constitution.

Article 66.
(1) A person elected as President shall, subject to clause (3) of this article, hold office
for a term of four years beginning from the date on which he is sworn in as President.
(2) A person shall not be elected to hold office as President of Ghana for more than
two terms.
(3) The office of President shall become vacant - (a) on the expiration of the period
specified in clause (1) of this article; or (b) if the incumbent dies or resigns from
office or ceases to hold office under article 69 of this Constitution.
(4) The President may, by writing signed by him, and addressed to the Speaker of
Parliament, resign from his office as President.

39
L. INDIA

Luas Wilayah : 3,287,263 Km2

Jumlah Penduduk : 1,324,171,354 dengan


kepadatan 395.9/km2 perkiraan
2016

Ibu Kota : New Delhi

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Parlementer
Pemerintahan

India merupakan salah satu negara dengan sistem pemerintahan republik parlementer

dengan Presiden sebagai kepala negara didampingi oleh Wakil Presiden sebagaimana

ketentuan dalam konstitusi yakni dalam Article 52, “There shall be a President of India” dan

dalam Article 63, “There shall be a Vice-President of India”, dan Perdana Menteri sebagai

Kepala Pemerintahan. Parlemen di India terdiri dari Rajya Sabha sebagai kamar atas dan Lok

Sabha sebagai kamar bawah. Di India Presiden dan Wakil Presiden dipilih berdasarkan

penunjukan, beberapa ketentuan dalam Konstitusi India yang mengatur berkenaan hal terkait

penetapan Presiden dan Wakil Presiden adalah sebagai berikut :

Article 54 Election of President : The President shall be elected by the members of


an electoral college consisting of -; (a) the elected members of both Houses of
Parliament; and (b) the elected members of the Legislative Assemblies of the States.
Explanation: In this article and in article 55, "State" includes the National Capital
Territory of Delhi and the Union territory of Pondicherry.

Article 55 Manner of election of President: (1) As far as practicable, there shall be


uniformity in the scale of representation of the different States at the election of the
President; (2) For the purpose of securing such uniformity among the States inter se
as well as parity between the States as a whole and the Union, the number of votes
which each elected member of Parliament and of the legislative Assembly of each
state is entitled to cast at such election shall be determined in the following manner;
- (a) every elected member of the Legislative Assembly of a State shall have as
many votes as there are multiples of one thousand in the quotient obtained by

40
dividing the population of the State by the total number of the elected members of
the Assembly; (b) if, after taking the said multiples of one thousand, the remainder is
not less than five hundred, then the vote of each member referred to in sub-clause (a)
shall be further increased by one; (c) each elected member of either House of
Parliament shall have such number of votes as may be obtained by dividing the total
number of votes assigned to the members of the Legislative Assemblies of the States
under sub-clauses (a) and (b) by the total number of the elected members of both
Houses of Parliament, fractions exceeding one-half being counted as one and other
fractions being disregarded; (3) The election of the President shall be held in
accordance with the system of proportional representation by means of the single
transferable vote and the voting at such election shall be by secret ballot.
Explanation: In this article, the expression "population" means the population as
ascertained at the last preceding census of which the relevant figures have been
published: Provided that the reference in this Explanation to the last preceding
census of which the relevant figures have been published shall, until the relevant
figures for the first census taken after the year 2000 have been published, be
construed as a reference to the 1971 census.

Article 57 Eligibility for re-election : A person who holds, or who has held, office
as President shall, subject to the other provisions of this Constitution be eligible for
re-election to that office.

Article 58 Qualifications for election as President : (1) No person shall be eligible


for election as President unless he - (a) is a citizen of India; (b) has completed the
age of thirty-five years, and (c) is qualified for election as a member of the House of
the People : (2) A person shall not be eligible for election as President if he holds
any office of profit under the Government of India or the Government of any State
or under any local or other authority subject to the control of any of the said
Governments. Explanation: For the purposes of this article, a person shall not be
deemed to hold any office of profit by reason only that he is the President or Vice-
President of the Union or the Governor of any State or is a Minister either for the
Union or for any State.

Article 60 Oath or affirmation by the President : Every President and every


person acting as President or discharging the functions of the President shall, before
entering upon his office, make and subscribe in the presence of the Chief Justice of
India or, in his absence, the senior most Judge of the Supreme Court available, an
oath or affirmation in the following form, that is to say - "I, A.B., do swear in the
name of God / solemnly affirm that I will faithfully execute the office of President
(or discharge the function of the President) of India and will to the best of my ability
preserve, protect and defend the Constitution and the law and that I will devote
myself to the service and well-being of the people of India."

41
Article 66 Election of Vice-President : (1) The Vice-President shall be elected by
the members of an electoral college consisting of the members of both Houses of
Parliament in accordance with the system of proportional representation by means of
a single transferable vote and the voting at such election shall be by secret ballot; (2)
The Vice-President shall not be a member of either House of Parliament or of a
House of the Legislature of any State, and if a member of either House of Parliament
or of a House of the Legislature of any State be elected Vice-President, he shall be
deemed to have vacated his seat in that House on the date on which he enters upon
his office as Vice-President; (3) No person shall be eligible for election as Vice-
President unless he - (a) is a citizen on India; (b) has completed the age of thirty-five
years; and (c) is qualified for election as a member of the Council of States; (4) A
person shall not be eligible for election as Vice-President if he holds any office of
profit under the Government of India or the Government of any State or under any
local or other authority subject to the control of any of the said Governments.
Explanation: For the purposes of this article, a person shall not be deemed to hold
any office of profit by reason only that he is the President of Vice-President of the
Union or the Governor of any State or is a Minister either for the Union or for any
State.

Article 69 Oath or affirmation by the Vice-President: Every Vice-President shall,


before entering upon his office, make and subscribe before the President, or some
person appointed in that behalf by him, an oath or affirmation in the following form,
that is to say - "I, A.B., do swear in the name of God /solemnly affirm that I will bear
true faith and allegiance to the Constitution of India as by law established and that I
will discharge the duty upon which I am about to enter."

42
M. JERMAN

Luas Wilayah : 357,168 km2

Jumlah Penduduk : 82,800,000 dengan kepadatan


232/km2 perkiraan 2017

Ibu Kota : Berlin

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Parlementer
Pemerintahan

Kepala Pemerintahan Jerman adalah kanselir yang memiliki peran seperti perdana

menteri dalam sistem pemerintahan parlementer lainnya. Presiden di Jerman bertindak

sebagai kepala negara yang didampingi oleh Wakil Presiden. Lembaga Legislatif di Jerman

menganut sistem dua kamar yakni Bundesrat sebagai kamar atas dan bundestag sebagai

kamar bawah. Presiden dipilih secara tidak langsung dengan mekanisme yang diatur dalam

konstitusi Jerman sebagai berikut :

Article 54 [Election] : (1) The President is elected, without debate, by the Federal
Convention. Every German who is entitled to vote in House of Representatives
[Bundestag] elections and has attained the age of forty years is eligible for election.;
(2) The term of office of the President is five years. Reelection for a consecutive term
is permitted only once; (3) The Federal Convention consists of the members of the
House of Representatives [Bundestag] and an equal number of members elected by
the parliaments of the States [Länder] according to the principles of proportional
representation; (4) The Federal Convention meets no later than thirty days before the
expiration of the term of office of the President or, in the case of premature
termination, not later than thirty days after that date. It is convened by the President of
the House of Representatives [Bundestag]; (5) After the expiration of a legislative
term, the period specified in Paragraph (4) 1 begins with the first meeting of the
House of Representatives [Bundestag]; (6) The person receiving the votes of the
majority of the members of the Federal Convention is elected. Where such majority is
not obtained by any candidate in two ballots, the candidate who receives the largest
number of votes in the next ballot is elected; (7) Details are regulated by a federal
statute.
Article 56 [Oath of office]: On assuming his office, the President takes the following
oath before the assembled members of the House of Representatives [Bundestag] and
the Senate [Bundesrat]: "I swear that I will dedicate my efforts to the well-being of the
German people, enhance their benefits, avert hamm from them, uphold and defend the
Constitution and the statutes of the Federation, fulfil my duties conscientiously, and
do justice to all. So help me God." The oath may also be taken without religious
affirmation.

43
N. KOLOMBIA

Luas Wilayah : 1,141,748 km2

Jumlah Penduduk : 49,587,941 dengan kepadatan


40.74/km2

Ibu Kota : Bogota

Bentuk Negara : Kesatuan

Sistem : Presidensial
Pemerintahan

Perangkat pemerintahan Kolombia terdiri atas lembaga eksekutif yakni Presiden dan

Wakil Presiden, lembaga legislatif disebut kongres dengan dua kamar yakni Senate di kamar

atas dan Chamber of Representatives sebagai kamar bawah, dan lembaga kekuasaan

kehakiman. Presiden selaku kepala pemerintah dan kepala negara dalam kerjanya didampingi

oleh Wakil Presiden ditetapkan melalui mekanisme Pemilu yang diatur dalam Konstitusi

Kolombia sebagai berikut :

Article 190 : The President of the Republic will be elected for a period of four (4)
years by [a majority of] one-half plus one of the ballots which, in a secret and direct
manner, the citizens will cast on the date and following the procedures determined
by the law. If no candidate should secure the said majority, a runoff election will be
held three (3) weeks later when only those two (2) candidates who received the most
votes in the first round of balloting will participate. The candidate with the larger
number of votes will be declared President.
In the case of the death or permanent physical incapacity of either of the two (2)
candidates receiving the majority of votes, his/her party or political movement may
enter a new candidate for the runoff election. If the party or movement fails to do so
or if the vacancy stems from another reason, that candidate will be replaced by
whoever won third place in the first round and so on in successive and descending
order.
Should the vacancy occur less than two (2) weeks before the second round of
balloting, the second round will be postponed by 15 days
Article 191 : In order to be President of the Republic, an individual must be
Colombian by birth, a citizen in good standing, and over 30 years of age.

44
Article 192 : The President of the Republic will assume his/her office before
Congress and will take the following oath: “I swear to God and promise to the
people to faithfully execute the Constitution and the laws of Colombia.”
If, for any reason, the President should be unable to assume his/her office before
Congress, he/she will do so before the Supreme Court of Justice or, failing that,
before two (2) witnesses.
Article 197 : No one may be elected to occupy the post of President of the Republic
for more than two (2) terms of office.
Nobody may be elected President or Vice President of the Republic who has fulfilled
any of the causes of disability provided in paragraphs 1, 4, and 7 of Article 179, nor
may any citizen be elected who has held one of the following posts in the year
preceding the election:
Minister; Director of Administrative Department; Judge of the Supreme Court of
Justice, of the Constitutional Court, of the Council of State, of the Superior Council
of Judicature, or of the National Electoral Council; General Prosecutor of the
Nation; Ombudsman; Controller General of the Republic; Attorney General of the
Nation; National Registrar of Civil Status; Commanders of the Armed Forces;
Director General of the Police; Departmental Governor; or Mayor.
Article 202 : The Vice President of the Republic will be elected by popular vote on
the same day and in the same manner as the President of the Republic.
The candidates for the runoff election, if there should be one, will in each case be
those who participated in the general election.
The Vice President will hold office for the same period as the President and will
replace the President in case of temporary or permanent presidential vacancy, even if
such a vacancy should occur before the assumption by the President of his/her
office.
In case of a temporary vacancy in the position of President of the Republic, it will be
sufficient that the Vice President should take possession of the President’s position
as soon as possible so that he/she may exercise it whenever necessary. In case of a
permanent vacancy in the position of the President of the Republic, the Vice
President will assume the office until the end of the term.
The President of the Republic will be able to entrust to the Vice President missions
or special duties and to assign to him/her any responsibility of the Executive Branch.
The Vice President may not assume the functions of Minister-Delegate.
Article 203 : When there is a vacancy in the position of Vice President due to his/her
assumption of the powers of the Presidency, the office [of Vice President] will be
assumed by a minister in the order of precedence established by law. The individual
who, in accordance with this article, replaces the President will belong to the same
party or movement and will exercise the Presidency until such time as Congress, in
its own right and within the thirty (30) days following the date when the presidential
vacancy occurs, elects the Vice President who will assume the Presidency of the
Republic.

45
Article 204 : In order to be elected Vice President the same qualifications are
required which are needed to be President of the Republic.
The Vice President may be reelected for the following term if he/she joins the ticket
of the incumbent President.
The Vice President may be elected President of the Republic for the following term
if the incumbent President does not present himself/herself as candidate.
Article 205 : In case of a permanent vacancy in the position of Vice President,
Congress will meet in its own right or on convocation by the President of the
Republic in order to elect [the person] who will fill the office for the rest of the term.
A permanent vacancy in the position of Vice President is created by his/her death,
his/her accepted resignation, or permanent physical disability recognized by
Congress.
Article 262 : The election of the President and Vice President may not overlap other
elections. Congressional elections will be carried out on a date separate from the
election of departmental and municipal officials.

46
O. KOREA SELATAN

Luas Wilayah : 1,972,550 km2


Jumlah Penduduk : 123,675,325 Km2 dengan
kepadatan 61/km2 perkiraan
pada tahun 2016
Ibu Kota : Seoul
Bentuk Negara : Kesatuan
Sistem : Presidensial
Pemerintahan

Perangkat pemerintah di Korea terdiri dari Presiden, Perdana Menteri, Legislatif

dengan sistem satu kamar yakni National Asssembly, dan Kekuasaan Kehakiman.penetapan

presiden di Korea Selatan diatur dalam Article 67 Konstitusi Korea Selatan sebagai berikut :

The President shall be elected by universal, equal, direct and secret ballot by the
people.
In case two or more persons receive the same largest number of votes in the election
as referred to in paragraph (1), the person who receives the largest number of votes in
an open session of the National Assembly attended by a majority of the total members
of the National Assembly shall be elected
If and when there is only one presidential candidate, he shall not be elected President
unless he receives at least one third of the total eligible votes
Citizens who are eligible for election to the National Assembly, and who have reached
the age of forty years or more on the date of the presidential election, shall be eligible
to be elected to the presidency.
Matters pertaining to presidential elections shall be determined by Act.

47
Dan beberapa ketentuan lain yang juga dimuat dalam Konstitusi Korea Selatan

sebagai berikut :

Article 68 [Succession]
(1) The successor to the incumbent President is elected seventy to forty days before
his term expires.
(2) In case a vacancy occurs in the office of the President or the President-elect dies,
or is disqualified by a court ruling or for any other reason, a successor is to be elected
within sixty days.

Article 69 [Oath]
The President, at the time of his inauguration, takes the following oath: "I do
solemnly swear before the people that I will faithfully execute the duties of the
President by observing the Constitution, defending the State, pursuing the peaceful
unification of the homeland, promoting the freedom and welfare of the people, and
endeavoring to develop national culture."

Article 70 [Term]
The term of office of the President is five years, and the President cannot be reelected.

48
P. MEKSIKO

Luas Wilayah : 1,972,550 km2


Jumlah Penduduk : 123,675,325 Km2 dengan
kepadatan 61/km2 perkiraan
pada tahun 2016
Ibu Kota : Mexico City
Bentuk Negara : Federal
Sistem : Presidensial
Pemerintahan
Meksiko sebagai peserikatan dipimpin oleh Presiden sebagaimana diatur dalam

konstitusi meksiko article 80, “The exercise of the supreme executive power of the Union is

vested in a single individual who is designated "President of the United Mexican States.”

Presiden awalnya didampingi oleh Wakil Presiden berdasarkan konstitusi pada tahun 1824

namun kemudian jabatan wakil presiden ini dihapuskan pada tahun 1917 karena banyak

wakil presiden yang bertindak diluar batas kewenangannya seakan-seakan menjadi presiden.

Meksiko memiliki lembaga legislatif dengan sistem dua kamar the Senate of the Republic

and the Chamber of Deputies, dan lembaga kekuasaaan kehakiman.

Pemilihan presiden dilakukan berdasarkan ketentuan article 81 dan article 82

Konstitusi Meksiko yakni sebagai berikut :

Article 81 : The election of the President shall be direct and under the terms
prescribed by the Electoral Law.

Article 82 : In order to be President it is required: (1) To be a Mexican citizen by


birth, in the full enjoyment of his rights, and the son of Mexican parents by birth; (2)
To have attained 35 years of age at the time of the election; (3) To have resided in
the country during the entire year prior to the day of the election; (4) Not to possess
ecclesiastic status nor be a minister of any cult; (5) Not to be in active service, in
case of belonging to the army, within six months prior to the day of the election; (6)
Not to be a Secretary or Subsecretary of State, chief or secretary general of an
administrative department, Attorney General of the Republic, nor the governor of
any State or Territory, unless he shall have resigned such position six months prior to
the day of the election; (7) Not to be included within any of the grounds for
incapacity indicated in Article 83.

Article 83. The President shall assume the duties of office on the first of December
for a term of six years. A citizen who has held the office of President of the
Republic, by popular election or by appointment as ad interim, provisional, or
substitute President, can in no case and for no reason again hold that office.

49
Q. MESIR

Luas Wilayah : 1,010,408 km2

Jumlah Penduduk : 94,798,827 dengan kepadatan


96/km2 berdasarkan data 2017

Ibu Kota : Kairo

Bentuk Negara : Kesatuan

Sistem : Semi-Presidensial
Pemerintahan

Pemerintahan Mesir dikatakan semi presidensial karena kombinasi dalam

perangkatnya dimana terdapat Presiden dan Perdana Menteri dalam tatanan

eksekutif, namun Presiden di Mesir memiliki kekuasaan lebih ketimbang

Perdana Menteri yang menjadi simbolik yang ditunjuk atau pemilihannya

dilakukan oleh Presiden. Lembaga legislatif terdiri atas satu kamar yakni

Majelis an-Nuwwab atau House of Representative. Posisi Wakil Presiden sebagai

pendamping Presiden mengalami perubahan beberapa kali, dalam konstitusi

1971 terdapat posisi Wakil Presiden yang dapat ditunjuk lebih dari satu oleh

Presiden, di Konstitusi 2012 tidak dicantumkan posisi bagi Wakil Presiden,

posisi Wakil Presiden kembali dalam tatanan lembaga negara pada tahun 2013,

dan terakhir pada tahun 2014 dalam konstitusi kembali tidak mencantumkan

posisi bagi Wakil Presiden. Mesir juga mengalami masa transisi untuk

pengaturan Pemilu Presiden sejak Presiden Husni Mubarak turun dari

jabatannya pada tahun 2011, setidaknya berkenaan dengan perubahan-

perubahan dalam penetapan Presiden berdasarkan pengaturan dapat dilihat

dalam tabel sebagai berikut 39:

Law on Presidential Draft Law on Presidential Final Law on Presidential


Election, 2012
39
International Foundation for Electoral Systems, Egypt’s 2014 Presidential Election Law, 2014, hlm 18-20

50
(Law No.174 for the year Election, 2014 Elections, 2014
2005 on Regulating the
Presidential Election – Presidential Election Draft President of the Arab
Incorporating amandements Law for the year 2014 Republic of Eygpt Decree
made before the 2012 published in Al-Ahram Al- Law No.22/2014 on
Presidential Election) Massai regulating presidential
elections

Article 1

The president shall be elected The president of the republic The president shall be elected
through direct, public, secret shall be elected through through direct, public, secret
ballot by voters registered in secret, direct, and public ballot by voters registered in
electoral rolls. Each vote ballot by voters enrolled on voters database. Each voter
shall exercise in person such electorare rosters. Each voter shall exercise in person such
right. Whoever is elected as shall exercise in person such right. Whoever is running for
presiden of The Republics right. He who shall be president of the republic must
shall be an Eygptian born to nominated for the presidency fulfill the folowing
be Eygptian parents, of the republic shall be an conditions :
enjoying his political and eygptian citizen from
civil rights, neither him nor eygptian parents and shall 1. Must be an Eygptian born
his parents had held any not hold any other nationality Eygptian parents
other nationality, not married from his parents or his
2. Neither him nor any of
to a non-eygptian and shall spouse. Also, he shall have
his parents or his spouse
not be less than forty university degree, enjoy his
had held any other
calender years civil and political rights, has
nationality
completed military service or
was legally exempted from it. 3. Must hold a university
his age on the day the floor degree
open for candicacy shall not
be less than 40 calender years 4. Enjoying his political and
civic rights
5. Must not have been
sentenced to a penalty in
a felony or a crime of
immoral behavior or
breach trust, even if he
has been rehabilitated
6. Completed military
service or legally
exempted
7. His age must not be less
than forty gregorian years
on the day of the intiating
presidential candicacy
registration
8. Must no be suffering
from any physical or

51
mental disease that might
affect his performance as
president of the republic

Article 2

In order for the nomination For an applicant to be In order to accept the


for presidency of the republic accepted as a candidate to nomination for the
to be accepted, the applicant presidency, he shall be presidency of the republic,
must be endorsed by, at leats, supported by at least 20 aplicant must be endorsed by,
30 elected members of the members of the House of at least 20 (twenty) elected
people’s assembly and the Representatives (HoR) or to member of the House of
shura council or the obtain the support of not less Representatives or the
endorsment of at least 30.000 than 25.000 citizens in at support of at leaset, 25.000
citizens who have the right to least 15 governorates who (twenty five thousand)
vote in, at least, 15 different are entitled to vote. citizens who have the right to
governorates – at least 1000 Supporters in each vote in, at least 15 (fifteen)
citizen in each of the 15 governorate shall not be less different governorates with at
governorates. In all cases, than 1000 supporters. In all least a 1000 citizen each. In
support may not be given to cases, support may not be all cases, endorsement or
more candidate given to more than one support may not be given to
candidate more than one candidate.
First presidential elections
conducted after the
enforcement of the provisions
of this law and prior to
parliamentary elections shall
be pursuant to the system of
citizens endorsment

Article 3
Every political party
represented by, at least, one
elected member of either
people’s assembly or the
shura council in the most
recent elections, has the right
to nominate one of its
member for presidential
elections

Article 4
Revoked

52
R. PAKISTAN

Luas Wilayah : 881,913 km2

Jumlah Penduduk : 209,970,000 dengan kepadatan


244.4/km2 Data 2017

Ibu Kota : Islamabad

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Parlementer
Pemerintahan

Pakistan memiliki Presiden sebagai kepala negara berdasarkan ketentuan Article 41

Section (1) Konstitusi Pakistan, “There shall be a President of pakistan who shall be the head

of state and shall represent the unity of Republic.”. Parlemen pakistan terdiri dari dua kamar

yakni senat sebagai kamar atas dan majelis nasional sebagai kamar bawah.

Berkenaan dengan Pemilu Presiden. Syarat untuk menjadi seorang presiden di

Republik Islam Pakistan harus beragama Islam dan harus berumur minimal 45 tahun saat

pencalonan dan memenuhi syarat untuk dipilih oleh anggota Majelis Nasional ketentuan

tersebut dijelaskan pada Article 41 Section (2) Konstitusi Pakistan, “ A person shall not be

qualified for election as President unless he is a Muslim of not less than forty-five years of

age and is qualified to be elected as member of the National Assembly” Presiden dipilih

berdasarkan ketentuan Lembaga pemilihan Presiden yang terdiri dari senat, Majelis Nasional

dan anggota dari Majelis Provinsi sebagaimana ketentuan dalam Article 41 Section (3)

Konstitusi Pakistan, “The President to be elected after the expiration of the term specified in

clause ( 7) shall be elected in accordance with the provisions of the Second Schedule by the

members of an electoral college consisting of: (a) the members of both Houses; and (b) the

members of the Provincial Assemblies”. Beberapa ketentuan lain berkenaan dengan Pemilu

Presiden yang dimuat dalam Konstitusi Pakistan adalah sebagai berikut :

53
Article 41 Section (4) : Election to the office of President shall be held not earlier
than sixty days and not later than thirty days before the expiration of the term of the
President in office; Provided that, if the election cannot be held within the period
aforesaid because the National Assembly is dissolved, it shall be held within thirty
days of the general election to the Assembly .
Article 41 Section (5) : An election to fill a vacancy in the office of President shall
be held not later than thirty days from the occurrence of the vacancy: Provided that,
if the election cannot be held within the period aforesaid because the National
Assembly is dissolved, it shall be held within thirty days of the general election to
the Assembly.
Article 41 Section (6) : The validity of the election of the President shall not be
called in question by or before any court or other authority. [ Notwithstanding
anything contained in this Article or Article 43, or any other Article of the
Constitution or any other law, General Mohammad Zia-ul-Haq, in consequence of
the result of the referendum held on the nineteenth day of December 1984, shall
become the President of Pakistan on the day of the first meeting of Majlis-e-Shoora
(Parliament) in joint sitting summoned after the elections to the Houses of Majlis-e-
Shoora (Parliament) and shall hold office for a term of five years from that day; and
Article 44 and other provisions of the Constitution shall apply accordingly. ]
Article 42 : Before entering upon office, the President shall make before the Chief
Justice of Pakistan oath in the form set out in the Third Schedule.
Article 43 Section (1) : The President shall not hold any office of profit in the
service of Pakistan or occupy any other position carrying the right to remuneration
for the rendering of services.
Article 43 Section (2) : The President shall not be a candidate for election as a
member of [Majlis-e-Shoora (Parliament)] or a Provincial Assembly; and, if a
member of [Majlis-e-Shoora (Parliament)] or a Provincial Assembly is elected as
President, his seat in [Majlis-e-Shoora (Parliament)] or, as the case may be, the
Provincial Assembly shall become vacant on the day he enters upon his office.
Article 44 Section (1) : Subject to the Constitution, the President shall hold office
for a term of five years from the day he enters upon his office: Provided that the
President shall, notwithstanding the expiration of his term, continue to hold office
until his successor enters upon his office.
Article 44 Section (2) : Subject to the Constitution, a person holding office as
President shall be eligible for re election to that office, but no person shall hold that
office for more than two consecutive terms.

54
S. PRANCIS

Luas Wilayah* : 640,679 km2

Jumlah Penduduk* : 67,201,000 dengan kepadatan


104/km2 perkiraan 2017

Ibu Kota : Paris

Bentuk Negara : Kesatuan

Sistem : Semi Presidensial


Pemerintahan

*Data tidak termasuk pembagian wilayah metropolitan

Perancis memiliki Perdana Menteri dan Presiden dalam tatanan Eksekutif, Presiden

pilih langsung oleh rakyat berdasarkan hak universal, Presiden kemudian menunjuk Perdana

Menteri. Parlemen Perancis memiliki anggota yang terdiri dari Majelis Nasional dan Senat

dengan kekuasaan legislatif, sedangkan kekuasaan yudikatif dimiliki oleh badan kehakiman.

Presiden di Perancis dipilih dalam lima tahun sekali dan hanya bisa menjadi Presiden dalam

kurun waktu dua periode saja. Sebagaimana dijelaskan dalam Article 5 di Konstitusi Perancis,

”The President of the Republic shall be elected for a terra of five years by direct universal

suffrage”. Dan “No one may hold office for more than two consecutive terms”. Ketentuan

mengenai Pemilu Presiden diatur dalam Article 7 Konstitusi Perancis sebagai berikut :

Article 7 Section (1) : The President of the Republic shall be elected by an absolute
majority of the votes cast. If this is not obtained on the first ballot, there shall be a
second ballot on the next Sunday but one. Only the two candidates who have won
the greatest number of votes in the first ballot may stand in it, after taking into
account, if applicable, any withdrawals of candidates who have received a higher
vote.
Article 7 Section (2) : Voting shall begin at the formal summons of the
Government.
Article 7 Section (3) : The election of the new President shall take place not less
than twenty days and not more than thirty-five days before the expiry of the powers
of the President in office.

55
Article 7 Section (4) : In the event of the Presidency of the Republic falling vacant
for any cause whatsoever, or of an impediment being formally recorded by the
Constitutional Council upon referral to it by the Government and ruling by an
absolute majority of its members, the functions of the President of the Republic,
with the exception of those laid down in Articles 11 and 12 below, shall be
temporarily exercised by the President of the Senate, or, if the latter is in his turn
impeded from exercising these functions, by the Government. In the event of a
vacancy, or when the impediment is declared permanent by the Constitutional
Council, polling for the election of a new President shall take place, except in cases
of force majeure formally recognized by the Constitutional Council, not less than
twenty days and not more than thirty-five days after the beginning of the vacancy or
the declaration of the permanence of the impediment. If one of the persons who
publicly announced their decision to stand for election less than thirty days before
the final date for lodging the presentations of candidature dies or is otherwise
prevented within seven days prior to that date, the Constitutional Council may
decide to postpone the election.
Article 7 Section (5) : If one of the candidates dies or is otherwise prevented before
the first ballot, the Constitutional Council shall pronounce the postponement of the
election.
Article 7 Section (6) : Should one of the candidates heading the poll in the first
ballot die or be otherwise prevented prior to any withdrawals, the Constitutional
Council shall declare that the election procedure must be repeated in full; the same
shall apply in the event of one of the candidates standing in the second ballot dying
or being otherwise prevented.
Article 7 Section (7) : All cases shall be referred to the Constitutional Council in the
manner set out in the second paragraph of Article 61 below or determined for the
presentation of candidates in the organic act provided for in Article 6 above.
Article 7 Section (8) : The Constitutional Council may extend the periods stipulated
in the third and fifth paragraphs, provided that polling takes place not later than
thirty-five days after the Constitutional Council's decision. If implementation of the
provisions of this paragraph results in the postponement of the election to a date.
after the expiry of the powers of the President in office, the latter shall remain in
office until the proclamation of his successor.
Article 7 Section (9) : Neither Articles 9 and 50 nor Article 89 of the Constitution
may be applied while the Presidency of the Republic is vacant, nor during the period
between the declaration of the permanence of the impediment preventing the
President of the Republic from discharging his duties and the election of his
successor.

56
T. RUSIA

Luas Wilayah : 17,075,200 km 2

Jumlah Penduduk : 144,526,636 dengan kepadatan


8.4/km2 perkiraan 2018

Ibu Kota : Moskwa

Bentuk Negara : Federal

Sistem : Semi Presidensial


Pemerintahan

Pemerintahan Rusia berpusat di Kremlin. Perangkat pemerintah terdiri dari Presiden

sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, Parlemen sebagai pemegang kekuasaan legislatif

yang menganut sistem dua kamar yakni Majelis Federal (Федеральное

Собрание; Federalnoye Sobraniye) yang merupakan majelis tinggi dan majelis rendah yang

dikenal dengan Duma. Pada mulanya Presiden didampingi oleh Wakil Presiden yang dipilih

secara bersamaan melalui Pemilu, namun semenjak pembangkangan Wakil Presiden

Aleksander Ruskoi dan ketua parlemen asal Chechnya, Ruslan Khasbulatov, lembaga wakil

presiden dihapus. Hal-hal berkenaan dengan Presiden dan mekanisme Pemilu diatur dalam

Konstitusi Rusia sebagai berikut :

Article 80 [Head of State]


(1) The President of the Russian Federation is the head of state.
(2) The President is the guarantor of the Constitution, and of human and civil rights
and freedoms. In accordance with the procedure established by the Constitution, he
takes measures to protect the sovereignty of the Russian Federation, its
independence and state integrity, and ensure concerted functioning and interaction of
all bodies of state power.
(3) The President of the Russian Federation defines the basic domestic and foreign
policy guidelines of the state in accordance with the Constitution and federal laws.
(4) The President of the Russian Federation as head of state represents the Russian
Federation inside the country and in international relations.

57
Article 81 [Term, Election]
(1) The President of the Russian Federation is elected for a term of four years by the
citizens of the Russian Federation on the basis of general, equal and direct vote by
secret ballot.
(2) A citizen of the Russian Federation not younger than 35, who has resided in the
Russian Federation for not less than 10 years, may be elected President of the
Russian Federation.
(3) No one person may hold the office of President of the Russian Federation for
more than two terms in succession.
(4) The procedure for electing the President of the Russian Federation is determined
by federal law.

Article 82 [Oath]
(1) At his inauguration, the President of the Russian Federation takes the following
oath to the people: "I vow, in the performance of my powers as the President of the
Russian Federation to respect and protect the rights and freedoms of man and
citizen, to observe and protect the Constitution, to protect the sovereignty and
independence, security and integrity of the state and to serve the people faithfully."
(2) The oath is taken in a solemn atmosphere in the presence of members of the
Council of the Federation, deputies of the House of Representatives [State Duma]
and judges of the Constitutional Court of the Russian Federation.

Berdasarkan kajian dari beberapa sumber literatur dan mengacu pada

pemaparan diatas. Maka, mekanisme penetapan pasangan Presiden dan Wakil

Presiden terpilih dari beberapa negara dapat disimak dalam tabel sebagai berikut :

58
TABEL PERBANDINGAN PENETAPAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI BERBAGAI NEGARA
Persyaratan Calon Maksimal masa
Presiden Waktu Masa
Negara Pemilihan Model Warga Wakil Presiden menjabat/Dipilih
Independen Umur Lainnya Pemilu Jabatan
Negara kembali
Ditetapkan oleh
Mahkamah
Afrika Konstitusi, tidak
Perwakilan 2 Periode
Selatan lebih dari 30 hari
setelah akhir
periode/lowong
 Beragama Islam
 Membuktikan
2  kewarganegaraan
Algeria Langsung 40 5 2 Periode
Putaran pasangan
 Menyatakan asset
dan kekayaan
Selasa, setelah

Amerika tanggal 1
Perwakilan  FPTP (14 35  4 2 Periode
Serikat November Akhir
Tahun)
Periode
 Memenuhi 2 Periode (dapat
2
Argentina Langsung   30 persyaratan  4 dipilih kembali selang
Putaran
sebagai senator 1 periode tidak aktif)
2  Bagian dari House
Austria Langsung 35 6 2 Periode
Putaran of Representative
 Bagian dari
parlement
Bangladesh Perwakilan 35 5 2 Periode
 Tidak pernah
dimakzulkan
90 hari sebelum 2 Periode (dapat
2
Brazil Langsung -   berakhirnya masa 4 dipilih kembali selang
Putaran
jabatan presiden 1 periode tidak aktif)
Estonia Perwakilan  40 5 2 Periode
Ethiophia Perwakilan -  - 6 2 Periode

60
(tidak memiliki
wakil)
 Dapat membaca

dan menulis
Filipina Langsung FPTP (10 40  6 -
 Terdaftar sebagai
Tahun)
pemilih
 Memiliki
dokumen yang
2 menyatakan
Ghana Perwakilan  40  2 2 Periode
Putaran dirinya sebagai
calon dan telah
diterima EC
30 hari sebelum
Jerman Perwakilan  -  40  masa jabatan 5 2 Periode
berakhir
 Memenuhi
persyaratan sebagai
anggota lembaga
2
India Perwakilan   35 perwakilan  5 -
Putaran
 Tidak merangkap
jabatan
pemerintahan
2
Kolombia Langsung   30  4 2 Periode
Putaran
Korea
Langsung FPTP 40 5 -
Selatan
 Tidak merangkap
jabatan
pemerintah -
Meksiko Langsung  FPTP  35  Tidak dalam (tidak memiliki 6 --
angkatan wakil)
bersenjata

Mesir Langsung  2  40  Kewarganegaraan - 60 hari sebelum 4 2 Periode

61
juga dilihat dari
keluarga
 Jenjang
pendidikan
universitas
 Tidak memiliki
catatan kejahatan (tidak memiliki masa jabatan
Putaran
berat dan tidak wakil) berakhir
dicabut hak
politiknya
 Menyelesaikan
pelayanan militer
 Sehat jasmanis dan
rohani
 Beragama Islam
 Memenuhi syarat
- Tidak lebih awal
sebagai anggota
Pakistan Perwakilan  -  45 (tidak dari 30 hari masa 5 2 Periode
majelis nasional
disebutkan) berakhir jabatan
 Tidak menjadi
kandidat parlement
Tidak kurang dari
-
2 20 hari atau lebih
Perancis Langsung  (tidak 5 2 Periode
Putaran dari 30 hari masa
disebutkan)
berakhir jabatan

2 -
Rusia Langsung  (10 35 4 2 Periode
Putaran (tidak memiliki)
Tahun)

62
BAB III

PEMILIHAN PASANGAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI DI INDONESIA

Indonesia adalah negara kesatuan dengan jumlah penduduk pada tahun 2015 sebanyak

252.370.792 jiwa40 dan luas wilayah sebesar 1.913.578,68km2 terdiri atas pulau-pulau baik

kecil maupun besar yang kemudian dibagi menjadi 34 Provinsi41. Untuk mengakomodir

kebutuhan rakyat yang cukup banyak jumlahnya dimana Indonesia dinobatkan sebagai negara

terdapat nomor 4 dengan perkiraan penduduk pada tahun 2018 sebanyak 262.787.403 jiwa 42.

Indonesia menjalankan urusan bernegaranya dalam koridor peraturan perundang-undangan

sehingga cita dari Indonesia adalah adalah negara hukum43 yang demokratis dimana

kekuasaaan tertingginya berada ditangan rakyat44. Pelaksanaan kekuasaan tersebut diwakilkan

oleh lembaga dalam hal ini terbagi atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang dilaksanakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Presiden dan Wakil Presiden memegang

kekuasaan eksekutif. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) memegang kekuasaan legislatif. Mahkamah

Agung dengan peradilan dibawahnya yakni dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan

sebuah Mahkamah Konstitusi memegang kekuasaan yudikatif.

Berbicara konteks negara hukum yang demokratis tidak dapat dilepaskan dari Pemilu,

Moh. Mahfud MD menegaskan hubungan erat antara Pemilu dengan prinsip negara

40
Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Tahun 2015 (online), http://bps.go.id/publikasi, diakses
tanggal 25 Juni 2016
41
Dickson, Pembagian Wilayah di Indonesia (online), http://ilmupengetahuanumum.com/pembagian-
wilayah-provinsi-di-indonesia/ diakses tanggal 1 mei 2015
42
Tertia Lusiana, Indonesia dan 10 Negara Lain yang Diprediksi Jadi Negara Terpadat Dunia
Pada 2018, Pantes Sesak (online), http://travel.tribunnews.com/2017/12/29/indonesia-dan-10-negara-lain-
yang-diprediksi-jadi-negara-terpadat-dunia-pada-2018-pantes-sesak?page=2.
43
Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945
44
Lihat Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945

63
demokrasi dan negara hukum dimana Pemilu merupakan salah cara pelaksanaan demokrasi

mengingat bahwa tidak ada satu negarapun yang sepenuhnya dapat menjalankan demokrasi

langsung, kemudian rakyat melalui Pemilu dapat memilih wakil-wakil yang membentuk

produk hukum, serta melakukan pengawasan pelaksanaan hukum. Pemilu juga merupakan

representasi pelaksanaan ciri negara hukum yang lain yaitu pelaksanaan perlindungan hak

asasi manusia, khususnya hak untuk memilih dan dipilih, serta wujud dari persamaan

dihadapan hukum dan pemerintahan45.

Pelaksanaan Pemilu diamanatkan dalam konstitusi untuk memilih Presiden dan Wakil

Presiden, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), dan

DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yakni dalam ketentuan sebagai berikut :

Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam
satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.
Pasal 18 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 19 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
melalui pemilihan umum”
Pasal 22C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, “Anggota Dewan Perwakilan Daerah
dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum”

45
Moh.Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta : Gama Media, hlm 221-222

64
Dan terdapat bagian khusus dalam UUD NRI Tahun 1945 selaku konstitusi negara

yang membahas berkenaan dengan Pemilu yakni dalam BAB VIIB : Pemilihan Umum, yang

merupakan hasil amandemen ke-3 UUD NRI Tahun 1945 yakni Pasal 22E yang terdiri atas 6

ayat dengan substansi sebagai berikut :

Pasal 22E ayat (1) : Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Pasal 22E ayat (2) : Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 22E ayat (3) : Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.
Pasal 22E ayat (4) : Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
Pasal 22E ayat (5) : Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Pasal 22E ayat (6) :Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan
undang-undang.

Indonesia adalah negara dengan sistem presidensial dimana Presiden berperan sebagai

kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, hal ini mengacu kepada amanat konsitusi yakni

Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan

pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Dalam menjalankan tugasnya Presiden

didampingi dan dibantu oleh seorang Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat

(2) UUD NRI Tahun 1945, “Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu

orang Wakil Presiden”. Dalam kurun waktu 1945 hingga saat ini Indonesia memiliki Presiden

dan Wakil Presiden Indonesia sebagai berikut :

65
Tabel 3.1 : Presiden dan Wakil Presiden Indonesia

No Presiden Wakil Presiden Periode Keterangan


Jabatan Pemilihan dan
Penetapan
1. Ir. Soekarno Moh. Hatta (1945-1956) 1945 - 1967 Usulan Tokoh
2. Jendral (Purn) Sri Sultan Hamengku Buono 1967 - 1998 Peralihan
TNI. H. M. IX (1973-1978) kekuasaan dengan
H. Adam Malik (1978-1983)
Soeharto wakil ditunjuk
Jenderal (purn) Umar
Wirahadi kusumah (1983-
1988)
Letjend (pun) Sudharmono, S.
H (1988-1993)
Jenderal (purn) Try Sutrisno
(1993-1998)
Prof. Dr. Ing. Bacharuddin
Jusuf Habibie (1998)
3. Prof. Dr. Ing. - 1998-1999 Peralihan
Bacharuddin Jusuf Kekuasaan
Habibie
4. Abdurrahman Megawati Soekarno Putri 1999-2001 Perwakilan
Wahid
5. Megawati Prof. Dr. H. Hamzah Haz 2001-2004 Perwakilan
Seokarno Putri
6 Jend (Purn) Susilo M. Jusuf Kalla 2004-2009 Langsung
Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec 2009-2014
Bambang
Yudhoyono
7 Ir. H. Joko Widodo M. Jusuf Kalla 2014- Langsung
Sekarang

Tahap-tahap yang dilewati dalam proses pemilihan umum meliputi pendaftaran

pemilihan pencalonan, kampanye, penyusunan dan perhitungan suara, pemantapan hasil

66
pemilihan, peresmian atau pelantikan para calon terpilih46. Berdasarkan Pasal 22E ayat (5)

UUD NRI Tahun 1945 maka penyelenggaraan pemilihan umum dipegang oleh sebuah komisi

yang bertanggung dalam keseluruhan tahapan ini, komisi tersebut yakni KPU (Komisi

Pemilihan Umum) yang kemudian bersama dengan badan pengawasan yakni BAWASLU

(Badan Pengawasan Pemilihan Umum) dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggaraan

Pemilihan Umum) yang berkaitan dengan permasalahan seputar etik.

Berikut ini adalah tugas dan wewenang KPU secara garis besar diantaranya meliputi:

1. Merencanakan program, anggaran, beserta jadwal pelaksanaan pemilu

2. Menyusun dan menetapkan tata kerja seluruh KPU yang bertugas sampai ditingkat

desa

3. Menyusun dan menetapkan pedoman teknis dalam setiap tahapan penyelenggaraan

pemilu yang sebelumnya telah dikonsultasikan kepada DPR dan pemerintah

4. Mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pemilu

5. Menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi

6. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dari pemerintah

7. Menetapkan peserta pemilu

8. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi perhitungan suara tingkat nasional

berdasarkan hasil rekapitulasi dari KPU Provinsi kemudian membuat berita acara dan

sertifikat hasil perhitungan suara

9. Menerbitkan surat keputusan untuk mengesahkan hasil pemilu dan

mengumumkannya, Dst.
46
Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum : Suatu Himpunan Pemikran, Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, hlm 5

67
Berikut adalah tugas, kewenangan, dan kewajiban yang melekat pada BAWASLU, yakni

sebagai berikut :

1. Tugas

a. Mengawasi persiapan penyelenggaraan pemilu

b. Mengawasi pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu

c. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan

penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu

dan ANRI

d. Memantau atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana

pemilu oleh instansi yang berwenang

e. Mengawasi atas pelaksanaan putusan pelanggaran pemilu

f. Evaluasi pengawasan pemilu

g. Menyusun laporan hasil pengawasan penyelenggaraan pemilu, dan

h. Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2. Wewenang

68
a. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-undangan mengenai pemilu

b. Menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan

mengkaji laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang

berwenang

c. Menyelesaikan sengketa pemilu

d. Membentuk Bawaslu Provinsi

e. Mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, dan

f. Melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3. Kewajiban

a. Bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas

pemilu pada semua tingkatan

c. Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya

pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai

pemilu

d. Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada presiden, Dewan Perwakilan

Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan pemilu secara periodik dan/atau

berdasarkan kebutuhan

69
e. Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-

undangan

Dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum ) memiliki tugas dan

wewenang sebagai berikut :

1. Tugas

a. Menerima pengaduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik

oleh penyelenggara pemilu (Baca juga: Perbedaan Etika dan Etiket)

b. Melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemerikasaan atas pengaduan

dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh penyelenggara

pemilu

c. Menetapkan putusan, dan

d. Menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti.

2. Wewenang

a. Memanggil penyelenggara pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode

etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan

b. Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk

dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain, dan

c. Memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar

kode etik.

70
Hasil amandemen UUD NRI Tahun 1945 yang ke-3 pada tahun 2001 juga

menambahkan mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara lebih rinci

dalam Pasal 6A dan 7 UUD NRI Tahun 1945 yang menjadi guide line Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden yakni sebagai berikut :

Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 :Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam
satu pasangan secara langsung oleh rakyat
Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum
sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Pasal 6A ayat (3) UUD NRI Tahun 1945: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang
tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden
dan Wakil Presiden.
Pasal 6A ayat (4) UUD NRI Tahun 1945: Dalam hal tidak ada pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 6A ayat (5) UUD NRI Tahun 1945: Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.
Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan
selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama,
hanya untuk satu kali masa jabatan.

Partai politik yang dapat mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presdien adalah yang

dapat disebut sebagai “peserta pemilihan umum” dengan telah memenuhi beberapa tahapan

yakni sebagai berikut47:

1. Mendaftarkan diri ke KPU (Komisi Pemilihan Umum) dengan disertai surat

permohonan dan dokumen persyaratan umum dan khusus.

47
Rozali Abdullah, Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm
165-166

71
2. Melewati tahap verifikasi administrasi dan faktual di lapangan untuk memastikan

persyaratan menjadi peserta pemilihan umum sebagaimana diatur oleh undang-

undang.

3. Mendapatkan keputusan dari KPU sebagai partai politik peserta pemilihan umum.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dilakukan lima tahun sekali

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945. Terdapat beberapa alasan

mengapa Pemilu harus diselenggarakan secara berkala yakni sebagai berikut48 :

1. Pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam

masyarakat bersifat dinamis dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam jangka

waktu tertentu dapat saja terjadi sebagian besar rakyat berubah pendapatnya mengenai

kebijakan negara.

2. Kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat berubah baik dinamika di dalam

negeri dan eksternal manusia.

3. Perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat dapat terjadi karena pertumbuhan

jumlah penduduk dan rakyat dewasa terutama para pemilih baru (new voter) atau

pemilih pemula belum tentu mempunyai sikap yang sama dengan generasi terdahulu.

4. Agar terjadi pergantian kepemimpinan Negara di cabang kekuasaan eksekutif.

Perkembangan proses penetapan dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut

Saldi Isra yang dibagi menjadi tiga periode yakni orde baru, era reformasi, dan pasca

amandemen ke-3 yang dapat simak dalam tabel sebagai berikut49 :

48
Abu Tamrin, Urgensi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung di Era
Reformasi,Jurnal Cita Hukum, Vol. I No. 2 Desember 2013, hlm 188
49
Saldi Isra, Perkembangan Pengisian Jabatan Presiden di Bawah Undang-Undanng Dasar 1945
(online), https://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-jurnalnasional/376-perkembangan-
pengisian-jabatan-presiden-di-bawah-undang-undang-dasar-1945.html

72
Tabel 3.2 : Perkembangan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden

Periode Mekanisme Masa Jabatan Dasar Hukum


Orde Baru dipilih oleh Majelis Tidak ada a. Pasal 6 ayat (2)
Permusyawaratan Rakyat dengan pembahasan UUD 1945
suara terbanyak dengan calon masa jabatan b. Ketetapan MPR
diusulkan melalui Fraksi. No.II/MPR/1973
Presiden dan Wakil Presiden tentang “Tatacara
dipilih secara terpisah Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden
Indonesia
Reformasi dipilih oleh Majelis Memiliki masa c. Pasal 6 ayat (2)
Permusyawaratan Rakyat dengan jabatan 5 (lima) UUD 1945
suara terbanyak dengan calon Tahun - Tap d. Tap MPR No. VI/
diusulkan sekurang-kurangnya MPR No. XIII/ MPR/ 1999 tentang
tujuh puluh orang anggota MPR MPR/ 1998 Tata Cara
yang terdiri atas satu fraksi atau Pencalonan dan
lebih Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden
RI.
Pasca Pemilihan dilakukan secara Memiliki masa  Pasal 6A UUD
Amandemen langsung dengan calon diusulkan jabatan 5 (lima 1945
UUD 1945 oleh partai politik tahun)  Undang-Undang
ke-3 atau gabungan partai politik Nomor 7 Tahun
peserta pemilihan umum, 2017 tentang
Presiden dan Wakil Presiden Pemilihan Umum
dipilih dalam satu sebagaimana
pasang/kesatuan merupakan
kodifikasi dari
Undang-Undang
Nomor 23 tahun
2003 yang telah
dirubat dan dicabut

73
dengan Undang-
Undang Nomor 42
Tahun 2008
tentang Pemilihan
Presiden

Sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia terhitung telah

mengalami sepuluh kali Pemilu. Mekanisme maupun pelaksanaan Pemilu di Indonesia dari

masa ke masa berkembang sejalan dengan tuntutan demokrasi 50. Sebagimana dipaparkan

diatas, Presiden dan Wakil Presiden mengalami perkembangan, sebelumnya Presiden dan

Wakil Presiden dianggap sebagai entitas yang berbeda dan Wakil Presiden tidak begitu

diperhatikan pengaturannya, hal ini juga yang kerap terjadi dibeberapa negara. Pemilihan

umum di Indonesia mengalami pergeseran melalui mekanisme tidak langsung dikarenakan

masa transisi negara, sistem tidak langsung atau perwakilan juga diterapkan oleh beberapa

negara seperti : Amerika Serikat, Ethiopia, India, Jerman, dan Pakistan. Hingga kemudian

Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui proses pemilihan umum secarang langsung

seperti yang diterapakan di Argentina, Brazil, Kolombia, Meksiko, Mesir, Perancis dan Rusia.

Sebelum dilaksanakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dilakukan survey

oleh konsorsium Lembaga pengumpul pendapat umum bekerja sama dengan sekretariat

MPR/DPR. Sejumlah mayoritas rakyat Indonesia menghendaki sistem Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden secara langsung. Pengumpulan pendapat dengan melalui survey oleh

konsorsium dilakukan pada tanggal 7 sampai 29 Juli 2000. Jumlah responden 3000 berusia

lebih 18 tahun di 100 desa/kelurahan51. Menurut Saldi Isra terdapat beberapa alasan (raison

d’etre) yang mendorong diselenggarakannya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara

langsung di Indonesia yakni52 :

50
Janedjri M.Gaffar, Op.cit, hlm 93
51
Abu Tamrin, Op.cit, hlm 188-189
52
Saldi Isra, Loc.cit

74
1. Presiden yang terpilih melalui pemilihan langsung akan mendapat mandat dan

dukungan yang lebih riil rakyat sebagai wujud kontrak sosial antara pemilih dengan

tokoh yang dipilih. Kemauan orang-orang yang memilih (volonte generale) akan

menjadi pegangan bagi Presiden dalam melaksanakan kekuasaannya

2. Pemilihan Presiden langsung secara otomatis akan menghindari intrik-intrik politik

dalam proses pemilihan dengan sistem perwakilan. Intrik politik akan dengan mudah

terjadi dalam sistem multipartai. Apalagi kalau pemilihan umum tidak menghasilkan

partai pemenang mayoritas, maka tawar-tawar politik menjadi sesuatu yang tidak

mungkin dihindarkan

3. Pemilihan Presiden langsung akan memberikan kesempatan yang luas kepada rakyat

untuk menentukan pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang lain53.

Kecenderungan dalam sistem perwakilan adalah terjadinya penyimpangan antara

aspirasi rakyat dengan wakilnya. Ini semakin diperparah oleh dominannya pengaruh

partai politik yang telah mengubah fungsi wakil rakyat menjadi wakil partai politik

(political party representation)

4. Pemilihan langsung dapat menciptakan perimbangan antara berbagai kekuatan

dalam penyelenggaraan negara terutama dalam menciptakan mekanisme checks and

balances antara Presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-sama dipilih oleh

rakyat. Selama ini, yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, MPR

(Majelis Permusyawaratan Rakyat) menjadi sumber kekuasaan dalam negara karena

adanya ketentuan bahwa lembaga ini adalah pemegang kedaulatan rakyat.

Kekuasaan inilah yang dibagi-bagikan secara vertikal kepada lembaga-lembaga

53
Alasan ini dapat juga dibaca dalam Saldi Isra, (2001), Pemilihan Presiden Langsung, dalam Kompas
24 September; A. Malik Harmain, (2001), Urgensi Pemilihan Presiden Langsung, dalam Kompas 31 Oktober;
dan Abdul Rohim Ghazali, (2001), Pemilihan Presiden Langsung untuk Indonesia, dalam Kompas 10 November

75
tinggi negara lain termasuk kepada Presiden. Akibatnya, kelangsungan kedudukan

Presiden sangat tergantung kepada MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)

Terdapat beberapa model dalam pemilihan umum secara langsung yakni sebagai berikut54 :

1. Sistem pemilihan langsung Amerika Serikat (AS) atau Electoral College System. Pada

sistem ini rakyat tidak juga langsung memilih calon Presiden tetapi melalui

pengalokasian jumlah suara dewan pemilih (electoral college votes) pada setiap

propinsi (state). Jika seorang kandidat memenangkan sebuah state maka ia akan

mendapat semua jumlah electoral college (the winner takes all) pada daerah

bersangkutan.

2. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan langsung menjadi

Presiden atau FPTP atau first-past the post. Seorang kandidat dapat menjadi Presiden

meskipun hanya meraih kurang dari separuh suara pemilih. Sistem ini membuka

peluang untuk munculnya banyak calon Prersiden sehingga peluang untuk

memenangkan pemilihan kurang dari 50% lebih terbuka. Jika ini terjadi maka

presiden terpilih akan mendapatkan legitimasi yang rendah karena tidak mampu

memperoleh dukungan suara mayoritas (50% + 1).

3. Two-round atau Run-off system, bila tak seorangpun kandidat yang memperoleh

sedikitnya 50% dari keseluruhan suara, maka dua kandidat dengan perolehan suara

terbanyak harus melalui pemilihan tahap kedua beberapa waktu setelah tahap

pertama. Jumlah suara minimum yang harus diperoleh para kandidat pada pemilihan

pertama bervariasi di beberapa negara. Sistem ini paling populer dilaksanakan di

negara-negara dengan sistem presidensil.

54
Saldi Isra, Loc.cit

76
4. Sistem Nigeria. Di Nigeria, seorang kandidat Presiden dinyatakan sebagai pemenang

apabila kandidat tersebut dapat meraih sedikitnya 30% suara di sedikitnya 2/3 (dua

pertiga) dari 36 negara bagian di Nigeria (termasuk ibu kota Nigeria). Sistem ini

diterapkan untuk menjamin bahwa Presiden terpilih memperoleh dukungan dari

mayoritas penduduk yang tersebar di 36 negara bagian tersebut. Presiden Obasanjo

memenangkan pemilu tahun 1999 dengan sistem ini dan memperoleh 63% suara dari

keseluruhan pemilih.

Tahun 2004 menjadi tahun pertama bagi Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara

langsung dipilih oleh rakyat Indonesia, pelaksanaan Pemilu bagi presiden dan wakil presiden

diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan dengan sistem dua putaran

atau two round system, sistem dua putaran ini diterapkan dibeberapa negara seperti Argentina,

Brazil, Colombia, Prancis, India, Mesir, dan Rusia. Pemilu Indonesia pada tahun 2004

dengan peserta Pemilu dan hasil suara yang diperoleh dapat dilihat dalam tabel sebagai

berikut55 :

Tabel 3.3 : Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama (5 Juli 2004)

No Nama Pasangan Calon Presiden


Perolehan Suara Persentasi (%)
dan Wakil Presiden
H. Wiranto S.H 23.827.512 22.19%
1
Ir. H. Salahudin Wahid
Hj. Megawati Soekarno Putri 28.186.780 26.24%
2
K.H Ahmad Hasyim Muzadi
Prof. Dr. H. M. Amin Rais 16.042.105 14.94%
3
Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo
H. Susilo Bambang Yudhoyono 36.070.622 33.58%
4
Dr. H. Muhammad Jusuf Kalla
5 Dr. H. Hamzah Haz 3.276.001 13.05%

55
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sitem Pemilihan Umum di Indonesia :
Teori, Konsep, dan Isu Strategis, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, hlm 161

77
H. Agum Gumelar, M.Sc

Kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta putaran pertama belum

ada yang memenuhi ketentuan yakni memperoleh suara lebih dari 50%, maka dilakukan

Pemilu putaran kedua dengan peserta dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang

memperoleh suara terbanyak pada putaran pertama. Hasil dari putaran kedua adalah sebagai

berikut56 :

Tabel 3.4 : Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama


(20 September 2004)

No Nama Pasangan Calon Presiden


Perolehan Suara Persentasi (%)
dan Wakil Presiden
H. Susilo Bambang Yudhoyono 69.266.350 60.62%
1
Dr. H. Muhammad Jusuf Kalla
Hj. Megawati Soekarno Putri 44.990.704 39.38%
2
K.H Ahmad Hasyim Muzadi

Ketentuan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mengalami pembaharuan, dalam

Pemilu tahun 2009 landasan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pembaharuan ini

memunculkan persyaratan baru yakni berkenaan dengan Partai Politik pengusung calon

Presiden dan Wakil Presiden adalah yang memiliki sekurang-kurangnya 20% kursi legislatif

atau yang memperoleh sedikitnya 25% dari perolehan suara nasional dalam Pemilu DPR 57.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan dengan sistem dua putaran atau two round

system dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009 dan berlangsung satu putaran saja karena salah

satu pasangan calon sudah memenuhi perolehan suara lebih dari 50%. Daftar peserta Pemilu

dan hasil suara yang diperoleh sebagai berikut58:

56
Ibid, hlm 162
57
Lihat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden
58
Muhadam, Op.cit, hlm 174

78
Tabel 3.5 : Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009

No Nama Pasangan Calon Presiden


Perolehan Suara Persentasi (%)
dan Wakil Presiden
Hj. Megawati Soekarno Putri 32.548.105 26.79%
1
H. Prabowo Subiyanti
H. Susilo Bambang Yudhoyono 73.874.562 60.80%
2
Prof. Dr. Boediono
Dr. H. Muhammad Jusuf Kalla 15.081.814 12.41%
3
H. Wiranto, S.IP

Pada Pemilu 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden masa bakti 2014-2019

landasan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan diselenggarakan dengan sistem

dua putaran atau two round system yang dilaksanakan pada 9 Juli 2014 dengan tidak adanya

putaran kedua karena calon telah memenuhi ketentuan suara yakni memperoleh suara lebih

dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di

lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia. Daftar Peserta Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden pada tahun 2014 dengan hasil perolehan suara dapat disimak dalam tabel sebagai

berikut :

Tabel 3.6 : Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014


No Nama Pasangan Calon Presiden
Perolehan Suara Persentasi (%)
dan Wakil Presiden
H. Prabowo Subiyanti
1 62.576.444 46,85
Ir. M. Hatta Rajasa
Ir. H. Joko Widodo
2 70.997.833 53,15
Dr. H. Muhammad Jusuf Kalla

Landasan hukum sebagaimana disebutkan dalam Pemilu yang diselenggarakan dari

tahun 2004, 2009, hingga 2014 yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 sebagaimana

79
telah dirubah dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden merupakan 4 merupakan amanat konstitusi, ketentuan dalam

Pasal 6A ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa berkenaan dengan pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden akan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam perubahaan Undang-Undang yang

mengatur berkenaan dengan Pemilu Presiden dimana yang terjadi jika diamati adalah

perubahan posisi atau letak pasal. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 terdiri atas 100

Pasal dan 2 Pasal dalam Ketentuan Peralihan serta 1 Pasal Ketentuan Penutup, sedangkan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 terdiri atas 259 Pasal dan 1 Pasal dalam Ketentuan

Peralihan serta 2 Pasal dalam Ketentuan Penutup. Perbedaan paling signifikan dan menjadi

pembicaraan adalah berkenaan dengan syarat perolehan kursi bagi Partai yang mengusungkan

calon Presiden dan Wakil Presiden yakni dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2003, “sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20%

(dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR”

sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 dalam Pasal 9, “perolehan kursi

paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua

puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”

Sedangkan berkenaan syarat calon Presiden dan Wakil Presiden pengaturan yang

termaktub dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dapat disimak dalam

tabel sebagai berikut :

Tabel 3.6 Perbandingan Syarat Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden

UU Nomor 23 Tahun 2003 UU Nomor 42 Tahun 2008


Pasal 6 Pasal 5

80
1. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. warga negara Indonesia sejak kelahirannya 2. Warga Negara Indonesia sejak
dan tidak pernah menerima kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya kewarganegaraan lain karena
sendiri; kehendaknya sendiri;
3. tidak pernah mengkhianati negara; 3. tidak pernah mengkhianati negara, serta
4. mampu secara rohani dan jasmani untuk tidak pernah melakukan tindak pidana
melaksanakan tugas dan kewajiban korupsi dan tindak pidana berat
sebagai Presiden dan Wakil Presiden; lainnya;
5. bertempat tinggal dalam wilayah Negara 4. mampu secara rohani dan jasmani untuk
Kesatuan Republik Indonesia; melaksanakan tugas dan kewajiban
6. telah melaporkan kekayaannya kepada sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
instansi yang berwenang memeriksa 5. bertempat tinggal di wilayah Negara
laporan kekayaan penyelenggara negara; Kesatuan Republik Indonesia;
7. tidak sedang memiliki tanggungan utang 6. telah melaporkan kekayaannya kepada
secara perseorangan dan/atau secara badan instansi yang berwenang memeriksa
hukum yang menjadi tanggung jawabnya laporan kekayaan penyelenggara negara;
yang merugikan keuangan negara; 7. tidak sedang memiliki tanggungan utang
8. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan secara perseorangan dan/atau secara
putusan pengadilan; badan hukum yang menjadi tanggung
9. tidak sedang dicabut hak pilihnya jawabnya yang merugikan keuangan
berdasarkan putusan pengadilan yang negara;
telah mempunyai kekuatan hukum 8. tidak sedang dinyatakan pailit
tetap; berdasarkan putusan pengadilan;
10. tidak pernah melakukan perbuatan 9. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
tercela; 10.terdaftar sebagai Pemilih;
11. terdaftar sebagai pemilih; 11. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
12. memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah melaksanakan

81
(NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5
kewajiban pajak selama 5 (lima) tahun (lima) tahun terakhir yang dibuktikan
terakhir yang dibuktikan dengan Surat dengan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Wajib Pajak Orang Pribadi; Pribadi;
13. memiliki daftar riwayat hidup; 12.belum pernah menjabat sebagai Presiden
14. belum pernah menjabat sebagai atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali
Presiden atau Wakil Presiden selama dua masa jabatan dalam jabatan yang sama;
kali masa jabatan dalam jabatan yang 13. setia kepada Pancasila sebagai dasar
sama; negara, Undang-Undang Dasar Negara
15. setia kepada Pancasila sebagai dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-
negara, Undang-Undang Dasar Negara cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita- 14.tidak pernah dijatuhi pidana penjara
cita Proklamasi 17 Agustus 1945; berdasarkan putusan pengadilan yang
16. tidak pernah dihukum penjara telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana karena melakukan tindak pidana yang
makar berdasarkan putusan pengadilan diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
yang telah mempunyai kekuatan tahun atau lebih;
hukum tetap; 15.berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga
17. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
puluh lima) tahun; 16.berpendidikan paling rendah tamat
18. berpendidikan serendah-rendahnya Sekolah Menengah Atas (SMA),
SLTA atau yang sederajat; Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
19. bukan bekas anggota organisasi Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
terlarang Partai Komunis Indonesia, Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain

82
termasuk organisasi massanya, atau bukan yang sederajat;
orang yang terlibat langsung dalam 17. bukan bekas anggota organisasi terlarang
G.30.S/PKI; Partai Komunis Indonesia, termasuk
20. tidak pernah dijatuhi pidana penjara organisasi massanya, atau bukan orang
berdasarkan putusan pengadilan yang telah yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI;
mempunyai kekuatan hukum tetap karena dan
melakukan tindak pidana yang diancam 18. memiliki visi, misi, dan program
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau dalam melaksanakan pemerintahan
lebih. negara Republik Indonesia.

Penentuan persyaratan calon sebagaimana dipaparkan dalam Undang-Undang diatas

merupakan pengejawantahan dari pengaturan syarat calon Presiden dan Wakil Presiden yang

diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana dalam Pasal 6 ayat (2) UUD NRI Tahun

1945, “Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan

undang-undang” dengan akar syarat untuk menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden dalam

Pasal 6 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus

seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta

mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden

dan Wakil Presiden”.

Menyongsong Pemilu Presiden 2019, terdapat perubahan dimana mekanisme Pemilu

yang pada mulanya terpisah baik dalam waktu maupun mekanisme penyelenggaraan antara

Pemilu bagi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah),

dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dengan Presiden dan Wakil Presiden. Kini mengalami

pembaharuan dengan Pemilu Serentak59. Konsep pemilu serentak hanya dikenal di negara-
59
Pemilu serentak (concurrent elections) dalam Draf-Ringkasan Eksekutif Position Paper Pemilu
Nasional Serentak 2019 Yang Disusun Oleh Electoral Research Institute didefinisikan secara sederhana sebagai
sistem pemilu yang melangsungkan beberapa pemilihan pada satu waktu secara bersamaan. Sistem pemilu
serentak sudah diterapkan di banyak negara demokrasi. Sistem ini ditemukan tidak hanya di negara-negara yang
telah lama menerapkan sistem demokrasi seperti Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Eropa Barat,8
melainkan juga ditemukan di banyak negara demokrasi yang relatif lebih muda seperti negara-negara demokrasi
di kawasan Amerika Latin9, Eropa Timur dan Eropa Timur.10 Namun di Asia Tenggara, sistem pemilu serentak

83
negara pengguna sistem presidensial. Sebab, di sini anggota legislatif dan pejabat eksekutif

sama-sama dipilih melalui pemilu. Berbeda dengan penganut sistem parlementer, di mana

hanya dibutuhkan satu pemilu parlemen, selanjutnya parlemen mengangkat perdana menteri

dan kabinet60. Menurut Jimly Asshidiqie mekanisme Pemilu Nasional Serentak banyak sekali

manfaat yang dapat diperoleh dalam memperkuat sistem pemerintahan, meliputi61:

1. Sistem pemerintah diperkuat melalui ‘political separation’ (decoupled) antara fungsi

eksekutif dan legislatif yang memang sudah seharusnya saling imbang mengimbangi.

Para pejabat di kedua cabang kekuasaan ini dibentuk secara sendiri-sendiri dalam

waktu yang bersamaan, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan ataupun potensi

sandera menyandera yang menyuburkan politik transaksional;

2. Salah satu kelemahan sistem ‘decoupling’ ini potensi terjadinya gejala ‘divided

government’ atau ‘split-government’ sebagai akibat kepala pemerintahan tidak

menguasai dukungan suara mayoritas di parlemen. Namun hal ini haruslah diterima

sebagai kenyataan yang tentunya harus diimbangi dengan penerapan prinsip tidak

dapat saling menjatuhkan antara parlemen dan pemerintah;

3. Sistem ‘impeachment’ hanya dapat diterapkan dengan persyaratan ketat, yaitu adanya

alasan tindak pidana, bukan alasan politik; (iv) untuk menjaga iklim dan dinamika

“public policy debate” di parlemen. Harus dimungkinkan anggota partai politik

berbeda pendapat dengan partainya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, dan

kebijakan “party recall’ harus ditiadakan dan diganti dengan kebijakan “constituent

recall”.

belum banyak dikenal. Dari lima negara yang menerapkan pemilu—meski tidak sepenuhnya demokratis—hanya
Philipina yang menerapkan sistem pemilu serentak dalam memilih presiden dan anggota legislatif, sementara
Indonesia, Malaysia, Singapore dan Thailand tidak menggunakan sistem pemilu serentak.
60
Didik Supriyanto, Salah Paham Pemilu Serentak (online),
https://nasional.kompas.com/read/2014/01/24/0730346/Salah.Paham.Pemilu.Serentak.
61
Jimly Asshiddiqie, Pemilihan Umum Serentak dan Penguatan Sistem Pemerintahan (online),
2014, http://www.jimly.com/makalah/namafile/173/ Pemilihan_Umum_Serentak.pdf, hlm 1

84
Dengan cara demikian, maka keputusan untuk diterapkannya sistem pemilu serentak

mulai tahun 2019 dapat dijadikan momentum untuk penguatan sistem pemerintahan. Ini

harus dijadikan agenda utama pasca terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2014,

sehingga periode 2014-2019 benar dimanfaatkan untuk konsolidasi demokrasi yang lebih

produktif dan efisien serta penguatan sistem pemerintahan presidential Mekanisme

Pemilu serentak diyakini sebagai penguat sistem presidensial yang dirasa tidak berhasil

dicapai dengan mekanisme Pemilu sebelumnya mengacu pada pertimbangan Mahakamah

Konstitusi, yakni :

Menurut Mahkamah, praktik ketatanegaraan hingga saat ini, dengan pelaksanaan


Pilpres setelah Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan ternyata dalam
perkembangannya tidak mampu menjadi alat transformasi perubahan sosial ke arah
yang dikehendaki. Hasil dari pelaksanaan Pilpres setelah Pemilu Anggota Lembaga
Perwakilan tidak juga memperkuat sistem presidensial yang hendak dibangun
berdasarkan konstitusi. Mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and
balances), terutama antara DPR dan Presiden tidak berjalan dengan baik62.

Selanjutnya dapat ditemukan juga dalam Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008

pertimbangan hukum yakni sebagai berikut :

….. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (dalam pemilu yang terpisah-
penulis) kerap menciptakan koalisi taktis yang bersifat sesaat dengan partai-partai
politik sehingga tidak melahirkan koalisi jangka panjang yang dapat melahirkan
penyederhanaan partai politik secara alamiah. Dalam praktiknya, model koalisi yang
dibangun antara partai politik dan/atau dengan pasangan calon Presiden/Wakil
Presiden justru tidak memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Pengusulan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden oleh gabungan partai politik tidak lantas
membentuk koalisi permanen dari partai politik atau gabungan partai politik yang
kemudian akan menyederhanakan sistem kepartaian. Berdasarkan pengalaman praktik
ketatanegaraan tersebut, pelaksanaan Pilpres setelah Pemilu Anggota Lembaga
Perwakilan tidak memberi penguatan atas sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh
konstitusi. Oleh karena itu, norma pelaksanaan Pilpres yang dilakukan setelah Pemilu
Anggota Lembaga Perwakilan telah nyata tidak sesuai dengan semangat yang

62
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 terkait pengujian Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

85
dikandung oleh UUD 1945 dan tidak sesuai dengan makna pemilihan umum yang
dimaksud oleh UUD 194563.

Mahkamah Konstitusi menilai bahwa penyelenggaraan Pemilu Presiden setelah

Pemilu anggota DPR, DPD dan DPDR dinilai sebagai sebuah desuetudo atau konvensi

ketatanegaraan. Di mana, kebiasaan tersebut telah diterima dan dilaksanakan, sehingga

dianggap tidak bertentangan dengan hukum64. Akhir dari Putusan Nomor 51-52-59/PUU-

VI/2008 adalah menyatakan bahwa Pemilu Presiden yang diselenggarakan setelah Pemilu

Anggota Lembaga Perwakilan adalah inkonstitusional. Sehingga untuk pemilu-pemilu yang

akan datang, Pemilu Presiden mesti dilaksanakan secara bersamaan dengan Pemilu Anggota

Lembaga Perwakilan. Pengaturan berkenaan dengan Pemilu kemudian dikodifikasikan dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan sistematika yang

terdiri dari terdiri atas 573 pasal, penjelasan, dan 4 lampiran yang merupakan gabungan dari

Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden; Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum;

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 teentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Penetapan dan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum diatur dalam Pasal 169 dengan ketentuan sebagai

berikut :

1. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa;

2. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri

63
Ibid, hlm 81-82
64
Ibid, hlm 76

86
3. Suami atau istri calon Presiden dan suami atau istri calon Wakil Presiden

adalah Warga Negara Indonesia;

4. Tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana

korupsi dan tindak pidana berat

5. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai

presiden dan wakil presiden serta bebas dari penyalahgunaan narkotika;

6. Bertempat tinggal diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

7. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan

kekayaan penyelenggara neraga;

8. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan

hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;

9. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;

10. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

11. Tidak sedang dicalonkan sebagai anggota DPR, DPD, atau DPRD;

terdaftar sebagai Pemilih;

12. Memiliki nomor pokok wajib pajak dan telah melaksanakan kewajiban membayar

pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan

tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi; :

13. Belum pernah menjabat sebagai presidien atau wakil presiden selama 2 (dua) kali

masa jabatan dalam jabatan yang sama; '.

87
14. Setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;.

15. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

16. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;

17. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah,

sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang

sederajat;

18. Bukan bekas anggota organisasi terlarang partai Komunis Indonesia, termasuk

organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.3O.S/PKI;

dan

19. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara

Republik lndonesia

Dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh Presiden dan Wakil Presiden diatas

memiliki kemiripan dengan beberapa negara, seperti yang disebutkan dalam beberapa

konstitusi negara Brazil, India, Kolombia, Mesir, Pakistan. Beberapa negara mengatur

ketentuan masa tinggal seperti Amerika Serikat yang mengatur masa tinggal selama 14 tahun

dan Rusia yang mengatur masa tinggal selama 10 Tahun, sedangkan Meksiko mewajibkan

calon Presiden dan Wakil Presiden untuk tinggal setidaknya selama satu tahun sebelum masa

pemilihan diselenggarakan. Untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden beberapa negara

seperti Amerika Serikat, India, Meksiko, dan Rusia memiliki ketentuan yang sama dengan

88
syarat Indonesia sebelum dilakukan perubahan yakni 35 Tahun, sedangkan untuk persyaratan

umur yang telah dirubah menjadi 40 tahun juga dianut oleh Jerman, Mesir, dan Pakistan.

Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2019 mendatang berdasarkan Pasal 222

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum akan diusung dari Partai

yang mampu memperoleh kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR

atau memperoleh 25% (dua pulih lima presen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu

anggota DPR Sebelumnya. Konsep Presidential Treshold diberlakukan dengan tujuan

menjamin agar tidak terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden dari partai kecil yang memiliki

sedikit atau bahkan tidak mempunyai perwakilan sama sekali di Kursi DPR, yang kemudian

akan mempersulit Presiden memperoleh dukungan politik yang dibutuhkan untuk

menyelenggarakan pemerintahan. setidaknya terdapat beberapa kelebihan dengan

diberlakukannya Presidential Treshold sebagai berikut65 :

1. Apabila ambang batas (presidential treshold) ditiadakan, parlemen cenderung

dominan sehingga memperlemah sistem presidensial

2. Apabila ambang batas (presidential treshold) tetap tinggi memaksa partai politik

atau gabungan partai politik memperkuat sistem presidensial dan akan menyeleksi

calon Presiden dan Wakil Presdein

3. Akan terjadi koalisi untuk memperkuat pelaksaan pemerintahan, sehingga akan

membangun pemerintahan yang efektif

4. Ambang batas (presidential treshold) dalam pengajuan calon presiden dan wakil

presiden dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem kepartaian.

65
Sodikin, Pemilu Serentak (Pemilu Legislatif dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden) dan
Penguatan Sistem Presidensial, Jurnal Rechtsvinding Volume 3 Nomor 1, April 2014, hlm 28

89
Namun, penerapan presidential treshold dalam Pemilu Serentak menjadi ancaman

bagi partai politik yang baru dibentuk setelah Pemilu tahun 2014 dan memiliki calon yang

potensi untuk dapat ikut serta dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dimana jumlah

kursi dan suara mengacu pada pemilihan lima tahun sebelumnya yakni Pemilu Legislatif

tahun 2014, hal ini bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang

menjamin hak setiap partai politik peserta pemilu bisa mengajukan pasangan calon presiden

dan wakil presiden. Konsep presidential treshold dalam kasus ini rawan menjadi permainan

politik bagi partai besar karena sejatinya tidak ada bukti secara pasti bahwa penerapan

presidential treshold dapat memperkuat sistem presidensial.

Sebagai ilustasi tidak ada keterkaitan antara presidential treshold dengan penguatan

sistem presidensial adalah pemerintahan Presiden Jend (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono

pada periode 2009-201466 dimana pemerintahannya tidak didukung sepenuhnya partai

pendukung, bahkan partai pendukung yang menjadi penghambat dijalankan kebijakan yang

ditentukan oleh Presiden dan partai politik di DPR yang tidak termasuk dalam koalisi justru

terlihat lebih mendukung kebijakan pemerintahan, Presiden Jend (Purn) Susilo Bambang

Yudhoyono pada periode kedua ini terlihat disandera kepentingan partai pendukungan dengan

jatah pembagian kursi. Penentuan ambang batas presiden atau presidential threshold perlu

dilakukan secara proporsional serta memperhatikan keseimbangan antara politik hukum

penyederhanaan partai dan perlindungan terhadap keragaman politik. Penentuan besaran

ambang batas presidential threshold tidak hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan

keuntungan dan kerugian yang akan didapat oleh partai politik67.

66
Ibid, hlm 29
67
I Dewa Made Putra Wijaya, Mengukur Derajat Demokrasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, Jurnal IUS Volume II Nomor 6, Desember
2014, hlm 565

90
Guna mewujudkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 yang akan

mendatang menjadi Pemilu demokratis setidaknya terdapat beberapa formulasi yang

dilakukan yakni sebagai berikut68:

1. Pembentukan norma yang berkualitas dan responsif, baik pada tataran UUD 1945,

Undang - Undang dan Peraturan KPU. Norma berkualitas yaitu norma yang secara

substantif mampu mengendalikan berbagai aktivitas kepemiluan menuju pemilu yang

berkualitas, jujur, adil dan bertanggungjawab. Sementara norma responsif yaitu

substansi norma yang merupakan cerminan dari kehendak rakyat pada umumnya,

tidak sekedar memenuhi visi politik peserta pemilu, dalam hal ini partai politik. Pada

titik ini, menjadi penting simpulan Moh. Mahfud MD69 bahwa “jika kita ingin

membangun hukum yang responsif maka syarat pertama dan utama yang harus

dipenuhi lebih dulu adalah demokratisasi dalam kehidupan politik”. Salah satu

indikator demokratisasi kehidupan politik yaitu kebersediaan para legislator untuk

membuka ruang partisipasi yang lebar saat pembentukan undang-undang, khususnya

undang – undang yang berkenaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden

(electoral laws).

2. Penyelenggara yang berkualitas, khususnya KPU dan perangkat sampai tataran KPPS

agar lebih jujur, mandiri dan berintegritas. Terwujudnya kapasitas seperti ini dapat

dimulai dari proses perekrutan (melibatkan lembaga independen) serta saat uji

kelayakan dan kepantasan (fit and proper test) oleh DPR benar-benar steril dari

kepentingan politik sesaat. Kriteria fit and proper test adalah kompetensi,

pengalaman, integritas dan moralitas. Ketika penyelenggara menjalankan tugas dan

fungsi serta kewajibannya sungguh-sungguh mandiri dan imparsial serta menjunjung

68
Umbu Rauta, Menggagas Pemilihan Presiden yang Demokratis dan Aspiratif, Jurnal Konstitusi,
Volume 11, Nomor 3, September 2014, hlm 612-614
69
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm 380.

91
tinggi etika dan moralitas. Berkenaan dengan kemandirian penyelenggara, perlu ada

komitmen atau konsensus bagi calon anggota KPU untuk tidak terlibat menjadi

anggota partai politik minimal 5 tahun sejak berakhirnya masa kerja di KPU.

3. Pemilih yang rasional, cerdas dan bermoral. Kriteria pemilih semacam ini hanya bisa

terwujud manakala pendidikan politik (baik formal dan nonformal) dilakukan secara

intens dan sungguh-sungguh, baik oleh Pro kontra perihal besaran dan keberlakuan

parliamentary threshold dalam pembahasan UU Pemilu Legislatif (UU No. 8 Tahun

2012) maupun besaran presidential threshold dalam UU Pilpres merupakan sedikit

gambaran pengutamaan kepentingan partai politik ketimbang kepentingan rakyat yang

lebih luas. Usulan semacam ini dilandasi oleh kenyataan dimana setelah

penyelenggaraan pemilihan umum (baik pemilu legislatif dan pilpres) ada beberapa

oknum mantan anggota KPU yang “hijrah” menjadi pengurus partai politik besar,

bahkan menduduki jabatan elit dalam kepengurusan partai tersebut. Hal ini tidak

dapat ditutup kemungkinan adanya anggapan bahwa hal tersebut merupakan

“konsesi” atas “bantuan” mantan anggota KPU dengan partai politik dimaksud saat

pemilu. pemerintah, partai politik, lembaga pendidikan, organisasi non pemerintah,

serta organisasi keagamaan. Pendidikan politik dimaksud mesti diarahkan agar

pemilih sungguh-sungguh memahami haknya dan kewajibannya dalam kehidupan

bernegara. Pemahaman semacam ini akan memberi modal bagi mereka saat

menjalankan hak pilihnya secara bertanggung jawab dan sesuai

kehendak/keinginannya, meski ada pengaruh atau tekanan apapun (materil dan non

materil).

92
4. Peranan pemerintah lebih diintensifkan terutama dalam menyiapkan database daftar

pemilih yang lengkap dan akurat. Peranan pemerintah juga menjadi urgent dan vital

ketika membantu penyelenggara mempersiapkan pemilih yang cerdas dan

bertanggung jawab.

5. Proses penjaringan bakal calon menjadi calon di lingkungan partai politik yang

membuka ruang cukup besar dan luas bagi setiap pihak yang berkepentingan. Partai

politik benar-benar wajib menjalankan ketentuan dalam UU Pilpres yaitu,”..

dilakukan secara demokratis dan terbuka”. Aspek demokratis harus tercermin dengan

melibatkan seluruh komponen partai mulai level terendah sampai level tertinggi,

bahkan alangkah lebih berharga manakala melibatkan komponen non partai.

6. Mempertimbangkan peluang calon perseorangan, sehingga mengurangi monopoli

partai politik sebagai pengusung. Gagasan ini sudah sering diutarakan dengan

pertimbangan bahwa selama ini (pilpres 2004 dan 2009), partai politik atau gabungan

partai politik belum sepenuhnya mampu menjaring dan menyaring calon presiden dan

wakil presiden yang berkualitas. Faktor konsensus politik lebih dominan ketimbang

rekam jejak (track record), kompetensi dan integritas. Hanya saja disadari bahwa

jalan keluarnya untuk terwujudnya gagasan tersebut diawali dari tingkat konstitusi,

yaitu melalui amandemen UUD 1945.

7. Pengawasan publik, terutama dari institusi atau lembaga non pemerintah terhadap

penyelenggara pemilu, pemerintah dan pemilih, agar semua pihak terkait tersebut

dapat menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya secara konsisten. Pengawasan

publik juga dilakukan oleh media massa.

8. Penegakan hukum yang konsisten, terutama dari aparat penegak hukum manakala

memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa kepemiluan. Meski masih

93
mengandung sedikit kelemahan, apa yang telah diinisiasi dan dipraktikan Partai

Golkar menjelang Pilpres 2004 menjadi “pelajaran berharga” bagi partai politik di

Indonesia untuk melakukan hal serupa, meski dengan nama lain. Penegakan hukum

yang konsisten akan menjadi “shock terapi” bagi khalayak untuk tidak melakukan

pelanggaran hukum di waktu yang akan datang.

94
BAB IV

PENUTUP

A SIMPULAN

Konsepsi pemilihan untuk mengisi posisi jabatan politik merupakan penerapan dari

prinsip negara hukum dan demokratis sebagaimana diutarakan oleh International

Commission of Jurist. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam praktiknya dimayoritas

negara di dunia dilakukan dalam satu kesatuan, meski terdapat beberapa negara yang tidak

memiliki wakil presiden dalam tatanan jabatan politiknya. Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden dapat dilakukan secara langsung melibatkan rakyat atau melalui cara tidak langsung

melalui lembaga perwakilan. Pengaturan berkenaan dengan Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden dapat ditemui dalam konstisui dan pengaturan perundang-undang berkenaan dengan

Pemilihan Umum.

Di Indonesia terhitung sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini setidaknya telah

menyelenggarakan kurang lebih 10 Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil

Presiden, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), dan

DPD (Dewan Perwakilan Daerah) berdasarkan amanat konstitusi dan pengaturan lebih lanjut

dalam perundang-undangan. Berkenaan dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

perkembangan pemilihan umum dapat disimak dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden

Periode Mekanisme Masa Jabatan Dasar Hukum


Orde Baru dipilih oleh Majelis Tidak ada e. Pasal 6 ayat (2) UUD
Permusyawaratan Rakyat dengan pembahasan 1945
suara terbanyak dengan calon masa jabatan f. Ketetapan MPR
diusulkan melalui Fraksi. Presiden No.II/MPR/1973
dan Wakil Presiden dipilih secara tentang “Tatacara

95
terpisah Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden
Indonesia
Reformasi dipilih oleh Majelis Memiliki masa g. Pasal 6 ayat (2) UUD
Permusyawaratan Rakyat dengan jabatan 5 (lima) 1945
suara terbanyak dengan calon Tahun - Tap h. Tap MPR No. VI/
diusulkan sekurang-kurangnya tujuh MPR No. XIII/ MPR/ 1999 tentang
puluh orang anggota MPR yang MPR/ 1998 Tata Cara Pencalonan
terdiri atas satu fraksi atau lebih dan Pemilihan
Presiden dan Wakil
Presiden RI.
Pasca Pemilihan dilakukan secara Memiliki masa  Pasal 6A UUD 1945
Amandemen langsung dengan calon diusulkan jabatan 5 (lima  Undang-Undang
UUD 1945 oleh partai politik tahun) Nomor 7 Tahun 2017
ke-3 atau gabungan partai politik peserta tentang Pemilihan
pemilihan umum, Presiden dan Umum sebagaimana
Wakil Presiden dipilih dalam satu merupakan kodifikasi
pasang/kesatuan dari Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2003
yang telah dirubat
dan dicabut dengan
Undang-Undang
Nomor 42 Tahun
2008 tentang
Pemilihan Presiden
Prof. Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa dengan perbandingan adalah salah satu

kunci pembelajaran hukum tata negara dalam konteks umum. Memahami banyak konstitusi

di dunia akan sangat bermanfaat untuk memperluas spektrum pemikiran dan menemukan

solusi kreatif terhadap persoalan yang dihadapi bangsa. Maka dalam rangka merumuskan

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang lebih baik menjadi menarik untuk

melihat praktik Pemilihan di berbagai negara.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia melalui beberapa

tahapan. Tahap-tahap yang dilewati dalam proses pemilihan umum meliputi pendaftaran

96
pemilihan pencalonan, kampanye, penyusunan dan perhitungan suara, pemantapan hasil

pemilihan, peresmian atau pelantikan para calon terpilih. Penyelenggaraan Pemilihan Umum

dilakukan oleh sebuah komisi yang bertanggung dalam keseluruhan tahapan ini, komisi

tersebut yakni KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang kemudian bersama dengan badan

pengawasan yakni BAWASLU (Badan Pengawasan Pemilihan Umum) dan DKPP (Dewan

Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum) yang berkaitan dengan permasalahan

seputar etik. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksnakan berdasarkan konstitusi dan

peraturan perundang-undangan sebagaimana amanat dalam Pasal 22E ayat 6 UUD NRI

Tahun 1945.

Landasan hukum dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang

diselenggarakan dari tahun 2004, 2009, hingga 2014 yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2003 sebagaimana telah dirubah dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Menyongsong Pemilu Presiden 2019,

terdapat perubahan dimana mekanisme Pemilu yang pada mulanya terpisah baik dalam waktu

maupun mekanisme penyelenggaraan antara Pemilu bagi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat),

DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dengan

Presiden dan Wakil Presiden. Kini mengalami pembaharuan dengan Pemilu Serentak.

Pengaturan berkenaan dengan Pemilu kemudian dikodifikasikan dalam Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan sistematika yang terdiri dari terdiri

atas 573 pasal, penjelasan, dan 4 lampiran.

B SARAN

97
Perbandingan konstitusi perlu dilakukan untuk membuka cakrawala pengetahuan.

Dengan melakukan perbandingan berbagai negara dalam bingkai konstitusi Negara dapat

mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan ketentuan yang dapat berguna

untuk mengembangkan kehidupan negara yang lebih baik atau mungkin melakukan

pengadopsian ketentuan dalam praktik ketatanegaraan. Prof. Jimly Asshidiqie mengatakan

bahwa dengan perbandingan adalah salah satu kunci pembelajaran hukum tata negara dalam

konteks umum.

Presiden dan Wakil Presiden sebagai pelaksana kekuasaan tertinggi dalam negara

memegang peranan penting. Dengan dilakukannya kajian berkenaan dengan penetapan

pasangan Presiden dan Wakil Presiden dapat memberikan formulasi baru yang berguna dalam

membentuk pemerintahan dan kehidupan bernegara yang lebih baik. Sangat disayangkan

ketika literatur guna pengkajian terkhususkan perbandingan negara sedikit sulit dijumpai

karena beberapa pengaturan kehususnya perundang-undangana memiliki bentuk bahasa resmi

negara sehingga tidak semua dapat memahami, padahal dengan melakukan perbandingan

dapat mempermudah pencapaian tujuan yang dipaparkan diatas. Maka diharapkan fokus

penelitian dengan metode perbandingan lebih menarik peminat dan lebih dipermudah dengan

penyediaan bahan dan literatur yangt terarah.

98
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
A. Appadorai, The Substance of Politic, New Delhi : Oxford India Paperback, 1974
Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum : Suatu Himpunan Pemikran, Jakarta :
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, hlm 5
Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi (Suatu Studi tentang Ajudikasi Konstitusional
sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta : PT.Pradnya Paramita,
2006
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, (West (USA): Thomson Reuters
business, 2009
C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Aksara Baru, 1985
Dody Nur Andriyan, Hukum Tata Negara dan Sistem Politik: Kombinasi Presidensial
dengan Multipartai di Indonesia, Deepublish
Eric Barendt, An Introduction to Constitutional Law, New York : Oxford University Press,
1998
Harun Alrasid, Pemilihan Presiden dan Pergantian Presiden dalam Hukum Positif
Indonesia, Jakarta : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1997
International Foundation for Electoral Systems, Egypt’s 2014 Presidential Election Law,
2014
Janedjri M.Gaffar, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia, Jakarta : Konstitusi Press, 2013
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2011
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta : PT Bhuana Ilmu
Populer, 2009
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.
Jakarta : Sinar Grafika, 2010
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer, 2007, hlm 143
Jimly Asshidiqqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam
UUD 1945, Yogyakarta : FH UII Press, 2004
Mac Iver, Negara Modern (The Modern State), diterjemahkan oleh Moertono, Jakarta :
Bina Aksara, 1988
Minto Rahayu, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Grasindo, 2007
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, 1982

99
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta :
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan C.V. Sinar
Bakti, Jakarta, 1981
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2009
Moh.Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta : Gama Media
Muhadam Labolo dan Teguh Ilham, Partai Politik dan Sitem Pemilihan Umum di
Indonesia : Teori, Konsep, dan Isu Strategis, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, hlm
161
N.D Aurora dan S.S. Awasthy, Political Theory¸ New Delhi : Har-Anand, 1981
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta : Rajawali Pers, 2013
Ni’Matul Huda, Negara Hukum Demokrasi dan Judicial Review, Yogyakarta : UII Press,
2005
Nur Hidayat dan Sardini Gunawan, “60 Tahun Jimly Asshiddiqie : Menurut Para
Sahabat”, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016
Pataniari Siahaan, Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen
UUD 1945, Jakarta: Konsitusi Press, 2012
Rozali Abdullah, Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas, Jakarta: Rajawali Pers,
2009
Sodikin, Hukum Pemilu : Pemilu sebagai Praktik Ketatanegaraan, Bekasi : Gramata
Publishing, 2014
Sri Soemantri, Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali, 1981
Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945

ARTIKEL
Abu Tamrin, Urgensi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung di Era
Reformasi,Jurnal Cita Hukum, Vol. I No. 2 Desember 2013, hlm 188
Arief Sidharta, Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum, dalam Jentera (Jurnal
Hukum), “Rule of Law”, Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
Dewa Made Putra Wijaya, Mengukur Derajat Demokrasi Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, Jurnal IUS
Volume II Nomor 6, Desember 2014

100
Sodikin, Pemilu Serentak (Pemilu Legislatif dengan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden) dan Penguatan Sistem Presidensial, Jurnal Rechtsvinding Volume 3
Nomor 1, April 2014
Umbu Rauta, Menggagas Pemilihan Presiden yang Demokratis dan Aspiratif, Jurnal
Konstitusi, Volume 11, Nomor 3, September 2014

INTERNET
Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Tahun 2015 (online), http://bps.go.id/publikasi,
diakses tanggal 25 Juni 2016
Dickson, Pembagian Wilayah di Indonesia (online),
http://ilmupengetahuanumum.com/pembagian-wilayah-provinsi-di-indonesia/ diakses
tanggal 1 mei 2015
Didik Supriyanto, Salah Paham Pemilu Serentak (online),
https://nasional.kompas.com/read/2014/01/24/0730346/Salah.Paham.Pemilu.Serentak.
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia (online), diakses dari
www.jimly,com
Jimly Asshiddiqie, Pemilihan Umum Serentak dan Penguatan Sistem Pemerintahan
(online), 2014, http://www.jimly.com/makalah/namafile/173/
Pemilihan_Umum_Serentak.pdf, hlm 1
Saldi Isra, Perkembangan Pengisian Jabatan Presiden di Bawah Undang-Undanng
Dasar 1945 (online), https://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-
jurnalnasional/376-perkembangan-pengisian-jabatan-presiden-di-bawah-undang-
undang-dasar-1945.html
Tertia Lusiana, Indonesia dan 10 Negara Lain yang Diprediksi Jadi Negara Terpadat
Dunia Pada 2018, Pantes Sesak (online),
http://travel.tribunnews.com/2017/12/29/indonesia-dan-10-negara-lain-yang-diprediksi-
jadi-negara-terpadat-dunia-pada-2018-pantes-sesak?page=2.

SUMBER LAIN
Jimly Asshiddiqie, disampaikan pada saat kuliah pengantar perbandingan konstitusi di
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 28 September 2017.
Rudolf Mellingholf, The Role of Constitutional Court and Equivalent in Strenghtening the
Principles of Democracy, Makalah disampaikan pada Simposium Internasional

101
“Negara Demokrasi Konstitusional” diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia, Jakarta 11-13 Juli 2011

102

Anda mungkin juga menyukai